Anda di halaman 1dari 32

Al-Qurthubi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Abu 'Abdillah Al-Qurthubi
Era Masa keemasan Islam
Aliran Sunni Maliki
Minat utama Tafsir, Fiqih dan Hadits
Dipengaruhi[tampilkan]
Mempengaruhi[tampilkan]

Al-Qurthubi atau Qurtubi adalah seorang Imam, Ahli hadits, Alim, dan seorang mufassir
(penafsir) Al-Qur'an yang terkenal. Nama lengkapnya adalah "Abu 'Abdullah Muhammad bin
Ahmad bin Abu Bakr Al-Anshari al-Qurthubi" (Arab: ) . Dia berasal dari Qurthub
(Cordoba, Spanyol) dan mengikuti mahzab fiqih Maliki. Dia sangat terkenal melalui karyanya
sebuah Kitab Tafsir Al-Qur'an, yang dikenal sebagai Tafsir Al-Qurthubi. Imam Qurthubi
meninggal dunia dan dimakamkan di Mesir, pada Senin, 09 Syawal tahun 671 H.

Daftar isi
1 Tafsir Al-Qurthubi
2 Karya-karya lain
3 Rujukan
4 Pranala luar

Tafsir Al-Qurthubi
Karya Imam Qurthubi yang paling terkenal adalah sebuah tafsir Al-Qur'an yang diberinya judul
Al-Jami liahkam al-Quran wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-
Furqan atau yang lebih dikenal sebagai Tafsir Qurthubi saja. Kitab ini tergolong besar yang
terdiri hingga 20 jilid. Kitab tafsir ini merupakan salah satu tafsir terbesar dan terbanyak
manfaatnya dalam sejarah Islam. Didalamnya penulis tidak mencantumkan kisah-kisah atau
sejarah, Penulis memfokuskan dalam menetapkan hukum-hukum al-Quran, melakukan
istimbath atas dalil-dalil, menyebutkan berbagai macam qiraat, irab, nasikh dan mansukh.

Karya-karya lain
Al-Asna fi Syarh Asmaillaj al-Husna
At-Tidzkar fi Afdhal al-Adzkar
Syar at-Taqashshi
Qam al-Hirsh bi az-Zuhd wa al-Qanaah
At-Taqrib likitab at-Tamhid
Al-Ilam biima fi Din an-Nashara min al-Mafasid wa al-Auham wa Izhharm Mahasin Din
al-Islam
At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa umur al-Akhirah, diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sebagai "Buku Pintar Alam Akhirat"

Urgensi Pembelajaran Pendidikan Islam dalam Surat Al Alaq Ayat 1-5 menurut Tafsir Al
Qurthubi dan Al Misbah

Bagikan:






URGENSI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM SURAT AL-ALAQ AYAT 1 SAMPAI 5 MENURUT
TAFSIR AL-QURTHUBI
DAN TAFSIR AL-MISBAH
YUNDATUL KHIKMAH
NIM. 3211083129
Pembimbing: Drs. H. Munardji.M.Ag
Kata Kunci: Urgensi Pembelajaran Pendidikan Islam Surat Al-Alaq Ayat 1 Sampai 5
Penyusunan skripsi ini dilatar belakangi oleh Pendidikan Islam merupakan bagian terpenting dalam
kehidupan manusia, oleh karena itu dalam Islam, wahyu yang pertama kali diturunkan oleh Allah adalah
wahyu yang menjelaskan dan menganjurkan untuk selalu meningkatkan kehidupan manusia dengan
cara meningkatkan pendidikannya melalui kegiatan pembelajaran. Maka dari itu disini penulis ingin
membahas tentang urgensi pembelajaran pendidikan Islam yang berlandaskan pada surat al-Alaq ayat 1
sampai 5 menurut tafsir Al-Qurthubi dan Al-Misbah. Surat tersebut penulis gunakan sebagai landasan
karena menurut penulis surat inilah yang pertama kali menerangkan pentingnya pembelajaran dalam
pendidikan Islam.
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan skripsi ini adalah : (1) Bagaimanakah konsep
pembelajaran dalam surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 menurut tafsir Al-Qurthubi dan tafsir Al-Misbah? (2)
Bagaimanakah konsep pendidikan Islam dalam surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 menurut tafsir Al-Qurthubi
dan tafsir Al-Misbah? (3) Bagaimanakah Urgensi pembelajaran pendidikan Islam dalam surat Al-Alaq
ayat 1 sampai 5 menurut tafsir Al-Qurthubi dan tafsir Al-Misbah?.
Tujuan dari kajian tersebut adalah : (1) Untuk mengetahui konsep pembelajaran surat al-Alaq ayat 1
sampai 5 menurut tafsir Al-Qurthubi dan tafsir Al-Misbah (2) Untuk mengetahui konsep pendidikan
Islam surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 menurut tafsir Al-Qurthubi dan tafsir Al-Misbah (3) Unuk
mengetahui urgensi pembelajaran pendidikan Islam surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 menurut tafsir Al-
Qurthubi dan tafsir Al-Misbah. Adapun manfaat skripsi ini bagi pendidik dapat memberikan sumbangan
dalam menerapkan pembelajaran dalam pendidikan Islam dengan tepat. Bagi pengkaji berikutnya
sebagai masukan bagi pengkaji lain untuk dapat dijadikan penunjang dan pertimbangan penelitian
terhadap masalah yang sesuai dengan topik tersebut dan bagi masyarakat hasil kajian ini diharapkan
bisa memotivasi minat belajar dan mengembangkan konsep pembelajaran pendidikan Islam secara
tepat dengan menggunakan bentuk pembelajaran yang menarik yang berpedoman pada al-Quran dan
Hadis Nabi lebih spesifiknya yang telah terkandung dalam surat Al-alaq ayat 1 sampai 5.
Dalam penulisan skripsi ini jenis penelitian yang penulis gunakan adalah Library Research atau
penelitian pustaka. sedangkan pendekatan yang penulis gunakan yaitu pendekatan sosio-historis.
Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Teknik pengumpulan data dengan
menggali literatur-literatur seperti kitab-kitab tafsir, buku-buku ilmiah, hadits tarbawi, menganalisis
buku-buku bacaan konsep pembelajaran pendidikan Islam yang ditawarkan literatur-literatur diatas,.
Kemudian mengorganisir konsep-konsep tersebut lalu menyusunnya secara runtut sesuai sistematika
dalam skripsi ini. Analisis data yang digunakan penulis yaitu teknik Content Analysis dan analis deduktif.
Hasil penulisan skripsi yang penulis lakukan adalah sebagai berikut : (1) Konsep pembelajaran dalam
surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 menurut tafsir Al-Qurthubi dan tafsir Al-Misbah yaitu: a) Konsep
pembelajaran dalam surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 menurut tafsir Al-Qurthubi adalah usaha Allah SWT.
dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada Nabi Adam dan Nabi Muhammad saw., kemudian di
kembangkan kepada anak cucunya dimuka bumi ini (seluruh manusia) dengan alat yaitu qalam sebagai
alat untuk menulis supaya ilmu yang telah diberikan tidaka akan punah dan dapat terus dikembangkan
sebagaimana tujuan Allah mencitakan manusia dimuka bumi ini agar menjadi khalifah dijalan yang benar
dan meyakini bahwa segala sesuatu yang ada dimuka alam raya ini adalah ciptaan Allah. b) konsep
pembelajaran menurut tafsir Al-Misbah dalam surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 adalah suatu upaya Allah
dalam menyampaikan ilmu kepada manusia yang diciptakan dari segumpal darah kemudian dijadikan
dalam bentuk yang paling sempurna diantara mahluk-mahluk lainnya yang memeliki beraneka ragam
sifat dan prilakunya dengan menggunakan alat (pena) sebagai pentransfer ilmu dan melalui pengajaran
secara langsung dengan istilah ilmu Ladunniy dan menerapkan kegiatan pembiasan dalam diri manusia
untuk selalu belajar tidak hanya satu kali tetapi terus menerus agar manusia dapat belajar dengan baik
dan ilmu yang didapatkan lebih melekat dihati, dimaknai, dihayati, serta dapat mengubah prilakunya
supaya mereka sadar bahwasannya ilmu itu dari Allah SWT., dalam setiap aktivitas yang dilakukannya itu
karena ikhlas mencari keridhoan Allah SWT. Kemudian Allah akan menganugeragkan kepadanya ilmu
pengetahua, pemahaman-pemahaman, wawasan-wawasan baru yang bermanfaat serta kemuliaan
baginya di banding mahluk Allah yang lain. (2) Konsep pendidikan Islam dalam surat al-Alaq ayat 1
sampai 5 menurut tafsir Al-Qurthubi dan tafsir Al-Misbah yaitu: a) konsep pendidikan Islam menurut
tafsir Al-Qurthubi dalam surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 adalah suatu aktivitas yang ditujukan untuk
manusia disampaikan kepada Nabi adam kemudian diturunkan kepada anak cucunya hingga kepada
Nabi Muhammad saw., yang didalamnya terdapat ajaran-ajaran tentang keimanan serta membentuk
manusia yang sempurna memiliki akal yang yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk serta memiliki cara berfikir yang berkualitas dan kemudian bersujud menyembah kepada Allah
SWT. b) konsep pendidikan Islam menurut tafsir Al-Misbah dalam surat al-Alaq ayat 1 samapi 5 adalah
suatu proses dari Allah membimbing manusia yang mengarah kepada segenap potensi fitrah yang
dimilikinya, supaya dapat menjadi manusia yang sempurna (insan kamil) dan dapat menanamkan
keimanan yang kuat pada jiwa manusia agar setiap aktivitas yang dilakukannya demi karena Tuhan.
Tuhan yang dimaksud disini bukan Tuhan yang dipercaya oleh kaum Musyrikin tetapi Allah SWT., yang
menciptakan alam raya dan segala isinya.
(3) Urgensi pembelajaran pendidikan Islam dalam surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 menurut tafsir Al-
Qurthubi dan tafsir Al-Misbah adalah: a) integral b) learning to now c) active learning. Sedangkan
urgensi pendidikan Islam menurut surat al-Alaq ayat 1 samapi 5 adalah : a) pendidikan akal, b)
pendidikan tauhid, b) pendidikan akhlak.

