Anda di halaman 1dari 31

DOMAIN AFEKTIF Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif.

Anderson (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan (Sudrajat, 2008) Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya (Sudrajat, 2008) Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Dalam menilai hasil belajar siswa para guru lebih banyak mengukur siswa dalam penguasaan aspek kognitif. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Sekalipun bahan pengajaran berisi ranah kognitif, ranah efektif harus menjadi bagian integral dari bahan tsb dan harus tampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar ranah efektif terdiri atas lima kategori sebagai berikut:

Reciving/attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, untuk menerima stimulus, keinginan untuk melakukan kontrol dan seleksi terhadap rangsangan dari luar.

Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketetapan reaksi, kedalaman

perasaan, kepuasan merespon, tanggung jawab dalam memberikan respon terhadap stimulus dari luar yang datang pada dirinya.

Valuing berkenaan dengan nilai atau kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diterimanya. Dalam hal ini termasuk kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

Internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik (Sudrajat, 2008) Karakteristik Ranah Afektif Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Anderson, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun

kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes (Sudrajat, 2008). Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. 1. Sikap

Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya (Sudrajat, 2008). Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif (Sudrajat, 2008). Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran biologi misalnya. 1. Membaca buku biologi 2. Mempelajari biologi 3. Melakukan interaksi dengan guru biologi 4. Mengerjakan tugas biologi 5. Melakukan diskusi tentang biologi 6. Memiliki buku biologi Contoh pernyataan untuk kuesioner: Saya senang membaca buku biologi Tidak semua orang harus belajar biologi Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran biologi

Saya tidak senang pada tugas pelajaran biologi Saya berusaha mengerjakan soal-soal biologi sebaik-baiknya Memiliki buku biologi penting untuk semua peserta didik 2. Minat Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi (Sudrajat, 2008). Penilaian minat dapat digunakan untuk: a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran, b. c. d. e. f. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya, pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik, menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas, mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama, acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode

yang tepat dalam penyampaian materi, g. h. i. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik, bahan pertimbangan menentukan program sekolah, meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

Contoh indikator minat terhadap pelajaran biologi: Memiliki catatan pelajaran biologi Berusaha memahami biologi Memiliki buku biologi Mengikuti pelajaran biologi Contoh pernyataan untuk kuesioner: Catatan pelajaran biologi saya lengkap Catatan pelajaran biologi saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran biologi Saya berusaha memahami mata pelajaran biologi Saya senang mengerjakan soal biologi Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran biologi 3. Konsep Diri

Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik. Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai. Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya. Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik. Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik. Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran. Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya. Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik. Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki. Peserta didik memahami kemampuan dirinya. Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik. Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat Untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan. Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain. Peserta didik mampu menilai dirinya. Peserta didik dapat mencari materi sendiri. Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya. Contoh indikator konsep diri: Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit

Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik Contoh pernyataan untuk instrumen: Saya sulit mengikuti pelajaran matematika Saya mudah memahami bahasa Inggris Saya mudah menghapal suatu konsep. Saya mampu membuat karangan yang baik Saya merasa sulit mengikuti pelajaran biologi Saya bisa bermain sepak bola dengan baik Saya mampu membuat karya seni yang baik Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran biologi. 4. Nilai Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu. Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat. Contoh pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik: Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk ditingkatkan. Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal. Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan diterima di perguruan tinggi. Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat. Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah. Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah atas usahanya. 5. Moral

Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak (Sudrajat, 2008). Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang (Sudrajat, 2008). Ranah afektif lain yang penting adalah: Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain. Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang. Contoh Instrumen Moral Memegang janji Memiliki kepedulian terhadap orang lain Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas Memiliki Kejujuran Contoh pernyataan untuk instrumen moral Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati. Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya. Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya. Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain. Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu. Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri. Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya. Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat saya. Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar.

Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya. Mengukur Ranah Afektif Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri (Sudrajat, 2008)

KONSEP DIRI . Pengertian Konsep Diri Menurut Jacinta, Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain. Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang. Sedangkan, Salbiah berpendapat Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri yang baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal. Meski konsep diri tidak langsung ada, begitu individu di lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembanga individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh lingkungannya . selain itu konsep diri juga akan dipelajari oleh individu melalui kontak dan

pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai stressor yang dilalui individu tersebut. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman akan situasi tertentu . Gambaran penilaian tentang konsep diri dapat diketahui melalui rentang respon dari adaptif sampai dengan non adaptif. Konsep diri itu sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu : gambaran diri (body Image), ideal diri, harga diri, peran dan identitas. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri). 1). Teori perkembangan. Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata. 2). Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat ) Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi. 3). Self Perception ( persepsi diri sendiri ) Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu. c. Pembagian Konsep diri Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian Konsep diri tersebut di kemukakan oleh Stuart and Sundeen ( 1991 ) dikutip Salbiah , yang terdiri dari :

1) Gambaran diri ( Body Image ) Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu .Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang, seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran diri. Stresor-stresor tersebut dapat berupa : a). Operasi. Seperti : mastektomi, amputasi ,luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain lain. b). Kegagalan fungsi tubuh. Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu tidak mengakui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf. c). Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fngsi tubuh Seperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa , klien mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan. d). Tergantung pada mesin. Seperti : klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik dengan penggunaan intensif care dipandang sebagai gangguan. e). Perubahan tubuh berkaitan Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal. f). Umpan balik interpersonal yang negatif

Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri. g). Standard sosial budaya. Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder. Beberapa gangguan pada gambaran diri a). tersebut dapat menunjukan Syok tanda dan gejala, seperti :

Psikologis.

Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap analitas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk diri. diri.

mempertahankan b).

keseimbangan Menarik

Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung , tidak ada motivasi c). dan Penerimaan keinginan atau untuk berperan pengakuan dalam secara perawatannya. bertahap.

Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tandatanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu : 1. Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah. 2. Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh. 3. Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri. 4. Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh. 5. Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang. 6. Mengungkapkan keputusasaan. 7. Mengungkapkan ketakutan ditolak. 8. Depersonalisasi. 9. Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.14 2. Ideal Diri. Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan

standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai- nilai yang ingin di capai . Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanakkanak yang di pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan keuntungan dan harapan pada masa remaja ideal diri akan di bentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu : 1. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya. 2. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri. 3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasan cemas dan rendah diri. 4. Kebutuhan yang realistis. 5. Keinginan untuk menghindari kegagalan . 6. Perasaan cemas dan rendah diri. Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai 3. Harga diri . Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal , maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan dari orang lain Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri tinggi terkait dengam analitas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata).

Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri, seperti : 1). Perkembangan individu. Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak kuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna. 2). Ideal Diri tidak realistis. Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang. 3). Gangguan fisik dan mental Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri. 4). Sistim keluarga yang tidak berfungsi. Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak akurat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di lingkungannya. 5). Pengalaman traumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual. Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakaan atau perampokan. Individu yang merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya komplin yang biasa berkembang adalah depresi dan tekanan pada trauma. 4. Peran. Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan

hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di lakukan adalah : 1) Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran. 2) Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan . 3) Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang di emban. 4) Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran. 5) Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran. Penyesuaian individu terhadap perannya dipengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu : 1) Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang peran yang diharapkan . 2) Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya. 3) Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya. 4) Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran. Transisi peran tersebut dapat di kategorikan menjadi beberapa bagian, seperti : 1). Transisi Perkembangan. Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus di lalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda beda. Hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri. 2). Transisi Situasi. Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan. 3). Transisi sehat sakit. Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat

di cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah persepsi klien terhadap ancaman. Selain itu dapat saja terjadi berbagai gangguan peran, penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh : 1) Konflik peran interpersonal Individu dan lingkungan tidak mempunyai 2) harapan peran yang selaras. 3) Contoh peran yang tidak akurat. 4) Kehilangan hubungan yang penting 5) Perubahan peran seksual 6) Keragu-raguan peran 7) Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan 8) dengan proses menua 9) Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran 10) Ketergantungan obat 11) Kurangnya keterampilan sosial 12) Perbedaan budaya 13) Harga diri rendah 14) Konflik antar peran yang sekaligus di perankan Gangguan-gangguan peran yang terjadi tersebut dapat ditandai dengan tanda dan gejala, seperti : 1) Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan 2) peran 3) Mengingkari atau menghindari peran 4) Kegagalan transisi peran 5) Ketegangan peran 6) Kemunduran pola tanggungjawab yang biasa dalam peran 7) Proses berkabung yang tidak berfungsi 8) Kejenuhan pekerjaan 5. Identitas Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat yang akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri.Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan

perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin.Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masingmasing jenis kelamin tersebut. Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat ditandai dengan: a. Memandang dirinya secara unik b. Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain c. Merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri dan dapat mengontrol diri. d. Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari prilaku dan perasaan seseorang, seperti : 1) Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan berbeda dengan orang lain 2) Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya 3) Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai dan prilaku secara harmonis 4) Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya 5) Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang 6) Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan. Berdasarkan eksplorasi yang cukup komprehensif dari beberapa teori tersebut di atas, maka dapat dikonklusikan pengertian Konsep diri dapat disintesiskan bahwa konsep diri adalah sebagai evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki diri kita secara utuh, meliputi: fisik, intelektual, kepercayaan, sosial, perilaku, emosi, spiritual, dan pendirian Variabel Konsep diri terdari lima dimensi yaitu: (1) Dimensi gambaran diri dengan indikatornya (a) perasaan diri, (b) penampilan fisik, (2) Dimensi ideal diri dengan indikatornya (a) memiliki cita-cita profesionalis, (b) kemampuan mengajar, (3) Dimensi Harga Diri dengan indikator (a) pengakuan profesi, (b) penghormatan orang lain, dan (c) pengembangan karir, (4) Dimensi peran diri dengan indikatornya adalah (a) kesesuaian peran, (b) profesi tambahan, dan dimensi yang ke (5) Identitas dengan indikatornya (a) sikap positif, (b) penguasaan spesifikasi, (c) kemampuan komunikasi B. Penelitian yang relevan

