Anda di halaman 1dari 19

BAB I

ISI CHAPTER

A. Teknik Premack Principle (Prinsip Premack)


1. Sejarah Teknik Prinsip Premack
Prinsip Permack didasarkan pada konsep penguatan positif dari
teori operant conditioning, yang menyatakan bahwa perilaku dengan
probalitas (peluang) lebih tinggi dapat bertindak sebagai penguat bagi
perilaku dengan probabilitas lebih rendah. Jadi, individu akan termotivasi
untuk melaksanakan tugas yang tidak diinginkan jika tugas itu diikuti oleh
tugas yang diinginkan.
Prinsip permack diberi nama oleh David Premack pada akhir
1950an sampai awal 1970an. Teknik ini digunakan untuk pertama kalinya
dengan hewan laboratorium, lalu diterapkan pada situasi manusia. Prinsip
Premack bertentangan dengan teori-teori tradisional pada masa itu. Dalam
teori penguatan (reinforcement) tradisional ada kegiatan yang bersifat
positif, negatif, atau netral. Hanya kegiatan netral yang bertindak sebagai
respons instrumental, dan hanya kegiatan positif yang berfungsi sebagai
penguat. Oleh sebab itu, penguatan terjadi ketika kegiatan positif
dilakukan bergantung pada kinerja dari kegiatan netral. Sebaliknya,
Premack menyatakan bahwa trikotomi positif-netral-negatif tidak relevan
dengan penguatan (reinforcement). Sebagai gantinya, Premack
mengusulkan agar semua kegiatan disusun berdasarkan preferensi atau
kemungkinan kontinum dan hanya perbedaan preferensi yang diperlukan
untuk penguatan. Agar penguatan terjadi, respons instrumental harus
kurang disukai daripada kegiatan penguat. Untuk memvalidasi teorinya,
Premack (1962) merancang suatu eksperimen laboratorium dengan tikus
untuk menunjukkan bahwa bukan hanya lari yang dapat diperkuat oleh
minum, seperti yang terlihat pada percobaan terdahulu, tetapi juga bahwa
jika sebuah situasi diciptakan dimana berlari lebih disukai daripada
minum, maka minum dapat diperkuat oleh lari.
Untuk mengukur probabilitas dua perilaku atau lebih, perilaku-
perilaku tersebut seharusnya dibandingkan dalam sebuah perilaku awal
yang berpasangan, dimana kedua perilaku disediakan secara simultan dan
bebas kepada konseli. Namun, kadang-kadang probabilitas yang tepat
(strict) sulit untuk diukur. Oleh sebab itu, ukuran-ukuran lain yang lebih
mudah didapat sering digunakan untuk menggantikan kemungkinan
tersebut. Preferensi dapat diukur hanya dengan sekedar bertanya kepada
individu, apa yang ingin dilakukannya dalam sebuah situasi tertentu atau
dengan mengamati kegiatan-kegiatan mana yang disukai oleh individu
tersebut. Preferensi tampaknya cukup sesuai dengan ukuran kemungkinan
awal Premack. Selain itu, penggunaan frekuensi sedikit problematis karena
sering bergantung pada respons yang dipertahankan dan tidak memberikan
konseli kebebasan untuk memilih kegiatan. Begitu juga dengan kegiatan
yang akan terjadi atau kemungkinan kegiatan yang akan dilakukan
selanjutnya, cenderung hanya mengukur probabilitas versi dalam bahasa
sehari-hari daripada probabilitas empiris yang dimaksud Premack. Aturan
praktis yang baik untuk diikuti ketika berusaha mengukur probabilitas
adalah memastikan bahwa preferensi atau nilai relatiflah yang diukur,
bukan frekuensi atau kegiatan yang akan segera dilakukan.
2. Implementasi Teknik Prinsip Premack
Untuk menggunakan teknik prinsip Premack, konselor pertama-
tama harus menilai kegiatan yang disukai konselinya. Berdasarkan
penilaian ini, kegiatan yang lebih disukai dapat dipilih untuk memperkuat
perilaku target. Konseli harusnya diberitahu tentang parameter-parameter