TAFSIR AL-QURTUBI
1. Nama Lengkap dan Nama Singkat Penulis Tafsir
Nama lengkap penulis tafsir al-Qurthubi adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin
Abu Bakr bin Farh al-Anshari al-Khazraji al-Andalusi al-Qurthubi.
()
Nama singkat beliau Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi (
) .
Lebih dikenal dengan Imam al-Qurthubi.
2. Nama Kitab Tafsir
Nama tafsir yang beliau tulis adalah Al Jami Lil Ahkam Al Quran
atau biasa disebut Tafsir al-Qurthubi .
3. Nama kota Penerbit
Tafsir ini diterbitkan di kota libanon ()
4. Nama Penerbit Tafsir
Nama penerbitnya adalah ) - ( Dar al-Kotob al-Ilmiyah beirut
5. Jumlah Juz Serta Jumlah Halaman per Juz
Jumlah jilid atau juz tafsir al-Qurthubi ada 21 (satu kitab terdiri dari 2 juz 1-2, 3-4, 5-6,
dan seterusnya sampai juz 20 yang jadi 1 jilid hanya pada jilid ke- 21), setiap juznya memiliki
halaman yang berbeda-beda juz 1 memiliki jumlah juz 319 halaman, juz 2 : 292 halaman, juz 3 :
280 halaman, juz 4 : 214 halaman, juz 5 : 283 halaman, juz 6 : 290 halaman, juz 7: 266 halaman,
juz 8 : 206 halaman, juz 9 : 209 halaman, juz 10 : 282 halaman, juz 11 : 238 halaman, juz 12 :
219 halaman, juz 13 : 244 halaman, juz 14 : 237 halaman, juz 15 : 251 halaman, juz 16 : 237
halaman, juz 17 : 207 halaman, juz 18 : 212 halaman, juz 19 : 203 halaman, juz 20 : 180
halaman, juz 21 : 532 halaman yang berisi indeks tafsir al-Qurthubi.
6. Riwayat Hidup Penulis Tafsir
Imam al-Qurtubi adalah seorang ulama fiqh dan ahli tafsir dari Cordova (sekarang
bernama Spanyol). Disana beliau mempelajari macam-macam ilmu, antara lain ilmu Bahasa
Arab, Syair, Al-Quran Al-Karim, Fiqh, Nahwu, Qiraat, Balaghah, Ulumul Quran dan ilmu-
ilmu lainnya.
Dalam kehidupannya sehari-hari dia salah seorang hamba Allah yang shalih dan ulama
yang arif, tawadu , waradan zuhud di dunia, yang sibuk dirinya dengan urusan akhirat. Untuk
menggambarkan kezuhudannya, para penulis biografinya menyebutkan bahwa ketika ia berjalan,
ia merasa cukup dengan hanya mengenakan sehelai kain dan kopyah. Waktunya dihabiskan
untuk memberikan bimbingan, beribadah dan menulis. Beliau lebih mementingkan ilmu
pengetahuan terlebih kepada tafsir dan hadits yang menghasilkan karya yang jauh lebih baik
pada masanya.
Terlepas dari itu, pada masa kecilnya al-Qurtubi mempelajari berbagai disiplin ilmu
ditempat ia dilahirkan kepada para guru yang sangat membantunya. Diantara ilmu-ilmu yang ia
pelajari ialah tentang keagamaan seperti bahasa arab, Hadits, syair, dan al-quran. Disamping itu
pula ia banyak belajar dan mendalami ilmu yang menjadi pendukung ilmu Quran yakni dengan
belajar nahwu, qiraat, fikih dan juga ia mempelajari ilmu balagh.
Setelah ia tumbuh dewasa dan merasa kurang dalam mendalami ilmunya itu, kemudian dia
pergi ke mesir (yang pada waktu itu kekuasaan dipegang oleh Dinasti Ayyubiah) dan Ia menetap
di kediaman Abu Khusaib (di selatan Asyut, Mesir). Sampai ajal menjemputnya pada malam
senin yang ke 9 dari bulan sawal tahun 671H. Beliau dimakamkan di elmania, di timur sungai
nil.
Diantara guru-guru Imam al-Qurtubi adalah:
Abu Al-Abbas Ahmad bin Umar bin Ibrahim Al-Maliki Al-Qurthubi, wafat pada tahun 656 H.
Penulis kitab Al-Mufhim fisyarh Shahih Muslim.
Al-Hafizh Abu Ali al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad Al-Bakari. wafat pada tahun 656
H.
Al-Hafizh Abu al-Hasan ali ibnu Muhammad bin Ali bin Hafs
Ibnu Rawwaj, Imam Al-Muhaddits Abu Muhammad Abdul Wahab bin Rawwaj. Nama aslinya
Zhafir bin Ali bin Futuh Al Azdi Al Iskandarani Al-Maliki, wafatnya tahun 648 H.
Ibnu Al-Jumaizi, Al-Allamah Bahauddin Abu Al-Hasan Ali bin Hibatullah bin Salamah Al
Mashri Asy-SyafiI, wafat pada tahun 649 H. Ahli dalam bidang Hadits, Fiqih dan Ilmu Qiraat.
Dan lain sebagainya.

