A. ETNOGRAFI BANJAR
1. Kondisi Geografis
Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22' Lintang Selatan dan 114°32'
Bujur Timur atau 114 19’’ 33’’ BT-116 33’ 28 BT dan 1 21’ 49’’ LS 1 10’’ 14’’ LS,
dengan luas wilayah 37.377,53 km2 atau hanya 6,98 persen dari luas pulau Kalimantan.
Kota Banjarmasin beriklim tropis dimana angin muson barat bertiup dari Benua Asia
melewati Samudera Hindia menimbulkan musim hujan, sedangkan angin dari Benua
Australia adalah angin kering yang berakibat adanya musim kemarau.
B. KEPRIBADIAN BANJAR
Urang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya
yang berkaitan dengan religi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan assimilasi.
Sehingga nampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian
pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir
identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ke
Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal,
Hindu dan Budha.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bahasa banjar adalah bahasa daerah
kalimantan selatan yang dipergunakan oleh suku banjar. Beberapa kata-kata dalam bahasa
banjar untuk kata ganti orang berdasarkan tingkatannya:
1. Halus
Ulun : Saya
2. Netral / Sepadan
F. MAKANAN
Dalam pembuatan makanan diperlukan sistem teknologi yang digunakan untuk
membuat makanan tersebut mempunyai nilai lebih. Bagaimana cara mengolah, memasak
dan menyajikannya juga harus diperhatikan, palagi penggunaan bumbu-bumbunya. Salah
satu hasil makanan orang Banjar yang terkenal adalah SOTO BANJAR yang telah tuurun
temurun menggunakan resep warisan leluhur mereka.
H. BUDAYA BANJAR
1. MADIHIN
Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa arab artinya nasihahat. Madihin dapat
diartikan sebagai sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia, karena ia nenyanyikan syair-
syair yang berasal dari kata akhir persamaan bunyi atau sebagai kalimat puji-pujian (
bahasa arab) karena bisa dilihat dari kalimat dalam madihin yang kadang kala berupa puji-
pujian. Menurut (2006) mendifinisikan madihin yaitu puisi rakyat anonim bertipe hiburan
yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar. Penyampaian syair-syair yang
dibacakan oleh seniman madihin yang disebut Pamadihin.
Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para
pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural
yang disebut Pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat
mata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin. Datu Madihin yang menjadi
sumber asal-usul Pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam
Banjuran Purwa Sari. Datu Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara
geneologis menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel.
Kesenian madihin pada umumnya dipergelarkan pada malam hari, lamanya sekitar 2
sampai 3 jam ditempatkan diarena terbuka. Seniman pamadihin ini terdiri dari 1 samapai 4
orang pria atau wanita.Seorang pamadihin harus memiliki keterampilan memukul terbang
sesuai dengan penyajian syair-syair yang dibacakan, madihin ini temanya saling sindir
menyindir antara pamadihinnya.
2. PASAR TERAPUNG
Pasar terapung ini sudah ada lebih dari 400 tahun lalu dan merupakan sebuah bukti
aktivitas jual-beli manusia yang hidup di atas air. Seperti halnya pasar-pasar yang ada di
daratan, di pasar terapung ini juga dilakukan transaksi jual beli barang seperti sayur-mayur,
buah-buahan, segala jenis ikan, dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya. Pembelian
dari tangan pertama disebut dukuh, sedangkan tangan kedua yang membeli dari para dukuh
untuk dijual kembali disebut panyambangan.
Salah satu keunikan dari Pasar Terapung adalah desak-desakan antara perahu besar
dan perahu kecil yang mencari pembeli, serta penjual yang bersliweran kesana kemari dan
kapalnya yang dimainkan gelombang Sungai Barito. Pasar terapung tidak memiliki
organisasi seperti pasar di daratan, sehingga tidak tercatat berapa jumlah pedagang dan
pengunjung atau pembagian pedagang bersarkan barang dagangan.
3. BAAYAN MAULID
Baayun asal katanya “ayun” yang diartikan”melakukan proses ayunan”. Asal kata
maulid berasal dari peristiwa maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, baayun anak adalah salah satu tradisi simbol pertemuan antara
tradisi dan pertemuan agama. Inilah dialektika agama dan budaya, budaya berjalan seiring
dengan agama dan agama datang menuntun budaya.
4. PLUI
Palui merupakan salah satu tokoh cerita rakyat kalimantan tengah yang ketika itu
secar administrative bergabung dengan bagian Kalimantan selatan namun dalam
perkembangannya justru berkembang diwilayah Kalimantan selatan.