kondisi Premack. Konseli seharusnya diberitahu bahwa untuk melakukan
kegiatan yang lebih disukai, konseli pertama-tama harus menyelesaikan
perilaku target. Setelah perilaku target diselesaikan, konseli baru boleh
memulai kegiatan yang lebih disukainya. Sangat penting untuk diingat
bahwa jika perilaku target tidak diselesaikan sepenuhnya, maka kegiatan
yang lebih disukai tidak boleh dilakukan.
3. Variasi-variasi Teknik Prinsip Premack
Prinsip Premack dapat dengan mudah dilakukan dengan token
economy. Token dapat diberikan setelah diselesaikannya kegiatan yang
kurang disukai dan setelah itu ditukarkan dengan kesempatan untuk
melakukan kegiatan yang lebih disukai. Sebuah bentuk menu penguatan,
atau daftar kegiatan yang sangat disukai, disediakan untuk dapat dipilih
oleh konseli.
4. Kegunaan dan Evaluasi Teknik Prinsip Premack
Prinsip Premack telah diterapkan untuk meredakan penolakan
makanan kronis. Seiverling, Kokitus, dan Wiliam (2012) menggunakan
kombinasi Premack dan extinction dalam sebuah penanganan makanan
selektif dengan seorang anak laki-laki penderita autisme yang berusia tiga
tahun. Brown et al (2002) menggunakan prinsip Premack dengan seorang
anak laki-laki yang sering menolak untuk mencoba makanan baru. Anak
tersebut diharuskan untuk memakan makanan baru dalam jumlah kecil
sebelum diizinkan makan makanan yang lebih disukainya. Ketika
intervensinya dimulai, anak tersebut segera makan makanan yang
disajikan kepadanya dengan kuantitas dan variasi rasa yang semakin besar
agar diizinkan untuk makan makanan yang lebih disukainya.
Prinsip Premack juga digunakan untuk menangani anak-anak yang
lebih tua dengan gangguan pemusatan perhatian-hiperaktivitas (ADHD),
Azrin, Vinas, dan Ehle (2007) menggunakan kegiatan bermain di luar
ruangan sebagai kontingensi Premack untuk bersikap tenang dalam waktu
cukup lama dan untuk dapat mengontrol perhatiannya dalam kegiatan-
kegiatan kelas terstruktur. Hasilnya, cukup menjanjikan untuk
digeneralisasikan pada para siswa penyandang ADHD dari semua umur.
Di tingkat perguruan tinggi, Messling dan Dermer (2009) menerapkan
prinsip Premack pada mahasiswa tingkat lebih tinggi dengan mengizinkan
mereka yang mengikuti kelas dan mempresentasikan catatan pada tugas-
tugas membaca harian untuk menggunakan catatan mereka selama ujian.
Sementara itu, secara umum efektif dalam meningkatkan kehadiran dalam
kuliah dan membuat catatan dari bacaan, intervensi tanpa biaya ini terbukti
sangat membantu dalam meningkatkan keikutsertaan selama sesi-sesi
laboratorium, yang sebelumnya sering dipilih untuk tidak diikuti oleh
mahasiswa.
Dari semua penerapan teknik prinsip Premack diatas, ada beberapa
keterbatasan yang ditemukan dalam prinsip Premack. Dari data yang
sudah ada menunjukkan bahwa perilaku dengan probabilitas lebih rendah
kadang-kadang dapat bertindak sebagai penguat untuk perilaku dengan
probabilitas lebih rendah. Eksperimen-eksperimen yang menggunakan
prinsip Premack tidak selalu mengontrol secara adekuat efek-efek suatu
jadwal. Oleh sebab itu, sulit untuk menentukan apakah penguatan adalah
hasil dari selisih probabilitas anatara respons-respons aktual atau hanya
sekedar karena tidak adanya respons penguat untuk beberapa periode
waktu akibat jadwal respons. Jadi, konseli mungkin meningkatkan
perilaku instrumentalnya karena itu adalah satu-satunya respons yang
tersedia, bukan karena respons itu memungkinkannya untuk melakukan
respons contingent atau penguatan.

