Anda di halaman 1dari 12

BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT SUKU BANJAR

A. ETNOGRAFI BANJAR
1. Kondisi Geografis

Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22' Lintang Selatan dan 114°32'
Bujur Timur atau 114 19’’ 33’’ BT-116 33’ 28 BT dan 1 21’ 49’’ LS 1 10’’ 14’’ LS,
dengan luas wilayah 37.377,53 km2 atau hanya 6,98 persen dari luas pulau Kalimantan.

Kalimantan Selatan secara geografi terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan


dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha. Sampai dengan tahun 2004
membawahi kabupaten/kota sebanyak 11 kabupaten/kota dan pada tahun 2005 menjadi 13
kabupaten/kota sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah kabupaten Hulu Sungai
Utara dengan Kabupaten Balangan dan Kabupaten Kotabaru dengan Kabupaten Tanah
Bumbu.

Kota Banjarmasin beriklim tropis dimana angin muson barat bertiup dari Benua Asia
melewati Samudera Hindia menimbulkan musim hujan, sedangkan angin dari Benua
Australia adalah angin kering yang berakibat adanya musim kemarau.

B. KEPRIBADIAN BANJAR
Urang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya
yang berkaitan dengan religi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan assimilasi.
Sehingga nampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian
pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir
identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ke
Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal,
Hindu dan Budha.

C. SEJARAH SUKU BANJAR


Suku bangsa Banjar ialah penduduk asli yang mendiami sebagian besar wilayah
Propinsi Kalimantan Selatan. Mereka itu diduga memiliki kesamaan dengan penduduk
pulau Sumatera atau daerah sekitarnya, yang membangun tanah air baru di kawasan ini
sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu.
Suku Banjar berasal dari orang Melayu Sumatera, Kalimantan dan Jawa yang
datang ke Kalimantan Selatan untuk berdagang. Adat, bahasa dan kepercayaan mereka
adalah akibat pengaruh berabad-abad dari orang Dayak, Melayu dan Jawa. Ada juga orang
Dayak yang menjadi orang Banjar karena memeluk agama Islam. Orang Banjar dapat
dibagi dua dari segi dialek bahasa, yaitu Banjar Hulu dan Banjar Kuala. Suku Banjar
terdapat di propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, Sumatera dan Malaysia
(Perak, Selangor dan Johor). Mereka juga terkenal dengan julukan masyarakat air (‘the
weter people’) karena adanya pasar terapung, tempat perdagangan hasil bumi dan
kebutuhan hidup sehari-hari di sungai-sungai kota Banjarmasin, ibukota Propinsi
Kalimantan Selatan.

D. SUB SUKU BANJAR


Suku Banjar yang semula terbentuk sebagai entitas politik terbagi 3 grup (kelompok
besar) berdasarkan teritorialnya dan unsur pembentuk suku berdasarkan persfektif kultural
dan genetis yang menggambarkan percampuran penduduk pendatang dengan penduduk asli
Dayak, berikut pembagian sub suku banjar :
1. Grup Banjar Pahuluan adalah campuran orang Melayu-Hindu dan orang Dayak Meratus
yang berbahasa Melayu (unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai ciri kelompok)
2. Grup Banjar Batang Banyu adalah campuran orang Pahuluan, orang Melayu-
Hindu/Buddha, orang Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang Dayak Lawangan,
orang Dayak Bukit dan orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur Dayak Maanyan sebagai ciri
kelompok)
3. Grup Banjar Kuala adalah campuran orang Kuin, orang Batang Banyu, orang Dayak Ngaju
(Berangas, Bakumpai), orang Kampung Melayu, orang Kampung Bugis-Makassar, orang
Kampung Jawa, orang Kampung Arab, dan sebagian orangCina Parit yang masuk Islam
(unsur Dayak Ngaju sebagai ciri kelompok). Proses amalgamasi masih berjalan hingga
sekarang di dalam grup Banjar Kuala yang tinggal di kawasan Banjar Kuala - kawasan
yang dalam perkembangannya menuju sebuah kota metropolitan yang menyatu (Banjar
Bakula).
E. BAHASA

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bahasa banjar adalah bahasa daerah
kalimantan selatan yang dipergunakan oleh suku banjar. Beberapa kata-kata dalam bahasa
banjar untuk kata ganti orang berdasarkan tingkatannya:
1. Halus