Kajian empiris ini menyajikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang mempunyai kaitan atau kesamaan dengan penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (1995) mengenai hubungan kepuasan kompensasi dengan komitmen organisasi dan job involvement. Dalam penelitiannya kepuasan kompensasi dilihat dari 3 variabel antara lain : (a) Kompensasi material, (b) Kompensasi sosial, (c) Kompensasi aktivitas sebagai variabel bebas X, komitmen organisasi dan job involvement sebagai variabel tergantung (Y). Hasil penelitian tersebut adalah terdapat pengaruh positif antara kepuasan kompensasi dan komitmen organisasi job involvement. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah adanya penggunaan kompensasi sebagai salah satu variabel dan kepuasan kerja sebagai variabel terikatnya, namun masih banyak variabel lain yang tidak ada dalam penelitian Purwaningsih . Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningrat (2000) tentang pengaruh prestasi kerja terhadap imbalan dan kepuasan kerja yang merupakan studi terhadap Pegawai Kantor Pos kelas III Purwokerto. Dalam penelitian tersebut prestasi kerja ada 4 macam variabel : a. Pengetahuan tentang peraturan b. Pengetahuan dan kecakapan tentang tata usaha c. Kuantitas kerja d. Kualitas kerja. Sedangkan imbalan ditekankan pada imbalan ekstrinsik yang diterima yaitu : a. Imbalan finansial b. Imbalan interpersonal c. Promosi Kepuasan kerja dilihat dari imbalan ekstrinsik, analisa data menggunakan analisa jalur (path analysis). Hasil penelitian dilakukan oleh Wahyuningrat, bahwa prestasi kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap imbalan. Kemudian secara keseluruhan bahwa variabel pengetahuan tentang peraturan, pengetahuan dan kecakapan tentang tata usaha, kualitas kerja, kuantitas kerja, imbalan finansial, imbalan, interpersonal dan promosi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan imbalan dalam ekstrinsik Herman Yulianto (1996) dengan penelitian berjudul Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja, Kebutuhan Berprestasi dan Kinerja. Salah satu tujuan penelitian adalah mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan Petugas Dinas Luar (PDL). Obyek penelitian adalah Petugas Dinas Luar di Lingkungan Industri Asuransi Jiwa di Kotamadya Malang. Pengambilan sampel dengan cluster sampling yaitu membagi perusahaan Asuransi Jiwa menjadi dua kelompok (BUMN dan non BUMN). Sampel diambil 25 % dari PDL. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis faktor,

variansi dan analisis korelasi. Hasil penelitian menemukan bahwa faktor-faktor yang terdiri dari penghasilan, kondisi lingkungan kerja, kesempatan untuk mengembangkan potensi dan kreatifitas, hubungan sosial. Kesempatan untuk maju, perhatian terhadap hak-hak azasi, pengaruh pekerjaan terhadap kehidupan keluarga, persepsi masyarakat tentang tempat kerja dan kepemimpinan ditempat kerja secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Relevansinya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama ingin membuktikan bahwa ada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepuasan kerja karyawan Suwendra (1999) yang melakukan studi kasus tentang Penerapan Sistem Penilaian Prestasi Kerja Model Sistem Penilaian Kinerja Pegawai (SPKP) dan dampaknya terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di PT Jamsostek (Persero) Kantor Wilayah VI . Salah satu tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui pengaruh SPKP(Sistem Penilaian Kinerja Pegawai) terhadap kepuasan kerja. Subyek penelitian adalah pejabat dan staf PT Jamsostek Kanwil VI, dimana pengambilan sample dilakukan dengan teknik Stratified Random Sampling (SRS), dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang terdiri dari 38 pejabat dan 42 staf. Penelitian menggunakan analisis regresi dan untuk uji hipotesis dilakukan uji t dan uji F. Hasil penelitiannya adalah adanya pengaruh antara kerja yang secara mental menantang, imbalan yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung dan kesesuaian kepribadian pekerjaan (variabel independen) terhadap kepuasan kerja. Relevansinya dengan penelitian penulis adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh variabel terhadap kepuasan kerja. Adji Suratman (2003) melakukan penelitian tentang Studi Korelasional Antara Motivasi Kerja, Program Pelatihan dan Persepsi Tentang Pengembangan Karir Dengan Kepuasan Kerja Karyawan yang dilakukan pada PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari Jakarta. Subyek penelitian adalah Karyawan PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari Yakarta dimana pengambilan penelitian dengan simple random sampling dengan penyebaran questioner. Hasil penelitian ini adalah kepuasan kerja karyawan meningkat dengan adanya peningkatan motivasi kerja, program pelatihan dan persepsi tentang pengembangan karir baik sendirisendiri maupun bersama-sama. Relevansinya dengan penelitian penulis adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh variabel terhadap kepuasan kerja Dari beberapa kajian empiris diatas bisa diambil kesimpulan bahwa penelitian yang dilakukan penulis hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Herman Yulianto (1996) yang berjudul Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja, Kebutuhan Berprestasi dan Kinerja dimana Herman Yulianto mengambil obyek penelitian pada Petugas

Dinas Luar di Lingkungan Industri Asuransi Jiwa di Kotamadya Malang, perbedaannya terdapat pada variabel yang dipergunakan dan obyek yang diteliti dimana penulis dalam hal ini lebih menekankan pada lembaga pendidikan yaitu SMK Negeri dengan variable kepemimpinan kepala sekolah dan konsep diri guru sebagai variabel bebas dan kepuasan kerja sebagai variabel terikat .

