Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia merupakan makhluk dengan perilaku serta emosi yang beragam. Perilaku
dan emosi yang dikeluarkan dalam setiap situasi pun berbeda pada setiap individu.
Beberapa individu mampu mengontrol perilaku dan mengeluarkannya secara tepat namun
ada beberapa individu yang gagal melakukannya. Selain itu ada beberapa individu yang
terlahir dengan kemampuan berbeda yang menjadikan perilaku juga berbeda dengan
kebanyakan individu lainnya. untuk itu diperlukan teknik yang mampu meningkatkan
perilaku yang diinginkan dan menurunkan perilaku yang tidak diinginkan agar perilaku
sesuai dengan budaya serta norma masyarakat yang berlaku.
Modifikasi perilaku adalah salah satu teknik yang didasarkan pada pendapat bahwa
perilaku terbentuk berdasarkan prinsip-prinsip operant atau stimulus respon. Modifikasi
perilaku melibatkan penilaian dan modifikasi peristiwa-peristiwa lingkungan yang secara
fungsional berhubungan dengan perilaku. Perilaku manusia dikendalikan oleh lingkungan
dan tujuan modifikasi perilaku adalah mengidentifikasi peristiwa-peristiwa itu. Sebagai
contoh, seseorang mungkin mengatakan bahwa anak dengan gangguan autis terlibat
dalam perilaku masalah (seperti menjerit, memukul dirinya sendiri, menolak untuk
mengikuti petunjuk) karena anak ini adalah anak autis. Dengan kata lain, orang tersebut
menunjukkan bahwa autis menyebabkan anak terlibat dalam perilaku bermasalah.
Namun, sebenarnya, autism hanyalah sebuah label yang mengga,barkan pola perilaku
anak. Label itu tidak bisa menjadi penyebab dari sebuah perilaku, karena dalam label
tidak terdapat entitas fisik maupun kejadian-kejadian tertentu.
Untuk itulah dalam modifikasi perilaku terdapat berbagai macam teknik yang
digunakan untuk mengubah perilaku individu. Beberapa diantara yaitu kontrol anteseden
dan ekstingsi. Untuk lebih lengkapnya akan dibahas dalam makalah ini mengenai teknik
tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana prosedur kontrol anteseden?
1.2.1.1. Bagaimana prosedur kontrol anteseden : aturan & tujuan?
1.2.1.2. Bagaimana prosedur kontrol anteseden : modeling?
1.2.1.3. Bagaimana prosedur kontrol anteseden : motivasi?
1.2.2. Bagaimana prosedur ekstingsi?
1
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui prosedur kontrol anteseden, yang terdiri dari :
1.3.1.1. Prosedur kontrol anteseden : aturan dan tujuan.
1.3.1.2. Prosedur kontrol anteseden : modeling.
1.3.1.3. Prosedur kontrol anteseden : motivasi.
1.3.2. Untuk mengetahui prosedur ekstingsi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Prosedur Kontrol Anteseden

Karena perilaku kita yang merespons berbagai stimulus anteseden (manusia,


tempat, kata, bau, bunyi dan lain-lain) sudah diperkuat, dihukum atau dipunahkan, maka
stimuli-stimuli tersebut memiliki kemampuan untuk mengontrol perilaku kita kapan pun
mereka muncul. Sebelum merancang sebuah progam modifikasi perilaku yang melibatkan
prosedur-prosedur seperti pembentukan dan perantaian.

2.1.1. Prosedur Kontrol Anteseden : Aturan & Tujuan


a. Aturan

Didalam terminologi behavioral, aturan mendeskripsikan sebuah situasi


dimana sebuah perilaku mengarah pada sebuah konsekuensi. Saat kita masih
balita aturan merupakan hal yang tidak penting akan tetapi saat bertambahnya usia
kita belajar bahwa degan mengikuti aturan yang ada maka akan menghasilkan
penghargaan, contohnya “jika kamu menghabiskan semua makanan mu maka
kamu akan mendapatkan snack”, ataupun memampukan kita menghindari
penghukum, seperti “jika kamu tidak mengerjakan PR kamu tidak boleh
menonton televisi”. Kalau begitu sebuah perilaku yang dispesifikasikan oleh
aturan akan mengarah kepada penguat yang sudah diidentifikasikan didalam
aturan, ataupun sebaliknya yang tidak mengikuti aturan akan mengarah kepada
penghukum.