7. Karya- karya beliau antara lain:


1. Beliau menulis tafsir al-Quran, (yang diberinya judul: Al-Jami liahkam al-Quran wa al-
Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan) sebuah kitab besar yang
terdiri dari 20 jilid. Kitab ini merupakan salah satu tafsir terbesar dan terbanyak manfaatnya.
Dalam penjelasannya beliau tidak mencantumkan kisah-kisah atau sejarah, dan sebagai
gantinya, penulis menetapkan hukum-hukum al-Quran, melakukan istimbath atas dalil-dalil,
menyebutkan berbagai macam qiraat, Irab, nasikh, dan mansukh.
2. Al-Asna fi Syarh Asmaillaj al-Husna
3. At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa umur al-Akhirah (buku ilmiah yang diterbitkan oleh beirut)
4. At-Tidzkar fi Afdhal al-Adzkar
5. Qamh al-Haris bi al-Zuhd wa al-Qanaah
6. Syar at-Taqashshi
7. Arjuzah Jumia Fiha Asma al-Nabi.
8. Analisis Terhadap Tafsir
Kitab tafsir dengan nama Al Jami Lil Ahkam Al Quran ini sering disebut dengan tafsir al-
Qurtubi, hal ini dapat dipahami karena tafsir ini adalah karya seorang yang mempunyai nisbh
nama al-Qurtubi.
Dari nama Al Jami Lil Ahkam Al Quran yang berarti tentang himpunan hukum-hukum
al-Quran, menunjukkan bahwa didalam tafsir tersebut menjelaskan tentang hukum-hukum yang
ada di dalam al-quran.
Kitab tafsir ini menafsirkan semua ayat-ayat Al Qur'an, bedanya dengan kitab-kitab tafsir
lain, dalam kitab ini kita akan melihat bahwa tafsir yang beliau gunakan yakni memuat hukum-
hukum yang terdapat dalam al Quran, yang didasarkan pada kajian fiqih dengan pembahasan
yang lebih luas yang menyatukan hadits dengan masalah-masalah ibadah, hukum, dan linguistic.
Tidak hanya sampai disana, hadits-hadits yang digunakannya yang ada dalam tafsirnya itu sudah
ditakhrij dan disandarkan langsung kepada orang yang meriwayatkannya. Selain itu perhatiannya
terhadap aspek qiroat, irob, masalah-masalah yang berkaitan dengan nasikh Mansukh juga sangat
diperhatikan. Dan lebih dari itu kitab tafsir ini tidak memuat kisah-kisah Israiliyat.
9. Madzhab Dari Penafsir
Beliau adalah pengikut madzhab fikih Imam Maliki. Contoh penafsirannya:
(: (


: , : : . :
(, ) : (
. : ) ( . )
.
. :
. : .
, : . :
: . , .
: , : ,
.) : (
(Dalam kitab tafsir al-Qurthubi juz 6 halaman 53 baris ke 5 dari bawah.)
al-tahashun adalah sesuatu yang terpelihara dan terjaga dengan baik: (dari akar kata ini
diambil kosa kata al-hisn (benteng) karena dengan benteng itu orang dapat bertahan dan selamat.
Dalam konteks ini Allah berfirman: Dan kami mengajarinya (Nabi Dawud) membuat baju besi
agar dapat menyelamatkan kau dalam pertempuran (al-Anbiya: 80) artinya dengan berbaju itu
kamu menjadi terpelihara dan terjaga (dari cidera dalam pertempuran). Lafal al-hishan (dengan
huruf ha berbaris dibawah )yang berarti kuda jantan juga berasal dari akar kata ini
karena kuda memang dapat mencegah pemiliknya dari kecelakaan. Tapi al-hashan (dengan huruf
ha berbaris diatas )berarti al-afifat (perempuan baik-baik) karena kepribadiannya yang
baik itu dpat menjaga darinya kehancuran. Perempuan yang pandai menjaga dirinya akan selalu
terpelihara sehingga dia menjadi seorang yang terpelihara baik
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas berkenaan dengan firman Allah (seorang perempuan baik-
baik dari mereka yang telah diberi kitab) yaitu mereka yang mempunyai perjanjian damai dengan
pemerintahan Islam bukan yang berada diwilayah perang; jadi ayat itu berkonotasi khusus, (tidak
umum bagi semua perempuan kafir). Tapi ada yang berpendapat bahwa konotasi ayat itu umum
pada senua perempuan kafir, baik yang zimmiyah, maupun yang harbiyat.
Dari contoh penafsiran ayat diatas Bentuk penafsiran al-Qurthubi bi al-Matsur
(periwayatan). Karena kebanyakan dalam penafsirannya menampilkan hadis-hadis nabi dan
bahkan sebelum al-Qurthubi mengambil keputusan atau hasil dari ayat-ayat yang akan
ditafsirkan beliau mengemukakan pendapat para ulama. Dan hal ini menunjukkan bahwa beliau
bermadzhab Maliki

10. Metode dalam Penafsiran dan Asas Penafsirannya


Metode yang dipakai Imam al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya adalah metode tahlili, karena
ia berupaya menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam al-Quran dan mengungkapkan
segenap pengertian yang dituju[1]. Sebagai contoh dari pernyataan ini adalah ketika ia
menafsirkan surat al-Fatihah di mana ia membaginya menjadi empat bab yaitu; bab Keutamaan
dan nama surat al-Fatihah, bab turunnya dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, bab
Tamin, dan bab tentang Qiraat dan Irab. Masing-masing dari bab tersebut memuat beberapa
masalah. (di dalam tafsir al-Qurtubi halaman 77-96)
Untuk mengetahui metode analisis yang digunakan Imam al-Qurthubi mari kita lihat
sampel metode penafsiran beliau dalam kasus QS. Al-Hasyr (18):23 berikut:






:
( ) : 23
.
. :) (

. :

.
) 1( :
) . )) () 2( .
.
(Di dalam tafsir al-qurthubi juz 18 halaman 30-31)
Dapat dipahami dari penjelasan diatas bahwa al-Qurthuby menggunakan analisis lughawy
(kebahasaan). Hal ini diketahui, karena dia menafsirkan ayat di atas dengan mengutip pendapat-
pendapat para sahabat dan ulama-ulama tentang arti kata dalam ayat. Demikian itu dia lakukan
untuk memperjelas maksud dari setiap kata dalam ayat. Sebagaimana:
: .. dia mengutip pendapat imam sibawaih tentang bacaan
sehingga dengan ini dia bisa menjelaskan arti sebenarnya kata tersebut.
: :
.
. : :
: [ : :
.] 58
. :
. :
.
) :
.
Disamping menggunakan analisis Lughawy, beliau dalam mempertajam penelitiannya juga
menggunakan analisis bi al-Matsur, yakni suatu metode analisis ayat-ayat al-Quran dengan
menggunakan ayat lain, hadits atau pendapat para sahabat. Hal ini tampak ketika beliau
menafsirkan kata dengan menggunakan ayat lain dalam surat yasin, yaitu:
dan beliau mengutip pendapat sahabat atau ulama-ulama untuk
memperkuat penafsirannya. Hal ini diketahui dari paparannya yaitu:
.] 58 : [ :
. :
. :
.
) :

(Di dalam tafsir al-qurthubi juz 18 halaman 32)
Dari persoalan-persoalan yang telah diuraikan bahwa metode al-Qurthubi dalam
menafsirkan ayat al-Quran dengan menggunakan Tafsir Tahlily karena beliau berupaya
menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam al-Quran dan mengungkapkan segenap
pengertian yang dituju dan juga dipertajam melalui analisis bi al-matsur dan diperkuat dengan
analisis lughawy (kebahasaan).
11. Corak Penafsiran
Tafsir karya al-Qurtubi adalah tafsir yang bercorak Fiqhi, sehingga sering disebut sebagai
tafsir ahkam. Karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran lebih banyak dikaitkan dengan
persoalan-persoalan hukum.
Sebagai contoh dapat dilihat ketika menafsirkan surat al-Fatihah. al-Qurtubi
mendiskusikan persoalan-persoalan fiqh, terutama yang berkaitan dengan kedudukan basmalah
ketika dibaca dalam salat, juga persoalan fatihah makmum ketika shalah Jahr. Terhadap ayat
yang sama-sama dari kelompok Mufasir ahkam hanya membahasnya secara sepintas, seperti
yang dilakukan oleh Abu Bakr al-Jassas. Ia tidak membahas surat ini secara khusus, tetapi hanya
menyinggung dalam sebuah bab yang diberi judul Bab Qiraah al-Fatihah fi al-salah.
Contoh lain dimana al-Qurtubi memberikan penjelasan panjang lebar mengenai
persoalana-persoalan fiqh dapat diketemukakan ketika ia membahas ayat Qs. Al-Baqarah (2): 43
dalam tafsir al-Qurthubi juz 1 halaman 234:

)(

dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku
Ia membagi pembahasan ayat ini menjadi 34 masalah. Diantara pembahasan yang menarik
adalah masalah ke-16. ia mendiskusikan berbagai pendapat tentang status anak kecil yang
menjadi Imam salat. Di antara tokoh yang mengatakan boleh adalah al-Sauri, Malik dan Ashab
al-Ray. Dalam masalah ini, al-Qurtubi berbeda pendapat dengan mazhab yang dianutnya,
dengan pernyataannya dalam Tafsir al-Qurthubi juz 1 halaman 240 baris 5 dari bawah:

(anak kecil boleh menjadi imam jika memiliki bacaan yang baik)
Dalam kasus lain ketika ia menafsirkan Qs. Al-Baqarah: 187 dalam tafsir al-qurthubi juz 2
halaman 210 menjelaskan:


.

