Anda di halaman 1dari 18

BIOGRAFI TOKOH MADZHAB DALAM FIQH (SYI’IY DAN DZAHIRIY)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Fiqih

Dosen Pengampu:

Drs. H. Syamsul Arifin, M.Ag

Disusun Oleh:

Kelompok 10

1. Sahrul Maulana (210101110001)


2. Nur Diana Kholidah (210101110004)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami telah panjatkan atas kehadiran Allah Ta’ala, sang pencipta alam semesta
dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufik, serta
inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Biografi Tokoh Madzhab Dalam Fiqh
(Syi’iy dan Dzahiriy) yang sederhana ini.

Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah satu
dari sekian kewajiban mata kuliah Studi Fiqih serta merupakan bentuk tanggung jawab kami pada
tugas yang diberikan. Pada kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Dosen pengampu mata kuliah Studi Fiqih.

Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan, dimana kamipun sadar bahwasannya
kami hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan
hanya milik Allah Ta’ala hingga dalam penulisan dan penyusunan masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran akan senantiasa kami terima sebagai upaya evaluasi diri.

Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penyusunan


makalah ini ada hikmah yang bisa kita ambil.

Malang, 10 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
BAB I ..................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ......................................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3
A. Mazhab Fiqih Syi’iy ................................................................................................................... 3
B. Macam-Macam Madzhab Syi’iy ............................................................................................... 3
1. Syiah Zaidiyah........................................................................................................................ 3
2. Syiah Ja’fariyah ..................................................................................................................... 5
3. Syiah Istna Asyarah (Imam Yang Dua Belas) ....................................................................... 7
4. Syiah Ismai’liyyah .................................................................................................................. 9
C. Madzhab Fiqih Dzahiriy .......................................................................................................... 10
D. Konsep Pemikiran Madzhab Dzahiriy .................................................................................... 11
E. Kemunduran Madzhab Fiqih Dzahiriy ................................................................................... 13
BAB III ................................................................................................................................................ 14
PENUTUP............................................................................................................................................ 14
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 14
B. Saran ........................................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai sebuah agama dan cara hidup yang dibawa oleh nabi Muhammad
SAW, telah sempurna segala isi ajarannya. Umat islam dibawah kepemimpinan nabi
Muhammad SAW di kota Madinah hidup dengan tentram dan rukun, sekalipun
masyarakatnya berbeda-beda baik agama dan suku bangsa nya. Hingga sampai Nabi
Muhammad SAW wafat. Para sahabat setelah sepeninggal Nabi malah fokus perhatian
mereka setelah mengalami guncangan duka yang hebat disibukkan dengan tugas penerus
tapuk kepemimpinan islam dan perjuangan dakwah islam ke seluruh dunia. Maka dari itu
para sahabat menghasilkan sebuah persoalan bernama Khilafah. Yaitu pemimpin pengganti
nabi Muhammad sebagai kepala negara.

Setelah Rasulullah saw wafat, Sebagian besar sahabat menyetujui dan berbaiat
kepada Abu Bakar sebagai khalifah pertama, dan sebagian lainnya berpendirian bahwa
ynag khalifah adalah ali bin abi thalib. Itulah awal mula lahirnya golongan syiah, yaitu
golongan pengikut dan pendukung syyidina Ali bin Abi Thalib. Golongan ini mulai
berkembang pada tahun-tahun terakhir pemerintahan Usman bin Affan dan semakin
berkembang ketika Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai khalifah. Setelah Ali bin Abi thalib
wafat, terjadinya perpecahan di aliran syiah. Disitu terbagi menjadi dua aliran yang ekstrim
dan moderat, yang semuanya mengandung kefanatikan yang mendalam terhadap keluarga
Ali bin Abi Thalib.

Perbedaan pendapat di kalangan umat ini, sampai kapan pun dan di tempat mana
pun akan terus berlangsung dan hal ini menunjukkan kedinamisan umat Islam, karena pola
pikir manusia terus berkembang. Perbedaan pendapat inilah yang kemudian melahirkan
mazhab-mazhab Islam yang masih menjadi pegangan orang sampai sekarang. Masing-
masing mazhab tersebut memiliki pokok-pokok pegangan yang berbeda yang akhirnya
melahirkan pandangan dan pendapat yang berbeda pula, termasuk di antaranya adalah
pandangan mereka terhadap kedudukan al-Qur’an dan al-Sunnah.