Konsep Diri, Sikap Siswa dan Kecemasan Terhadap Hasil Belajar Mtk Tulisan ini merupakan ringkasan dari penelitian yang penulis lakukan berdasarkan dana penelitian Kopertis Wilayah III tahun 2008. Penelitian ini diangkat melihat fenomena rendahnya hasil belajar matematika, khususnya di tingkat pendidikan menengah, terutama pada saat proses belajar normal di kelas. Akan tetapi, ketika Ujian Nasional digulirkan, banyak pihak yang cemas dan khawatir, hasilnya dapat kita lihat dari laporan pemerintah bahwa banyak siswa yang lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Fakta inilah yang menarik minat penulis untuk menelaah lebih jauh tentang hasil belajar matematika. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pengaruh langsung dan tidak langsung antara konsep diri, sikap siswa pada matematika dan kecemasan siswa terhadap hasil belajar matematika. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian survei dengan jumlah sampel 100 orang yang diambil secara random dari 5 wilayah di DKI Jakarta. Setelah melakukan ujicoba instrumen penelitian, selanjutnya diadakan penyebaran angket dalam rangka pengumpulan data. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis uji normalitas (menggunakan uji chi kuadrat) dan uji linieritasnya (dengan tabel ringkasan ANOVA), hasilnya data berdistribusi normal dan regresi antara variabel bebas dengan variabel terikat memenuhi uji linieritas. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung, data dianalisis menggunakan teknik analisis jalur, dengan kriteria bahwa jalur dikatakan signifikan berpengaruh jika nilai koefisien jalur (p) > 0,05. Hasil pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: 1. Ada pengaruh langsung konsep diri terhadap hasil belajar matematika 2. Tidak ada pengaruh langsung kecemasan terhadap hasil belajar matematika 3. Tidak pengaruh tidak langsung konsep diri terhadap hasil belajar matematika melalui kecemasan 4. Tidak ada pengaruh tidak langsung sikap siswa pada matematika terhadap hasil belajar matematika melalui kecemasan

5. Ada pengaruh tidak langsung konsep diri terhadap hasil belajar matematika melalui sikap siswa pada matematika Dari hasil penelitian ini diperoleh fakta bahwa kecemasan memberikan kontribusi yang negatif (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap hasil belajar matematika, sedangkan konsep diri dan sikap siswa memberikan kontribusi yang positif terhadap hasil belajar matematika. Hal ini memberikan kita pengetahuan terhadap pentingnya memperhatikan tingkat kecemasan siswa, karena faktanya seseorang yang cemas, tegang, ketakutan dalam menghadapi sesuatu, cenderung tidak akan bisa menghasilkan performa terbaik yang dimilikinya. Untuk itu, penting kiranya sekolah, khususnya bapak dan ibu guru memperhatikan kondisi psikologis siswanya, terutama pada saat menghadapi momen-momen yang menegangkan dan membutuhkan konsentrasi tinggi, misalnya Ujian Nasional. Di sini peran guru sebagai seorang pendidik mutlak diperlukan, terutama untuk membangkitkan semangat dan motivasi siswa. Guru seharusnya dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dengan cara-cara yang kreatif dan tidak mengancam siswa dengan kalimat-kalimat yang semakin membuat siswa terpuruk dalam ketakutannya. Konsep diri yang baik dan sikap siswa pada matematika yang tinggi memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap hasil belajar matematika, tetapi ternyata apabila seseorang dilanda dengan kecemasan, maka konsep diri dan sikap siswa pada matematika tersebut akan dikalahkan oleh kecemasan. Fakta ini memberikan tugas baru bagi guru, yaitu tidak hanya membangun konsep diri, citra diri dan sikap siswa, tetapi juga mengajarkan siswa untuk tidak mudah terpengaruh terhadap hal-hal yang dapat membangkitkan kecemasannya.

KONSEP DIRI POSITIF : KUNCI KEBERHASILAN HIDUP Perubahan dunia yang sangat pesat membuat persaingan hidup semakin meningkat. Para orangtua saat ini berlomba-lomba untuk memberikan bekal pendidikan, yang dipercayai sebagai bekal terbaik bagi anak yaitu pendidikan. Asumsi orangtua pada umumnya adalah semakin tinggi level pendidikan formal maka akan semakin terjamin masa depan anaknya. Apakah benar demikian ? Untuk menjawab pertanyaan itu kita perlu melihat ke sekeliling kita. Berapa jumlah sarjana yang ?ngganggur? ? Berapa jumlah lulusan luar negeri, yang setelah pulang ke Indonesia, tidak bisa bekerja atau tidak berhasil ? Berapa banyak yang lulus cum laude namun prestasi hidupnya biasa-biasa ? Sebaliknya ada banyak orang yang prestasi akademiknya biasa-biasa

