Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar tertentu. Dengan
berkembangnya psikologi dalam pendidikan, bermunculan pula berbagai teori tentang belajar.
Bertolak dari kenyataan itu, maka berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok teori belajar, yaitu :
Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.
Teori-teori belajar dari psikologi kognitif.
Teori-teori belajar dari psikologi humanistik.1
Dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang teori belajar Sign Learning dimana
teori-teorinya berorientasi kognitif. Meskipun ada yang berpendapat bahwa teori ini tergolong
sebagai behavioris menurut Hilgard (1948).2 Teori ini ditawarkan oleh Edward Chace Tolman.

B. Rumusan Masalah
1. Biografi Edward Chace Tolman
2. Pengertian Toeri Belajar Sign Learning
3. Konsep-konsep utama Sign Learning

1
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: Renika Cipta, 1998), 122
2
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 82

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Edward Chace Tolman


Tolman (1886-1959) lahir di Newton, Massachusetts. Ia memperoleh gelar Master of Art
(1912) dan doktornya di Universitas Harvard pada bidang psikologi. Lalu ia mengajar di
Universitas Northwestern (1915-1918). Dari universitas ini ia pergi ke Uneversitas
California,3dan menetap di sana hingga ia mengundurkan diri karena menolak untuk
menandatangani sumpah setia yang dianggapnya sebagai pelanggaran kebebasan akademik.
Akan tetapi ia kembali lagi ke universitas ini atas permintaan para professor.
Teori belajar Tolman dapat dikatakan sebagai camuran antara Teori Gestalt dan
Behaviorisme. Setelah lulus dari Harvard Tolman pergi ke Jerman dan bekerja dengan Koffka.
Keberadaan teori Gestalt terhadap proses berteorinya mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan. Sikapnya yang senang terhadap teori Gestalt tidaklah menghalangi perhatiannya
terhadap behaviorisme. Tolman memperhatikan ada sedikit nilai dalam introspective approach,
padahal ia merasakan psikologi merupakan obyektif yang komplit. Pemikirannya bertentangan
dengan para behavioris yang menyatakan unit perilaku bisa dipelajari sebagai unsur-unsur yang
terpisah. Para behavioris seperti Pavlov, Guthrie, Hull, Watson, dan Skinner digambarkan
Tolman sebagai "Psychology of Twitchism" karena mereka melihat segmen-segmen perlilaku
yang besar dapat dibagi menjadi segmen-segmen kecil, seperti reflek-reflek yang selanjutnya
dianalisis.4
Teori sign Learning adalah campuran dari Behaviorisme dengan Gestalt. Tolman
mengikuti Gestalt dengan menggangap bahwa tingkah laku merupakan keseluruhan dan
mempunyai arti yang disebut juga sebagai Molar Behaviorisme Tolman menpelajari tingkah
laku dengan mempelajari stimulus dan respon-respon yang tampak (overt). Dalam mencapai
tujuan yang dikehendaki, tingkah laku cenderung memakai apa yang disebut prinsip LEAST
EFFORT yaitu suatu prinsip untuk memilih cara termudah dan terpendek dalam mencapai
tujuan

3
Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009, hal : 71
4
B. R. Hergenhahn, An Introduction to Theories of Learning, New Jersey, Prentice Hall, 1997, hal : 299 lihat juga
Defi Darwayanti, psikologi belajar, hal :71

2
Definisi Sign Learning menurut Tolman adalah suatu harapan yang diperoleh karena
suatu stimulus (the sign) akan diikuti oleh stimulus yang lain (the sign figate) yang diberikan
sehingga rute suatu tingkah laku dipelajari. Belajar bukan tindakan melainkan arti mengenai
keadaan di lingkungannya yaitu apa yang disebut Cognitive Map
Sign Learning adalah proses penemuan bahwa suatu stimulus menuju stimulus lain atau
suatu sign ke sign lain sampai kepada goal. Menurut Tolman belajar merupakan proses yang
terus menerus tanpa membutuhkan motivasi, artinya tanpa motivasi bisa terjadi belajar dan hasil
belajar dalam Sign Learning adalah berupa gambaran mengenai lingkungan/peta kognitif. Dalam
belajar menurut Tolman ada Reward Expectancy yaitu pengharapan kepada hadiah. Ada
penghargaan mengenai suatu sign ke sign yang lain.