1
Dalam melaksanakan perintah agama, umat Islam tentu harus berlandaskan pada
aturan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Ada begitu banyak ibadah, dan tata caranya, yang
mendasari lahirnya ilmu fiqih, yaitu ilmu tentang hukum dan tata cara melakukan ibadah
yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis. Hukum mengatur halal dan haram, sunat dan
makruh, tata cara sholat, cara bersuci dan sebagainya. Dalam agama Islam terutama dalam
hal fiqih mengenal adanya Mazhab. Mazhab yaitu sesuatu yang menjadi pendapat imam
atau ahli agama tentang hukum suatu perkara baik dalam urusan agama, masalah ibadah
ataupun permasalahan lainnya. Banyak madzhab yang berkembang pada masa itu,
diantaranya madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Terdapat juga madzhab yang
sekarang sudah hampir punah yaitu madzhab Syi’iy dan Dzahiriy dan pada kesempatan ini
akan jadi pembahasan dalam makalah ini. 1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Biografi Madzhab Syi’iy ?
2. Bagaimanakah Biografi Madzhab Dzahiriy?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Biografi Madzhab Syi’iy.
2. Untuk mengetahui Biografi madzhab Dzahiriy.

1
M. Thabathaba’i, Islam Syi’ah: Asal Usul dan Perkembangannya (Jakarta: Temprint, 1989), hlm. 42.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Mazhab Fiqih Syi’iy
Aliran Syi‘ah adalah satu-satunya aliran yang terpisah, yang sangat penting dalam
Islam. Secara etimologis, syi‘ah berarti pengikut atau pendukung paham. Kalimat ini untuk
satu orang, dua orang atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan. Yang dimaksud dengan
Syi‘ah di sini adalah Syi‘ah al-‘Aliyyin yang artinya pengikut atau pendukung ‘Ali ibn Abi
Thalib yang meyakini bahwa imamah adalah hak ‘Ali dan ahl al-bait keturunan ‘Ali dari
pernikahannya dengan Fatimah, yang diterima berdasarkan wasiat. Dalam perspektif
sejarah, kemunculan Syi‘ah tidak dapat dilepaskan dari persoalan politik yang terjadi di
kalangan umat Islam. Menurut Abu Zahrah, sejarah kemunculan Syi‘ah dimulai pada akhir
masa pemerintahan ‘Utsmân ibn ‘Affân, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa
‘Ali ibn Abi Thalib.
Pada awal kemunculannya, Syi‘ah membawa ajaran yang paling kental, yakni
masalah Imâmah/kepemimpinan yang mempersatukan kaum Syi‘ah dan membedakannya
dengan aliran politik lainnya. Namun pada perkembangan berikutnya, ajaran ini jugalah
yang menjadikan Syi‘ah terpecah-pecah ke dalam beberapa aliran atau sekte. Sebab orang-
orang Syi‘ah akhirnya tidak mempunyai sikap yang sama dalam menempatkan posisi ‘Alî
dan keturunannya sebagai imam. Ketika ‘Ali wafat, pemikiran ke-Syi‘ahan berkembang
menjadi mazhab-mazhab, sebagian mazhab menyimpang dan sebagiannya lagi lurus. Hal
ini terjadi karena keanekaragaman penganut Syi‘ah yang terdiri atas kelompok ekstrim,
moderat, dan liberal. 2

B. Macam-Macam Madzhab Syi’iy


1. Syiah Zaidiyah
Imam Yahya bin Hamzah 'Alawi (w. 749 H), keliru satu ulama Syiah
Zaidiyah, mengidentifikasi Syiah Zaidiyah menjadi cabang genre Syiah yg
mempunyai doktrin menurut Imam Zaid bin Ali bin alHusain. Istilah Zaidiyah
ada sehabis era Imam Zaid bahkan nama Zaidiyah sendiri diambil menurut
namanya. Sejak itulah, maka Zaidiyah dikenal menjadi keliru satu cabang genre

2
Kurniawan, Analisis Kritis Gerakan Syiah Zaidiyah dan Rafidhah, Jurnal Tasfiyah, (Jakarta: STAI
Darunnajah, 2020), Vol. 4, No. 2, hlm 133-138.

3
Syiah.” Dia pula mengungkapkan bahwa penamaan Syiah Zaidiyah yg dikaitkan
menggunakan nama Imam Zaid yang disebut sang oleh imam, melainkan
dikukuhkan sang para pengikutnya. Dalam perkembangannya, Syiah Zaidiyah
acap kali-kali dikaitkan menggunakan kata rafidhah. Dalam kadar tertentu,
bahkan kata ini sebagai keliru satu tema krusial pada keberadaan Syiah Zaidiyah.
Istilah rafidhah dicetuskan Imam Zaid, ditujukan pada kalangan Syiah Itsna
Asyariyah. Hal itu bermula menurut gerakan perlawanan Imam Zaid dan
pasukannya terhadap kekhalifahan Bani Umayyah.
Dalam aliran ini beropini bahwa pintu ijtihad terbuka lebar bagi setiap
orang sanggup dan punya kemauan berijtihad. Sedangkan bagi yang tidak punya
kemauan buat berijtihad, disarankan buat bertaqlid terutma pada kalangan ahlul
bait. Ajaran mazhab nya terkumpul pada kitab Al Majmu' yg tersusun atas 2
bagian hadits dan fiqih. Sistem dan pendapat pendapat aturan yg tertulis tidak
sama seperti menggunakan system dan pendapat ulama ulama ahlu sunnh wal
jamaah yang menggunakan aturan primer al qur'an dan sunnah, juga qiyas,
istihsan dan mashalih Al Qur'an.3
Syi'ah Zaidiyah memiliki persamaan secara utuh menggunakan ahlus
sunnah mengenai ibadah menggunakan amalan-amalan fardhu. Perbedaan-
disparitas mini hanya terjadi pada hal-hal yg bersifat fur'iyyah, misalnya; shalat
jenazah yg dari mereka hanya menggunakan 5 takbir melepaskan ke 2 tangan
waktu berdiri, shalat tarawih berjamaah, dicermati bid'ah' tidak mau berjama'ah
menggunakan imam yang durhaka, shalat id merupakan fardhu'ain yang boleh
dilaksanakan baik secara sendiri-sendiri atau berjamaah dan lain sebagainya.
Dalam hal nikah muth'ah mereka sejalan menggunakan pendapat ahlus sunnah
mengenai ketidakbolehannya. Al Jaeranajaran syiah Zaidiyah tadi sudah
berkembang semenjak pertengahan abad ketiga hijriyah. Hasan bin zaid pernah
mendirikan negara zaidiyah pada pada (suatu wilayah pegunungan pada sebelah
utara bahari kaspia), negara Tabristan (terletak pada sebelah selatan bahari
kaspia). Kemudian galat seseorang keturunan Zaid yang bergelar Hadi Ila Al Haq