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri
kamu;
Ia membaginya menjadi 36 masalah. Pada pembahsan ke-12, ia mendiskusikan persoalan
makannya orang yang lupa pada siang hari di bulan Ramadhan. Ia berpendapat orang tersebut
tidak berkewajiban mengganti puasanya, yang berbeda dengan pendapat Malik sebagai imam
mazhabnya. Dengan pernyataannya:

Sesungguhnya orang yang makan atau minum karena lupa, maka tidak wajib baginya
menggantinya dan sesungguhnya puasanya adalah sempurna

12. Komentar Pribadi Mahasiswa


Imam Al Qurtubi adalah salah satu mufassir muslim yang dilahirkan Islam dengan
mempunyai pengetahuan luas yang selalu memperjuangkan Islam dibelahan barat dunia. Dengan
segenap kemampuannya ia mengumpulkan, dan menghafal hadits untuk menafsirkan ayat-ayat
yang berkenaan dengan hukum baik itu hukum fikih, ibadah dsb.
Tafsir yang beliau adalah tafsir Al-Jami Fi Ahkam Al-Quran menafsirkan semua ayat-
ayat Al Quran, bedanya dengan kitab-kitab tafsir lain ia konsenterasi menafsirkan secara khusus
ayat-ayat yang mengandung hukum di dalam Al Quran. Tafsir ini merupakan salah satu kitab
tafsir terbaik yang menafsirkan ayat-ayat hukum di dalam Al Quran, merupakan kitab tafsir
langkah dibidangnya. Al Qurthubi menjelaskan metode yang dipergunakan dalam tafsir-nya,
antara lain : menjelaskan sebab turunnya ayat, menyebutkan perbedaan bacaan dan bahasa serta
menjelaskan tata bahasanya, menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadits-hadits
dengan menyebut sumbernya sebagai dalil, mengungkapkan lafaz-lafaz yang gharib di dalam Al
Quran, memilah-milih perkataan fuqaha, Menolak pendapat yang dianggap tidak ssesuai dengan
ajaran Islam, Mengutip pendapat ulama dengan menyebut sumbernya sebagai alat untuk
menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan. Mendiskusikan pendapat
ulama dengan argumentasi masing-masing, setelah itu melakukan tarjih dengan mengambil
pendapat yang dianggap paling benar. Langkah-langkah yang ditempuh al-Qurtubi ini masih
mungkin diperluas lagi dengan melakukan penelitian yang lebih seksama. Satu hal yang sangat
menonjol adalah adanya penjelasan panjang lebar mengenai persoalan fiqhiyah merupakan hal
yang sangat mudah ditemui dalam tafsir ini. Dan argumentasi-argumentasinya banyak dikuatkan
dengan syair arab, mengadopsi pendapat-pendapat ahli tafsir pendahulunya setelah menyari dan
mengomentarinya, seperti Ibnu Jarir, Ibnu Athiya, Ibnu al Arabi, Ilya Al Harasi, Al Jasshash dll.
Dan ia juga menantang pendapat-pendapat filosof, mutazila dan sufi kolotan serta aliran-aliran
lainnya. Ia menyebutkan pendapat-pendapat ulama mazhab dan mengomentarinya, ia juga tidak
taassub (fanatik) dengan mazhab Malikianya. Sebaliknya Al Qurthubi jujur dalam
argumentasinya, santun dalam mendebat musuh-musuhnya dengan penguasaan ilmu tafsir dan
segala perangkapnya, serta penguasaan ilmu syariat yang mendalam.
Dari yang telah diuraikan dalam beberapa bab di atas dapat dicatat bahwa, pertama, Al-
Qurtubi pengarang kitab tafsir al-Jami li Ahkam al-Quran adalah seorang mufasir yang
bermazhab Maliki yang hidup di Andalus. Kedua, tafsir yang ditulisnya menguunakan metode
Tahlili, asas penafsirannya adalah bi al-Matsur dan Lughawy. Bercorak fiqhi mazhab Maliki
tetapi bila dicermati dari contoh-contoh penafsiran di atas, di satu sisi menggambarkan betapa al-
Qurtubi banyak mendiskusikan persoalan-persoalan hukum yang menjadikan tafsir ini termasuk
ke dalam jajaran tafsir yang bercorak hukum. Di sisi lain, dari contoh-contoh tersebut juga
terlihat bahwa al-Qurtubi yang bermazhab Maliki ternyata tidak sepenuhnya berpegang teguh
dengan pendapat imam mazhabnya.
Persoalan menarik yang terdapat dalam tafsir ini dan adalah pernyataan yang dikemukakan
oleh al-Qurtubi dalam muqaddimah tafsirannya yang berbunyi:

(Syarat saya dalam kitab ini adalah menyandarkan semua perkataan kepada orang-orang yang
mengatakannya dan berbagai hadits kepada pengarangnya, karena dikataan bahwa diantara
berkah ilmu adalah menyandarkan perkataan kepada orang yang mengatakannya).
Imam Adz-Dzahabi pernah berkata, "Al Qurthubi telah mengarang sebuah kitab tafsir yang
sangat spektakuler, namun memiliki kelebihan dan kekurangan di dalam kitab tafsirnya".
Kekurangan dan kelebihan tafsir al-Qurhubi antara lain:
Kelebihanya:
a. Menghimpun ayat, hadits dan aqwal ulama pada masalah-masalah hukum. Kemudian beliau
mentarjih salah satu di antara aqwal tersebut
b. Sarat dengan dalil-dalil 'aqli dan naqli
c. Tidak mengabaikan bahasa Arab, sya'ir Arab dan sastra Arab.
Kekurangannya:
a. Banyak mencantumkan hadits-hadits dha'if tanpa diberi komentar (catatan), padahal beliau
adalah seorang muhaddits (ahli hadits)
b. Penulis menta'wil beberapa ayat yang berbicara tentang sifat Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Adz-Dzahabi, Muhammad Husain. Al-Tafsir wa Al-Mufassirun. Kairo: Maktabah Wahbah; juz 2: 2000.

Al-Farmawi, Abd al-Hayy. Metode Tafsir Maudhui; Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
1996.

Al-Qatthan. Manna Khalil. Studi Ilmu-ilmu Al-Quran. Jakarta: Citra Antar Nusa. 1994.

Al-Qurthubi. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad al-Anshari. al-Jami li Ahkam al-Quran. Beirut: Dar al-
Fikri. 1995.

Baidddan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Ushama, Thameem. Methodologi Tafsir Al-Quran. Jakarta: Riora Cipta. 2000.


[1] Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhui; Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), 12.

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Potensi-Potensi Dasar Manusia dan Tugas Hidup Manusia dalam Islam

Dosen : Fitriliza, M.A

Disusun oleh :

Nurul Alfiah

Rakhmi Vegi Arizka

(Kelompok 1/ PAI 1B)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA SELATAN

2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya
kepada kami dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan Mata
Kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu, isi makalah dapat dijadikan sarana dalam
memahami apa potensi-potensi dasar manusia dan tugas manusia dalam Islam.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah. Terutama kepada dosen kami Ibu Fitriliza. M.A yang telah memberi kami
kesempatan untuk menyusun dan membahas makalah ini.

Kami sangat menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan
dan masih jauh dari kata sempurna terutama mengenai masalah dalam penyampaian bahasa dan
struktur isi makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari
pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Jakarta, 1 Oktober 2013

Kelompok 1

DAFTAR ISI
Kata Pengantar . 1

Daftar Isi . 2

Bab I Pendahuluan

I.1. Latar Belakang . 3

I.2. Tujuan .. 3

Bab II Pembahasan

II.1. Potensi-potensi dasar manusia dalam Islam 4-18

II.2. Tugas Hidup Manusia dalam Islam .. 18-21

Bab III Penutup

III.1. Kesimpulan .. 21

Daftar Pustaka ... 22

BAB I

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa yang diciptakan oleh Allah Taala di muka
bumi ini. Dalam sudut pandang Islam, manusia mempunyai potensi-potensi dasar yang sangat
mendukung dalam kemajuan pendidikan terutama pendidikan Agama Islam. Karena Allah taala
telah menciptakan manusia sebagaimana mulianya, maka Allah mempunyai tujuan dari
penciptaan manusia itu sendiri yang sudah terdapat dalilnya di dalam Al-quran. Pada zaman ini
realita yang kita dapat adalah manusia banyak yang membuat kerusakan di muka bumi ini.
Sebagai contoh adanya bencana banjir, polusi udara dan lain-lain. Semua kejadian tersebut ada
kaitannya antara potensi dasar manusia, tugas manusia dan pendidikan Islam. Oleh karena itu,
materi ini butuh dibahas secara tuntas.