B. Perilaku Molar
Menurut Tolman perilaku Molar itu ciri utamanya adalah bersifat purposive, selalu
tertuju atau terarah pada suatu tujuan tertentu.5Karateristik utama pemahaman perilaku adalah
"purposive" yang selalu diarahkan ke berbagai tujuan atau maksud. Tolman tidak pernah
berpendapat bahwa perilaku tidak bisa dibagi menjadi unit lebih kecil untuk kepentingan studi,
namun demikian ia merasakan bahwa pola perilaku utuh mempunyai suatu maksud tertentu yang
akan hilang jika dipelajari dari sudut pandang parsial atau dari elemen-elemen individual.
Bentuk perilaku yang dinamakan Tolman (1932) sebagai molar, misalnya: seekor tikus
yang berlari di simpang siur jalan (maze), seekor kucing yang keluar dari puzzle box, anak-anak
yang saling bercerita tentang pikiran dan perasaan mereka. Yang harus diperhatikan, bahwa
ketika menyebutkan hal di atas maka akan melibatkan seluruh otot, kelenjar, kegelisahan sensory
dan motor nerver. Untuk respon-respon seperti di atas, bagaimanapun juga cukup
mengidentifikasikan sifat-sifat mereka sendiri.6

5
Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009, hal : 72
6
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 6

3
C. Purposive behaviorisme
Teori Tolman dikenal sebagai purposive behaviorism karena mencoba untuk menjelaskan
goal (tujuan) mengarah pada perilaku atau purposive behavior. (Tolman menggunakan istilah
purposive semata-mata untuk pendiskripsikan). Ia terkenal dengan contoh mencari perilaku
sampai makanan ditemukan. Oleh karena itu, nampak "as if (seolah-olah)" perilakunya adalah
goal-directed atau purposive. Dalam hal ini ada persamaan antara Guthrie dan Tolman. Menurut
Guthrie perilaku tetap berlaku sepanjang pemeliharaan stimuli disajikan oleh beberapa status
kebutuhan (need). Sedangkan menurut Tolman perilaku "as if" merupakan goal diarahkan
sepanjang organisma sedang mencari-cari sesuatu yang ada di lingkungannya. Tolman juga
mengembangkan teori kognitif dalam belajar.7

D. Konsep-konsep Utama Teori Sign Learning


Salah satu persoalan yang menjadi perhatian Tolman ialah apa sebenarnya yang dipelajari
oleh organism (anak didik). Menurut kaum behaviorisme pada umumnya yang dipelajari adalah
asosiasi antara stimulus dan respons, baik yang sederhana maupun komplek. Tolman sendiri
tidak setuju dengan pendapat itu. Menurut beliau (yang dipengaruhi oleh pandangan Gestalt)
bahwa belajar adalah suatu proses untuk mendapatkan sesuatu dalam lingkungan. Organism
dalam mengadakan eksplorasi menemukan bahwa suatu kejadian atau keadaan itu mengarah
kepada kejadian yang lain, atau dari suatu pertanda mengarah kepada pertanda 9sign) yang lain. 8
Ada beberapa hal-hal penting yang perlu diketahui di dalam pembahasan ini, antara lain :
1. Confirmation versus Reinforcement
Sebagaimana Guthrie, konsep penguatan (reinforcement) adalah tidak penting bagi
Tolman sebagai variable pembelajaran. Akan tetapi, Tolman mengatakan sebagai konfirmasi, di
mana behavioris menyebutnya Reinforcement. Selama perkembangan sebuah peta kognitif,
harapan atau dugaan-dugaan dimanfaatkan oleh sebuah organisme. Dugaan adalah sebuah firasat
tentang sesuatu dan fungsinya. Di mana awal sebuah dugaan bersifat sementara yang disebut
hipotesis, yang berasal baik dari pengalaman maupun bukan. Hipotesis yang telah
dikonfirmasikan akan dipakai.