1) Mengapa aturan dapat mengontrol perilaku

Pertama, meskipun penguat yang diidentifikasikan disebuah aturan


dapat ditunda, namun siapapun dapat menyediakan konsekuensi langsung jika
ia mengikuti atau tidak aturan tersebut.

Kedua, seeorang mengikuti aturan lalu segera membuat pernyataan


yang menguatkan. Sebaliknya, gagal mematuhi aturan dapat mengarah kepada
penghukuman diri secara langsung.

3
Ketiga, interaksi operan-respons memberi kita sebuah sejarah
penguatan sehingga mengikuti aturan otomatis diperkuat dan kegagalan
mengikutinya otomatis dihukum. Ketika kita mengikuti aturan maka
kecemasan akan menurun dan kecenderungan kita mempertahankan kepatuhan
akan aturan dipertahankan bukan oleh penguatan positif melainkan penguatan
negatif.

2) Aturan yang efektif dan tidak efektif


i. Deskripsi Perilaku Yang Spesifik Vs Samar-Samar.
Sebuah aturan yang menjelaskan perilaku secara spesifik lebih cenderung
diikuti dari pada aturan yang menjelaskan perilaku secara samar-samar.
ii. Deskripsi Situasi Yang Spesifik Vs Samar-Samar.
Sebuah aturan yang menjelaskan situasi secara spesifik dimana perilaku
harus muncul lebih cenderung diikuti dari pada jika deskripsi situasinya
samar-samar.
iii. Konsekuensi Yang Memungkinkan Vs Tidak Memungkinkan.
Aturan lebih cenderung diikuti jika mengidentifikasikan perilaku yang
konsekuensinya sangat memungkinkan bahkan meski ditunda.
Yang lebih menarik adalah aturan tetap tidak efektif meski penguatnya
langsung diberikan jika kemungkinan pemenuhannya rendah, atau lebih
rendah ketika penghukuman.
iv. Konsekuensi Yang Dapat Diukur Vs Kecil Namun Signifikan Secara
Kumulatif.
Aturan yang menjelaskan konsekuensi yang dapat diukur jauh lebih efektif
dari pada yang tidak dapat diukur, contohnya perhatian dan kasih sayang
orang tuanya. Namun begitu, aturan tidak begitu efektif apabila
konsekuensinya kecil setiap kali setelah orang mengikutinya.
Salah satu alasannya adalah konsekuensi yang mengikuti sebuah aturan
sering kali tidak cocok dengan tujuan aturan dibuat. Alasan lainnya, aturan
tidak efektif karena konsekuensi langsungnya terlalu kecil atau perlu
waktu diakumulasi agar bisa signifikan.
v. Tenggat-Waktu Vs Tanpa Tenggat-Waktu.
Aturan yang mendeskripsikan situasi dan tenggat waktu yang spesifik bagi
perilaku spesifik yang akan mengarah kepada hasil-hasil yang bisa diukur