B. Teknik Behavior Chart


1. Sejarah Teknik Behavior Chart
Behavior chart menargetkan perilaku-perilaku tertentu yang
kemudian dievaluasi pada titik-titik yang telah ditetapkan sepanjang hari.
Perilaku itu kemudian diberi penguatan pada sebuah jadwal tertentu.
Behavior chart lahir dari teori-teori perilaku yang mengatakan bahwa
perilaku dibentuk oleh penguatan (reinforcement) dan hukuman. Behavior
chart mencakup beberapa komponen penting, seperti menentukan perilaku
yang harus diamati, menilai perilaku pada jadwal yang telah ditetapkan,
berbagi informasi dengan orang-orang selain penilai, dan menggunakan
grafik (chart) baik untuk memantau intervensi atau sebagai intervensi itu
sendiri. Namun, behavior chart dapat bervariasi tergantung pada perilaku
yang dinilai. Jenis sistem rating/penilaian, frekuensi rating, penilai/rater,
konsekuensi-konsekuensi yang digunakan (penguatan vs hukuman), serta
pengaturan dan jadwal pemberian konsekuensi. Behavior chart berguna
karena merupakan cara yang sederhana dan fleksibel untuk memberikan
umpan balik kepada individu yang diamati serta orang lain yang terlibat
dengannya, dan behavior chart dapat dimodifikasi dengan mudah untuk
memenuhi spesifikasi seseorang. Disamping itu, behavior chart efisien
dalam penggunaan waktu, hanya membutuhkan waktu 10 detik sampai 1
menit untuk dilakukan setiap hari.
2. Implementasi Teknik Behavior Chart
Behavior chart mudah dibuat, pertama, defenisikan perilaku target
secara positif dan spesifik sehingga suatu pendekatan reinforcement positif
dapat digunakan. Kemudian, tentukan frekuensi dan tipe sistem penilaian
yang digunakan. Setelah itu, rancang bagan (chart) perilakunya, dengan
menyebutkan dengan jelas perilaku yang diinginkan dan kapan perilaku itu
diamati. Setelah bagan dibuat, putuskan bagaimana individu akan
mendapatkan konsekuensi (positif atau negatif) dan apa konsekuensinya.
3. Kegunaan dan Evaluasi Teknik Behavior Chart
Behavior chart dapat digunakan untuk bermacam intervensi yang
melibatkan pembentukan perilaku-perilaku tertentu. Perilaku target
mungkin mencakup mengikuti petunjuk, menjaga tangan diri sendiri, atau
menggunakan bahasa yang sesuai. Behavior chart telah terbukti efektif
dalam sejumlah studi empiris. Dalam suatu penelitian, behavior chart
yang mengamati kepatuhan siswa pada aturan kelas menghasilkan
penurunan signifikasn pada perilaku buruk dan mengingkatkan banyaknya
pekerjaan yang diselesaikan siswa.
Namun, behavior chart tidak selalu efektif, terutama karena
konseli tidak selalu termotivasi untuk mengikuti sistem itu. Dalam kasus
seperti ini, konselor seharusnya meninjau kembali sistem reward-nya
untuk menemukan hal yang lebih memotivasi usaha konseli untuk
mendapatkannya. Kadang-kadang konseli tidak memahami sistem
bagannya, konseli atau orang tua yang bertnggung jawab untuk mengawasi
sistem bukan menindaklanjutinya dengan tanggung jawab. Kesulitan-
kesulitan ini lazim dalam terapi perilaku, dan konselor perlu membuat
penyesuaian besar dan kecil untuk semua sistem perilaku untuk
memaksimalkan keberhasilan.
C. Teknik Token Economy
1. Sejarah Teknik Token Economy
Token economy adalah teknik yang berasal dari karya teori
behavior operant, B.F. Skinner. Skinner berpandangan tentang
konsekuensi mempertahankan perilaku; penguat adalah konsekuensi yang
meningkatkan kemungkinan terjadinya sebuah perilaku. Token economy
adalah suatu bentuk penguatan positif dimana konseli menerima suatu
token ketika mereka memperlihatkan perliaku yang diinginkan. Setelah
konseli mengakumulasikan token dalam jumlah tertentu, mereka dapat
menukarkannya dengan penguatan pada perilaku dengan member reward
pada perilaku-perilaku yang dipilih.
Pada awalnya, token economy ada di rumah-rumah sakit jiwa yang
tertutup. Tapi setelah token economy dianggap berhasil dalam berbagai
ragam populasi dan perilaku target. Bahkan, upah (uang) yang diberikan
untuk karyawan adalah salah satu penerapan token economy, dimana uang
bertindak sebagai penguat sekunder yang dapat ditukarkan dengan barang
dan jasa yang memenuhi kebutuhan/keinginan primer. Token economy
juga cukup dapat diterima bagi orang tua maupu guru, dan tingkat
penerimaannya hanya dibawah prosedur response-cost diantara teknik-
teknik modifikasi perilaku yang lazim diterapkan.
2. Implementasi Teknik Token Economy
Read (dalam Erforf 2010:127) langkah-langkah untuk
melaksanakan teknik token economy adalah;
a. Mengidentifikasi perilaku-perilaku yang berlu diubah, hal ini
dilakukan dengan menyebutkan secara spesifik perilaku-perilaku itu
dan mendiskripsikan standar untuk kinerja yang dianggap memuaskan.
b. Membuat dan menampilkan aturan, hal ini sangat penting untuk
memastikan bahwa semua peserta memahami peraturan untuk
mengeluarkan token, jumlah token yang diberikan untuk berbagai
perilaku, dan kapan konseli dapat menukarkan token untuk
mendapatkan reward.
c. Konselor perlu memilih apa yang akan digunakan sebagai token,
dimana token seharusnya merupakan suatu yang aman, kuat, mudah
