Anda di halaman 1dari 9

2.1.

Pengertian Token Economy

Perubahan tingkah laku (behavior modification) merupakan bagian dari intervensi yang
besar pengaruhnya dalam praktek pekerjaan sosial. Hal ini karena perilaku manusia
merupakan sesuatu yang kompleks, dan perilaku manusia pada dasarnya refleksi dari
berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal
yang mempengaruhi seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga
faktor internal sebagian lagi terletak diluar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu
faktor lingkungan. Oleh sebab itu untuk mengubah perilaku manusia memerlukan berbagai
strategi dan teknik yang beragam pula sesuai dengan pendekatan dan teori perilaku manusia
(Fahrudin, 1997). Salah satu teknik yang biasa digunakan dalam pengubahan perilaku
manusia berdasarkan pendekatan behaviorsm adalah teknik ekonomi token (Token Economy
Technique).
Ekonomi token adalah satu bentuk pengubahan perilaku yang dirancang untuk
meningkatkan perilaku yang disukai dan pengurangan perilaku yang tidak disukai dengan
menggunakan token atau koin (Ayllon, 1999). Menurut Purwanta (2012: 148) menyatakan
bahwa Token Economy atau tabungan kepingan merupakan salah satu teknik modifikasi
perilaku dengan cara pemberian satu kepingan (atau satu tanda, satu isyarat) sesegera
mungkin setiap kali setelah perilaku sasaran muncul. Pendapat tersebut sesuai dengan Martin
dan Pear (2009: 323) yang menyatakan bahwa token ekonomi adalah sebuah program dimana
sekelompok individu akan memperoleh tokens ketika mereka melakukan perilaku yang
ditargetkan, dan dapat menukar tokens tersebut dengan hadiah.
Tokens merupakan pengukuh yang disyaratkan Token Economy adalah suatu cara untuk
penguatan tingkah laku yang ditujukan seorang anak yang sesuai dengan target yang telah
disepakati dengan menggunakan hadian untuk penguatan yang simbolik. Dalam token
ekonomi tingkahlaku yang diharapkan muncul bisa diperkuat dengan sesuatu yang diinginkan
oleh anak, sehingga hasil perilaku yang diharapkan oleh kita bisa ditukar dengan sesuatu
yang diinginkan oleh anak.
Istilah program token ekonomi merujuk pada sembarang sistem ketika seseorang dibayar
atas tindakan positifnya dan didenda jika melakukan tindakan negatif. Pembayaran dapat
dilakukan dalam bentuk koin atau poin, yang digunakan untuk membeli imbalan boleh
berupa barang atau hak istimewa (Edward 2006: 160). Token ekonomi merupakan suatu
prosedur dimana beberapa token (kupon), (misal kepingan poker, atau stiker) diberikan ketika
muncul perilaku yang dikehendaki dan dapat ditukar dengan benda-benda atau aktivitas yang
diinginkan (Davidson, 2010).

2.2. Tujuan Token Economy


Penggunaan metode token ekonomi memiliki tujuan diantaranya:
1) Meningkatnya kepuasan dalam mendorong peningkatan kompetensi siswa melalui
penghargaan yang kongkrit atau visual sehingga tingkat kesenangan siswa melakukan sesuatu
prestasi benar-benar tampak.
2) Meningkatnya efektivitas waktu dalam pelaksanaan pembelajaran. Belajar yang efektif
adalah yang menggunakan waktu yang pendek dengan hasil yang terbaik dan terbanyak.
Siswa harus menyadari berapa lama mereka telah belajar dan berapa banyak waktu yang telah
mereka gunakan secara efektif untuk melaksanakan aktivitas belajar.
3) Berkurangnya kebosanan, suasana belajar yang kolaboratif, rivalitas, kompetitif yang
diberi penguatan oleh pendidik dapat menurunkan tingkat kebosanan sehingga siswa dapat
berpartisipasi dalam jangka waktu yang yang lama.
4) Meningkatnya daya respon suasana belajar yang kompetitif akan meningkatkan kecepatan
siswa dalam memberikan respon. Setiap respon yang sesuai dengan tujuan akan segera
mendapat penguatan sehingga suasana belajar menjadi cair, komunikatif dan lebih
menyenangkan.
5) Berkembangnya penguatan yang lebih alami, melalui pemberian penguatan yang tepat
waktu dan disesuaikan dengan tingkat prestasi setiap siswa atau setiap kelompok siswa.
6) Meningkatnya penguatan sehingga motivasi belajar setiap siswa berkembang atau setiap
kelompok siswa di kelas selalu dalam keadaan terpacu, untuk mewujudkan daya pacu ini
akan semakin berkembang jika siswa juga mendapat layanan untuk mengabadikan daya
kompetisinya seperti dengan dukungan rekaman video (Rahmat, 2004).