4
dan memungkinkan sering kali efektif bahkan meski penguatnya ditunda.
Sebaliknya, aturan yang mendeskripsikan dengan tidak begitu jelas situasi
dan tenggat waktu bagi perilaku tertentu, apalagi jika tidak mengarah
kepada hasil-hasil yang bisa diukur dan tidak memungkinkan, sering kali
lemah atau tidak efektif.
b. Tujuan
Sebuah tujuan adalah tingkat performa atau hasil yang berusaha diraih
individu atau kelompok. Penetapan tujuan adalah proses membuat tujuan bagi diri
sendiri atau orang lain.
Dari perspektif behavioral, sebuah tujuan adalah aturan yang bertindak
sebagai operasi motivasi untuk meraih sejumlah tujuan khusus yang diinginkan.
Dan seperti pembahasan aturan di bagian sebelumnya, tujuan sering kali
digunakan untuk memengaruhi indivdu memperbaiki performa ketika penguat
ditunda, atau penguat diberikan menurut jadwal sesekali.
1) Penetapan Tujuan Yang Efektif Dan Tidak Efektif
i. Deskripsi Tujuan Yang Spesifik Lebih Efektif Daripada Yang Samar-
samar.
Contohnya akan lebih efektif jika tujuan diet tujuan diet adalah
menurunkan berat tubuh 5 kg dalam 2 bulan, daripada sekadar
menurunkan beberapa kg berat tubuh.
ii. Tujuan Yang Terkait Pembelajaran Keterampilan Tertentu Mestinya
Mencakup Di dalamnya Kriteria penguasaannya.
Kriteria penguasaan adalah garis pedoman spesifik untuk menampilkan
sebuah keterampilan sehingga jika syarat-syarat garis pedomannya
terpenuhi, keterampilan tersebut akan bisa dikuasai. Ini berarti individu
yang sudah memenuhi kriteria penguasaan untuk sebuah keterampilan
telah mempelajarinya dengan cukup baik untuk bisa menampilkan dengan
benar kapanpun dibutuhkan.
iii. Tujuan Mestinya mengidentifikasikan Situasi Di mana Perilaku Yang
Diinginkan Harus Muncul.
Contohnya tujuan berbincang-bincang dengan audiens yang terdiri atas 30
orang tak dikenal jelas berbeda dengan tujuan berbincang-bincang hal
yang sama terhadap 2 teman yang sudah dikenal.

5
iv. Tujuan Yang realistik Dan Menantang Lebih Efektif Daripada
Tujuan Lakukan-yang-terbaik.
Kemungkinan mengapa ungkapan “lakukan terbaik yang kamu bisa tidak
efektif ialah samar-samar jangkauannya. Kemungkinan lain; ungkapan
yang dimaksudkan agar individu berusaha semaksimal mungkin, namun
tidak sampai tertekan itu malah ditafsirkan sebagai sekadar mengupayakan
sebisanya dengan cara yang semudahnya. Mereka justru menemukan
tujuan yang lebih sulit dan menantang, yaitu dengan defenisi target yang
jelas, justru mampu menghasilkan performa yang lebih baik.
v. Tujuan Yang Berkaitan Denagn Publik Lebih Efektif Daripada
Tujuan Yang semata-mata Pribadi.
vi. Penetapan Tujuab Lebih Efektif Apabila Tenggat-Waktunya
Dicantumkan.
vii. Penetapan Tujuan Plus Umpan-Balik Lebih Efektif Daripada
Penetapan Tujuan Semata.
Tujuan lebih berpotensi untuk terpenuhi apabila umpan-baliknya
mengindikasikan taraf kemajuan menuju pencapaian tujuan. Salah satu
cara menyediakan umpan-balik ini adalah membuat target kemajuan yang
akan dibuat disetiap tahapnya.
viii. Penetapan Tujuan Paling Efektif Ketika Individu Berkomitmen
Penuh Kepada Tujuan-tujuan Tersebut.

2.1.2. Prosedur Kontrol Anteseden : Modeling


a. Menggunakan Beragam Model
Sarah, seorang agen perumahan berusia 35 tahun dan mahasiswa S2 paruh waktu,
secara teratur meluangkan waktu bersama 6 wanita lain dan bersantai dan
menegak miras. Mereka semua sedang mengikuti kuliah modifikasi perilaku,
namun Sarah tidak sadar bahwa perilakunya sedang diamati. Setelah beberapa sesi
pengamatan, mereka menemukan bahwa Sarah mengonsumsi 72 ons bir dalam
satu jam. Di fase eksperimen pertama, salah satu temannya memodelkan tingkat
minum separuh dari Sarah. Namun perilaku minum Sarah tidak terpengaruh,
begitu juga dengan 2 dari temannya memodelkannya tapi ketika 4 temannya
memodelkan demikian di fase eksperimen ketiga, barulah perilaku Sarah
terpengaruh (DeRicco & Neimann, 1980, dalam Martin, Garry,dkk. 2015.
6
Modifikasi Perilaku : Makna dan Penerapannya Edisi Kesepuluh. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar)