3
Ris’an Rusli. Imamah, Kajian Doktrin Syi’ah dan Perdebatan Pemikiran Islam Klasik dalam Intizar,
(Palembang: IAIN Raden Fatah, 2015), Vol. 21, No. 2, hlm 145.

4
dalam abad ketiga hijriyah mendirikan suatu negara beraliran zaidiyah pada
yaman. Aliran ini beredar pada wilayah sekeliling bahari Kaspia misalnya
Dailam, Tabrastan dan Gilan pada timur. Sedangkan pada barat beredar pada
Hijaz, Mesir dan Yaman.
Terdapat empat karakteristik syiah Zaidiyah. Pertama, beliau merupakan
cabang genre syiah yg mengikuti Imam Zaid bin Ali bin al-Husain. Kedua, beliau
merujuk pada ilmu kalam menurut aliran Mu'tazilah. Ketiga, beliau berkeyakinan
bahwa semua keturunan Fatimah bin Muhammad berhak sebagai imam.
Syaratnya, beliau harus berilmu, zuhud, berani, senang memberi dan bisa merebut
kekuasaan. Keempat, beliau menyerukan bisnis merebut kekuasaan menurut
penguasa zalim menggunakan jalan pemberontakan. Beliau dipercaya lebih
moderat terhadap empat hal: a). Bukan hanya menduga Abu Bakar ash Siddiq
dan Umar bin Khattab menjadi orang-orang baik, melainkan Syiah Zaidiyah pun
menolak mencela dan mencaci 2 figur tadi b). Syiah Zaidiyah tidak terlalu
menekankan ajaran taqiyyah; c). Syiah Zaidiyah tidak terlalu menekankan sifat
ismah pada para imamnya; d). Syiah Zaidiyah tidak terlalu menekankan sifat
raj'ah pada para imamnya.

2. Syiah Ja’fariyah
Imam Ja'far Shadiq adalah Imam Keenam dalam hierarki dua belas Imam
Maksum. Panggilannya adalah Abu Abdillah dan gelarnya yang masyhur adalah
as-Shadiq, al-Fadil dan at-Tahir.Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Ja’far
ibn Muḥammad al-Baqir ibn ‘Ali Zaynal Abidīn ibn Husayn ibn Ali ibn ‘Abi
Ṭalib al-Hashimi al- ‘Alawi al- Madani al-Ṣadiq. Ia dilahirkan pada tahun 80
H/699 M. Para sejarawan berbeda pendapat mengenai kelahiran Ja’far ini. Selain
tahun 80 H., ada pula yang mengatakan bahwa ia dilahirkan pada tahun 83 H.
Ada pula yang mengatakan Ja’far dilahirkan sebelum kedua tahun tersebut.
Namun riwayat yang paling kuat menyatakan bahwa Ja’far Shadiq dilahirkan
pada tahun 80 H, yakni di tahun yang sama dengan kelahiran pamannya, Zayd
ibn ‘Ali Zaynal ‘Abidin. Madzhab Ja’fari dikembangkan oleh Imam Ja’far Al-
Shadiq bin Muhammad Al-Baqir (57-113 H./ 677-732 M). Imam Ja’far
mempelajari ilmu-ilmu keagamaan dari kakeknya, yaitu Ali Zainal Abidin selama