Penulisnya adalah seorang tokoh bernama Drs. H. Z Yustan Adzin kini almarhum yang
mengangkat cerita khas, muncul setiap hari diharian Banjarmasin Post sejak awal terbitnya
yaitu tahun 1971 dalam bahasa banjar dan berbagai logat bahasa banjar derah seperti
Banjar Kuala,Banjarmasin, Martapura, Pelaihari dan Banjar Hulu.
Cerita si Palui yang dipublikasikan pada harian Banjarmasin Post mengandung nilai
budaya Banjar yang cukup beragam, tokoh Palui mencerminkan bagaimana dinamika dan
perkembangan kehidupan orang Banjar. Kehidupan keseharian orang Banjar sangat terikat
dengan nilai-nilai Islam.
I. TRADISI LISAN
Tradisi lisan oleh Suku Banjar sangat dipengaruhi oleh budayaMelayu, Arab,
dan Cina. Tradisi lisan Banjar (yang kemudian hari menjadi sebuah kesenian) berkembang
sekitar abad ke-18 yang di antaranya adalah Madihin dan Lamut. Madihin berasal
dari bahasa Arab, yakni madah ( )ﺡﺪﻤyang artinya pujian. Madihin merupakan puisi rakyat
anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan
bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus
dalam khasanah folklor Banjar di Kalsel. Sedangkan Lamut adalah sebuah tradisi berkisah
yang berisi cerita tentang pesan dan nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya Banjar.
Lamut berasal dari negeri Cina dan mulanya menggunakan bahasa Tionghoa. Namun,
setelah dibawa ke Tanah Banjar oleh pedagang-pedagang Cina, maka bahasanya
disesuaikan menjadi bahasa Banjar.
a. Tentang agamanya
b. Tentang keturunannya
c. Tentang kemampuan rumah tangganya
2. BADATANG
Pihak keluarga pria pada saatnya yang diberitahukan sebelumnya, datang dengan
beberapa orang ke rumah calon istri yang disebut dengan istilah “badatang”. Kedatangan
ini diterima antara kedua keluarga calon suami istri itu secara traditional biasanya lahirlah
dialog yang mempunyai versi prosa liris bahasa daerah Banjar yang umumnya disebut
Baturai Pantun, yakni berbalas pantun antara keluarga pihak calon.
Adat orang banjar tidak mengenal istilah Batunangan atau Bapacaran. Istilah
‘Balarangan’ tidak sama dengan istilah ‘Batunangan’, karena belarangan adalah suatu
perencanaan ancer – ancer para pihak orang tua masing – masing, ketika kedua anak masih
remaja.
Menurut adat seorang gadis yang akan kawin, maka untuk selama 40 hari
sebelumnya dia tidak diperkenankan keluar rumah.
Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir mempercantik dirinya, yang disebut
dengan istilah ‘bekasai’, sekaligus dia diberi beberapa nasehat.
3. NIKAH
Yang dimaksud dengan nikah adalah upacara keagamaan untuk melangsungkan ijab
kabul di hadapan seorang penghulu dan saksi – saksi. Acara ini sering kali juga disebut
‘Meantar Jujuran’.
4. BATIMUNG
Bagi pengantin pria maupun wanita terutama menjelang hari persandingan dua atau
tiga hari sebelumnya, maka pada malam harinya harus melaksanakan mandi uap yang
dikenal dengan istilah ‘Batimung’. Diharapkan dengan batimung ini akan menguras habis
keringat tubuh, menyehatkan dan mengharumkan tubuh pengantin tersebut. Dengan
demikian pada saat persandingan nanti kedua pengantin tidak akan berkeringat lagi.
5. MANDI-MANDI
Pada waktu pagi hari menjelang acara persandingan siang, pengantin wanita
melangsungkan acara mandi – mandi pengantin dengan air yang ditaburi macam – macam
bunga. Pada daerah Kuala kadang – kadang disebut dengan istilah ‘Badudus’ atau
‘Bapapai’ dengan mayang Pinang. Jumlah bunga – bunga yang diperlukan lebih banyak
dan lebih berkesan sebagai salah satu upacara.
Acara mandi – mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman,
yang umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua lainnya. Selesai
mandi, pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai pecah dengan ujung tumit.
Ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dengan istilah ‘Belarap’, membikin
cecantung pada kiri kanan wajahnya. Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil
dengan nasi lamak (ketan) berinti gula merah dan pisang mauli.
6. BATAPUNG TAWAR
Seiring dengan acara mandi – mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara ‘batapung
tawar’, dimaksudkan sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan bagi seorang wanita.