Ulun : Saya

Piyan / Dika : Kamu

2. Netral / Sepadan

Aku, diyaku : Aku


Ikam, Kawu : Kamu
3. Agak Kasar

Unda / Sorang : Aku


Nyawa : Kamu

F. MAKANAN
Dalam pembuatan makanan diperlukan sistem teknologi yang digunakan untuk
membuat makanan tersebut mempunyai nilai lebih. Bagaimana cara mengolah, memasak
dan menyajikannya juga harus diperhatikan, palagi penggunaan bumbu-bumbunya. Salah
satu hasil makanan orang Banjar yang terkenal adalah SOTO BANJAR yang telah tuurun
temurun menggunakan resep warisan leluhur mereka.

G. BUDAYA BANJAR SAAT INI DI TENGAH GLOBALISASI


Dampak yang paling mengkhawatirkan dari arus globalisasi adalah terhadap agama
dan tatanan nilai lainnya dalam masyarakat Banjar. Kehidupan agama pada zaman ini mau
tidak mau memang akan terus ditantang. Dunia di luar dia adalah dunia persaingan. Karena
itu, orang mencari perlindungan pada agama dan kedamaian pada agama.
Tetapi ironisnya, orang sering menjauhkan diri dari upacara-upacara yang dirasakan
membosankan dan terlalu lama. Dalam sikap beragama orang ingin cenderung serba cepat,
efisien, dan efektif, tetapi menyentuh pribadi. Di tengah kencangnya arus globalisasi
terdapat juga upaya untuk membentuk kelompok kecil dengan basis identitas primordial.
Orang merasa lebih dekat pada rasa kesukuan, keagamaan, atau kebudayaan tertentu.
Orang mengelompokkan diri berdasarkan kesamaan darah (kesukuan) dan sejarah.
Semangat membesar-besarkan kebudayaan sendiri menguat dalam kelompok ini. Mereka
merasa kebudayaannya superior, lebih baik dan lebih unggul, sementara kebudayaan
bangsa lain diabaikan dan diremehkan. Tidak ada lagi penghargaan terhadap kelompok
lain. Tidak ada solidaritas antar kelompok yang berbeda. Semangat tersebut, gilirannya,
menyulut orang-orang melakukan kekerasan, berperang atas nama suku maupun agama.

H. BUDAYA BANJAR
1. MADIHIN

Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa arab artinya nasihahat. Madihin dapat
diartikan sebagai sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia, karena ia nenyanyikan syair-
syair yang berasal dari kata akhir persamaan bunyi atau sebagai kalimat puji-pujian (
bahasa arab) karena bisa dilihat dari kalimat dalam madihin yang kadang kala berupa puji-
pujian. Menurut (2006) mendifinisikan madihin yaitu puisi rakyat anonim bertipe hiburan
yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar. Penyampaian syair-syair yang
dibacakan oleh seniman madihin yang disebut Pamadihin.

Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para
pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural
yang disebut Pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat
mata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin. Datu Madihin yang menjadi
sumber asal-usul Pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam
Banjuran Purwa Sari. Datu Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara
geneologis menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel.

Kesenian madihin pada umumnya dipergelarkan pada malam hari, lamanya sekitar 2
sampai 3 jam ditempatkan diarena terbuka. Seniman pamadihin ini terdiri dari 1 samapai 4
orang pria atau wanita.Seorang pamadihin harus memiliki keterampilan memukul terbang
sesuai dengan penyajian syair-syair yang dibacakan, madihin ini temanya saling sindir
menyindir antara pamadihinnya.
2. PASAR TERAPUNG

Pasar terapung ini sudah ada lebih dari 400 tahun lalu dan merupakan sebuah bukti
aktivitas jual-beli manusia yang hidup di atas air. Seperti halnya pasar-pasar yang ada di
daratan, di pasar terapung ini juga dilakukan transaksi jual beli barang seperti sayur-mayur,
buah-buahan, segala jenis ikan, dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya. Pembelian
dari tangan pertama disebut dukuh, sedangkan tangan kedua yang membeli dari para dukuh
untuk dijual kembali disebut panyambangan.

Salah satu keunikan dari Pasar Terapung adalah desak-desakan antara perahu besar
dan perahu kecil yang mencari pembeli, serta penjual yang bersliweran kesana kemari dan
kapalnya yang dimainkan gelombang Sungai Barito. Pasar terapung tidak memiliki
organisasi seperti pasar di daratan, sehingga tidak tercatat berapa jumlah pedagang dan
pengunjung atau pembagian pedagang bersarkan barang dagangan.