diberikan, dan sulit untuk ditiru.
d. Konselor perlu menentukan pendukung cadangan (backup reinforcer),
atau benda-benda reward yang dapat diterima konseli ketika mereka
menukarkan tokennya. Hal yang perlu diperhatikan bahwa hendaknya
backup reinforce tersebut merupakan suatu hal yang disukai oleh
konseli.
e. Menetapkan harga dengan memilih berapa banyak token yang harus
dimiliki konseli sebelum menukarkannya untuk backup reinforce.
Sebelum menerapkan sistemnya, penanggung jawab seharusnya sudah
melakukan uji lapangan terhadap sistem, memastikan bahwa harganya
akurat; jika seorang konseli tidak mampu mengumpulkan cukup token
untuk melakukan pembelian, mereka akan kehilangan motivasi untuk
terlibat dalam perilaku yang diinginkan.
3. Variasi-Variasi Teknik Token Economy
Salah satu variasi dari token economy adalah penambahan sistem
biaya respon (respons cost system), sebuah strategi yang didasarkan pada
hukuman. Dalam pendekatan ini konseli tidak hanya mendapatkan token
untuk memperlihatkan perilaku positif, tapi ketika konseli menunjukkan
perilaku buruk maka salah satu tokennya diserahkan sebagai upaya
mengurangi kemungkinan perilaku yang tidak diharapkan dimasa
mendatang dan meningkatkan kemungkinan perilaku yang diharapkan
dimasa yang mendatang. Tujuannya adalah supaya pasrtisipan
mengumpulkan sejumlah token agar bisa tukarkan dnegan reward di akhir
periode yang telah ditentukan.
Variasi lain dari token economy dasar disebut mistery motivator.
Teori ini malah memberitahu konseli apa backup reinforce-nya, reward
diletakkan dalam amplop dan tetap misterius. Dalam beberapa kasus hal
ini akan memotivasi konseli mengumpulkan token untuk mengetahui apa
yang ada dalam aplop.
Selain itu, dalam variasi lain token economy, self-monitoring
(pemantauan diri) dimasukkan sebagai upaya untuk memperluas
perubahan perilaku setelah reward tidak diberikan lagi. Dimana
penggunaan pemantauan diri bersamaan dengan token economy
menghasilkan perilaku bermasalah lebih sedikit dibanding penggunaan
token economy saja.
Variasi lainnya adalah implementasi dari kelompok versus
individual. Menggunakan token economy dengan seluruh kelompok, baik
seluruh kelas, sekolah, atau penjara, membutuhkan lebih banyak waktu,
perencanaan, dan kesabaran dipihak penyelenggara.
4. Kegunaan dan Evaluasi Teknik Token Economy
Erford (2010:207) bahwa keguanaan dari teknik token economy
sebagai berikut.
a. Dapat digunakan untuk memperbaiki manajemen kelas
b. Dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi kelas. Penggunaan
token economy dengan reward untuk menjawab pertanyaan dengan
benar meningkatkan jumlah siswa yang berusaha menjawab
pertanyaan dengan benar, menigkatkan partisipasi diskusi kelas, dan
menghasilkan peningkatan dalam jumlah siswa yang mnegajukan
pertanyaan sendiri.
c. Untuk meningkatkan perilaku positif yang tidak mkonpatibel dengan
fobia sekolah, tantrum, mengisap jempol, enkopresis (menahan
feses), berkelahi, dan sebagainya.
d. Professional kesehatan mental telah mencapai keberhasilan dengan
menggunakan token economy untuk menangani perilaku-perilaku
bermasalah yang berkaitan dengan banyak gangguan psikologis
termasuk autisme, gangguan makan, melukai diri sendiri, dan adiksi.
e. Spesialis manajemen perilaku di penjara-penjara juga telah berhasil
mengimplementasikan token economy untuk membantu narapidana
belajar keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan untuk beradaptasi
dengan masyarakat ketika mereka kembali ke dunia luar.
Selanjutnya, evaluasi terhadap teknik token economy dimulai pada
kritik pertama pada sistem eksternal penguatan yang dapat menurunkan
motivasi instrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi dalam diri
individu. Pengkritik takut bahwa karena konseli akan diberi reward secara
ekstrinsik melalui penggunaan token, sehingga motivasi untuk bertindak
atau berprilaku dengancara tertentu kan hilang apabila token tidak
diberikan lagi. Sedangkan orang-orang ynag pro-teknik ini berpendapat
bahwa konseli yang memiliki motivasi instrinsik untuk mengerjakan
sebuah tugas dengan sukses dan konsisten, maka konseli tidak
membutuhkan penguat eksternal lagi. Kemudian, token economy telah
dikritik untuk penggunaannya dalam setting pendidikan karena
mengarahkan siswa untuk mengembangkan tujuan kinerja daripada tujuan
belajar. Sedangkan orang-orang yang kontra akan kritikan tersebut
beranggapan bahwa kepatuhan siswa adlah prasyarat yang diperlukan agar
pembelajaran terjadi dan banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
prestasi akademiks benar-benar meningkat setelah perubahan perilaku
yang lebih baik terjadi. Kritik terakhir pada teknik token economy adalah
bahwa token economy sering tidak dapat digeneralisasikan ke situasi dunia
nyata setelah konseli dilepaskan dari setting institusional (lembaga
tersebut). Terlepas dari smeua kritik diatas, penelitian memberikan
dukungan melimpah pada efikasinya ketika diterapkan pada beragam
kelompok individu.