I.2 Tujuan

Dalam penulisan makalah ini, kami selaku penulis berniat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang potensi-potensi dasar manusia dan tugas hidup manusia dalam Islam.
Sehingga, rekan mahasiswa dapat memahami dengan baik hakekat manusia dalam islam.

BAB II

II. PEMBAHASAN

II.1 Potensi-Potensi Dasar Manusia dalam Islam

Allah menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan dan keutamaan yang tidak diberikan
kepada makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi dasar yang disertakan
Allah atasnya, baik potensi internal (yang terdapat dalam dirinya) dan potensi eksternal (potensi
yang disertakan Allah untuk membimbingnya). Potensi ini adalah modal utama bagi manusia
untuk melaksanakn tugas dan memikul tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia harus diolah dan
didayagunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia dapat menunaikan tugas dan tanggung jawab
dengan sempurna.

Potensi Internal

Ialah potensi yang menyatu dalam diri manusia itu sendiri, terdiri dari :

1. A. Potensi Fitriyah

Ditinjau dari beberapa kamus dan pendapat tokoh islam, fitrah mempunyai makna sebagai
berikut :

1. Fitrah berasal dari kata (fiil) fathara yang berarti menjadikan secara etimologi fitrah
berarti kejadian asli, agama, ciptaan, sifat semula jadi, potensi dasar, dan kesucian[1]
2. Dalam kamus B. Arab Mahmud Yunus, fitrah diartikan sebagai agama, ciptaan, perangai,
kejadian asli.[2]
3. Dalam kamus Munjid kata fitrah diartikan sebagai agama, sunnah, kejadian, tabiat.
4. Fitrah berarti Tuhur yaitu kesucian[3]
5. Menurut Ibn Al-Qayyim dan Ibn Katsir, karena fatir artinya menciptakan, maka fitrah
artinya keadaan yang dihasilkan dari penciptaannya itu[4]

Apabila di interpretasikan lebih lanjut, maka istilah fitrah sebagaimana dalam Ayat Al-quran,
hadits ataupun pendapat adalah sebagai berikut :

1. Fitrah berarti agama, kejadian. Maksudnya adalah agama Islam ini bersesuaian dengan
kejadian manusia. Karena manusia diciptakan untuk melaksanakan agama (beribadah).
Hal ini berlandaskan dalil Al-quran surat Adz-Dzariyat (51:56)[5]
2. Fitrah Allah untuk manusia merupakan potensi dan kreativitas yang dapat dibangun dan
membangun, yang memilliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga
kemampuannya jauh melampaui kemampuan fisiknya. Maka diperlukan suatu usaha-
usaha yang baik yaitu pendidikan yang dapat memelihara dan mengembangkan fitrah
serta pendidikan yang dapat membersihkan jiwa manusia dari syirik, kesesatan dan
kegelapan menuju ke arah hidup bahagia yang penuh optimis dan dinamis. Ini sesuai
dengan Al-Quran surat Ar-Rum ayat : 30 yaitu :



Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui

Pada ayat ini Allah telah menciptakan semua makhluknya berdasarkan fitrahnya. Surat ini telah
menginspirasikan untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan fitrah atau potensi itu dengan
baik dan dan lurus.[6]

1. Fitrah berarti ikhlas. Maksudnya manusia lahir dengan berbagai sifat, salah satunya
adalah kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Berkaitan dengan
makna ini ada hadits yaitu : Tiga perkara yang menjadikannya selamat adalah ikhlas,
berupa fitrah Allah, di mana manusia diciptakan darinya, sholat berupa agama, dan taat
berupa benteng penjagaan (HR. Abu Hamdi dari Muadz)

Dengan demikian, pada diri manusia sudah melekat (menyatu) satu potensi kebenaran
(dinnullah). Kalau ia gunakan potensinya ini, ia akan senantiasa berjalan di atas jalan yang lurus.
Karena Allah telah membimbingnya semenjak dalam alam ruh (dalam kandungan).

1. B. Potensi Ruhiyah

Ialah potensi yang dilekatkan pada hati nurani untuk membedakan dan memilih jalan yang hak
dan yang batil, jalan menuju ketaqwaan dan jalan menuju kedurhakaan. Bentuk dari roh ini
sendiri pada hakikatnya tidak dapat dijelaskan. Potensi ini terdapat pada surat Asy-Syams ayat 7
yaitu :

Artinya : dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)

kemudian Asy-Syams ayat 8 :

Artinya : maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.

Di dalam hati setiap manusia telah tertanam potensi ini, yang dapat membedakan jalan kebaikan
(kebenaran) dan jalan keburukan (kesalahan). Menurut Ibn Asyur kata nafs pada surat Asy-
Syams ayat ke-7 menunjukan nakiroh maka arti kata tersebut menunjukan nama jenis, yaitu
mencakup jati diri seluruh manusia seperti arti kata nafs pada surat Al-infithar ayat 5 yaitu :




Artinya : maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.

Menurut Al-Qurthubi sebagian ulama mengartikan nafs adalah nabi Adam namun sebagian lain
mengartikan secara umum yaitu jati diri manusia itu sendiri.

Pada arti kata nafs ini terdapat tiga unsur yaitu :

1. Qolbu : menurut para ulama salaf adalah nafs yang terletak di jantung
2. Domir : bagian yang samar, tersembunyi dan kasat mata
3. Fuad : mempunyai manfaat dan fungsi

Dengan demikian, dalam potensi ruhaniyyah terdapat pertanggungjawaban atas diberinya


manusia kekuatan pemikir yang mampu untuk memilih dan mengarahkan potensi-potensi fitrah
yang dapat berkembang di ladang kebaikan dan ladang keburukan ini. Karena itu, jiwa manusia
bebas tetapi bertanggung jawab. Ia adalah kekuatan yang dibebani tugas, dan ia adalah karunia
yang dibebani kewajiban.

Demikianlah yang dikehendaki Allah secara garis besar terhadap manusia. Segala sesuatu yang
sempurna dalam menjalankan peranannya, maka itu adalah implementasi kehendak Allah dan
qadar-Nya yang umum.[7]

1. C. Potensi Aqliyah

Potensi Aqliyah terdiri dari panca indera dan akal pikiran (sama basar, fuad). Dengan potensi
ini, manusia dapat membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah tentang kekuasaan Allah. Serta
dengan potensi ini ia dapat mempelajari dan memahami dengan benar seluruh hal yang dapat
bermanfaat baginya dan tentu harus diterima dan hal yang mudharat baginya tentu harus
dihindarkan. Potensi Aliyah juga merupakan potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia
agar manusia dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil dan mapu berargumen
terhadap pemilihan yang dilakukan oleh potensi ruhiyah.

Allah berfirman dalam Al-quran surat An-Nahl ayat 78 :





Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Ayat ini menurut Tafsir Al-maraghi mengandung penjelasan bahwa setelah Allah melahirkan
kamu dari perut ibumu, maka Dia menjadikan kamu dapat mengetahui segala sesuatu yang
sebelumnya tidak kamu ketahui. Dia telah memberikan kepadamu beberapa macam anugerah
berikut ini :

1. Akal sebagai alat untuk memahami sesuatu, terutama dengan akal itu kamu dapat
membedakan antara yang baik dan jelek, antara yang lurus dan yangs esat, antara yang
benar dan yang salah
2. Pendengaran sebagai alat untuk mendengarkan suara, terutama dengan pendengaran itu
kamu dapat memahami percakapan diantara kamu
3. Penglihatan sebagai alat untuk melihat segala sesuatu, terutama dengan penglihatan itu
kamu dapat mengenal diantara kamu.
4. Perangkat hidup yang lain sehingga kamu dapat mengetahui jalan untuk mencari rizki
dan materi lainnya yang kamu butuhkan, bahkan kamu dapat pula meilih mana yang
terbaik bagi kamu dan meninggalkan mana yang jelek.[8]

Menurut An-Nawawi menafsirkan ayat ini bahwa agar kamu (manusia) menggunakan nimat
Allah itu untuk kebaikan, maka kamu mendengar akan nasihat Allah, dan melihat tanda-tanda
Allah dan memikirkan kebesaran Allah.[9]

Selain ayat tersebut, surat Al-Israa ayat 36 juga menjelaskan tentang potensi ini yang berbunyi :

Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.