3. BAAYAN MAULID

Baayun asal katanya “ayun” yang diartikan”melakukan proses ayunan”. Asal kata
maulid berasal dari peristiwa maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW.

Sebelum mendapat pengaruh Islam, maayun anak sudah dilaksanakan ketika


masyarakat masing menganut kepercayaan nenek moyang. Tradisi asalnya dilandasi oleh
kepercayaan Kaharingan. Setelah Islam masuk dan berkembang serta berkat perjuangan
dakwah para ulama, akhirnya upacara tersebut bisa “diislamisasikan”.

Dengan demikian, baayun anak adalah salah satu tradisi simbol pertemuan antara
tradisi dan pertemuan agama. Inilah dialektika agama dan budaya, budaya berjalan seiring
dengan agama dan agama datang menuntun budaya.
4. PLUI

Palui merupakan salah satu tokoh cerita rakyat kalimantan tengah yang ketika itu
secar administrative bergabung dengan bagian Kalimantan selatan namun dalam
perkembangannya justru berkembang diwilayah Kalimantan selatan.
Penulisnya adalah seorang tokoh bernama Drs. H. Z Yustan Adzin kini almarhum yang
mengangkat cerita khas, muncul setiap hari diharian Banjarmasin Post sejak awal terbitnya
yaitu tahun 1971 dalam bahasa banjar dan berbagai logat bahasa banjar derah seperti
Banjar Kuala,Banjarmasin, Martapura, Pelaihari dan Banjar Hulu.

Cerita si Palui yang dipublikasikan pada harian Banjarmasin Post mengandung nilai
budaya Banjar yang cukup beragam, tokoh Palui mencerminkan bagaimana dinamika dan
perkembangan kehidupan orang Banjar. Kehidupan keseharian orang Banjar sangat terikat
dengan nilai-nilai Islam.

I. TRADISI LISAN
Tradisi lisan oleh Suku Banjar sangat dipengaruhi oleh budayaMelayu, Arab,
dan Cina. Tradisi lisan Banjar (yang kemudian hari menjadi sebuah kesenian) berkembang
sekitar abad ke-18 yang di antaranya adalah Madihin dan Lamut. Madihin berasal
dari bahasa Arab, yakni madah (‫ )ﺡﺪﻤ‬yang artinya pujian. Madihin merupakan puisi rakyat
anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan
bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus
dalam khasanah folklor Banjar di Kalsel. Sedangkan Lamut adalah sebuah tradisi berkisah
yang berisi cerita tentang pesan dan nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya Banjar.
Lamut berasal dari negeri Cina dan mulanya menggunakan bahasa Tionghoa. Namun,
setelah dibawa ke Tanah Banjar oleh pedagang-pedagang Cina, maka bahasanya
disesuaikan menjadi bahasa Banjar.

J. PERKAWINAN MENURUT ADAT BANJAR


Secara kronologis, maka peristiwa perkawinan menurut adat suku Banjar dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. BASASULUH
Bilamana seseorang telah sampai saat ingin kawin lazimnya oleh keluarganya yang
terdekat diadakanlah apa yang yang dinamakan “Basasuluh”. Yakni ingin mendapatkan
keterangan tentang calon istri yang diinginkan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak
keluarga yang bersangkutan.
Beberapa hal yang ingin diketahui diantaranya:

a. Tentang agamanya
b. Tentang keturunannya
c. Tentang kemampuan rumah tangganya

d. Tentang kecantikan wajahnya


Dari empat hal tersebut di atas yang menjadi titik tumpu perhatian itu adalah pada
dua hal yaitu agama dan keturunannya. Sebaliknya, bagi keluarga calon istri di samping hal
di atas, akan diperhatikan pula apakah lapangan pekerjaan calon suaminya tersebut. Hal itu
sangat penting karena akan turut menentukan nilai rumah tangga mereka kelak.