D. Teknik Behavioral Contract (Kontrak Perilaku)


1. Sejarah Teknik Behavioral Contract
Behavioral contract, atau contingency contract didasarkan pada
prinsip opernat conditioning, penguatan positif, dan dapat digunakan
sebagai salah satu variasi dari prinsip Premack. Kontrak perilaku
(behavior contract) adalah kesepakatan tertulis antara dua orang individu
atau lebih dimana salah satu atau kedua orang tersebut sepakat untuk
terlibat dalam sebuah perilaku target. Behavioral contract melibatkan
pengadministrasian konsekuensi positif (mungkin kadang-kadang juga
negatif) yang memungkinkan terjadi atau tidak terjadinya perilaku target.
Behavioral contract menetapkan seluruh detai perilaku, termasuk dimana
perilaku itu akan terjadi, bagaimana perilaku itu akan dilaksanakan, dan
kapan perilaku itu akan diselesaikan. Semua orang yang terlibat dalam
kontrak harus menegosiasikan syarat-syaratnya agar kontrak dapat
diterima oleh setiap orang.
Istilah contingency contract pertama kali digunakan oleh L. P.
Homme pada 1996 ketika ia melaporkan penggunaan kontrak dengan anak
putus sekolah untuk meningkatkan kemampuan akademis. Meskipun
teknik ini dipopulerkan oleh para terapis behavior dan realitas, behavioral
contract sekarang diintegrasikan ke dalam banyak pendekatan teoretis
yang berbeda termasuk wawancara motivasi.
Kekuatan utama dari behavioral contract adalah teknik ini
mengharuskan orang untuk bersikap konsisten. Sehingga, kontrak
cenderung popular di antara anak-anak karena memiliki orang tua atau
guru yang bertanggug jawab pada persyaratan kesepakatan. Anak-anak
tidak lagi merasakan belas kasihan orang yang berkuasa. Sebaliknya,
mereka belajar menerima tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.
Behavior contrat menetapkan tingkat timbale balik diantara orang-orang
yangterlibat, baik itu pasangan menikah, orangtua dan anak, atau guru dan
siswa. Kontrak dapat diubah atau dinegosiasikan dari waktu ke waktu dan
pada akhirnya berakhir begitu perilaku targetny menjadi rutin.
2. Implementasi Teknik Behavioral Contract
Behavior contract seharusnya digunakan ketika teknik-teknik yang
lebih sederhana dan membosankan seperti pujian dan penguatan, telah
gagal dan dibutuhkan prosedur yang lebih kuat. Behavior contract
seharusnya dilakukan secara individi daripada diadaptasi untuk digunakan
dengan kelompok. Sebelum menulis kontrak perilaku, perilaku target
harus terlebih dahulu diidentifikasi. Setelah perilaku target diidentifikasi,
ada tiga langkah lagi yang harus diselesaikan sebelum menulis kontrak.
Pertama, putuskan bagaimana perilaku itu akan di ukur, pilih dimana
kontrak akan digunakan dan siapa yang akan terlibat dalam mengukur
perilaku target. Kedua, dengan menggunakan data awal frekuensi perilaku,
identifikasi ekspektasi dan tujuan perilaku yang spesifik. Tetapkan berapa
sering perilaku target harus dilakukan supaya dianggap berhasil. Untuk
mengubah perilaku, konseli harus terlihat berperilaku baik dan menerima
penguatan. Maksudnya, penting bahwa konseli mengalami kesuksesan di
minggu pertama. Ketiga, setelah tujuan perilaku ditetapkan, identifikasi
pengautan (reinforcement) dan/atau hukuman yang akan digunakan
sehubungan dengan keberhasilan. Kemudian buatlah rincian rencana
tingkah laku.
Setelah memperkuat rincian rencana tingkah laku, kontrak bisa
ditulis. Pastikan untuk memasukkan tanggal mulai, perilaku target, kriteria
dan batas akhir penyelesaian tugas, dan penguatan yang akan digunakan.
Diskusikan kontrak dengan konseli dan semua pihak lain yang terlibat.
Kontrak harus jelas bagi setiap orang yang bergabung, dan tujuan perilaku
harus spesifik. Setiap orang yang terlibat harus menandatangani kontrak
dan menerima salinannya. Terakhir, siapkan pertemuan evaluasi setelah
satu atau dua minggu untuk memantau kemajuan kontrak. Bagan
kemajuan, log, atau sarana lain yang terlihat harus digunakan untuk
menunjukkan peningkatan pencapaian tujuan.
Ketika mengamati kemajuan, setiap aspek kontrak harus diperiksa.
Pastikan bahwa perilaku target sesuai, dapat dicapai, dan dipahami oleh
konseli. Tentukan waktu yang sesuai diberikan untuk menyelesaikan
tugas. Evaluasi penguatan-penguatan-nya: apakah cocok, efektif, dan
disampaikan pada waktu yang tepat? Juga, putuskan apakah ekspektasi
kontrak itu realistis, jelas, dan dinyatakan sebagai perkiraan kecil terhadap
tujuan yang diinginkan.
3. Variasi-variasi Teknik Behavioral Contract
a. Kontrak satu pihak (kontrak unilateral), seorang individu ingin
mengubah sebuah perilaku target. Kontrak satu pihak dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan.
b. Konrak dua-pihak (kontrak bilateral), kedua belah pihak
mengidentifikasi perilaku-perilaku target dan kemungkinan-
kemungkinan yang akan diimplementasikan. Konyrak dua pihak
biasanya ditulis di antara orang-orang yang memiliki hubungan
signifikan satu dengan yang lain (misalnya; pasangan, orangtua, anak,
saudara, rekan kerja).
c. Kontrak quid pro quo melibatkan hubungan diantara dua perilaku
target; yang satu akan diberikan sebagai balasan untuk yang lain.
Namun, kontrak parallel ini memungkinkan masing-masing individu
untuk menangani perilaku targetnya sendiri tanpa menyadari diri pada
kegiatan yang lain.
d. Self-contract, dapat dirancang untuk membantu seorang individu
mencapai tujuan. Self-contract identik dengan kontrak-kontrak yang
lain, tapi reward-nya diadministrasikan sendiri oleh konseli.
4. Kegunaan dan Evaluasi Teknik Behavioral Contract
Dapat digunakan untuk mengajarkan perilaku baru, mengurangi
perilaku yang tidak diinginkan, atau meningkatkan perilaku yang
diharapkan. Seperti, membantu untuk digunakan dengan berbagai
keterampilan akademis dan sosial, dan telah berhasil dengan siswa-siswa
di kelas regular maupun di pendidikan khusus. Dalam demonstrasi yang
dilakukan oleh Allen dan kawan-kawan diketahui bahwa kontak juga
dapat meningkatkan perilaku tetap pada tugas dengan segera dan
signifikan pada siswa kelas dua dan tiga. Disamping itu, Kelley dan Stokes
juga melaporkan bahwa behavior contract yang menggunakan uang
sebagai hadiah untuk mengerjakan halaman-halaman LKS dapat
meningkatkan produktivitas siswa-siswa kurang beruntung yang lebih tua.
Selain itu, behavior contract yang dirancang oleh orang tua juga
meningkatkan kinerja PR anak-anak mereka.
Selain lingkungan sekolah, kontrak telah digunakan di penjara,
rumah sakit jiwa, dan rumah singgah. Behavior contract telah digunakan
di rumah medis dan psikiatris rawat-inap maupun rawat jalan. Kontrak
juga sering digunakan dalam terapi perkawinan atau terapi pasangan dan
dalam wawancara motivasi. Kontrak perilaku juga telah digunakan untuk
pengelolaan berat badan, penanganan obat dan alkohol, mengurangi
merokok, dan memantau kebugaran fisik.
BAB II
PEMBAHASAN

Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa modifikasi perilaku


merupakan penerapan dari teori operant conditioning B.F. Skinner. Dimana
Cervone & Pervin (2012:152) konsep paling penting dalam analisis Skinner
tentang proses psikologis (operant conditioning) adalah penguat (reinforcer).
Penguat adalah sesuatu yang mengikuti respons dan meningkatkan kemungkinan
respons tersebut terjadi lagi. Jadi, menurut teori operant conditioning Skinner ini
pembelajaran dengan penguat adalah suatu proses dimana peluang munculnya
respons yang diharapkan dapat diubah dengan adanya penguatan (reinforcement).
Friedman & Schustack (2006:229) teori operant conditioning Skinner
berfokus pada studi mengenai perilaku yang jelas terlihat dan dapat diobservasi,
kondisi lingkungan, serta proses di mana keadaan dan kejadian di lingkungan
menentukan perilaku. Berdasarkan pendapat tersebut berarti teori operant
conditioning berfokus pada fungsi perilaku (apa yang perilaku hasilkan) bukan
pada struktur kepribadiannya.
Selain itu, Boeree (2013:232) juga menjelaskan modifikasi konseling juga
disebut b-mod adalah teknik terapi yang didasarkan pada karya-karya Skinner.
Cara melakukan modifikasi perilaku ini sebenarnya sederhana yaitu degan
menghentikan perilaku yang tidak diinginkan (dengan cara menghilangkan
penguat) dan menggantinya dengan perilaku yang diinginkan dengan penguat.
Teori penguatan atau reinforcement theory of motivation dikemukakan
oleh B.F.Skinner dan rekan-rekannya dari tahun 1904 sampai tahun 1990, yang
menyatakan bahwa perilaku individu merupakan fungsi dari konsekuensi-
konsekuensinya. Teori modifikasi perilaku didasarkan atas semacam hukum
pengaruh dimana prilaku dengan konsekuensi positif akan cenderung untuk
diulang, sebaliknya prilaku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak
diulang lagi oleh individu.
Dalam kehidupan sehari-hari peristiwa reinforcement maupun
penghilangan prilaku banyak terjadi secara alamiah, yang disebut natural
consequence. Namun dalam program modifikasi prilaku, penguatan tidak
dibiarkan terjadi secara alamiah, tetapi diatur sedemikian rupa agar menjadi
konskuensi bagi prilaku yang ingin ditingkatkan atau dipelihara. Modifikasi
perilaku ini tidak selamanya mudah dilakukan, seringkali suatu penguat positif
begitu sangat ampuh, tetapi seringkali tidak efektif sama sekali, yang menjadi
penguat bagi seseorang dalam lingkungan tertentu, mungkin sama sekali tidak
punya arti apa-apa bagi orang lain. Kerumitan dalam memberikan reinforcement
tersebut sebenarnya terjadi karena konselor kurang cermat dalam mengamati
prilaku konselinya.
Pada umumnya ada dua jenis reinforcement yaitu; reinforcement positif
dan reinforcement negatif. Namun, berdasarkan teori operant conditioning
mengusulkan tiga istilah dalam membatu menerapkan teori tersebut yaitu
(1)reinforcement positif, (2)reinforcement negatif, dan (3)hukuman. Skinner
(Santrock, 2007:52) menyatakan penguatan dan hukuman mempengaruhi perilaku
dan membentuk perkembangan pada individu. Penguatan menurut Papalia
(2008:44) adalah konsekuensi perilaku yang meningkatkan kecenderungan
pengulangan perilaku tersebut. Selain adanya penguatan (reinforcement) dikenal
juga adanya hukuman (punishment). Hukuman adalah konsekuensi perilaku yang
menurunkan kecenderungan untuk melakukannya lagi. Konsekuensi perilaku yang
dilakukan bersifat menguatkan atau menghukum tergantung kepada orang
tersebut. Apa yang menjadi penguatan bagi seorang anak bisa menjadi hukuman
bagi yang lain. Oleh karena itu, memperkuat perilaku yang diinginkan lebih baik
digunakan untuk memodifikasi perilaku dibandingkan dengan pemberian
hukuman.
A. Teknik Premack Principle (Prinsip Premack)
Prinsip Premack adalah prinsip yang mengaitkan aktiviti yang kurang
diminati dengan aktiviti yang lebih diminati untuk mengukuhkan tingkah laku
terhadap aktiviti yang kurang diminati (Erma & Eu, 2014:5). Prinsip ini
ditemukan oleh David Premack (1965) menyatakan bahwa aktivitas yang
disukai dapat berfungsi sebagai penguat aktivitas yang tidak atau kurang
disukai. Maksudnya akses ke prilaku yang berfrekwensi tinggi berperan
sebagai penguat untuk terjadinya prilaku yang berfrekwensi rendah (perilaku
yang diharapkan).
Menurut prinsip Premack, sebuah perilaku frekwensi tinggi (kegiatan
yang disukai) dapat menjadi reinforcer yang effektif untuk perilaku frekwensi
rendah (kegiatan yang disukai). Hal ini kadang-kadang disebut grandmas
rule (aturan nenek); pertama, lakukan apa yang saya inginkan Anda lakukan,
lalu Anda boleh melakukan yang ingin dilakukan (Woolfolk, 2007:320).
Jadi, untuk penerapan prinsip ini, hal yang pertama yang harus
dilakukan adalah mencatat aktivitas-aktivitas yang lebih disukai konseli,
kemudian anda dapat menggunakan ini sebagai penguat positif. Contoh:
beberapa anak laki-laki yang menghindari pelajaran matematika dan menyukai
bermain bola, maka seorang guru yang cerdik bisa menjanjikan kepada
mereka bahwa mereka dibiarkan main bola bila mere ka telah menyelesaikan
tugas mereka. Lebih lanjut, prinsip ini sebenarnya mengemukakan teknik yang
telah lama diterapkan oleh para orang tua yang menginginkan anaknya
mengerjakan pekerjaannya sebelum pergi bermain dan bukan membiarkan
anaknya bermain dulu asal dia setuju untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya
kemudian (Atkinson, dkk, 2007).

