MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Yang Dibimbing Oleh Ibu Vita Fitria, M.pd
Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
(12312241011)
(12312241014)
(12312241011)
(12312241011)
(12312241009)
Tradisi Tahlilan Dalam Islam dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan arahan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
mengucakpakn terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Vita Fitria, M. Pd
selaku dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan semua
pihak yang telah membantu penulisan makalah ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Makalah ini ditulis berdasarkan hasil penyusunan data-data sekunder dan
informasi yang penulis peroleh dari media massa (cetak maupun elektronik )
yang berhubungan dengan tradisi Tahlilan di masyrakat. Makalah yang ditulis
dengan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan ini, tentu tidak luput dari
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena ituselalu terbuka bagi
adanya kritik dan saran serta penyempurnaan. Namun demikian penulis akan
terus mencoba dan berusaha agar pada waktu yang akan datang dapat lebih
menyempurnakan pengetahuan penulis di bidang ilmu agama.
Semoga dengan makalah yang sederhana ini dapat memberikan
tambahan ilmu bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kitik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi perbaikan makalah selanjutnya. Terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara
makhluk-makhluk yang lain. Hal ini dikarenakan Allah memberikan akal
kepada manusia, dengan akal tersebut manusia dituntut untuk
memikirkan segala sesuatu, baik yang berkaitan dengan agama, sesuatu,
hablum minannas maupun hablum minallah.
Setiap yang bernyawa akan mengalami ajal atau kematian, ajal
manusia sudah menjadi ketentuan, bila sudah waktunya meninggal
dunia,maka kita harus bersikap sabar atas keluarga yang meninggal. Ada
sebuah wacana yang mengatakan bahwa mayit disiksa karena ratapan
keluarganya. Dan bila seseorang sampai meneteskan air mata, bila
keluarganya meninggal dunia,maka hal tersebut sudah biasa sebagai rasa
duka, yang penting tidak sampai menangis keterlaluan.
Bila salah satu dari keluarga (famili) meninggal, maka kita harus
tetap bertaqwa kepada-Nya dan bersikap sabar atas musibah tersebut dan
kita berusaha jangan sampai berputus asa, menggerutu dan bahkan
sampai marah-marah, karena semua itu kejadian yang pasti dan bila
sudah waktunya maka tidak ada seorangpun yang bisa mengelaknya.
Maka atas dasar tersebut, dalam menghadapi orang dan keluarga
atau teman yang meninggal janganlah bersikap kurang baik melainkan
kita harus mendoakan baik secara perorangan ataupun secara bersamasama. Beberapa keluarga mayit biasanya mengadakan tahlilan bersama
warga sekitar dan sanak saudara yang lain untuk mendoakan si mayit.
Namun ternyata ada sebagian golongan yang melarang pengadaan
tahlilan dengan alasan tertentu. Bahkan ada yang mengatakan bahwa
tahlilan merupakan Bidah yang tidak ada tuntunannya. Hal ini cukup
menjadi perdebatan di kalangan masyarakat tentang bagaimana
sebenarnya hukum tahlilan yang sudah menjadi tradisi dalam
masyarakat.
ini
tentang
hukum
melaksanakan
tahlilan
agar
tidak
BAB II
PEMBAHASAN
yang
saat
ini
banyak
menjadi
perbincangan
yang
dipandang oleh
para ulama sebagai hal yang sejalan dengan aqidah dan syariah, sebagian
lainnya memang tidak bisa diterima. Terdapat begitu banyak budaya yang
berakar kepada syirik dan penyembahan kepada yang selain Allah. Misalnya
budaya meramal kedukun, memberi sesaji kepada jin dan roh penunggu
tempat keramat, atau menghadirkan roh dan makhluk halus, percaya kepada
nasib naas, horoskop, dan wangsit. Termasuk di dalamnya mempelajari ilmu
kebal, ilmu santet, ilmu sihir, ilmu teluh, jelangkung dan tuyul. Semua itu
jelas tidak akan bisa dijadikan dasar hukum karena pada hakikatnya justru
tradisi itu yang ingin dihilangkan dari aqidah bangsa ini.