2. BADATANG
Pihak keluarga pria pada saatnya yang diberitahukan sebelumnya, datang dengan
beberapa orang ke rumah calon istri yang disebut dengan istilah “badatang”. Kedatangan
ini diterima antara kedua keluarga calon suami istri itu secara traditional biasanya lahirlah
dialog yang mempunyai versi prosa liris bahasa daerah Banjar yang umumnya disebut
Baturai Pantun, yakni berbalas pantun antara keluarga pihak calon.
Adat orang banjar tidak mengenal istilah Batunangan atau Bapacaran. Istilah
‘Balarangan’ tidak sama dengan istilah ‘Batunangan’, karena belarangan adalah suatu
perencanaan ancer – ancer para pihak orang tua masing – masing, ketika kedua anak masih
remaja.
Menurut adat seorang gadis yang akan kawin, maka untuk selama 40 hari
sebelumnya dia tidak diperkenankan keluar rumah.
Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir mempercantik dirinya, yang disebut
dengan istilah ‘bekasai’, sekaligus dia diberi beberapa nasehat.

3. NIKAH
Yang dimaksud dengan nikah adalah upacara keagamaan untuk melangsungkan ijab
kabul di hadapan seorang penghulu dan saksi – saksi. Acara ini sering kali juga disebut
‘Meantar Jujuran’.

4. BATIMUNG
Bagi pengantin pria maupun wanita terutama menjelang hari persandingan dua atau
tiga hari sebelumnya, maka pada malam harinya harus melaksanakan mandi uap yang
dikenal dengan istilah ‘Batimung’. Diharapkan dengan batimung ini akan menguras habis
keringat tubuh, menyehatkan dan mengharumkan tubuh pengantin tersebut. Dengan
demikian pada saat persandingan nanti kedua pengantin tidak akan berkeringat lagi.

5. MANDI-MANDI
Pada waktu pagi hari menjelang acara persandingan siang, pengantin wanita
melangsungkan acara mandi – mandi pengantin dengan air yang ditaburi macam – macam
bunga. Pada daerah Kuala kadang – kadang disebut dengan istilah ‘Badudus’ atau
‘Bapapai’ dengan mayang Pinang. Jumlah bunga – bunga yang diperlukan lebih banyak
dan lebih berkesan sebagai salah satu upacara.
Acara mandi – mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman,
yang umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua lainnya. Selesai
mandi, pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai pecah dengan ujung tumit.
Ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dengan istilah ‘Belarap’, membikin
cecantung pada kiri kanan wajahnya. Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil
dengan nasi lamak (ketan) berinti gula merah dan pisang mauli.

6. BATAPUNG TAWAR
Seiring dengan acara mandi – mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara ‘batapung
tawar’, dimaksudkan sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan bagi seorang wanita.
Untuk itu disediakan apa yang dinamakan ‘peduduk’, yaitu seperangkat keperluan pokok
bahan makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuning) yang terdiri dari sagantang beras,
sebiji nyiur, gula merah, seekor ayam betina hitam, telur ayam tiga butir, lading, lilin,
sebiji uang bahari (perak), jarum dengan benangnya, sesuap sirih, rokok daun, dan
rerempah dapur. Isi piduduk : beras melambangkan rezeki, nyiur melambangkan lemak
(kehidupan), gula merah lambang manis (kehidupan), ayam lambang cangkal becari, telur
ayam lambang sum-sum, lading makna semangat yang keras, lilin lambang penerangan,
uang lambang persediaan dalam hidup, jarum dan benang lambang ikatan suami isteri,
sesuap sirih lambang kesatuan, rokok daun lambang kelaki-lakian, rerempah dapur
lambang keterampilan kerja di dapur. Selanjutnya seluruh isi piduduk ini diberikan kepada
bidan kampong yang memimpin acara mandi – mandi.
Untuk yang hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue,
bubur habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan ber-inti.

7. BATAMAT AL-QUR’AN
Baik pengantin pria maupun pengantin wanita pada waktu menjelang acara
persandingan biasanya melangsungkan acara betamat Qur’an yakni membaca kitab suci
Al-Qur’an sebanyak 22 surah yang dimulai dari surah ke 93 (Ad-Dhuha) sampai dengan
surah ke 114 (An-Nas) ditambah dengan beberapa ayat pada surah Al-Baqarah, ditutup
dengan do’a khatam Qur’an, pembaca do’a biasanya guru mengaji pengantin tersebut.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan
surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu
memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang
mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai membaca
kitab suci Al-Qur’an.