2.3. Komponen Token Economy

2.4. Metode Token Economy

2.5. Pelaksanaan Token Economy


Menurut Fahrudin (2010) terdapat enam elemen yang perlu ada dalam pelaksanaan
terapi psikososial menggunakan teknik Ekonomi Token yaitu;
1. Token (Koin)
Segala sesuatu yang bisa dilihat dan dapat dihitung dapat dijadikan token. Token
seharusnya sesuatu yang menarik, mudah dibawah dan sukar ditiru. Umumnya
beberapa item dapat dijadikan token seperti duit poker, stiker, tally poin, atau
uang mainan. Ketika individu menampilkan tingkah laku yang disukai, maka
klien segera diberikan sejumlah token. Token harus tidak punya nilai bagi
mereka. Mereka harus mengumpulkan token dan kemudian menukarkannya
dengan sesuatu yang berharga, diberikan keistimewaan atau diberi kemudahan
melakukan aktivitas lain. Individu juga dapat kehilangan token (denda) jika
menunjukkan perilaku yang tidak disukai.
2. Kejelasan Pendenisian Tingkah Laku Target
Individu yang terlibat dalam ekonomi token harus mengetahui secara jelas apakah
yang harus mereka lakukan agar mendapatkan token. Tingkah laku yang disukai
dan yang tidak disukai harus dijelaskan diawal secara sederhana dan termasuk
yang spesi k. Jumlah token yang akan dihadiahkan atau kehilangan token bagi
setiap perilaku juga harus bersifat spesifik
3. Motif-motif Penguat (Back-up Reinforcers)
Motivasi penguat adalah objek yang penuh arti, keistimewaan, atau aktivitas
tambahan yang dapat diberikan kepada klien sebagai pertukaran dengan token
yang mereka peroleh. Token dapat berupa mainan- mainan, waktu tambahan, atau
tamasya/ aktivitas di luar panti. Kesuksesan dari suatu ekonomi token tergantung
pada pesona (tawaran menarik/kenikmatan) dari motif-motif penguat tersebut.
Individu akan termotivasi untuk mendapatkan token jika mereka mengetahui
bentuk penghargaan di masa depan yang diwakili oleh tanda-tanda yang mereka
terima. Suatu ekonomi token yang direncanakan akan menjadi baik jika
penggunaan motif-motif penguat tersebut dipilih sendiri oleh individu tersebut
berbanding yang dipilih oleh pekerja Sosial atau Petugas panti.
4. Sistem Penukaran Token
Klien perlu tahu adanya mekanisme tempat dan waktu yang sesuai untuk mereka
menukarkan token dengan motif-motif penguat tadi. Nilai dari suatu token dari
setiap motif penguat ditentukan oleh nilai uang, permintaan, atau nilai terapi yang
dijalankan. Sebagai contoh, jika motif penguat itu adalah mahal atau sangat
menarik maka nilai token harus yang lebih tinggi. Jika nilai token ditetapkan
terlalu rendah, maka individu kurang termotivasi untuk mendapatkan token. Dan
sebaliknya, jika nilai itu diatur terlalu tinggi, maka individu akan merasa takut
atau ragu dalam mendapatkan token. Adalah penting agar masing-masing
individu dapat memperoleh sedikitnya beberapa token.
5. Suatu Sistem Perekam Data
Sebelum rawatan (treatment) dimulai, informasi (baseline data) perilaku individu
yang sekarang perlu dikumpulkan. Perubahan perilaku kemudian direkam di
lembar data harian (daily data sheet). Informasi ini digunakan untuk mengukur
kemajuan individu dan efektivitas dari token economy. Informasi mengenai
pertukaran dari token juga perlu untuk direkam/dicatat.
6. Implementasi Konsistensi Ekonomi Token oleh Pekerja Sosial
Keberhasilan implementasi Ekonomi Token sangat tergantung dari semua Pekerja
Sosial atau Petugas sebagai terapis/fasilitator yang harus memperlihatkan
perilaku- perilaku yang sama, menggunakan token dalam jumlah yang sesuai,
menghindari motif penguat dibagikan dengan bebas, dan mencegah token dari
pemalsuan, pencurian, atau diperoleh secara tidak adil. Tanggung- jawab Pekerja
Sosial dan ketentuan- ketentuan token economy harus dijelaskan dalam suatu
manual tertulis. Pekerja Sosial atau Petugas juga perlu dievaluasi pada waktu
tertentu dan diberi peluang untuk bertanya atau berpendapat.