namun prestasi hidupnya sangat luar biasa. Jadi, sebenarnya prestasi akademik bukan merupakan jaminan keberhasilan hidup. Hasil penelitian yang dilakukan di Amerika oleh Dr. Eli Ginzberg beserta timnya menemukan satu hasil yang mencengangkan. Penelitian ini melibatkan 342 subyek penelitian yang merupakan lulusan dari berbagai disiplin ilmu. Para subyek penelitian ini adalah mahasiswa yang berhasil mendapatkan bea siswa dari Colombia University. Dr. Ginzberg dan timnya meneliti seberapa sukses 342 mahasiswa itu dalam hidup mereka, lima belas tahun setelah mereka menyelesaikan studi mereka. Hasil penelitian yang benar-benar mengejutan para peneliti itu adalah: Mereka yang lulus dengan mendapat penghargaan (predikat memuaskan, cum laude atau summa cum laude), mereka yang mendapatkan penghargaan atas prestasi akademiknya, mereka yang berhasil masuk dalam Phi Beta Kappa ternyata lebih cenderung berprestasi biasa-biasa Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan langsung antara keberhasilan akademik dan keberhasilan hidup. Lalu faktor apa yang menjadi kunci keberhasilan hidup manusia ? Kunci keberhasilan hidup adalah konsep diri positip. Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang, karena konsep diri dapat dianalogikan sebagai suatu operating system yang menjalankan suatu komputer. Terlepas dari sebaik apapun perangkat keras komputer dan program yang di-install, apabila sistem operasinya tidak baik dan banyak kesalahan maka komputer tidak dapat bekerja dengan maksimal. Hal yang sama berlaku bagi manusia. Konsep diri adalah sistem operasi yang menjalankan komputer mental, yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Konsep diri ini setelah ter-install akan masuk di pikiran bawah sadar dan mempunyai bobot pengaruh sebesar 88% terhadap level kesadaran seseorang dalam suatu saat. Semakin baik konsep diri maka akan semakin mudah seseorang untuk berhasil. Demikian pula sebaliknya. Proses pembentukan konsep diri dimulai sejak anak masih kecil. Masa kritis pembentukan konsep diri adalah saat anak masuk di sekolah dasar. Glasser, seorang pakar pendidikan dari Amerika, menyatakan bahwa lima tahun pertama di SD akan menentukan ?nasib? anak selanjutnya. Sering kali proses pendidikan yang salah, saat di SD, berakibat pada rusaknya konsep diri anak. Kita dapat melihat konsep diri seseorang dari sikap mereka. Konsep diri yang jelek akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak berani mencoba hal-hal baru, tidak berani

mencoba hal yang menantang, takut gagal, takut sukses, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berharga, merasa tidak layak untuk sukses, pesimis, dan masih banyak perilaku inferior lainnya. Sebaliknya orang yang konsep dirinya baik akan selalu optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses, berani gagal, percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, bersikap dan berpikir positip, dan dapat menjadi seorang pemimpin yang handal. Adi W. Gunawan, seorang Re-Educator and Mind Navigator, adalah pembicara publik dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah menulis best seller Born to be a Genius, Genius Learning Strategy, Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan, Manage Your Mind for Success, dan Hypnosis ? The Art of Subconscious Communication. Adi dapat dihubungi melalui email KONSEP DIRI Untuk lebih mudah memahami makna dari konsep diri, maka terlebih dahulu kita mengerti pengertian dari konsep. Konsep diri adalah suatu persepsi,pandangan atau prespektif serta tingkah laku seorang individu terhadap dirinya yang berasal dari kesadaran dirinya ataupun yang berasal dari penilaian orang lain dan berlangsung melalui proses yang lama. Dikatakan lama karena konsep diri mulai dapat terbentuk ketika individu berinteraksi dengan orang lain. Bayi yang baru lahir belum mempunyai konsep diri, karena bayi belum bisa mengenal dan membedakan antara dirinya dan lingkungannya. Persepsi individu terhadap dirinya yang berasal dari kesadaran individu bermula dari gagasan tentang dirinya yang kemudian dibawa keluar dari dirinya untuk mendapat tanggapan atau pandangan dari lingkungan luar. Contoh : Anda bercermin di depan kaca lalu anda mengamati diri anda, setelah mengamati anda mengambil kesimpulan ternyata aku ganteng. Kemudian anda berinteraksi dengan orang lain di linkungan luar untuk mendapatkan penilaian orang lain terhadap diri anda. Prespektif yang berasal dari orang lain adalah penilaian orang terhadap diri kita ketika berinteraksi dengan orang lain, yang selanjutya menjadikan diri kita sebagai cermin terhadap penilaian tadi. Charles Horton Cooley menyebut proses seperti ini dengan Looking Glass Self, yaitu perkembangan kesadaran diri sendiri sebagai pencerminan dari pandangan orang lain. Proses ini bertahap dan beralih secara kontinu. Contoh : si A dikenal oleh teman-teman nya sebagai individu yang bernama Agung. Kemudian dalam interaksinya dengan temantemannya, Agung disukai dan dipuji. Karena penghargaan yang diberikan oleh temantemannya tadi Agung akan menyesuaikan diri pada bentuk tingkah lakunya yang mendapatkan penghargaan. Jadi konsep diri yang dibentuk agung telah berkembang sebagai