8. WALIMAH
Yang dimaksud dengan ‘walimah’ ialah suatu pesta perkawinan dalam rangkaian
acara-acara perkawinan tersebut. Besar kecilnya walimah ini tergantung pada kemampuan
keluarga ‘ahli bait’ masing.
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk
bekerja dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua tugas-
tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja.
Biasanya membagi-bagi tugas sebagai berikut:
a. Nang jadi kepala gawe (pimpinan kegiatan)

b. Nang meurus tajak sarubung (mendirikan tenda)

c. Nang meurus pengawahan (bagian masak nasi dan ikan)

d. Nang meurus karasmin (mengurus kesenian)

e. Nang besaruan lalakian (pengundang untuk pria)

f. Nang besaruan bebinian (pengundang untuk wanita)

g. Nang menerima saruan (penerima tamu)

Dalam susunan pembagian tugas ini jelas terlihat bahwa sifat kegotong-royongan
merupakan adat yang sangat menonjol sekali bagi para tetangga, tanpa diminta akan
memberikan tenaga dan jasa-jasanya untuk kepentingan pelaksanaan perkawinan tersebut.

9. PETATAIAN
Petataian (pelaminan) dibuat secara khusus yang merupakan ciri khas banjar yang
biasanya diletakkan tepat di ‘tawing halat’ (dinding batas tengah rumah) atau yang lazim
disebut balai kencana. Terdapat juga yang dibangun khusus yang disebut balai warti yang
terdiri dari tempat duduk untuk dua orang pengantin pria dan wanita yang berlatar
belakang air Gucci yang gemerlapan dan pada kiri kanannya agak kebelakang tersusun
bantal yang bersarung merah atau kuning bersulam benang emas, yang disebut
‘tetumpangan’. Di belakang tetumpangan terdapat pucuk tetumpangan yang berbentuk
segitiga sama kaki dengan ornamen yang serasi dengan tetumpangannya. Di situ tersedia
pula sesajian di atas piring kuningan besar yang diletakkan di atas bokor sesanggan
kuningan.

10. BATATAIAN
Merupakan puncak dari acara perkawinan menurut adat banjar ini adalah pada upacara
betataian (bersanding) pada tempat petataian. Acara ini yang dianggap paling bahagia oleh
kedua pengantin ataupun keluarga mereka.
a. Pengantin Wanita

b. Pengantin Pria

c. Tahap-tahapan betataian

 Pengantin pria diantar


 Betawak nasi lamak
 Sujud dan makan bersama
 Usung jinggung dan diarak

11. KELAMBU PENGANTIN


Begitu pentingnya kelambu pengantin ini bahkan menjadi suatu ukuran bagi orang
untuk melihat sampai dimana kemampuan kepala keluarga yang sedang berminantu itu.
Kelambu ini selalu ditempatkan di kamar depan sebagai suatu bagian rumah yang
utama, yakni ruangan tempat tidur sebelah kanan rumah banjar bahari, atau rumah
bubungan tinggi (rumah beanjung). Karena pada waktu itu belum mengenal atau belum
banyak mengenal ranjang. Kelambu itu digantung di ruang anjung dalam bentuk segi
empat yang umumnya mempergunakan warna putih atau kuning muda. Di atas kelambu di
pasang langit-langit dari kain yang agak tipis dengan sulaman kembang pancar matahari.

K. KEPERCAYAAN KEHAMILAH
Pada masyarakat suku banjar maupun suku dayak , seorang istri yang hamil dai
kehamilan 1 bulan hingga 7 bulan diadakan acara mandi- mandi atau yang disebut ” mandi
tian mandaring”. Dan setelah lahir dilakukan palas bidan dan kemudian dilanjutkan dengan
acara sunatan.
1. PANTANGAN

Masyarakat suku banjar juga mempercayai pantangan – pantangan yang harus


dihindari oleh istri yang hamil dan suaminya, yaitu :
a. tidak boleh duduk didepan pintu, dikhawatirkan akan susah dalam melahirkan

b. tidak boleh keluar pada waktu maghrib,karena akan diganggu oleh roh jahat

c. tidak boleh makan pisang dompet, dikhawatirkan anak akan kembar siam
d. jangan membelah kayu api yang sudah terbakar, karena anak yang dilahirkan bisa sumbing

e. dilarang pergi kehutan,karewna wanita hamil baunya harum,dan dapat diganggu roh jahat

f. dilarang menganyam bakul, karena jari- jari anak yang dilahirkan dapat dempet menjadi
satu.

DAFTAR PUSTAKA
 http://www.google.com
 http://www.wordpres.com
 Dari berbagai sumber

Anda mungkin juga menyukai