7
Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009, hal : 73

8
Ibid, hal : 73-74

4
Sedangkan hipotesis yang salah akan dibuang. Yang harus diperhatikan adalah proses
penerimaan maupun penolakan hipotesis merupakan sebuah proses kognitif bukan termasuk
tindakan behavior. Dalam proses pengambilan keputusan dalam persepsi, Bruner menyatakan
ada 4 tahap pengambilan keputusan:
Kategorisasi primitive, di mana obyek atau peristiwa yang diamati diisolasi dan ditandai
berdasarkan ciri-ciri khusus.
Mencari tanda (cue search), di mana si pengamat secara tepat memeriksa lingkungan untuk
mencari informasi-informasi tambahan untuk memungkinkannya melakukan kategorisasi
yang tepat.
Konfirmasi, terjadi setelah obyek mendapatkan penggolongan sementaranya. Pada tahap ini
si pengamat tidak lagi terbuka untuk sembarang masukan, melainkan ia hanya menerima
tambahan informasi yang akan memperkuat konfirmsi keputusannya. Masukan-masukan
yang tidak releven dihindari.
Konfimasi tuntas, di mana pencarian tanda-tanda diakhiri. Tanda-tanda baru diabaikan dan
tanda-tanda yang tidak konsisten dengan kesimpulan juga diabaikan.9

2. Vicarious Trial and Error


Tolman memperhatikan karakteristik tikus dalam kebingungan (jalan simpang siur).
Sehingga ia bisa memanfaatkannya sebagai pendukung untuk menafsirkan teori belajarnya.
Seekor tikus sering berhenti pada suatu titik tertentu dan memandang sekelilingnya seolah-olah
berpikir tentang berbagai alternatif yang ada. Kegiatan seperti ini (berhenti dan memandang
sekelilingnya) yang disebut Tolman sebagai Vicarious Trial and Error, sehingga organisme itu
bisa membuat kesimpulan sendiri dari berbagai kegiatan yang telah dilakukannya. Pada vicarious
trial and Error organisasi melakukan secara kognitif tanpa perilaku yang nyata. Hal ini berbeda
dengan kaum behaviorsme.10

9
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 87-88
10
Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009, hal : 75

5
3. Learning Versus Performance
Sebagaimana diterangkan, bahwa Hull membedakan antara learning dan performance.
Pada akhir teorinya, Hull menyatakan bahwa banyaknya jumlah percobaan (trial) yang diperbuat
merupakan satu-satunya variable belajar. Sedangkan variabel-variabel lainnya, yang ada dalam
sistemnya merupakan variable capaian (performance). Sehingga performance dapat dimaksudkan
sebagai perwujudan belajar ke dalam prilaku. Hal seperti ini penting bagi Hull, tapi juga penting
bagi Tolman.
Menurut Tolman, kita mengetahui banyak hal tentang lingkungan di sekitar kita, akan
tetapi, kita hanya akan melaksanakan informasi atau pengetahuan itu ketika kita harus
melakukannya. Dalam status kebutuhan, organisme memanfaatkan apa yang telah dipelajarinya
hingga sampai pada real testing yang bisa menguangi kebutuhan itu. Misalnya, ada dua kran air
dalam rumah kita, dalam jangka waktu yang lama, kita tidak pernah memperhatikan atau
meminumnya hingga suatu saat terasa sangat haus. Secara spontan kita akan meminumnya salah
satu dari keduanya. Dari sini, kita akan mengetahui bagaimana menemukan air minum itu tanpa
harus menunggu hingga terasa haus.11Beberapa point sejauh ini yang dapat diringkas adalah :
Organisme membawa kepada bentuk problem-solving berbagai hipotesis, yang bisa jadi
akan memanfaatkan percobaan untuk memecahkan masalah ini. Hipotesis ini sebagian besar
didasarkan pada pengalaman terdahulu. Tolman juga percaya bahwa beberapa strategi problem-
solving bisa jadi merupakan pembawaan.12
Hipotesis yang survive, yaitu yang sesuai dengan kenyataan menjadikan maksud atau
tujuan tercapai.
Ketika ada berbagai tuntutan maupun alasan yang harus dipenuhi, sebuah organisme akan
memanfaatkan penggunaan informasi yang ada dalam peta kognitifnya. Hal inilah yang
menjadi dasar perbedaan learning dan performance.
4. Latent Learning
Latent learning adalah belajar yang tidak diwujudkan dalam performance. Dengan kata
lain, latent learning merupakan kemungkinan belajar yang terbengkalai dalam waktu yang amat