Riset ini memperlihatkan bahwa jumkah orang yang memodelkan perilaku


tertentu termasuk kedalam faktor penentu apakah perilaku tersebut ditiru ataukah
tidak. Mengapa? Bukan lain karena penambahan jumlah model dalam defenisinya,
berarti penambahan contoh stimulus yang dapat meningkatkan generalisasi
stimulus perilaku tersebut.

b. Memadukan Modeling Dengan Aturan


Modeling jauh lebih efektif ketika dikombinasikan dengan aturan dan strategi
perilaku yang lain. berikut contoh yang dikutip dari sesi terapi (Masters, Burrish,
Hollon & Rimm, 1987 hlm. 100-101, dalam Martin, Garry,dkk. 2015. Modifikasi
Perilaku : Makna dan Penerapannya Edisi Kesepuluh. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar). Klien ditangani karena kesulitan yang dialaminya untuk mengajak
kencan seorang wanita. Dikutipan ini klien diajarkan untuk berlatih perilaku
mengajak kencan yang efektif.
KLIEN : omong-omong (jeda) aku tidak berani berpikir kamu mau keluar di
Sabtu malam?
TERAPIS : Langsung mengajak kencan, bagus sekali. Namun, jika aku wanita,
aku kira aku sedikit tersinggung saat kamu berkata, “omong-omong,” Sepertinya
ajakan untuk berkencan terdengar layaknya kebiasaan remeh yang setiap hari
kamu lakukan. Caramu mengemas pertanyaan juga sudah baik, tidak ingin
memaksa dia harus pergi denganmu. Namun bagaimana jika aku berpura-pura
diposisimu, dan inilah ajakan yang kemudian terdengar, “Ada film bagus di hari
Sabtu ini yang ingin kutonton. Jika kamu tidak punya rencana lain, aku sangat
senang jika dapat pergi bersamamu,” bagaimana menurutmu ajakan seperti itu?
KLIEN : Bagus. Seolah anda sangat percaya diri dan tentunya sangat menyukai
wanita itu.
TERAPIS : Kenapa kamu tidak mencobanya?
KLIEN : Ada film yang ingin kutonton, dan aku sangat senang jika dapat pergi
bersamamu di hari Sabtu, jika kamu tidak punya kegiatan lebih baik yang
dilakukan.
TERAPIS : Oke, ajakan ini lebih baik daripada sebelumnya. Nada bicaramu juga
sudah bagus. Namun, kalimat terakhirmu, “jika kamu tidak punya kegiatan lebih
7
baik yang dilakukan” terdengar seolah tawaranmu tidak terlalu baik. Yang lebih
parah, seolah tidak banyak yang bisa kamu tawarkan.
KLIEN : Ada film bagus yang ingin kutonton hari Sabtu ini. Jika kamu tidak
punya rencana lain, aku sangat senang bisa pergi bersamamu.
TERAPIS : Ini jauh lebih baik. Sempurna. Kamu terdengar sangat percaya diri,
kuat dan tulus.
Contoh ini menggambarkan sebuah teknik yang disebut latihan perilaku
(behavioral rehearsal) atau permainan peran (role playing) dimana klien
mengulangi perilaku tertentu dilingkup pelatihan untuk meningkatkan
kemungkinan perilaku tersebut muncul kembali dengan tepat diluar lingkup
pelatihan yaitu dunia nyata.

2.1.3. Prosedur Kontrol Anteseden : Motivasi


a. Operasi Motivasi Terkondisikan Vs Tak Terkondisikan

Pada ‘operasi motivasi tak terkondisikan, (unconditioned motivating


operation, disingkat UMOs) efek pengubahan-nilai bersifat bawaan. Jadi, rasa
lapar terhadap makanan adalah sebuah ‘operasi pembentukan motivasi tak
terkondisikan’ karena meningkatkan efektivitas makanan sebagai penguat tanpa
harus dipelajari lebih dulu. Rasa kenyang akan makanan adalah sebuah ‘operasi
penghilangan motivasi tak terkondisikan’ karena menurunkan efektivitas makanan
sebagai penguat tanpa harus dipelajari lebih dahulu.