Pada ayat ini Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah janganlah kamu
mengatakan bahwa kamu melihatnya, padahal kamu tidak melihatnya, atau kamu katakana kamu
mendengarnya padahal kamu tidak mendengrnya, atau kamu katakana bahwa kamu
mengetahuinya, padahal kamu tidak mengetahui. Karena sesungguhnya Allah kelak akan
meminta pertanggungjawaban darimu tentang hal itu secara keseluruhan, sehingga inti dari ayat
ini adalah bagaimana kita mengolah potensi yang terdapat dalam ayat ini dengan sebaik-baiknya
karena ketika kita menggunakan potensi ini, maka cara kita menggunakannya akan mendapat
pertanggungjawaban kelak di akhirat dan Allah melarang sesuatu tanpa pengetahuan, bahkan
melarang pula mengatakan sesuatu dengan dzan (dugaan) yang bersumber dari sangkaan atau
ilusi.

Termasuk dalam surat Al-Araf tentang potensi Aqliyah ini pada ayat 179 yang berbunyi :

Artinya: Dan sesungguhnya telah kami sediakan untuk mereka jahannam banyak dari jin dan
manusia; mereka mempunyai hati (tetapi) tidak mereka gunakan memahami, dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak mereka gunakan untuk melihat dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak mereka gunakan untuk mendengar, mereka itu seperti binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai.

Dalam ayat ini, kekuatan dan kesuksesan bersumber dari-Nya, aktifitas akal dan juga ruh berada
di tangan-Nya. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menyembunyikan sesuatu apa pun dari-Nya,
melainkan dalam setiap kesempatan dan keadaan senantiasa memohon taufik dari-Nya dan
menjadikan Allah sebagai penolong-Nya dan tidak mencari penolong selain-Nya.[10] Sehingga
dapat kita ketahui bahwa akal merupakan potensi yang besar yang iberikan oleh Allah sehingga
kita bisa melaksanakan tugas sebagai ciptan-Nya dengan baik dan benar.

1. D. Potensi Jasmaniyyah

Ialah kemampuan tubuh manusia yang telah Allah ciptakan dengan sempurna, baik rupa,
kekuatan dan kemampuan. Sebagaimana pada firman Allah Al-Quran surat At-Tin ayat 4 yaitu

Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya

Kata insan dijumpai dalam Al-Quran sebanyak 65 kali. Penekanan kata insan ini adalah lebih
mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang dapat memberinya potensi dan kemampuan
untuk memangku jabatan khalifah dan meikul tanggung jawab dan amanat manusia di muka
bumi, karena sebagai khalifah manusia dibekali dengan berbagai potensi seperti ilmu, persepsi,
akal dan nurani. Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan mampu menghadapi segala
permasalahan sekaligus mengantisipasinya. Di samping itu, manusia juga dapat
mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang mulia dan memiliki kedudukan yang lebih
tinggi dari makhluk lain dengan berbekal potensi-potensi tadi.[11] Dan dalam surat ini manusia
diberikan oleh Allah potensi jasmani.

Potensi ini juga terdapat disurat At-Taghabun ayat 3 yang berbunyi :

Artinya: Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak, Dia membentuk rupamu dan
membaguskan rupamu itu, dan hanya kepada-Nya-lah kembali(mu).

Oleh karena itu, patutnya manusia sebagai ciptaan Allah yang sangat mulia dan banyak
keutamaan, agar mempergunakan potensi jasmaninya dengan baik sebagai modal utama untuk
menjalankan tugas sebagai ciptan-Nya.

Potensi Eksternal

Disamping potensi internal yang melekat erat pada diri manusia, Allah juga sertakan potensi
eksternal sebagai pengarah dan pembimbing potensi-potensi internal itu agar berjalan sesuai
dengan kehendak-Nya. Tanpa arahan potensi eksternal ini, maka potensi internal tidak akan
membuahkan hasil yang diharapkan. Potensi eksternal ini dibagi menjadi dua yaitu :

1. A. Potensi Huda

Ialah petunjuk Allah yang mempertegas nilai kebenaran yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya
untuk membimbing umat manusia ke jalan yang lurus. Allah SWT berfirman pada surat Al-
Insaan ayat 3 :

Artinya : Sesungguhnya Kami telah menunjukinnnya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan
ada pula yang kafir.

Ayat ini menerangkan bahwa sesungguhnya Allah, telah menunjuki ke jalan yang lurus, ada
yang bersyukur dan ada pula yang kafir. Maka dengan bimbingan wahyu-Nya yang disampaikan
lewat Nabi Muhammad SAW manusia telah ditunjuki jalan yang lurus dan mana pula jalan yang
sesat Allah. Dari perkataan Sabil yang terdapat dalam ayat ini tergambar keinginan Allah
terhadap manusia yakni membimbing manusia kepada hidayah-Nya sebab Sabil lebih tepat
diartikan sebagai petunjuk dari pada jalan. Hidayah itu berupa dalil-dalil keesaan Allah dan
kebangkitan Rasul yang disebutkan dalam kitab suci.
Sabil (hidayah) itu dapat Sabil (hidayah) itu dapat ditangkap dengan pendengaran,
penglihatan dan pikiran. Tuhan hendak menunjukkan kepada manusia bukti-bukti kewujudan
Nya melalui penglihatan terhadap diri (ciptaan) manusia sendiri dan melalui penglihatan
terhadap alam semesta, sehingga pikirannya merasa puas untuk mengimani-Nya.

Akan tetapi memang sudah merupakan kenyataan bahwa terhadap pemberian Allah itu, sebagian
manusia ada yang bersyukur tetapi ada pula yang ingkar (kafir). Tegasnya ada yang menjadi
mukmin yang berbahagia, ada pula yang kafir. Dengan sabil itu pula manusia bebas menentukan
pilihannya.[12]

Dan maksud dari ayat ini juga telah dijelaskan bahwasanya kami (Allah) telah menjelaskan
kepadanya (manusia) jalan hidayah dengan menutus rasul-rasul kepada manusia (ada yang
bersyukur) yaitu menjadi orang mukmin (dan ada pula yang kafir) kedua lafal ini, yakni
Syakiraan dan Kafuuran merupakan haal dari maful; yakni Kami telah menjelaskan jalan
hidayah kepadanya, baik sewaktu ia dalam keadaan bersyukur atau pun sewaktu ia kafir sesuai
dengan kepastian Kami.

Sehingga ketika manusia tidak menggunakan potensi eksternal ini yaitu, hidayah dengan baik,
maka ia tidak dapat menjalankan tugas sebagai ciptan-Nya dengan baik. Potensi eksternal ini
juga terdapat dalam firman Allah surat Al-Baqarah ayat 38 :

Artinya : Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku
kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Pada ayat ini dijelaskan dalam konteks potensi eksternal yaitu, ketika seseorang mengikuti dan
menjalankan yaiu petunjuk Allah maka bagi orang tersebut niscaya tidak ada kekhawatiran
ataupun kesedihan hati.

1. A. Potensi Alam

Alam semesta adalah merupakan potensi eksternal kedua untuk membimbing umat manusia
melaksanakan fungsinya. Setiap sisi alam semesta ini merupakan ayat-ayat Allah yang
dengannya manusia dapat mencapai kebenaran.