11
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 90
12
Ibid, hal : 90-91

6
panjang sebelum hal tersebut dinyatakan dalam prilaku. Konsep tentang latent learning sangat
penting bagi Tolman,13 dan dia merasa sukses dalam mendemonstrasikan eksistensinya.
Eksperimen terkenal yang dilakukan oleh Tolman dan Honzik (1930) melibatkan tiga
kelompok tikus, yang mencoba belajar untuk memecahkan suatu kebingungan (jaringan jalan
yang simpang siur). Kelompok pertama, tidak pernah diperkuat untuk dengan tepat melintasi
jalan yang simpang siur itu. Kelompok kedua, selalu diperkuat (reinforced). Sedang kelompok
ketiga, tidaklah diperkuat sampai hari ke-11 mengadakan percobaan. Kelompok terakhir inilah
yang menarik bagi Tolman. Teorinya tentang latent learning meramalkan bahwa kelompok ini
akan belajar di simpang siur jalan itu, sama halnya dengan kelompok yang secara teratur
diperkuat. Dan ketika penguatan (reinforcement) diperkenalkan pada hari ke-11, kelompok ini
akan melakukan seperti halnya kelompok yang secara terus menerus diperkuat (reinforced).
5. Reinfocement Expectancy
Menurut Tolman, ketika kita belajar, kita menganalisa "situasi". Term understanding
selalu ada hubungannya dengan Tolman sebagaimana para behavioris. Dalam situasi problem-
solving, kita belajar untuk memperoleh cara yang paling paktis. Kita belajar untuk
mengharapkan terjadinya persitiwa tertentu, mengikuti peristiwa yang lain. Seekor binatang
mengharapkan jika ia pergi ke suatu tempat tertentu, maka ia akan menemukan reinforcer
tertentu. Menurut pada ahli teori S-R, bahwa merubah reinforcer dalam teori belajar tidak akan
mengganggu perilaku sepanjang kuantitas reinforcement tidak dirubah secara drastis. Sedangkan
menurut Tolman, ia memprediksikan, jika reinforcer dirubah, prilaku akan terganggu, karena
reinforcement expectancy merupakan bagian dari apa yang diharapkan.
Dalam artikelnya (1949), "There is More than One Kind of Learning", Tolman membagi
belajar menjadi enam macam.
1. Cathexes
Cathexis (jamak chatexes) mengacu pada kecenderungan belajar untuk berhubungan
dengan obyek tertentu serta drive state tertentu. Misalnya, makanan tertentu yang tersedia bisa
jadi mencukupi rasa lapar seseorang yang hidup di suatu negeri. Masyarakat yang hidup di suatu
negeri, di mana ikan selalu dimakan akan cenderung untuk dicari guna memenuhi rasa laparnya.
Individu-individu yang sama akan menghindari daging sapi atau spageti karena bagi mereka,