looking glass self,yaitu sesuai dengan percerminan orang-orang dan lingkungan di sekelilingnya. Indikator-indikator yang digunakan dalam proses pembentukan konsep diri selalu dituangkan dalam bentuk tingkah laku yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri kita. Biasanya hal ini menyangkut hal-hal yang bersifat dasar seperti jenis kelamin, usia, kebangsaan, latar belakang etnis, profesi, dan sebagainya. Jadi konsep diri seseorang dapat didasarkan pada faktor dasar, misal sebagai berikut: usia 15, wanita, warga negara Indonesia, suku Jawa, siswa Faktor dasar ini akan menentukan seseorang dalam kelompok sosial tertentu. Selain itu setiap orang juga akan mengidentifikasikan dengan kelompok sosial lain yang dapat menambah julukan dirinya dan memberikan sejumlah informasi lain yang akan masuk dalam potret mental orang tersebut . Sebagai contoh tentang agama, kelompok menengah ke atas, anggota cendekiawan, dan sebagainya. Melalui perbandingan denagn orang lain ini seseorang memberikan penilaian kualitas dirinya. Seperti orang yang pandai atau yang bodoh, baik hati, egois, spontan, hati-hati. Kualitas diri ini tidak permanen tetapi bisa berubah, bila seseorang mengubah tingkah lakunya atau dapat mengubah kelompok pembandingnya. Ketika seseorang berpikir tentang siapakah dirinya, pada saat yang sama ia akan berpikir akan menjadi apa dirinya di masa yang akan datang. Prinsipnya, setiap orang memiliki harapan terhadap dirinya sendiri. Harapan akan diri sendiri ini merupakan diri ideal. Diri ideal sangat berbeda untuk setiap individu. Seseorang mungkin akan melihat masa depan dirinya akan bagus bila ia menjadi dokter., sedangkan orang lain merasa masa depannya akan bagus jika menjadi peneliti. Apa pun harapan dan tujuan seseorang akan membangkitkan kekuatan yang mendorongnya menuju masa depan dan memandu kegiatannya dalam seumur hidupnya. Faktor Pembentukan Konsep Diri

Usia Pembentukan konsep diri individu tidak dibawa sejak lahir melainkan mulai individu berinteraksi dengan orang lain sampai dia tidak produktif lagi. Dicontohkan seorang anak kecil yang tumbuh,mulai dari kecil keluarga membentuk konsep diri nya. Lalu mulai memasuki lembaga pendidikan mulai dari SD,SMP, hingga SMA konsep dirinya berubah menjadi seorang siswa seiring bertambahnya usia. Menginjak kuliah disaat remaja pikiran nya mulai matang dan maka konsep dirinya berubah menjadi seorang mahasiswa. Inteligensi

Cara dan kemampuan mental dan berpikir setiap individu berbeda-beda dalam menanggapi setiap masalah. Maka konsep diri yang dibentuk pun juga akan berbeda-beda pula. Misalnya ketika model jeans robek-robek sedang menjadi tren di kalangan masyarakat orang yang mempunyai intelegensi rendah mungkin akan langsung membelinya karena mereka menganggap mengikuti tren adalah suatu keharusan. Namun bagi orang yang mempunyai intelegensi tinggi akan berpikir 2 kali untuk langsung membelinya karena mereka berpikir apakah fungsionalitas dari model jeans robek-robek tersebut tersebut, apakah membelinya suatu kebutuhan atau keinginan saja. Gejala seperti itu merupakan indikator pembeda antara kedua jenis orang tersebut, yang mengidentifikasi konsep dirinya sebagai orang berintelegensi tinggi atau rendah. Pendidikan Lembaga pendidikan mempunyai peran yang dominan dalam membentuk konsep diri seorang inidividu. Karena di jenjang pendidikan dibentuk kemampuan intelegensi individu. Misal seorang mahasiswa memakai kemeja kotak-kotak,memakai tas ransel, rambutnya gondrong dan di semir merah ketika pergi ke kampus. Dia menganggap bahwa dirinya adalah mahasiswa, maka dia menunjukan indikator-indikator yang mencerminkan konsep diri seorang mahasiswa Status Sosial Ekonomi Pandangan atau prespektif orang di luar individu juga mempengaruhi pembentukan konsep diri seorang individu, yang mempunyai kecenderungan melihat dari status sosial ekonominya. Individu dalam tingkat ekonomi atas lebih dipandang mempunyai konsep diri positif dari pada individu mempunyai status ekonomi rendah. Misal, Pak Budi merasa dirinya adalah orang kaya. Maka ketika dia berpergian, menggunakan mobil Ferrari, orang yang melihat berpendapat bahwa pak budi adalah orang kaya bermartabat, berpendidikan dan terhormat. Maka terbentuklah konsep diri pak budi sebagai orang kaya.

Hubungan Keluarga Interaksi antar anggota keluarga berpegaruh membentuk konsep diri individu di luar lingkungan eksternalnya. Contoh keluarga pak Anto dikenal keramahan dan kesopanannya. Andi yang merupakan anak pak Anto berkomunikasi dengan orang lain juga dengan sopan dan ramah, karena dia ingin menunjukkan bahwa dirinya berasal dari keluarga pak Anto. Kelompok Rujukan Kelompok dimana individu bersosialisasi dan berkumpul dengan teman sepermainannya ataupun dengan orang lain. Misalkan seorang pemuda yang mengikuti sebuah geng motor rx-

king, selalu berkumpul dengan kelompok gengnya sabtu malam. Ketika dia berkendara di siang hari dia memakai jaket racing dan helm racing. Tindakan yang dilakukan pemuda tersebut untuk menunjukan bahwa dirinya adalah anggota geng motor rx-king tersebut. Proses pengembangan kesadaran diri ini diperoleh melalui tiga cara, yaitu Cermin diri (reflective self) Terjadi saat kita menjadi subyek dan obyek diwaktu yang bersamaan, sebagai contoh orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi biasanya lebih mandiri. Pribadi sosial (social self)