Hal ini terdapat dalam firman Allah surat Al-Imraan ayat 190 dan 191 yang berbunyi :

) 190(




)191(


Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Pada ayat ini ditafsirkan bahwa memikirkan penciptaan Allah terhadap makhluk-Nya,
merenungkan kitab alam-alam semesta yang terbuka, dan merenungkan kekuasaan Allah yang
menciptakan dan menggerakan alam semesta ini, merupakan ibadah Allah kepada diantara
pokok-pokok ibadah, dan merupakan zikir kepada Allah diantara dzikir-dzikir pokok.
Seandainya ilmu-ilmu kealaman yang membicarakan desain alam semesta, undangan-undangan
dan sunnahnya, kekuatan dan kandungannya, rahasia-rahasianya dan potensi-potensinya
berhubungan dengan dzikir dan mengingat Pencipta ala mini, dari merasakan keagungan-Nya
dan karunia-Nya niscaya seluruh aktifitas kelimuannya itu akan berubah menajdi ibadah kepada
Sang Pencipta alam semesta ini, akan luruslah kehidupan ini, dan akan terarah kepada Allah
Taala[13]

Pada ayat ini juga ditafsirkan bagaimana Allah Taala tidak menampakkan hakikat alam
yang mengesankan keculai pada hati yang selalu berdzikir dan beribadah. Mereka yang selalu
ingat kepada Allah pada waktu berdiri, duduk dan berbaring, sembari memikirkan penciptaan
langit dan bumi serta pergantian siang dan malam maka, mereka adalah yang terbuka
pandangannya terhadap penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang. Dan yang
seperti itulah, ketika mereka menggunakan potensi internal (akal dan hati) yang seimbang
dengan potensi eksternal yaitu potensi Alam.

Ayat lain yang mendukung potensi eksternal ini yaitu surat Al-baqarah ayat 21-22 :

Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa (21) Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu
dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan
dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui(22)

Di dalam ayat tersebut dijelaskan bagaimana Allah memerintahkan beribadah pada hambaNya,
dengan menggambarkan latar belakang, seputar penciptaan, fungsi bumi dan langit, kemakmuran
akibat yang ditimbulkan bumi dan langit, dan rizki dibalik penciptaan itu. Namun, manusia
terhalangi pandangannya sehingga merasa bahwa langit dan bumi seisinya itulah yang bisa
diandalkan sebagai tempat berpijak, tempat bergantung dan sumber rizki. Padahal semua itu dari
Allah swt. Artinya, Allah Taala-lah yang mengerjakan semua itu, menciptakan semua itu dan
memanage semuanya. Berarti tidak benar beribadah, kecuali hanya untukNya dan kepadaNya.

Allah-lah yang berhak disembah, sehingga manusia hanya menyembah kepadaNya. Ibadah
hanya sah bagi hamba, dan tertuju kepada Pencipta hamba. Karena itu sang hamba harus
mengenal Penciptanya, dimana, Allah bertajalli melalui ciptaanNya. Tajallinya Allah bukan
penyatuan WujudNya dengan wujud makhlukNya yang disebut dengan pantheisme. Tetapi,
Tajallinya Allah adalah penampakan yang disaksikan oleh Jiwa Terdalam dari para hambaNya,
dan karena itu, seperti dalam hadits, Siapa yang mengenal jiwanya maka ia mengenal
Tuhannya.
Secara lebih jelas, keistimewaan dan kelebihan manusia, diantara-nya berbentuk daya dan bakat
sebagai potensi yang memiliki peluang begitu besar untuk dikembangkan. Dalam kaitan dengan
pertumbuhan fisiknya, manusia dilengkapi dengan potensi berupa kekuatan fisik, fungsi organ
tubuh dan panca indera. Kemudian dari aspek mental, manusia dilengkapi dengan potensi akal,
bakat, fantasi maupun gagasan. Potensi ini dapat mengantarkan manusia memiliki peluang untuk
bisa menguasai serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sekaligus
menempatkannya sebagai makhluk yang berbudaya.

Di luar itu manusia juga dilengkapi unsur lain, yaitu kalbu. Dengan kalbunya ini terbuka
kemungkinan manusia untuk menjadi dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan,
kenikmatan beriman dan kehadiran ilahi secara spiritual.

Sebagai makhluk ciptaan, manusia pada dasarnya telah dilengkapi dengan perangkat yang
dibutuhkan untuk menopang tugas tugas pengabdiannya. Sudah cukup persyaratan yang ia
miliki, sehingga manusia merupakan makhluk yang layak mengabdi

Perpaduan daya daya tersebut membentuk potensi, yang menjadikan manusia mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan, serta mampu meghadapi tantangan yang mengancam
kehidupannya. Dengan menggunakan akalnya, manusia dapat berkreasi membuat berbagai
peralatan guna mempertahankan diri dari gangguan musuh dan alam lingkungannya. Selain itu
manusia juga mampu berinovasi dan berkarya dalam meningkatkan kualitas hiduppnya.
Manusiapun dapat mempertahankan kelangsuangan generasinya dari kepunahan, melalui
kemampuan nalar dan kreatifitasnya

Dr. Abdul Mujib, M.Ag menuturkan potensi-potensi dasar manusia adalah sebagai berikut :

1. 1. Al-Fithrah

Fitrah merupakan citra asli manusia yang berpotensi baik atau buruk di mana aktualisasinya
tergantung pilihannya. Fitrah baik merupakan citra asli primer sedangkan yang buruk sekunder.
Sekalipun potensi fitriyah manusia itu merupakan gambaran asli yang suci, bersih, sehat dan baik
namun dalam aktualisasi dapat mengaktual dalam bentuk perbuatan buruk, sebab fitrah manusia
itu dinamis yang aktualisasinya sangat tergantung keinginan manusia dan lingkungan yang
memengaruhinya.

1. 2. Struktur Manusia

Struktur manusia terdiri dari enam yaitu jasmani, rohani, nafsani, kalbu, akal, hawa nafsu.

1. I. Ciri-ciri jasmani yaitu :


2. Bersifat materi yang tercipta karena adanya proses (tahap)
3. Adanya bentuk berupa kadar dan bisa disifati
4. Ekstetensinnya menjadi wadah roh
5. Terikat oleh ruang dan waktu
6. Hanya mampu menangkap yang kongkret bukan yang abstrak
7. Substansinya temporer dan hancur setelah mati
8. II. Ciri-ciri rohani yaitu :
9. Adanya di alam arwah (immateri)
10. Tidak meiliki bentuk, kadar dan tidak bisa disifati
11. Ada energy rohaniah yang disebut al-amanah
12. Ekstitensi energi rohaniah tertuju pada ibadah
13. Tidak terikat oleh ruang dan waktu
14. Dapat menangkap beberapa bentuk konkret dan abstrak
15. Substansinya abadi tanpa kematian
16. Tidak dapat dibagi karena merupakan satu keutuhan
17. III. Ciri-ciri nafsani yaitu :
18. Adanya di alam jasad dan rohani terkadang tercipta dengan proses bisa juga tidak
19. Antara berbentuk atau tidak
20. Memiliki energy rohaniyah dan jismiyyah
21. Ekstitensi energy nafsani tergantung ibadah dan gizi (makanan)
22. Ekstitensi realisasi atau aktualisasi diri
23. Antara terikat atau tidak oleh ruang dan waktu
24. Dapat menangkap antara yang konkret dan abstrak
25. Antara dapat dibagi-bagi atau tidak

1. IV. Ciri-ciri kalbu yaitu :


2. Secara jasmaniyyah berkedudukan di jantung
3. Daya yang dominan adalah emosi (rasa) a
4. Bersifat Dzawqiyyah (cita rasa) dan hadsiyah (intuitif) sifatnya spiritual
5. Mengikuti natur roh yang ketuhanan atau ilahiyyah
6. Berkedudukan pada alam super sadar atau dasar manusia
7. Intinya religiositas, spiritualitas, dan transedensi
8. Apabila mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang tenang
(Nafs Mutmainnah)

1. V. Ciri-ciri akal yaitu :


2. Secara Jasmaniyyah berkedudukan di otak (al-dimagh)
3. Daya yang dominan adalah kognisi (cipta) sehingga adanya intelektual
4. Mengikuti antara natur roh dan jasad
5. Potensinya bersifat istidhlaliyyah 9argumentatif) dan aqliyah (logis) yang bersifat
rasional
6. Berkedudukan pada alam kesadaran manusia
7. Intinya isme-isme seperti : humanism, kapitalisme, dan lain-lain.
8. Apabila mendominasi jiwa maka akan terwujud jiwa yang labil (Nafs Al-lawwamah)
9. VI. Ciri-ciri hawa nafsu yaitu :
10. Secara jasmaniyyah terdapat di perut dan alat kelamin
11. Daya yang dominan adalah konarsi (karsa) atau psikomotorik
12. Mengikuti natur ajsad yang hayawaniyyah baik jinak maupun buas (bahimiyyah dan
subuiyyah)
13. Bersifat hisiyyah (indrawi) yang sifatnya empiris
14. Kedudukannya terdapat pada alam pra/ bawah sadar manusia
15. Intinya adalah produktivitas, kreativitas dan komsumtif
16. Apabila mendominasi jiwa maka akan terwujud nafs al-ammarah

1. 3. Al-Hayyah (Vitality)

Yaitu merupakan energi, daya, tenaga atau vitalitas manusia yang karenanya manusia dapat
bertahan hidup. Al-hayyah dibagi menjadi dua yaittu, nayawa (al-hayya) dan fisik (at-thaqat atau
al-jismiyyah) sehingga adanya fungsi organ.