5
15 tahun. Namun, setelah kakeknya meninggal dunia pada tahun 94 H., ia terus
dibina oleh ayahnya sendiri, Muhammad Al-Baqir.4
Peluang utuk mempelajari ilmu-ilmu keagamaan lebih terbuka lebar,
karena Madinah merupakan pusat kajian ilmu-ilmu keagamaan. Di kota ini
banyak pakar hadis dan hukum islam sekaligus. Kakeknya sendiri, ayah dari
ibunya Qasim bin Muhammad merupakan salah seorang dari tujuh serangkaian
ulama’ Madinah. Imam Ja’far banyak mempelajari hadits-hadits Nabi SAW serta
hukum islam dari kakeknya ini.
Produk-produk hukum fikih Ja’fari tidak banyak berbeda dengan
ketentuan- ketentuan hukum fikih yang ada dalam mazhab fikih Sunni. Hanya
terdapat beberapa ketentuan fikih Ja’fari yang secara mendasar tidak dikenal dan
tidak berlaku dalam fikih Sunni. Di antaranya, adalah persoalan nikah mut’ah dan
konsep khumus.
 Nikah Mut’ah
Nikah Mut’ah adalah istilah lain dari kawin kontrak. Dalam nikah
mut’ah ini, seseorang melakukan aqad nikah dengan menyebutkan lama waktu
yang akan digunakan untuk melakukan perkawinan, semisal satu bulan,
setengah tahun, satu tahun dan seterusnya. Sunni secara tegas melarang
penyelenggaraan nikah model ini. mazhab Sunni meyakini, bahwa meskipun
penyelenggaraan nikah ini pernah diperbolehkan oleh Nabi, namun telah
dinasakh sehingga tidak lagi boleh dilakukan. Pelarangan nikah mut’ah oleh
mazhab Sunni tersebut ditolak mentah-mentah oleh mazhab Ja’fari. Menurut
mereka, semasa Rasulullah, masa Abu Bakar, dan paruh pertama pemerintahan
Umar ibn Khattab, nikah jenis ini masih banyak dipraktikkan oleh beberapa
sahabat yang dekat dengan Nabi. Antara lain adalah Zubair ibn ‘Awwām yang
melakukan nikah mut’ah dengan Asma’ binti Abū Bakr al-Shiddiq. Dari
pernikahan tersebut lahir dua anak: Abdullāh ibn Zubair (2- 73 H/624-692 M)
dan ‘Urwah ibn Zubair (w. 92 H/710 M). Dasar Alquran yang mereka gunakan
adalah QS. al-Nisa’ (4): 24 yang artinya: “Maka istri-istri yang kamu telah

4
Dede Rodin, Khumus Dalam Perspektif Mazhab Ja’fari, Jurnal Conomica, ( Semarang: IAIN Walisongo,
2013), Volume 4, Edisi 2, hlm 124-128.

6
campuri, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna) sebagai
suatu kewajiban. Mazhab Ja’fari menyatakan bahwa pelarangan nikah mut’ah
tersebut hanya terjadi pada masa Umar ibn Khattab. Umar melarang nikah
mut’ah dan mengancam pelakunya dengan hukuman rajam. Sumber-sumber
sejarah dalam mazhab Ja’fari, pada mulanya sebagian sahabat menentang
larangan Umar tersebut, namun sebagian yang lain menerimanya. Pandangan
mazhab Ja’fari, larangan Umar tersebut sifatnya hanya sementara untuk
kepentingan politis. Sayangnya, menurut mereka, kemudian ada pelembagaan
larangan tersebut, sehingga terkesan sebagai ketentuan syar’i yang orisinil.
 Konsep Khumus
Khumus menurut mazhab Ja’fari merupakan kewajiban mengeluarkan
harta bagi kaum Muslimin, sebagaimana halnya zakat, yang diperuntukkan
kepada ahl al-bayt. Orang yang tidak menunaikannya termasuk dalam
kelompok yang merampas hak-hak ahl al-bayt. Khumus menurut mazhab
Ja’fari sebenarnya telah diberlakukan pada masa Nabi, namun kemudian
dihapuskan oleh Abu Bakar. Dasar yang digunakan oleh mazhab Ja’fari adalah
QS. al-Anfal (8): 41 yang artinya: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya apa saja
yang kalian peroleh, maka seperlimanya (khumus) adalah untuk Allah, Rasul,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibn sabil.” Imam
Mūsā al-Kaḍīm ibn Imām Ja’far al-Ṣādiq menafsirkan ayat di atas dengan
mengatakan bahwa apa yang untuk Allah adalah untuk RasulNya, dan apa yang
untuk Rasul-Nya adalah untuk ahl al-Bayt-nya. Imam al-Ṣādiq juga pernah
berkata:”Ketika Allah telah mengharamkan sedekah bagi kami, maka Allah
menurunkan khumus untuk kami. Sedekah adalah haram bagi kami, tetapi
khumus adalah hakkami.” 5
3. Syiah Istna Asyarah (Imam Yang Dua Belas)
Disebut Syi‘ah Itsna ‘Asyariyyah atau Syi‘ah dua belas karena mereka
mempercayai dua belas imam yang nampak (tidak gaib). Beberapa aliran Syi‘ah
yang ada sekarang ini di dunia Islam seperti di Iran, Irak, Pakistan, dan negara-

5
Asra Febriani, Pemikiran Ekonomi Abu Ubaid Al-Baghdadi, Jurnal Syari'ah, (Aceh: STAIN Meulaboh,
2017), Vol 4, No 2, hlm 127.