2.6. Langkah – Langkah Pelaksanaan Token Economy


Teknik token economy dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa tahapan.
Purwanta (2015: 152-157) menjelaskan bahwa “pelaksanaan teknik token economy
dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi”.
Agar pelaksanaan program token economy dapat berjalan dengan baik, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan pada tiap tahapan. Tahapan dalam token economy tersebut yaitu:
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan terdapat empat hal yang perlu dipersiapkan dalam
melaksanakan teknik token economy yaitu:
a. Menetapkan tingkah laku yang akan diubah, disebut sebagai tingkah laku yang
ditargetkan
b. Menentukan barang (benda) yang mungkin dapat menjadi penukar kepingan;
c. Memberi nilai atau harga untuk setiap kegiatan atau tingkah laku yang
ditargetkan dengan kepingan;
d. Menetapkan harga barang dengan kepingan.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan diawali dengan pembuatan kontrak antara siswa dengan
guru. Kontrak cukup secara lisan dan kedua belah pihak dapat saling memahami,
atau dapat ditulis tangan dan ditandatangani pihak yang bersangkutan. Guru dalam
tahap ini melaksanakan pembelajaran sesuai perencanaan. Apabila tingkah laku yang
ditargetkan muncul, maka siswa segera diberikan kepingan. Setelah kepingan sudah
mencukupi untuk ditukarkan dengan barang yang diinginkan, siswa dibimbing ke
tempat penukaran kepingan dengan membeli barang sesuai nilai kepingan yang
didapat. Dalam kaitannya dengan rambu-rambu bagi pelaksana program tabungan
kepingan, Martin dan Pear dalam buku (Edi Purwanta, 2005: 183) menyarankan:
1. Pelaksana perlu menyiapkan alat merekam data, siapa yang mengambil data, dan
kapan data direkam.
2. Menentukan siapa yang akan mengelola pengukuh.
3. Menentukan jumlah kepingan yang dapat diperoleh setiap perilaku setiap subjek,
setiap hari.
4. Waspada terhadap kemungkinan hukuman, seyogyanya menggunakan sedikit
hukuman.
3. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini akan diketahui faktor-faktor apa yang perlu ditambahkan ataupun
dikurangi dalam daftar pengukuhan ataupun pengubahan tingkah laku yang telah
dilaksanakan tersebut. Keberhasilan dan kekurangan dalam pelaksanaan
didiskusikan untuk merencanakan program selanjutnya.