B. Teknik Behavior Chart


Teknik Behavior chart berkembang dari asumsi dasar teori
behavioristik yang mempercayai bahwa perilaku dipengaruhi oleh
reinforcement yang diberikan terhadap perilaku tersebut. Dimana reward akan
diberikan sebagai konsekuensi dari perilaku positif, sebaliknya punishment
akan diberikan sebagai konsekuensi dari perilaku negatif. Reward dan
punishment sebagai konsekuensi dari perilaku bagaimanapun juga akan
mempengaruhi motivasi dan konsistensi seseorang dalam melakukan sesuatu..
Konsep dasar inilah yang diadopsi dalam pelaksanaan teknik behavior chart.
Perubahan perilaku, motivasi dalam berbuat dan konsistensi dalam melakukan
perilaku positif, merupakan hasil akhir yang ingin diwujudkan dari
penggunaan teknik behavior chart.
Penerapan teknik ini dapat dilakuakan dengan langkah; (1) defenisikan
perilaku target secara positif dan spesifik sehingga suatu pendekatan
reinforcement positif dapat digunakan. (2) tentukan frekuensi dan tipe sistem
penilaian yang digunakan. (3) rancang bagan (chart) perilakunya, dengan
menyebutkan dengan jelas perilaku yang diinginkan dan kapan perilaku itu
diamati. (4) putuskan bagaimana individu akan mendapatkan konsekuensi
(positif atau negatif) dan apa konsekuensinya (Erford, 2010:123).
Teknik behavior chart ini sangat popular dikalangan orang tua,
utamanya dalam hal meningkatkan kedisiplinan anak, karena dianggap
mampu mengurangi ketidakpatuhan anak, sekaligus sebagai metode konkret
untuk melihat keberhasilan anak, dalam menjalankan tanggungjawabnya.

C. Teknik Token Economy (Penghargaan Ekonomy)


Teknik token economy merupakan teknik dari pengembangan teori
behavior yang menggunakan prinsip penguatan dalam latar dunia nyata
(Cervone & Pervin, 2012:160). Dalam teknik ini, konselor akan memberikan
hadiah berupa penghargaan jika konseli melakukan perilaku yang diinginkan.
Token economy adalah satu bentuk pengubahan perilaku yang dirancang untuk
meningkatkan perilaku yang disukai dan mengurangkan perilaku yang tidak
disukai dengan menggunakan token (Pervin, Cervone & John, 2012:385).
Teknik ini banyak digunakan di lembaga-lembaga seperti rumah sakit jiwa,
panti untuk remaja bermasalah dan penjara. Token Ekonomi merupakan
sebuah sistem reinforcement untuk perilaku yang dikelola dan diubah,
seseorang mesti dihadiahi/diberikan penguatan untuk meningkatkan atau
mengurangi perilaku yang diinginkan (Garry dalam Fahrudin, 2012).
Jadi, dalam konseling, konseli akan menerima token dengan segera
setelah menampilkan perilaku yang diharapkan, sebaliknya konseli akan
mendapat pengurangan token jika menampilkan perilaku yang tidak disukai.
Token-token ini dikumpulkan dan kemudian dalam jangka waktu tertentu
dapat ditukarkan dengan hadiah atau sesuatu yang mempunyai makna.
Tujuan utama dari token economy adalah meningkatkan perilaku yang
disukai (baik) dan mengurangkan perilaku tidak disukai (Miltenberger,
2001:432). Dan tujuan token ekonomi secara umum adalah untuk
mengajarkan tingkah laku yang tepat dan keterampilan sosial yang dapat
dipergunakan dalam suatu lingkungan alamiah. Teknik token economy sangat
efektif dalam menciptakan keteraturan di lembaga-lembaga yang kacau seperti
rumah sakit jiwa dan penjara (Boeree, 2013:233). Contoh dari teknik seperti
adanya aturan-aturan di sebuah institut secara eksplisit, dan bagi yang menaati
aturan ini akan dihadiahi tanda-tanda tertentu, seperti tiket, uang mainan, buku
saku, dan sebagainya. Sedangkan perilaku yang tidak meneruti aturan diganjar
dengan tidak diberikannya tanda-tanda. Ada juga tanda-tanda yang bisa
ditukarkan sesama penghuni lembaga seperti permen, permainan, tiket film,
jatah istirahat dan sebagainya.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menerapkan sistem
token economy setelah mengidentifikasi perilaku target adalah;
1. memutuskan item yang akan dijadikan token
2. memutuskan reinforce yang akan ditukarkan dengan token. Misalnya;
coklat, menonton TV, berjalan-jalan kekebun binatang, mainan, buku
koleksi stiker, voucher, dan sebagainya. Dalam hal ini, konselor bisa
menanyakan kepada konseli menegnai kemungkinan reinforce yang
diinginkannya.
3. menentukan harga reinforce (berapa token yang harus dikumpulkan).
4. mengamati bagaimana proses token economy berlangsung. Dalam hal ini,
jika dibutuhkan perubahan, maka harus dilakukan tanpak banyak
penundaan. Sitem token economy sebaiknya tidak terlalu mudah dan
tidak pula terlalu sulit.
5. penting untuk memberikan setiap token dengan antusiasme yang sama,
sehingga sebaiknya konseli dipuji untuk tingkah laku yang diinginkan lalu
diberikan token dengan secara yang selalu sama.
6. ketika memberikan token, konseli perlu dibimbing dalam sistem
pertukarannya. Seperti; segera memberikan respon yang tepat dan
diberikan token setelah anak memberikan beberapa respon yang tepat.
Penukaran token sebaiknya dibuka di setiap akhir sesi (Fahrudin, 2012).