7
negara lainnya pada umumnya adalah golongan yang membawa nama Syi‘ah
Itsna ‘Asyariyyah atau Syi’ah Imâmiyah. Syi‘ah Imamiyah atau Itsna ‘Asyariyah
adalah aliran Syi‘ah yang mengakui eksistensi dua belas orang imam yang berhak
memimpin seluruh masyarakat muslim. Kedua belas imam tersebut dimulai dari
‘Ali ibn Abi Thalib sebagai penerima wasiat dari Nabi Muhammad SAW. melalui
nash. Para penerima wasiat (al-awshiya) setelah ‘Ali adalah keturunan Fathimah,
yaitu Hasan kemudian Husein, selanjutnya ‘Ali Zain al-‘Abidin, Muhammad al-
Baqir, Ja’far al-Shiddiq ibn Muhammad al-Baqir, Musa al-Kazhim, ‘Ali al-Ridha,
Muhammad al-Jawad, ‘Ali al-Hadi, Hasan al-‘Askari, dan anaknya, Muhammad,
sebagai imam yang kedua belas.
Dalam hal fiqh, Syi‘ah Itsna ‘Asyariyyah memiliki aliran tertentu,
khususnya ushûl al-fiqh dan furu’-nya. Syi`ah tidak menerima segala dasar yang
tidak sesuai dengan mazhab mereka. Bagi Syi‘ah, hanya ada tiga dasar saja yaitu,
al-Qur’an yang ditafsirkan menurut tafsir mereka sendiri, Sunnah yang
diriwayatkan oleh golongan Syi‘ah sendiri, dan pendapat imam yang mereka
anggap ma‘shum. Syi‘ah menolak ijma` karena mengambil ijma` berarti
mengambil paham pihak lain. Mengenai qiyas dianggap sebagai pendapat akal.
Sedangkan hukum harus diterima dari orang yang terpelihara dari kesalahan. 6
Pada umumnya dapat dipahami, bahwa keputusan fikih mereka
sebenarnya dari aspek lainnya ada kesamaannya dengan mazhab Syafi’i. Hanya
beberapa hal yang berbeda. Pada memang pada mulanya ulama Syi’ah
(Imamiyah) dalam melaksanakan ijtihad mengikuti metode Imam Syafi’i dalam
menetapkan hukum, tetapi lama kelamaan, mereka menetapkan ushul fiqh sendiri
dan beristinbath dengan caranya sendiri pula. Mereka berijtihad menggunakan al-
Maslahat, bukan dengan al-Qiyas. Di antara hukum-hukum fikih khusus bagi
mazhab Syi’ah Itsna Asyara adalah sebagai berikut :
 Tidak boleh bersujud di atas apa yang selain tanah dan tumbuh-tumbuhan
(rumput). Jadi tidak sah shalat kalau sujud di atas wol, kulit dan lain-lain
misalnya menggunakan sajadah waktu sujud.

6
Zulkarnaen, Syi‘Ah Itsna ‘Asyariyah: Beberapa Prinsip Ajaran, Jurnal Miqot, (Medan: IAIN Sumatera
Utara, 2008), Vol 32, No 1, hlm 27.

8
 Tidak sah mengusap kepala dalam wudhu’ kecuali dengan sisa air yang
masih melekat di tangan ketika membasuh kedua belah tangan. Jika orang
berwudhu’ membasahi lagi tangannya untuk mengusap kepalanya, maka
wudhu’nya tidak sah, meskipun ia tela melap tangannya, ia harus
mengulangi wudhu’nya.
 Laki-laki berzina dengan seorang perempuan yang masih mempunyai
suami, maka haram selama-lamanya baginya untuk menikahinya, meskipun
suaminya telah menceraikannya.
 Waktu shalat itu 3 (tiga), yaitu pertama Zhuhur dan ‘ashar (dikerjakan
sekaligus pada waktu Zhuhur atau ‘ashar). Kedua, Maghrib dan ‘Isya’
(dikerjakan sekaligus pada waktu Maghrib atau ‘Isya’. Dan ketiga adalah
waktu Shubuh
 Gadis atau janda boleh menyuruh mengawinkan dirinya, dengan tidak usah
izin walinya.
 Thalak yang diucapkan talak tiga sekaligus, hanya jatuh satu.
 Shalat Jum’at wajib hukumnya, minimal hanya lima orang jama’ah selain
Imam. Dua khuthbah merupakan syarat sah jum’at, dan dilakukan dalam
keadaan berdiri.