Beberapa operasi motivasi (motivating operation / MO) mengubah


efektivitas konsekuensi sebagai penguat atau penghukum karena pembelajaran
yang dilakukan sebelumnya. MO yang seperti ini disebut “operasi motivasi
terkondisikan”, (conditioned motivating operation) disingkat CMOs. Efek
pengubahan nilai sebuah UMO bersifat bawaan, sementara efek pengubahan
perilaku harus dipelajari.

2.2. Prosedur Ekstingsi

Perilaku dapat dikurangi atau dihilangkan, baik itu perilaku yang baru atau yang
sudah lama. Individu cenderung akan menghilangkan atau mengurangi perilaku yang
merugikan dirinya atau perilaku yang tidak menyenangkan untuknya. Cara

8
menghilangkannya yaitu dengan cara yang disebut dengan prosedur penghapusan dan
pengurangan perilaku atau ekstingsi (extinction).

2.2.1. Pengertian

Penghapusan (extinction) lebih mudah dilaksanakan untuk menghentikan


pemberian pengukuh positif atau menghentikan pemberian pengukuh negatif.
Namun, dalam praktiknya, prosedur ini tidak mudah dilaksanakan karena
memerlukan pertimbangan yang kompleks.

Prosedur penghapusan ialah prosedur menghentikan pemberian pengukuh


pada perilaku yang semula dikukuhkan, sampai ke tingkat sebelum perilaku
tersebut dikukuhkan (Martin dan Pear dalam Edi Purwanta, 2015). Sayangnya,
penghapusan sering disamakan dengan hukuman, yang juga bertujuan untuk
mengurangi dan menghilangkan suatu perilaku. Pada prosedur hukuman, individu
merasakan langsung efeknya, sedangkan pada penghapusan belum tentu.
Contohnya, “anak merengek”, direspons oleh orang tuanya dengan perilaku
“diam”. Perilaku “diam” ini merupakan upaya penghapusan (extinction),
sedangkan bila “anak merengek”, terus orang tuanya “membentak” atau
memukul, maka perilaku membentak dan memukul ini merupakan hukuman.

Dalam kehidupan sehari-hari prosedur penghapusan ini sering digunakan,


oleh mereka yang memperhatikan perkembangan perilaku orang lain seperti
orang tua, guru, suami-istri, majikan, menggunakan prosedur penghapusan
meskipun kadang-kadang tidak sengaja. Prosedur penghapusan dapat pula
dilakukan secara terselubung yaitu tampaknya memberikan pengukuhan, tetapi
sebenarnya menghentikan pengukuhan.

2.2.2. Sifat-sifat

Bila pengukuh tidak diberikan untuk seterusnya, maka frekuensi perilaku


akan berkurang sampai taraf sebelum adanya pengukuhan, dan mungkin akhirnya
hapus sama sekali. Pola berkurangnya perilaku setelah dihentikannya pemberian
pengukuh, tergantung pada banyak faktor. Beberapa diantaranya adalah faktor-
faktor berikut (Soetarlinah Soekadji dalam Edi Purwanta, 2015):