2.7. Penerapan Token Economy dalam Kehidupan Sehari – hari


Pada kegunaannya, token economy dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari –
hari. Berikut adalah beberapa kegiatan tertentu yang dapat menggunakan token economy
sebagai modifikasi perilaku :
1. Meningkatkan Kedisiplinan di Sekolah Dasar
Mulyasa (2011, hlm. 26) mengemukakan bahwa disiplin merupakan sarana
bagi penanaman pendidikan karakter di sekolah. Disiplin yang perlu ditumbuhkan kepada
peserta didik utamanya adalah disiplin diri yang bertujuan untuk membantu siswa
menemukan diri, mengatasi, dan mencegah timbulnya permasalahan terkait kedisiplinan,
berusaha menciptakan suasana aman, nyaman, dan menyenangkan bagi kegiatan
pembelajaran, agar menaati peraturan. kedisiplinan harus ditingkatkan agar siswa mentaati
peraturan dalam pembelajaran agar tercipta suasana yang baik. Pada kenyataannya,
sebagian besar siswa kurang dalam aspek kedisiplinan. Bedasarkan penelitian Pusbag
Kurrandik (Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan) (dalam Ulufannuri,
2014, hlm.2) menyatakan bahwa: “....pada 4994 siswa sekolah menengah atas (SMA) di
provinsi Jawa Barat, Lampung, Kalimantan Barat dan Jawa Timur, mendapatkan hasil
bahwa 696 dari siswa SMA (13,94%) mengalami kesulitan dalam aktivitas belajar umum,
dan 479 diantaranya disebabkan oleh ketidakdisiplinan belajar misalnya siswa yang sulit
diatur, melawan dan bolos masuk kelas ataupun sekolah”.
Menurut (Rohmaniah, 2016) token ekonomi dapat meningkatkan perilaku
yang diinginkan. Kedisiplinan siswa tidak akan meningkat apabila tidak adanya dukungan
dari pihak internal dan eksternal. Maka dari itu kedisplinan siswa harus dilakukan dengan
pembiasaan serta penguatan terhadap kedisiplinan atau target perilaku yang akan di ubah
menjadi lebih baik. Bedasarkan penelitian (Aprilianti dan Mulyasari, 2017) dengan adanya
token ekonomi yang memberi penguatan terhadap perilaku positif siswa dapat
meningkatkan kedisiplinan siswa. Dari 23 siswa dalam sekolah tersebut sekitar 74% atau
17 siswa mengalami peningkatan kedisiplinan dan mencapai semua indikator yang
ditargetkan. Sebagian siswa sebanyak 6 orang atau 26% pun mengalami peningkatkan dari
siklus sebelumnya namun belum mencapai semua indikator yang ditargetkan. Penyebab
siswa yang belum mencapai target kedisiplinan ternyata siswa tersebut kurang termotivasi
bersikap dalam kedisiplinan.
2. Meningkatkan Tanggung Jawab di PAUD
Menurut Downshen dkk (2008), anak yang memiliki rasa tanggung jawab atau
self- responsibility akan memiliki keberhasilan dimasa mendatangnya. Senada dengan
penjelasan tersebut, tanggung jawab sebagai suatu kewajiban untuk melakukan sesuatu
atau perilaku menurut cara tertentu, merupakan salah satu aset dalam pendidikan budaya
dan karakter bangsa yang harus ditanamkan sejak dini pada anak-anak (Setyowati, 2012;
Hartari, 2015). Penelitian mengenai upaya peningkatan tanggung jawab pada anak usia
dini pernah dilakukan oleh Ramiyati, Astutik dan Halida (2015) di TK Negeri Pembina
Kabupaten Kapuas Hulu yang menunjukkan bahwa tingkat persentase respon anak dalam
pembelajaran peningkatan tanggung jawab berada pada kategori berkembang sesuai
harapan. Namun mengingat pembinaan perilaku tanggung jawab harus secara
berkesinambungan, maka perilaku yang muncul pada anak memerlukan penguatan agar
senantiasa menjadi kebiasaan perilaku positif dan tertanam dalam diri anak.
Bedasarkan penelitian (Pujiati. & Dahlan) menunjukkan bahwa Efektivitas
perlakuan program token economy terbukti pula dengan adanya perubahan perilaku
tanggung jawab pada kelompok yang diberi perlakuan/ intervensi token economy, yakni
pada kategori rendah saat pretest sebanyak 6 anak atau 35,29% menjadi 5 anak atau
29,41% pada saat posttest. Selanjutnya pada kategori sedang sebanyak 10 anak atau
58,82% menjadi 8 anak atau 47,06% saat posttest. Sedangkan perubahan perilaku
tanggung jawab pretest dan posttest pada kategori tinggi yaitu pada 1 anak atau sebesar
5,88% menjadi 4 anak atau 23,53%. Perubahan data perilaku tanggung jawab anak pada
kelompok eksperimen saat pretest dan posttest dapat disimpulkan perubahan data perilaku
tanggung jawab anak kelompok eksperimen saat pretest dan posttest pada kategori tinggi
mengalami kenaikan persentase, sedangkan pada kategori sedang dan rendah mengalami
penurunan persentase yang menandakan makin banyak anak yang tingkat tanggung
jawabnya meningkat ke kategori tinggi. Hal ini juga ditandai dengan adanya beberapa
anak yang menunjukkan peningkatan pesat dari kategori rendah ke tinggi.
3. Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga
tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2011).
Menimbulkan motivasi belajar siswa di sekolah diperlukan adanya peran guru dalam
proses interaksi kegiatan belajar mengajar di kelas, karena dengan adanya proses interaksi
belajar mengajar diharapkan mampu memberikan dan mengembangkan motivasi belajar
siswa agar melakukan kegiatan belajar secara optimal. Bedasarkan observasi (Muriyawati
dan Rohmah, 2016) sekolah dasar negeri kabupaten Sleman bahwa terdapat siswa yang
motivasi belajarnya masih kurang hal ini terlihat dari perilaku siswa ketika proses belajar
berlangsung yaitu adanya siswa yang mengobrol dengan teman sebangku dan adanya
siswa yang meletakkan kepalanya di atas meja ketika guru sedang menerangkan pelajaran
di kelas, banyaknya siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah, tidak menyelesaikan
atau menuntaskan tugas sekolah, bercanda atau mengobrol pada saat guru meminta siswa
untuk mengerjakan tugas ketika guru tidak. Berdasarkan kenyataan di atas peran guru
sungguh diperlukan untuk membangkitkan motivasi di dalam belajar bagi siswa sehingga
hal itu dapat menumbuhkan kegairahan belajar sekaligus menjadi aktif dalam proses
pembelajaran, karena apabila siswa yang termotivasi dalam belajarnya akan menghabiskan
waktu dan usahanya untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan serius,
sebaliknya seorang siswa yang kurang motivasi dalam belajarnya tidak mau belajar secara
maksimal.
Pada penelitian Prima dan Lestari (2017) diadakan siklus I yaitu akan
dilakukan secara bertahap yang dimulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap
observasi, dan diakhiri dengan refleksi dan siklus II ini dilaksanakan pemantauan dengan
menggunakan lembar observasi pada setiap pertemuan, sedangkan sesudah tindakan
dilakukan dengan pengumpulan data dan analisis siklus II secara keseluruhan terhadap
motivasi belajar anak.. Hasil penelitian menunjukkan kriteria ketuntasan motivasi belajar
anak pada Siklus I yaitu 68,75% sedangkan pada Siklus II kriteria ketuntasan motivasi
belajar yaitu sebesar 87,5%. Artinya terjadi peningkatan aspek motivasi belajar anak yaitu
sebesar 18,75%. Setiap aspek dalam motivasi belajar anak pada Siklus II juga mengalami
peningkatan dibandingkan dengan Siklus I. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
penelitian ini telah melampaui indikator keberhasilan 80% dari jumlah anak didik.