13
Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009, hal : 77

7
makanan itu tidak dihubungkan dengan kepuasan rasa lapar. Karena stimuli tertentu itu
dihubungkan dengan kepuasan drive tertentu, sehingga stimuli-stimuli itu akan cenderung untuk
dicari-cari ketika drive itu terulang.
2. Equivalence Beliefs
Ketika sebuah "subgoal" mempunyai pengaruh yang sejenis dengan dirinya, maka
subgoal itu dikatakan mendasari sebuah equivalence belief. Hal seperti ini hamper sesuai dengan
yang disebut oleh para ahli teori S-R sebagai secondary reinforcement. Tolman (1949)
menganggap bahwa jenis belajar ini termasuk dalam typical "social drives" dari pada
physiological drives. Misalnya, sepanjang dapat dipertunjukkan bahwa dengan need siswa untuk
cinta dan penerimaan yang baik tanpa harus menceritakan tentang nilai ataupun kualitasnya,
kemudian kita ingin mempunyai bukti untuk equivalence belief.
3. Field Expectancies
Ini dikembangkan dengan cara yang sesuai menurut perkembangan peta kognitif. Sebuah
organisme belajar tentang obyek dan fungsinya. Ketika melihat suatu tanda tertentu ia
mengharapkan sign yang lain akan mengikutinya. Pengetahuan umum tentang lingkungan
digunakan untuk menerangkan latent learning dan place learning.
4. Field-Cognition Modes
Jenis belajar seperti ini kurang diminati oleh Tolman. Ini adalah sebuah strategi, cara
pendekatan untuk situasi problem-solving. Hal ini merupakan sebuah tendensi untuk menyusun
perceptual field dalam bentuk tertentu. Tolman mencurigai bahwa kecenderungan ini adalah
bawaan, tetapi bisa dimodifikasi dengan pengalaman. Sesungguhnya hal paling utama pada
strategi yang bekerja dalam pemecahan masalah adalah akan dicoba pada situasi yang sama pada
masa yang akan datang. Seperti itulah field cognition modes yang efektif, atau problem-solving,
yaitu memindahkan permasalahan-permasalahan yang berhubungan.
5. Drive Discrimination
Drive discrimination hanya mengacu kepada fakta bahwa organisme dapat menentukan
status drive mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka mampu merespon sewajarnya. Contohnya,
telah ditemukan bahwa seekor binatang dapat dilatih untuk masuk searah dalam T-maze, ketika
mereka marasa lapar ataupun haus.

8
6. Motor Patterns
Tolman menunjukkan bahwa teorinya sebagian besar itu terkait dengan ide asosiasi
bukan terkait dengan ide yang berhubungan dengan prilaku. Motor patern learning ini
merupakan suatu usaha untuk memecahkan sebuah masalah. Tolman menerima interpretasi
Guthrie tentang bagaimana respon bisa menjadi hubungan dengan stimuli.14

E. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR TEORI TOLMAN

Prinsip dalam teori belajar Tolman terbagi menjadi 2 jenis yaitu :

1) belajar adalah selalu bertujuan dan tujuan selalu diarahkan

Di dalam Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan
berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan
kehidupan sosial yang bermoral. Seperti yang terdapat dalam Al-Quran surah Adz-Zariyat ayat
56 :


)56(

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah
untuk mengabdi kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah dan hidup manusia haruslah
senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam
menurut Al-Quran adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia
ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abdi. Sehingga dalam melaksanakan
proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian
kepada Allah SWT semata. Pendidikan sebagai upaya perbaikan yang meliputi keseluruhan
hidup individu termasuk akal, hati dan rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Melalui
pendidikan, setiap potensi yang di anugerahkan oleh Allah SWT dapat dioptimalkan dan
dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan

14 Ibid hal. 80

9
merupakan suatu proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan
kecerdasannya, namun juga untuk membawa peserta didik pada tingkat manusiawi dan
peradaban, terutama pada zaman modern dengan berbagai kompleksitas yang ada.

Jadi sudah sangat jelas bahwa belajar itu selalu bertujuan yakni untuk beribadah kepada
Allah . Jika dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan
manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan
Islam justru harus lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk
mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan
manusia menjadi imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa (wajalna li al-muttaqina
imaama).