Selain terkait dengan syirik, terkadang ada juga budaya yang secara
radikal memang bertabrakan dengan garis-garis syariah Islam. Misalnya
tradisi bermabuk-mabukan, gonta ganti pasangan, membuka aurat dalam
berpakaian, membagi waris dengan tradisi yang berbeda dengan hukum
Islam,
berjudi,
nyawer,
sabung
ayam
dan
seterusnya.
(baca:
"wajib") untuk dikerjakan dan sebaliknya, bidah (hal yang baru dan ajaib)
apabila ditinggalkan.
Sebenarnya acara tahlilan semacam ini telah lama menjadi pro dan
kontra di kalangan umat Islam. Sebagai muslim sejati yang selalu
mengedepankan kebenaran, semua pro dan kontra harus dikembalikan
kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah. Sikap seperti inilah yang
sepatutnya dimiliki oleh setiap insan muslim yang benar-benar beriman
kepada Allah subhanahu wataala dan Rasul-Nya. Bukankah Allah
subhanahu wataala telah berfirman (artinya): "Maka jika kalian berselisih
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan ArRasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik
akibatnya." (AnNisaa: 59)
C. PENDAPAT
BEBERAPA
ULAMA
TENTANG
PELAKSANAAN
TAHLILAN
Berikut ini merupakan cuplikan beberapa pendapat ulama mengenai
pelaksanaan tahlilan:
1. Imam SyafiI
Aku benci Al MATAM yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit
meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu
2.
didalam
kitabnya
Syarah
Muslim.
(As
Subuki,
kepada mayit yang dikirimi. (Al Khazin, Al-Jamal, Juz IV, hal.236)
Ibnu Katsir
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya.(An-Najm :39), Imam SyafiI r.a dan ulamaulama yang mengikitinya mengambil kesimpulan, bahwa pahala bacaan
yang pahalanya dikirimkan kepada simayit adalah tidak dapat sampai,
karena bukan dari hasil usahanya sendiri. Oleh karena itu Rosulullah
9
10
dan yang lainnya, maka hal seperti itu tidak akan sampai kepada
3.
Analisa Kitab
1. Ianatut Thalibin
ya, apa yang dikerjakan orang, yaitu berkumpul dirumah
keluarga mayit dan dihidangkannya makanan untuk itu, adalah
termasuk BIDAH Munkarat (bidah yang diingkari agama).
Yang bagi memberantasnya akan diberi pahala. (Ianatut
Thalibin, Sarah Fathul Muin, Juz 2 hal. 145)
Dan apa yang dibiasakan orang tentang hidangan makanan oleh
keluarga mayit untuk dihidangkan para undangan. Adalah
BIDAH yang tidak disukai dalam agama. Sebagaimana
berkumpul dirumah simayit itu sendiri. Karena ada hadits shahih
yang diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah Al Bajalii Kami
( yakni para Shahabat semuanya ) memandang/menganggap
( yakni menurut madzhab kami para Shahabat ) bahwa
berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan
makanan adalah sama dengan hokum Niyahah (meratapi mayit)
11
hal 248)
Mughnil Muhtaj
Adapun menyediakan hidangan makanan oleh keluarga mayit dan
berkumpulnya orang-orang banyak disitu, adalah BIDAH, yang
tidak disunatkan, dan didalam hal ini Imam Ahmad bin Ibnu
Majah meriwayatkan dengan sanad yang sah dari Jarir bin
Abdullah Al Bajalii Kami ( yakni para Shahabat semuanya )
memandang/menganggap ( yakni menurut madzhab kami para
Shahabat ) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan
membuatkan makanan adalah sama dengan hokum Niyahah
(meratapi mayit) yakni haram. (Mughnil Muhtaj, Jus 1, hal 268)
12
4.