4. Syiah Ismai’liyyah
Syiah Ismailiyah atau syiah syababiah adalah sekte syiah yg mempunyai
agama bahwa imam hanya terdapat tujuh menurut Ali bin Abi Tholib & imam yg
ke 7 tadi merupakan Ismail bin Ja'far. Syiah ini dinamakan syiah ismailiyah
lantaran merekaa mengakibatkan Ismail menjadi imam ke tujuh mereka. Mereka
nir mengakui keimaman Musa Al-Kadzim. Syiah ismailiyah mempunyai gelar Al
Bathiniyah, lantaran keperyaan mereka bahwa Al-Quran dan As Sunnah memiliki
makna lahir dan makna (tidak tertulis).7
Mereka percaya bahwa Imamah adalah ekspresi cinta Tuhan kepada
umat-Nya. Ismailiyah Di bidang keyakinan Syiah, mereka bersumpah demi
Tuhan dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Tuhan dan bahwa Nabi

7
Aisyah Rahadianti, Syiah Ismailiyah dan Syiah Itsna Asyara (Pengertian, Konsep imamah dan Ajaran
Lainnya), Jurnal Hukum Lex Generalis (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2022), Vol.3. No.2, hlm 86-87.

9
Muhammad adalah utusan-Nya. Namun, mereka percaya bahwa segala sesuatu
yang terlihat pasti memiliki keyakinan tersembunyi bahwa setiap ayat yang
diturunkan dapat diterjemahkan baik secara lahiriah maupun batiniah.
Mengenai sifat Allah SWT, kelompok ini menyangkal semua atribut yang
dikaitkan dengan Allah. Mereka menolak semua batasan, definisi dan atribut,
bentuk dan substansi, bahkan makhluk yang memiliki pemahaman tunggal
tentang Tuhan. Mereka memiliki keyakinan (iman) yang berbeda dengan Ikhwan
al-Shafa, yang meyakini bahwa penciptaan segala sesuatu adalah anugerah.
Menurutnya, untuk bahagia, setiap manusia perlu memperoleh pengetahuan, dan
tidak mungkin memperoleh pengetahuan yang benar kecuali melalui akal
universal.

C. Madzhab Fiqih Dzahiriy


Pencetus mazhab Dzahiri ini adalah Daud bin Ali bin Khalaf al- Ashbahani al-
Baghdadi. Kunyah-nya adalah Abu Sulaiman, dan digelar dengan al-Zhahiri. Lahir di
Baghdad pada tahun 202 H. Sedangkan Muhammad bin al-Hasan al-Hujwi al-Tsa’labi al-
Fasi menjelaskan bahwa Daud dilahirkan pada tahun 200 H, dan beliau wafat pada tahun
270 H. Beliau adalah salah satu imam mujtahid dalam Islam. Penisbatan gelar al- Zhahiri
kepadanya dikarenakan dalam mengistinbathkan hukum beliau mengambil langsung dari
zhahirnya lafaz al-Qur’an atau sunnah, tanpa melalui ta’wil pemikiran dan analogi. Beliau
adalah orang yang pertama kali yang secara langsung mengemukakan pendapat ini hingga
kemudian menjadi sebuah mazhab tersendiri di samping mazhab lain yang sudah ada
sebelumnya. Beliau lahir pada tahun 200 H. Pendapat lain mengatakan beliau lahir pada
tahun 202 H, dan wafat pada tahun 270 H.8
Para ulama mendefinisakan makna Dzahiriy yaitu: apa yang tersingkap dan jelas
maknanya, baik dia sebagai pendengar, pembaca, ataupun objek lainnya. Selain Dzahiriy,
aliran ini juga dikenal dengan nama mazhab al-Daudi. Hingga sekarang, pemikiran-
pemikiran aliran ini masih bisa ditemukan, bahkan sering menjadi bahan perbandingan
ketika melakukan pembahasan-pembahasan kontemporer. Mazhab Dzahiri lahir dari
belahan timur negeri Arab, pada abad ke-3 H. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya

8
Asmawi, Fiqh Zahiriyah, (Tulungagung: STAI Tulungagung Press, 2011), hlm 45.

10
mazhab ini dipelopori langsung oleh Daud al- Zhahiri. Kemudian bertolak ke belahan bumi
bagian barat (Eropa).
Sebab lahirnya dan berkembangnya mazhab Dzahiriy di tanah Arab dan bagian
timur, dan kemudian menyebar ke barat (Eropa) sebagai berikut: pertama, Daud al-Zhahiri
mendeklarasikan mazhabnya di Bagdad. Kemudian menyusun beberapa kitab yang
kesemuanya berisi hadis dan atsar yang mengokohkan mazhabnya dan pendapat-
pendapatnya dalam berbagai cabang fiqih yang telah dikemukakannya. Seperti kitabnya
yang menolak qiyas (Ibthal al-Qiyas) serta kitabnya (al-Mufassir dan al-Mujmal). Dari
kitab-kitab inilah yang secara langsung maupun tidak berusaha mempengaruhi para
pembacanya untuk masuk ke dalam mazhabnya, hingga kemudian secara berangsur-angsur
tumbuhlah mazhab ini lalu berkembang menjadi mazhab besar dan terkenal.
Dari sebab tersebut menyebarlah mazhab Dzahiriy di timur Arab pada abad ketiga
dan keempat Hijriyah, bahkan di antara ulama ada yang mengatakan bahwa mazhab
Zhahiri adalah mazhab keempat yang terkenal. Mazhab tiga sebelumnya yang terkenal
adalah mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Malik. Pada waktu itu mazhab
Zhahiri sangat terkenal dan lebih menyebar luas serta lebih banyak pengikutnya dari pada
mazhab Ahmad bin Hanbal.