2) Belajar sering melibatkan penggunaan faktor-faktor lingkungan untuk mencapai tujuan


(misal dalam mencari kebermaknaan, mencapai akhir dan menganalisis)

Lingkungan pendidikan adalah berbagai lingkungan tempat berlangsungnya proses


pendidikan, yang merupakan bagian dari lingkungan sosial., maka lingkungan pendidikan dapat
dibedakan atau dikategorikan menjadi Smacam lingkungan yaitu (1) lingkungan pendidikan
keluarga; (2) lingkungan pendidikan sekolah ; (3) lingkungan pendidikan masyarakat.

Dalam belajar lingkungan mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk dan
menentukan perubahan sikap dan perilaku seseorang, terutama pada generasi muda dan anak-
anak. Firman Allah Q.S Al-Imran:110




)110(


Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Seperti yang dikatakan dalam surat Ali Imran ayat 110 dikatakan bahwa umat
Muhammad adalah sebaik-baik umat Mereka melaksanakan amar ma'ruf Nahi Munkar yaitu

10
menyuruh pada kebajikan dan mencegah kemungkaran / maksiat. Dalam kehidupan mereka
saling mengingatkan dan saling menjaga. Dalam bimbingan Rasulullah mereka hanya
menyembah kepada Allah SWT. Dalam kaitannya dengan lingkungan pendidikan, Lingkungan
yang berisi orang-orang yang beriman, saling mengingatkan, dan mau mendengatkan nasehat
orang yang lebih paham adalah lingkungan pendidikan yang baik Lingkungan yang sedemikian
itu akan mendukung tercapainya maksud yang dituju oleh pendidikan yaitu jaminan agar
manusia dapat menjadi manusia yang baik dan tidak mengalami kesulitan berarti selama proses
manusia hidup serta mendapat keselamatan di akhirat.

Jadi sudah jelas bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap belajar siswa. .
Lingkungan yang baik memberi pengaruh positif pada proses pendidikan dan lingkungan yang
buruk berdampak negatif bagi pendidikan.

11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori sign Learning adalah campuran dari Behaviorisme dengan Gestalt. Tolman
mengikuti Gestalt dengan menggangap bahwa tingkah laku merupakan keseluruhan dan
mempunyai arti yang disebut juga sebagai Molar Behaviorisme Tolman menpelajari tingkah
laku dengan mempelajari stimulus dan respon-respon yang tampak (overt). Dalam menacapai
tujuan yang dikehendaki, tingkah laku cenderung memakai apa yang disebut prinsip LEAST
EFFORT yaitu suatu prinsip untuk memilih cara termudah dan terpendek dalam mencapai
tujuan
Definisi Sign Learning menurut Tolman adalah suatu harapan yang diperoleh karena
suatu stimulus (the sign) akan diikuti oleh stimulus yang lain (the sign figate) yang diberikan
sehingga rute suatu tingkah laku dipelajari. Belajar bukan tindakan melainkan arti mengenai
keadaan di lingkungannya yaitu apa yang disebut Cognitive Map Sign Learning adalah proses
penemuan bahwa suatu stimulus menuju stimulus lain atau suatu sign ke sign lain sampai kepada
goal. Menurut Tolman belajar merupakan proses yang terus menerus tanpa membutuhkan
motivasi, artinya tanpa motivasi bisa terjadi belajar dan hasil belajar dalam Sign Learning adalah
berupa gambaran mengenai lingkungan/peta kognitif. Dalam belajar menurut Tolman ada
Reward Expectancy yaitu pengharapan kepada hadiah. Ada penghargaan mengenai suatu sign ke
sign yang lain.

12
DAFTAR PUSTAKA

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta:


Renika Cipta, 1998).
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1995)
Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009.
B. R. Hergenhahn, An Introduction to Theories of Learning, New Jersey, Prentice Hall,
1997.

13

Anda mungkin juga menyukai