Saat kita menggunakan orang lain sebagai kriteria untuk menilai konsep diri kita, hal ini terjadi saat kita berinteraksi. Dalam interaksi, reakasi orang lain merupakan informasi mengenai diri kita, dan kemudian kita menggunakan informasi tersebut untuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep diri kita. Menurut pakar psikologi Jane Piaglet, konstruksi pribadi sosial terjadi saat seseorang beraktivitas pada lingkungannya dan menyadari apa yang bisa dan apa yang tidak bisa ia lakukan. Contoh: Seseorang yang optimis tidak melihat kekalahan sebagai salahnya, bila ia mengalami kekalahan, ia akan berpikir bahwa ia mengalami nasib sial saja saat itu, atau kekalahan itu adalah kesalahan orang lain. Sementara seseorang yang pesimis akan melihat sebuah kekalahan itu sebagai salahnya, menyalahkan diri sendiri dalam waktu yang lama dan akan mempengaruhi apapun yang mereka lakukan selanjutnya, karena itulah seseorang yang pesimis akan menyerah lebih mudah. Perwujudan diri (becoming self) Dalam perwujudan diri (becoming self) perubahan konsep diri tidak terjadi secara mendadak atau drastis, melainkan terjadi tahap demi tahap melalui aktivitas serhari hari kita. Walaupun hidup kita senantiasa mengalami perubahan, tetapi begitu konsep diri kita terbentuk, teori akan siapa kita akan menjadi lebih stabil dan sulit untuk dirubah secara drastis. Contoh, bila kita mencoba merubah pendapat orang tua kita dengan memberi tahu bahwa penilaian mereka itu harus dirubah biasanya ini merupakan usaha yang sulit. Pendapat pribadi kita akan siapa saya tumbuh menjadi lebih kuat dan lebih sulit untuk diubah sejalan dengan waktu dengan anggapan bertambahnya umur maka bertambah bijak pula kita.Konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, biasanya hal ini kita lakukan dengan penggolongan karakteristik sifat pribadi, karakteristik sifat sosial, dan peran sosial. Konsep diri ini bukanlah bawaan lahir, bukanlah sesuatu yang positif atau negatifnya sudah merupakan suratan takdir, konsep diri kita adalah hasil bagaimana kita berinteraksi dengan

lingkungan, juga pengalaman, yang sifatnya dinamis (bisa berubah). Jadi, jika anda merasa saat ini konsep diri anda sedang negatif karena lingkungan anda yang tidak mendukung, anda masih bisa mengubahnya ke arah yang lebih baik. Tapi sebelum itu mari kita lihat terlebuh dahulu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsep diri seseorang, ini dia: Pola asuh orang tua dan lingkungan Seperti kasus-kasus psikologis anak yang hidup tanpa pola asuh keluarga utuh lainnya (seperti anak tanpa asuhan orang tua) memberikan efek konsep diri yang rendah. Kegagalan Seringkali, kegagalan yang terus menerus dialami seseorang menimbulkan pertanyaanpertanyaan negatif kepada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa semua penyebabnya terletak pada kelemahan dirinya. Tapi, jika ia mau terus berusaha dan berpikiran positif, mungkin hasilnya akan berbeda. Tidak akan muncul konsep negatif pada dirinya, dan kesuksesanpun bisa diraih. Depresi Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang cenderung negatif dalam memandang dan merespon segala sesuatunya, termasuk menilai diri sendiri. Segala situasi yang netral akan dianggap secara negatif. Kritik internal Kita semua mengetahui bahwa kritik (dari diri sendiri maupun orang lain) diperlukan sebagai bahan evaluasi pada kekurangan diri, untuk kemudian diperbaiki. Tapi, jika kritik itu justru ditanggapi sebagai penilaian mutlak yang tidak mungkin dirubah, justru penilaian negatif pada diri sendirilah yang terjadi. Ingatlah bahwa, anda adalah yang anda pikirkan! Diri anda adalah sebagaimana yang anda pikirkan! Kritik pada diri sendiri janganlah berubah menjadi penilaian negatif bagi diri sendiri, semuanya bisa dirubah ke arah yang lebih baik Tahap-tahap dan Proses pembentukan konsep diri Telah dikatakan bahwa konsep diri dibentuk berdasarkan pengalaman yang didapat ketika berinteraksi dengan orang lain. Terjadinya pembentukan konsep diri menurut George Herbert Mead melalui beberapa tahap yaitu 1. Prepatory stage Tahap kabur atau tahap dimana individu di masa anak-anak menirukan berbahai tindak-tanduk orang di sekelilingnya tanpa sebuah system dan batas pengertian.