Untuk itu disediakan apa yang dinamakan ‘peduduk’, yaitu seperangkat keperluan pokok
bahan makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuning) yang terdiri dari sagantang beras,
sebiji nyiur, gula merah, seekor ayam betina hitam, telur ayam tiga butir, lading, lilin,
sebiji uang bahari (perak), jarum dengan benangnya, sesuap sirih, rokok daun, dan
rerempah dapur. Isi piduduk : beras melambangkan rezeki, nyiur melambangkan lemak
(kehidupan), gula merah lambang manis (kehidupan), ayam lambang cangkal becari, telur
ayam lambang sum-sum, lading makna semangat yang keras, lilin lambang penerangan,
uang lambang persediaan dalam hidup, jarum dan benang lambang ikatan suami isteri,
sesuap sirih lambang kesatuan, rokok daun lambang kelaki-lakian, rerempah dapur
lambang keterampilan kerja di dapur. Selanjutnya seluruh isi piduduk ini diberikan kepada
bidan kampong yang memimpin acara mandi – mandi.
Untuk yang hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue,
bubur habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan ber-inti.
7. BATAMAT AL-QUR’AN
Baik pengantin pria maupun pengantin wanita pada waktu menjelang acara
persandingan biasanya melangsungkan acara betamat Qur’an yakni membaca kitab suci
Al-Qur’an sebanyak 22 surah yang dimulai dari surah ke 93 (Ad-Dhuha) sampai dengan
surah ke 114 (An-Nas) ditambah dengan beberapa ayat pada surah Al-Baqarah, ditutup
dengan do’a khatam Qur’an, pembaca do’a biasanya guru mengaji pengantin tersebut.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan
surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu
memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang
mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai membaca
kitab suci Al-Qur’an.
8. WALIMAH
Yang dimaksud dengan ‘walimah’ ialah suatu pesta perkawinan dalam rangkaian
acara-acara perkawinan tersebut. Besar kecilnya walimah ini tergantung pada kemampuan
keluarga ‘ahli bait’ masing.
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk
bekerja dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua tugas-
tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja.
Biasanya membagi-bagi tugas sebagai berikut:
a. Nang jadi kepala gawe (pimpinan kegiatan)
Dalam susunan pembagian tugas ini jelas terlihat bahwa sifat kegotong-royongan
merupakan adat yang sangat menonjol sekali bagi para tetangga, tanpa diminta akan
memberikan tenaga dan jasa-jasanya untuk kepentingan pelaksanaan perkawinan tersebut.
9. PETATAIAN
Petataian (pelaminan) dibuat secara khusus yang merupakan ciri khas banjar yang
biasanya diletakkan tepat di ‘tawing halat’ (dinding batas tengah rumah) atau yang lazim
disebut balai kencana. Terdapat juga yang dibangun khusus yang disebut balai warti yang
terdiri dari tempat duduk untuk dua orang pengantin pria dan wanita yang berlatar
belakang air Gucci yang gemerlapan dan pada kiri kanannya agak kebelakang tersusun
bantal yang bersarung merah atau kuning bersulam benang emas, yang disebut
‘tetumpangan’. Di belakang tetumpangan terdapat pucuk tetumpangan yang berbentuk
segitiga sama kaki dengan ornamen yang serasi dengan tetumpangannya. Di situ tersedia
pula sesajian di atas piring kuningan besar yang diletakkan di atas bokor sesanggan
kuningan.
10. BATATAIAN
Merupakan puncak dari acara perkawinan menurut adat banjar ini adalah pada upacara
betataian (bersanding) pada tempat petataian. Acara ini yang dianggap paling bahagia oleh
kedua pengantin ataupun keluarga mereka.
a. Pengantin Wanita
b. Pengantin Pria
c. Tahap-tahapan betataian
K. KEPERCAYAAN KEHAMILAH
Pada masyarakat suku banjar maupun suku dayak , seorang istri yang hamil dai
kehamilan 1 bulan hingga 7 bulan diadakan acara mandi- mandi atau yang disebut ” mandi
tian mandaring”. Dan setelah lahir dilakukan palas bidan dan kemudian dilanjutkan dengan
acara sunatan.
1. PANTANGAN
b. tidak boleh keluar pada waktu maghrib,karena akan diganggu oleh roh jahat
c. tidak boleh makan pisang dompet, dikhawatirkan anak akan kembar siam
d. jangan membelah kayu api yang sudah terbakar, karena anak yang dilahirkan bisa sumbing
e. dilarang pergi kehutan,karewna wanita hamil baunya harum,dan dapat diganggu roh jahat
f. dilarang menganyam bakul, karena jari- jari anak yang dilahirkan dapat dempet menjadi
satu.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.com
http://www.wordpres.com
Dari berbagai sumber