D. Konsep Pemikiran Madzhab Dzahiriy


Pemikiran hukum mazhab Dzahiriy pada pokoknya dapat kita ketahui melalui
tulisan-tulisan tokohnya yang sangat terkenal yaitu Ibnu Hazm. Ajaran pokok Mazhab
Zhahiri bertumpu pada dua hal; pertama, bahwa pemahaman terhadap nash harus
berdasarkan pada makna yang zhahir saja. Al-Qur’an dan sunnah menurut Mazhab Zhahiri
mampu menjelaskan maknanya sendiri, di mana zhahir lafaz langsung menunjukkan
makna yang diinginkan oleh Allah, tanpa perlu proses penggalian makna di belakang teks.
Kedua, dalam masalah yang tidak ditemukan jawabannya dari nash secara eksplisit,
mazhab Zhahiri menggunakan konsep yang mereka sebut dengan dalil, yaitu ber-istidlal
dengan bersandarkan pada zhahir teks pula. 9
Adapun al-dalil dari ijma’ menurut Ibnu Hazm ada empat macam yaitu:
1. Tetap Pada Hukum Semula (Istishab Hal)

9
Abdul Hadi, Istinbat Hukum Islam Perspektif Az Zahiri, Jurnal Nurani, (Palembang: IAIN RAden Fatah,
2014), VOL. 14, NO. 2, hlm 34.

11
Berdasarkan pada ketentuan dalil ini, maka jika ada suatu dalil yang
mewajibkan suatu perbuatan dan oleh seseorang dinyatakan bahwa hukum
sesuatu telah berubah, maka yang bersangkutan harus mendatangkan dalil
lain yang kualitasnya dapat mengubah hukum. Sepanjang tidak terdapat
dalil yang memadai untuk mengubah hukum yang ada, maka hukum yang
lama tetap berlaku. Menurut Ibnu Hazm, keharusan berpegang pada hukum
semula selama tidak ada dalil baru, itulah yang paling meyakinkan.
Keyakinan tidak bisa dihilangkan kecuali dengan kayakinan lain.
2. Batas Minimal Suatu Jumlah Atau Ukuran (Aqallu Ma Qila)
Contohnya, orang dianjurkan bersedekah. Jika ada orang
bersedekah sekecil apapun nilainya, yang bersangkutan telah berhak disebut
“orang yang bersedekah.” Demikian juga apabila terjadi perbedaan antara
ulama mengenai suatu jumlah, maka jumlah yang terendah merupakan batas
minimal dan kedudukan inilah yang merupakan ijma’, karena diakui oleh
semua pihak yang berselisih.
3. Ijma’ Untuk Meninggalkan Suatu Pendapat
Dalam madzhab ini, Seandainya terjadi perbedaan pendapat di
antara beberapa ulama mengenai satu masalah, dan mereka sepakat untuk
meninggalkan salah satu pendapat-pendapat tersebut, maka kesepakatan
tersebut merupakan dalil bahwa pendapat dimaksud telah batal.
4. Ijma’ bahwa satu hukum pada dasarnya berlaku untuk semua ummat Islam.
Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa setiap manusia sama
kedudukannya di depan hukum. Oleh karena itu, jika ada hukum yang pada
mulanya hanya tertuju hanya pada sebagian orang saja, maka berdasarkan
ketentuan ini, hukum tersebut harus berlaku juga bagi orang lain.

12
E. Kemunduran Madzhab Fiqih Dzahiriy
Sampai abad ke-4 H, perkembangan mazhab Dzahiri ini masih terbatas di wilayah
Irak dan seberang sungai Oxus (Transoksania). Memang seperti telah disebut, keberadaan
mazhab Dzahiri setelah mazhab-mazhab lain membuatnya lambat berkembang. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran perkembangan madzhab tersebut, antara
lain:10
1. Karena mazhab-mazhab yang empat telah demikian tersiar dan dianut oleh
kaum muslimin, misalnya mazhab Hanafi di Irak, mazhab al-Syafi‘i di
daerah Hijaz, Siria dan Mesir, mazhab Maliki di daerah Barat (al-Maghrib)
dunia Islam dan mazhab al-Hanbali juga di Irak.
2. Penolakannya terhadap penggunaan qiyas yang berarti berbeda dengan
anutan mayoritas ulama, membuatnya mendapat serangan/kritik yang pedas
dan bertubi-tubi yang pada gilirannya membuat orang tidak mau
mengikutinya.
3. Tersiar bahwa Dawud ibn ‘Ali menganut faham bahwa al-Qur’an itu baharu
(khalq al-Qur’an) dan orang yang berhadasth besar (karena janabah atau
hayd) boleh menyentuh dan membaca al-Qur’an. Pendapat mana pada
masanya berbeda dengan yang dianut mayoritas Fuqaha’