Contoh : seorang anak yang mengidolakan ayahnya yang seorang tentara, meniru menggunakan seragam tentara mamakai sepatu dan atribut tentara lainnya. 2. Play stage Tahap seorang individu mulai belajar mengambil peranan orang lain (role taking) sebelum mengambil tindakan,individu membayangkan dirinya menempati posisi / status orang lain dan mencoba untuk memahami apa yang dikehendaki orang tersebut. Disini yang dimaksud dengan orang lain adalah orang yang punya status atau posisi seperti suami,guru,ulama,dokter,pejabat,dll. Contoh : mahasiswa yang mengambil jurusan FKIP setelah lulus akan berprofesi menjadi seorang guru. Maka sebelum menjadi guru, mahasiswa tersebut dipersiapkan dulu bagaimanakah peran seorang guru yang sepatutnya, disertai dengan penyesuaian pola tingkah laku guru yang diharapkan masyarat. Dengan menyesuaikan apa yang diharapkan oleh orang-orang tersebut interaksi pun akan terjadi. Semakin individu-individu mengambil alih peranan-peranan sosial semakin terbentuk pula identitas atau konsep dirinya. 3. Game stage Tahap dimana individu telah memegang peranannya sebagai seorang diri yang telah terbentuk matang konsep dirinya di dalam masyarakat. Jadi dalam tahap ini individu telah dianggap matang untuk memainkan peranannya di dalam masyarakat serta bagaimana fungsionalitas peran tersebut terintegrasi dengan peran-peran lain yang ada di masyarakat disertai proses penerimaan norma kolektif yang di junjung tinggi dan berlaku di masyarakat. Jadi individu dalam bertindak telah mempunyai bayangan bahwa tindakan yang dilakukannya seperti orang lain pada umumnya. Contoh ketika si A telah menikah dan menjadi suami si C. maka tindakan selanjutnya yang harus dilakukan si A adalah membentuk dan memimpin keluarga,menfkahi istri dan anaknya, menyekolahkan anaknya. Maka tindakan yang telah si A lakukan telah sesuai dengan peran seorang suami dan kepala keluarga yang sesuai dengan normanorma dalam masyarakat. Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi prilaku kita selama ini memainkan peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini

Contoh Angket Konsep Diri


ANGKET KONSEP DIRI Tuliskan nama dan kelas di tempat yang disediakan Bacalah angket ini dengan seksama Jawablah pertanyaan sesuai dengan jawaban yang sebenarnya Pilih salah satu jawaban yang tersedia : Sangat Setuju : Setuju : Tidak setuju : Sangat Tidak Setuju

SS S TS STS

Jawaban yang anda berikan tidak akan mempengaruhi nilai anda dan dijamin kerahasiaannya. Nama Kelas No : Pilaihan Sikap Peryataan STS 1 Saya merasa mampu mengerjakan soalsoal matematika diluar contoh yang ada Dalam ujian matematika, saya merasa mampu mengerjakan tanpa bantuan dari orang lain Jika saya merasa kesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika, saya tetap akan berusaha menyelesaikannya sendiri sambil mempelajari kembali Tugas matematika akan saya selesaikan TS S SS :

tepat pada waktunya 5 Dalam belajar, saya akan meneliti sendiri dimana letak kelemahan saya dengan cara membahas kembali soal-soal yang berhubungan dengan mata pelajaran matematika Saya selalu minta bantuan teman atau saudara saya dalam menyelesaikan tugas matematika saya Saya bersedia membantu teman jika memerlukan bantuan dalam menguasai pelajaran matematika Saya merasa mampu apabila guru menyuruh saya mengerjakan soal matematika di depan kelas Saya akan megerjakan tugas matematika yang diberikan guru dengan apa adanya Tugas matematika yang saya kerjakan selalu saya kumpulkan tanpa ada niat untuk memperbaiki jika ada kesalahan Jika saya memperoleh nilai matematika yang rendah, maka saya akan semakin giat belajar Setiap ujian berlangsung, saya yakin atas jawaban yang saya kerjakan Saya tidak akan mengerjakan tugas matematika jika tidak memahami materi yang diajarkan guru Saya merasa bahwa matematika adalah mata pelajaran yang saya kuasai Dalam pelajaran matematika, saya sering kali membutuhkan bantuan dari orang lain Saya merasa paling bodoh di kelas sehingga saya merasa tidak mampu untuk mempelajari matematika

10

11

12

13

14

15

16

17

Saya merasa tidak sabar untuk segera belajar matematika di sekolah Setiap tugas matematika yang saya kerjakan, kebanyakan hasilnya baik dan memuaskan Saya mengalami kesulitan dalam mengerjakan ujian matematika, dimana membutuhkan kemampuan memahami soal yang diberikan Saya mengalami kesulitan untuk menghadapi segala sesuatu yang didalamnya terdapat matematika Setiap tugas matematika yang saya kerjakan, jarang memberikan hasil yang baik dan memuaskan Saya merasa mudah mengerjakan tugastugas yang berkaitan dengan matematika Saya sering kali depresi dan putus asa jika mengerjakan soal matematika yang sulit Saya sangat menikmati pelajaran matematika Saya memiliki nilai matematika yang baik Jika saya memperoleh nilai matematika yang rendah, maka saya akan giat belajar Saya tidak pernah berniat untuk mengambil les tambahan matematika Saya selalu dapat mengerjakan soal-soal matematika dengan baik Apabila saya mencoba dengan sungguhsungguh, saya percaya bahwa saya dapat mengerjakan soal matematika yang diberikan Saya membenci pelajaran matematika

18

19

20

21

22

23

24

25 26

27

28

29

30

Posted by ARYA WITARI SIREGAR at 19:18

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi

Anda mungkin juga menyukai