D. Teknik Behavioral Contract (Kontrak Perilaku)


Komalasari (2011:172) kontrak perilaku (behavior contract) yaitu
mengatur kondisi konseli menampilkan tingkah laku yang diinginkan
berdasarkan kontrak antara konseli dan konselor. Sejalan dengan itu, Latipun
(2008:120) juga berpendapat yang sama bahwa kontrak perilaku (behavior
contract) adalah persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan
konseli) untuk mengubah perilaku tertentu pada konseli. Konselor dapat
memilih perilaku yang realistik dan dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Setelah perilaku dimunculkan sesuai dengan kesepakatan, ganjaran dapat
diberikan kepada konseli. Dalam terapi ini ganjaran positif terhadap perilaku
yang dibentuk lebih dipentingkan dari pada pemberian hukuman jika kontrak
perilaku tidak berhasil. Selain itu, Runtukahu (2013:104) juga mengatakan
bahwa behavior contract adalah kontrak yang dibuat oleh dua orang (atau
lebih), yang mana pihak pertama (guru, orangtua) diharuskan melakukan dan
memberikan sesuatu yang disukai (reward) kepada pihak kedua yaitu siswa.
Dimana, penguatan (reward) ini diberikan segera setelah perilaku yang
diharapkan muncul dan diberikan berdasarkan waktu (interval) dan
perbandingan (ratio) (Alwisol, 2011).
Jadi, kontrak perilaku (behavior contract) adalah perjanjian yang
dibuat oleh dua orang atau lebih (konselor dan konseli), dimana pihak pertama
(konselor) harus memberikan reward kepada pihak kedua (konseli) sesuai
dengan kesepakatan bersama jika perilaku yang diinginkan muncul. Setelah
perilaku dimunculkan sesuai dengan kesepakatan, ganjaran dapat diberikan
kepada siswa. Dalam teknik ini ganjaran positif terhadap perilaku yang
dibentuk lebih dipentingkan daripada pemberian hukuman jika kontrak
perilaku tidak berhasil. Salah satu kekuatan utama behavior contract adalah
menuntut orang-orang untuk konsisten. Mereka belajar untuk menerima
tanggung jawab atas tindakannya sendiri.
Menurut Komalasari (2011:172) ada beberapa prinsip dasar dalam
behavior contract diantaranya adalah harus disertai dengan reinforcement,
reinforcement (penguatan) tersebut harus diberikan sesegera mungkin jangan
ditunda terlalu lama, kemudian kontrak harus dinegoisasikan secara terbuka
oleh kedua belah pihak, kontrak harus adil dan jelas juga dilaksanakan sesuai
dengan program sekolah. Komalasari (2011:173) memapakarkn langkah-
langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan kontrak perilaku yaitu
tentukan tingkah laku yang akan dirubah, menganalisis tingkah laku yang
akan dirubah dengan rumus ABC, menetapkan penguatan yang akan diberikan
setiap kali perubahan perilaku yang diinginkan muncul dan menetap.
KEPUSTAKAAN

Alwisol. (2011). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Atkinson, Rita L, dkk. (2007). Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Boeree, George. (2013). Personality Theories. Jogjakarta: Prismasophie.

Cervone, Daniel & Pervin, Lawrence A. (2012). Kepribadian: Teori dan


Penelitian (Buku 2: Edisi 10). Jakarta: Salemba Humanika.

Erford, B., T. et all. 2010. 35 Techniques Every Counselor Should Know. New
Jersey: Person Education.

Erma, Noor & Eu, Leong Kwan. (2014). Hubungan antara Sikap, Minat,
Pengajaran Guru dan Pengaruh Rakan Sebaya terhadap Pencapaian
Matematik Tambahan Tingkatan 4. JuKu: Jurnal Kurikulum &
Pengajaran Asia Pasifik, 1(2), pp. 1-10.

Fahrudin, A. (2012). Teknik Ekonomi Token Dalam Pengubahan Perilaku Klien:


(Token Economy Technique in the Modification of Client Behavior).
Jurnal Informasi, 17 (3), pp. 139-142.

Friedman, Howard S & Schustack, Miriam W. (2006). Kepribadian: Teori Klasik


dan Riset Modern (Edisi Ketiga). Jakarta: Erlangga.

Komalasari, Gantina, Eka Wahyuni, dan Karsih. (2011). Teori dan Teknik
Konseling. Jakarta: PT Indeks.

Latipun. (2010). Psikologi Konseling. Malang: UMM Pres.

Miltenberger, R. G. (2001). Behavior Modification: Principles and Procedures.


(2nd ed.) Belmont, California: Wadsworth/ Thomson Learning. (Online),
https://books.google.co.id/.

Papalia, Diana E. (2008). Human Development. Jakarta: Kencana.

Pervin, Lawrence A., Cervone, Daniel., & John, Oliver P. (2012). Psikologi
Kepribadian: Teori dan Penelitian (Edisi 9). Jakarta: Kencana.

Runtukahu, Tombokan. (2013). Analisis Perilaku Terapan untuk Guru.


Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Santrock. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Woolfolk, Anita (2007). Educational Psychology (Ninth Edition, International


Edition). Boston: Pearson education, Inc.

Anda mungkin juga menyukai