a. Jadwal Pemberian Pengukuh

9
Pola berkurangnya perilaku setelah dihentikannya pengukuh tergantung pada
jadwal pemberian pengukuh sebelum prosedur penghapusan ini. Jadwal
pengukuhan terus-menerus lebih cepat proses hapusnya daripada jadwal
berselang. Jadwal bervariasi lebih tahan (resistan) daripada jadwal berjangka
sama.
b. Banyaknya Pengukuh yang telah diterima
Makin banyak berulang pemberian pengukuh pada masa lampau, makin
resistan perilaku terhadap penghapusan. Bila berulangnya pemberian
pengukuh belum begitu sering, maka penghapusan cepat tercapai. Demikian
juga, makin besar kuantitas pengukuh yang telah dinikmati, makin resistan
perilaku.
c. Deprivasi
Makin besar deprivasi subjek terhadap pengukuh, dan makin vital pengukuh
yang dideprivasikan, makin sulit perilaku dihapus. Karena itu prosedur
penghapusan perlu dikombinasikan dengan prosedur lain, agar kebutuhan
subjek terpenuhi dengan cara yang diingini modifikator.
d. Usaha
Makin besar usaha yang dibutuhkan untuk melaksanakan perilaku yang
mendapat pengukuhan, makin cepat penghapusan tercapai. Sifat lain yang
perlu dipahami ialah adanya peristiwa kambuh (spontaneous recovery).
Kadang-kadang perilaku yang sudah hapus, tiba-tiba timbul kembali. Perlu
diingat bahwa peristiwa semacam ini biasa terjadi, sehingga tidak
mengagetkan dan tidak membuat modifikator salah langkah. Bila terjadi
peristiwa kambuh dan pengukuh lama diberikan, maka perilaku akan terus
berulang, bahkan sukar untuk dihapuskan (makin resistan). Ini seakan-akan
meyakinkan: bila orang cukup gigih, tujuan akan tercapai juga.
2.2.3. Kelebihan & Kelemahan
a. Kelebihan
i. Prosedur ini dikombinasikan dengan prosedur lain telah terbukti efektif
diterapkan dalam berbagai macam situasi
ii. Prosedur penghapusan menimbulkan efek yang tahan lama
iii. Prosedur penghapusan tidak menimbulkan efek sampingan senegatif
prosedur – prosedur yang menggunakan stimuli aversif atau hukuman
b. Kelemahan
10
i. Efek tidak terjadi dengan segara
ii. Frekuensi dan intensitas sementara meningkat
iii. Perilaku – perilaku lain, termasuk perilaku agresif, sering timbul akibat
penghapusan.
iv. Imitasi perilaku oleh orang lain
v. Kesukaran menemukan pengukuh yang mengontrol
vi. Kesukaran menghentikan pengukuhan

2.2.4. Aplikasi

Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh modifikator, agar


prosedur penghapusan dapat diterapkan secara efektif. Persiapan tersebut ialah
(Martin dan pear, 1992 dan Soetarlinah Soekadji, 1983 dalam Edi Purwanta)
adalah:

a. Menentukan dengan cermat pengukuh yang memelihara perilaku


Agar prosedur penghapusan efektif, semua sumber pengukuh harus harus
ditemukan dan dikendalikan.
b. Mengomunisasikan secara jelas dan tegas kapan perilaku tersebut tidak boleh
dimunculkan.
c. Tidak semua perilaku yang dimiliki subjek harus dihapus secara total, tetapi
perlu dikontrol agar perilaku tidak terjadi pada saat – saat tertentu.
d. Menjalankan prosedur pengapusan dalam waktu yang cukup lama
Waktu yang lama biasanya membuat individu merasa bahwa program ini akan
gagal. Hal ini dapat dihindari jika ada pencatatan perilakuu sasaran dari hari
ke hari.
e. Mengombinasikan dengan perilaku lain atau pengukuh positif
Prosedur ini lebih efektif bila dikombinasikan dengan prosedur lain, sehingga
subjek mendapat pengukuh yang dibutuhkan sebagai konsekuensi perilaku
yang lebih konstruktif.

11
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
1. Sebelum merancang sebuah progam modifikasi perilaku yang melibatkan
prosedur-prosedur seperti pembentukan dan perantaian
2. Sebuah perilaku yang dispesifikasikan oleh aturan akan mengarah kepada
penguat yang sudah diidentifikasikan didalam aturan, ataupun sebaliknya yang
tidak mengikuti aturan akan mengarah kepada penghukum
3. Terdapat 5 aturan yang efektif vs tidak efektif yakni : deskripsi perilaku yang
spesifik vs samar-samar, konsekuensi yang memungkinkan vs tidak
memungkinkan, konsekuensi yang dapat diukur vs kecil namun signifikan
secara kumulatif, dan tenggat-waktu vs tanpa tenggat-waktu.
4. Cara menghilangkannya yaitu dengan cara yang disebut dengan prosedur
penghapusan dan pengurangan perilaku atau ekstingsi (extinction).
5. Prosedur penghapusan ialah prosedur menghentikan pemberian pengukuh
pada perilaku yang semula dikukuhkan, sampai ke tingkat sebelum perilaku
tersebut dikukuhkan
2. Saran
Disarankan bagi yang ingin melakukan prosedur modifikasi perilaku agar bisa membaca
lebih banyak sumber lain.

12

Anda mungkin juga menyukai