Namun begitu, bila dibandingkan dengan pengikut mazhab Hanbali di wilayah


Timur dunia Islam, khususnya di kota Baghdad pada periode akhir abad ke-3 H dan
sepanjang abad ke-4 H., mazhab ini menduduki ranking ke-4 (empat) di bawah mazhab al-
Syafi‘i, Abu Hanifah dan Malik. Keadaaan ini bertahan hingga abad ke-5, saat munculnya
Abu Ya‘la (w. 458 H) yang bermazhab Hanbali. Ia berhasil menggeser posisi mazhab
Dzahiri ini dan menggantikan tempatnya dengan mazhab anutannya. Setelah itu penganut
mazhab Dzahiri pun lalu merosot terus di wilayah Timur, dan secara bersamaan di wilayah
Barat sedang ‘naik daun’ dengan munculnya Tokoh yang bernama Ibnu Hazm.

10
Ibid, hlm 39.

13
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Demikian penjelasan mengenai Biografi Fiqih Madzhab ( Syi’iy dan Dzahiriy),
kedua madzhab ini dulu pernah berkembang pada saat berkemangnya madzhab empat
yaitu: madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Madzhab. Madzhab Syi’iy
berkembang pesat sehingga menjadi beberapa macam. Madzhab ini berawal pada saat
perang siffin, dimana kaum yang masih ikut setia kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA
hingga masa itu. kemunculan Syi‘ah tidak dapat dilepaskan dari persoalan politik yang
terjadi di kalangan umat Islam. Menurut Abu Zahrah, sejarah kemunculan Syi‘ah dimulai
pada akhir masa pemerintahan ‘Utsmân ibn ‘Affân, kemudian tumbuh dan berkembang
pada masa ‘Ali ibn Abi Thalib. Begitu juga madzhab Dzahiriy, yang didirikan oleh Daud
bin Ali bin Khalaf al- Ashbahani al-Baghdadi. Pemikiran hukum mazhab Dzahiriy pada
pokoknya dapat kita ketahui melalui tulisan-tulisan tokohnya yang sangat terkenal yaitu
Ibnu Hazm. Ajaran pokok Mazhab Zhahiri bertumpu pada dua hal; pertama, bahwa
pemahaman terhadap nash harus berdasarkan pada makna yang zhahir saja. Al-Qur’an dan
sunnah menurut Mazhab Zhahiri mampu menjelaskan maknanya sendiri, di mana zhahir
lafaz langsung menunjukkan makna yang diinginkan oleh Allah, tanpa perlu proses
penggalian makna di belakang teks.

B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga bermanfaat bagi kita semua dan
menambah pengetahuan kita tentang keadaan Biografi Madzhab Fiqih(Syi’iy dan
Dzahiriy). Ada kebutuhan untuk metode eksplorasi lebih jauh untuk meningkatkan diskusi
para mahasiswa untuk lebih memahami. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari teman-teman untuk
membangun presentasi kami selanjutnya. Terima kasih.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asra Febriani, (2017), Pemikiran Ekonomi Abu Ubaid Al-Baghdadi, Jurnal Syari'ah, Aceh: STAIN
Meulaboh, Vol 4, No 2.

Aisyah Rahadianti, (2022), Syiah Ismailiyah dan Syiah Itsna Asyara (Pengertian, Konsep imamah dan
Ajaran Lainnya), Jurnal Hukum Lex Generalis, Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, Vol.3. No.2

Asmawi, (2011), Fiqh Zahiriyah, Tulungagung: STAI Tulungagung Press.

Abdul Hadi, (2014), Istinbat Hukum Islam Perspektif Az Zahiri, Jurnal Nurani, (Palembang: IAIN RAden
Fatah, 2014), Vol. 14, No. 2.

Dede Rodin, (2013), Khumus Dalam Perspektif Mazhab Ja’fari, Jurnal Conomica, Semarang: IAIN
Walisongo, Volume 4, Edisi 2.

Kurniawan,(2020), Analisis Kritis Gerakan Syiah Zaidiyah dan Rafidhah, Jurnal Tasfiyah, Jakarta: STAI
Darunnajah, Vol. 4, No. 2

M. Thabathaba’i, (1989), Islam Syi’ah: Asal Usul dan Perkembangannya, Jakarta: Temprint.

Ris’an Rusli, (2015), Imamah, Kajian Doktrin Syi’ah dan Perdebatan Pemikiran Islam Klasik, Palembang:
IAIN Raden Fatah, Vol. 21, No. 2.

Zulkarnaen, (2008), Syi‘ah Itsna ‘Asyariyah: Beberapa Prinsip Ajaran, Jurnal Miqot, Medan: IAIN
Sumatera Utara, Vol 32, No 1.

15

Anda mungkin juga menyukai