2.8. Kelebihan Token Economy


Adapun keuntungan token ekonomi:
1) Mereka dapat diberikan segera sesudah suatu perilaku yan diinginkan terjadi
dan dipertukarkan di waktu mendatang dengan backup reinforcers. Dengan
demikian mereka dapat dipakai untuk menjembatani penundaan yang sangat
panjang antara respon target dengan back up reinforcers, yang sangat penting
ketika situasinya tidak praktis/ mustahil untuk memberikan backup reinforcers
sesudah perilaku.
2) Token mempermudah untuk mengatur penguat-penguat yang konsisten dan
efektif ketika menangani sekelompok individu.

2.9. Kekurangan Token Economy


Kelemahan Token ekonomi:
1) Kurangnya pembentukan motivasi renforce, karena token merupakan
dorongan dari luar diri.
2) Dibutuhkan dana lebih banyak untuk penyediaan pengukuh pendukung/ back
up reinforce.
3) Adanya beberapa hambatan dari orang yang memberikan dan menerima token.

Daftar Pustaka
Aprilianti, D. H. dan Mulyasari, E. (2017). Penerapan Teknik Modifikasi Perilaku Token
Ekonomi Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal
Pendidikan Guru Sekolah Dasar. II (IV). 63-75.
Dowshen, Steven MD and Jennifer Shroff Pendley. (2008). Disciplining Your Child.
[Online] Diakses pada http://kidshealth.org/parent/emotions/behavior/discipline.html
Fahrudin, A. (2010). Panduan Terapi Psikososial Menggunakan Teknik Ekonomi Token di
Panti Sosial. Bandung: Jurusan Rehabilitasi Sosial STKS Bandung.
Martin, G & Pear, J. 1996. Behavior Modification : What It Is and How To Do It. New
Jersey. Prentice Hall International, Inc.
Mulyasa, D. (2011). Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muriyawati dan Rohmah, F. A. (2016). Pengaruh Pemberian Token Ekonomi Terhadap
Motivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar. 2(2). 58 – 72.
Nurmawati, E. 2013. Penerapan metode modifikasi perilaku Token Economy untuk
mengurangi Conduct Disorder. Procedia Studi Kasus dan Intervensi Psikolog. Vol 1 (1),
31-35.
Pujiati, N. I. dan Dahlan, T. H. (2017). Modifikasi Perilaku Melalui Teknik Token
Economy Untuk Meningkatkan Perilaku Tanggung Jawab Anak Usia Dini. Journal of
Innovative Counseling : Theory, Practice & Research. 1(2). 10 – 22.
Prima, E dan Lestari, P. I. (2017). Implementasi Token Ekonomy Dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Anak Usia Dini. Media Edukasi. 1(2). 47 – 55.
Purwanta, E. (2015). Modifikasi Perilaku. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ramiyati., Astutik, I., dan Halida. (2015). Peningkatan Tanggung Jawab Melalui Metode
Pemberian Tugas Pada anak Usia 4 – 5 Tahun di TK. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran. 4(1). 1 – 18.
Rohmaniah, dkk. (2016). Penerapan Teknik Modifikasi Perilaku Token Economy untuk
Meningkatan Kedisiplinan Anak Usia Dini. E- journal, 4 (2).
Rusman. (2013). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sardiman, A. M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grafindo
Persaja.

Anda mungkin juga menyukai