Hasyiyatul Qalyubi
Syekh Ar Romli berkata diantara bidah yang munkarat yang
tidak dibenarkan agama, yang tidak disukai dikerjakan, yaitu
sebagaimana yang diterngangkan dalam kitab Ar Raudlah, yaitu
apa yang dikerjakan orang, yang disebut kifarah, dan hidangan
makanan untuk acara berkumpul dirumah keluarga mayit. Baik
senelum maupun sesudah kematian, dan juga penyembelihan
(BODOH),
majalah
NU
Al-Mawaid
menentang
keras
http://thetrueideas.multiply.com/journal/item/1059
( : ) :
) (
"Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : " Kami (yakni para shahabat
semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para
16
/ =
Kami
memandang/menganggap.
Maknanya : Menurut madzhab kami para shahabat semuanya bahwa
17
= Berkumpul-kumpul di tempat atau di
rumah ahli mayit dan membuatkan makanan yang kemudian mereka
makan bersama-sama
3.
4.
18
(I/318).
Aku benci al ma'tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit
meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian
itu akan memperbaharui kesedihan"[1]
Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita'wil
atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa beliau
dengan tegas mengharamkan berkumpul-kumpul dirumah
keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul saja, bagaimana kalau
disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan ?"
2. Telah berkata Imam Ibnu Qudamah, di kitabnya Al Mughni (Juz 3
halaman 496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin
Abdul Muhsin At Turki ) :
Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak
maka itu satu hal yang dibenci ( haram ). Karena akan menambah
kesusahan diatas musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas
kesibukan mereka [2] dan menyerupai perbuatan orang-orang
jahiliyyah.
Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada
Umar. Lalu Umar bertanya,.Apakah mayit kamu diratapi ?" Jawab
Jarir, " Tidak !" Umar bertanya lagi, " Apakah mereka berkumpul
di rumah ahli mayit dan mereka membuat makanan ? Jawab Jarir,
" Ya !" Berkata Umar, " Itulah ratapan !"
3. Telah berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, di kitabnya :
Fathurrabbani tartib musnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96) :
"Telah sepakat imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan
Ahmad) atas tidak disukainya ahli mayit membuat makanan untuk
orang banyak yang mana mereka berkumpul disitu berdalil dengan
hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya adalah HARAM karena
meratapi mayit hukumnya haram, sedangkan para Shahabat telah
memasukkannya (yakni berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit)
bagian dari meratap dan dia itu (jelas) haram.
19
20
5.
6.
7.
8.
9.
10. Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini
beliau menjawab : " Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli
mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit ) membuatkan makanan
untuk para penta'ziyah." [Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal oleh
Imam Abu Dawud hal. 139]
11. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, " Disukai membuatkan
makanan untuk ahli mayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan
tetapi tidak disukai mereka membuat makanan untuk para
penta'ziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan lain-lain."
[Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal.93]
21
ahli
mayit
22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Tahlilan adalah acara peringatan hari kematian seseorang yang acara
diisi dengan doa doa untuk mendoakan seseorang yang telah meninggal
tersebut.
2. Hukum pelaksanaan tahlilan itu relatif. Tahlilan boleh dilaksanakan
asalkan tidak memberatkan keluarga dari si mayat. Tetapi apabila acara
tahlilan memberatkan keluarga yang ditinggalkannya
hukumnya
haram.
23
DAFTAR PUSTAKA
http://thetrueideas.multiply.com/journal/item/1059
http://semuaguru.blogspot.com/2012/01/fiqh-khilafiyah-numuhammadiyah-seputar_1302.html
http://warkopmbahlalar.com/2011/09/strategi-dakwah-wali-songo/
http://suaraaswaja.com/wahabi-saudi-akan-hancurkan-makam-nabisahabat.htmlsuaraaswaja.com/wahabi-saudi-akan-hancurkanmakam-nabi-sahabat.html
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,37823lang,id-c,ubudiyyah-t,Tentang+Tahlilan+dan+Dalilnya-.phpx
http://mighamir.wordpress.com/2009/10/10/makalah-hukum-tahlilan/
24