1. 4. Al-Khuluq

Akhlaq yaitu kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi lahiriah (luar) individu yang mencakup al-
thabu dan a-sajiyyah.

1. 5. Al-Thabu (Tabiat)

Citra batin individu yang melekat (al-sukun). Menurut Ikhwan Al-Shafa tabiat adalah daya dari
daya nafs kuliyyah yang menggerakan jasad manusia.[14]

1. 6. Al-Sajiyyah (bakat)

Yaitu kebiasaan (aadah) individu yang berasal dari hasil integrasi antara karakter individu
(fardiyyah) dengan aktifitas-aktifitas yang diusahakan (Al-Muktasab). Dalam terminology
psikologi bakat yaitu akapasitas kemampuan yang bersifat potensial. Bakat ini bersifat karakter
(tersembunyi dan bisa berkembang) sepanjang hidup manusia dan dapat diaktualisasikan
potensinya.

1. 7. Al-Sifat (sifat-sifat)

Ciri khas individu yang relative menetap secara terus-menerus dan konsekuen yang diungkapkan
dalam suatu deretan keadaan sifat-sifat totalitas yaitu deferensiasi, regulasi dan integrasi

1. 8. Al-Amal (perilaku)

Tingkah laku lahiriah individu yang tergambar dalam bentuk perbuatan nyata.

Potensi Negatif Manusia


Pada realitanya, tidak semua potensi manusia hanya bernilai positif seperti yang kami jealaskan
sebelumnya. Manusia pun mempunyai potensi yang negatif. Hal ini sesuai dengan ayat al quran
yaitu seperti :

1. Melampaui batas QS (Yunus : 12)


2. Zalim (bengis, kejam, dll) QS (Ibrahim : 34)
3. Tergesa-gesa QS (Al-Isra : 11)
4. Suka membantah QS (Al-Kahfi : 54)
5. Berkeluh kesah dan kikir QS (Al-maarij : 19-21)
6. Ingkar dan tidak berterima kasih QS (Al-Adiyat :6)

II.2 Tugas Hidup Manusia dalam Islam

Manusia dalam pandangan agama Musa Asyari (Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-
quran) menunjukkan dengan jelas tentang betapa agama telah memberikan potret yang utuh,
apik dan komprehensif tentang sosok manusia melalui tiga istilah yang ada:

1. Insan dari kata anasa yang mempunyai arti melihat,mengetahui dan meminta izin,
mengandung pengertian adanya kaitan kemamampuan penalaran. Kata insan menunjuk
pada suatu pengertian adanya kaitan dengan sikap yang lahir dari adanya kesadaran
penalaran. Manusia pada dasarnya jinak, dapat menyesuaikan dengan realitas hidup dan
llingkungan yang ada.

Sejalan dengan pengertian ini, tugas manusia yaitu :

1. Untuk mengatakan bahwa manusia menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak
diketahuinya QS (Al-Alaq 1-5)
2. Manusia mempunyai musuh nyata yang nyata yaitu setan QS (12:5)
3. Manusia sebagai makhluk yang memikul amanah dari tuhan QS (33:72)
4. Makhluk yang harus pandai menggunakan waktu untuk beriman dan beramal baik QS (1-
3
5. Sebagai makhluk yang hanya akan mendapatkan bagian dari apa yang dia kerjakan
(53:39)
6. Punya keterikatan dengan moral dan sopan santun
7. Penggunaan kata basyar yaitu manusia seperti apa yang tampak pada lahiriyyahnya,
mempunyai bangunan tubuh yang sama, makan dan minum dari bahan yang sama,
semakin bertambah usianya, kondisi tubuhnya akan menurun, menjadi tua dan akhirnya
ajal pun menjemputnya, pada kata basyar ini disebutkan 36 kali di Al-quran.
8. An-nas yaitu untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang
mempunyai berbagai kegiatan untuk mengembangkan kehidupannya yaitu :
1. Melakukan kegiatan peternakan QS (28:23)
2. Kemampuan untuk mengelola besi atau logam QS (52:25)
3. Kemampuan untuk pelayaran dan mengadakan perubahan social QS (2:164)
4. Kepatuhan dalam beribadah QS (2:21)[15]
Al-Ghazali memandang manusia sebagai proses hidup yang bertugas dan bertujuan yaitu bekerja,
beramal shaleh, mengabdikan diri dalam mengelola bumi untuk memperoleh kebahagiaanabadi
sejak di dunia hingga di akhirat. Pada aspek keduniaan manusia berperan sebagai khalifah di
bumi dan aspek akhirat manusia sebagai hamba atau al-abdu Allah Taala.

Seperti yang beliau katakna tentang tugas manusia yaitu Segala tujuan manusia itu terkumpul
dalam agama dan dunnia. Dan agama tidak terorganisasikan selain dengan terorganisasinya
dunia. Dunia adalah alat yang menyampaikan kepaada Allah bagi orang yang mau
memperbuatnya menjadi tempat tetap dan tanah air abadi.[16]

Sehingga dapat kita ketahui bahwa manusia mempunyai dua peran sebagai tujuan diciptakan
oleh Allah Taala yaitu :

1. Manusia sebagai Abd Allah (Hamba Allah)

Manusia dalam kehidupannya di muka bumi ini tidak bisa terlepas dari kekuasaan yang
transdental (Alaah). Hal ini disebabkan, karena manusia adalah makhluk yang memiliki potensi
untuk beragama sesuai dengan fitrahnya. Allah Taala memperkenalkan dan menunjukkan
kepada manusia bagaimana tata cara yang harus dilakukannya dalam melakukan peribadatan,
sebagai bukti kepatuhan kepada Allah Taala melalui perantara Al-quran. Pada aspek ini
manusia diharapkan mampu mengenal Khaliqnya lewat pengabdian yang ditunjukannya dalam
semua spek kehidupan. Dalil yang mendasari pada tugas manusia sebagai hamba Allah terdapat
di QS (51:56)

1. Manusia sebagai makhluk yang mulia, menempati posisi yang istimewa yang diberikan
Allah di muka bumi. Hal ini karena manusia diciptakan dalam citra Allah, sehingga
selayaknya manusia disebut sebagai mahkota ciptaan-Nya atau sebagai khalifah Allah
di bumi yang mewakili Pencipta dalam ciptan-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah
QS (2:30)

Bila kita memperhatikan ayat tersebut, maka akan terlihat bahwa manusia bukan sekedar hiasan,
akan tetapi, jauh dari itu manusia diberi kekuasaan untuk memelihara ciptaan-Nya sehingga
dapat mengolah dan memakmurkan alam ini dalam rangka beribadah kepada Allah, dengan
begitu manusia terlihat berbeda dengan makhluk lainnya dalam kedudukan dan tanggung jawab.

Secara umum, para filosuf Islam sepakat dalam mengartikan kata khalifah dengan pengertian
mengganti. Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam mendefinisikan pengertian pengganti
tersebut.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :
Potensi-Potensi Dasar Manusia dalam Islam dibagi menjadi dua yaitu potensi internal
yang meliputi fitriyah, ruhiyah, aqliyah dan jasmaniyah dan potensi eksternal meliputi
potensi huda (petunjuk) dan potensi alam.
Potensi terbagi dua yaitu :

1. Potensi positif yang meliputi :


1. Bentuk manusia yang terdiri dari jasmaniyyah dan jasadiyyah, kedua potensi ini
terbentuk karena adanya proses
2. Fithriyyah yang terdiri dari diniyyah (agama) dan khairiyyah (kebaikan)
3. Aqliyyah yang terdiri dari fuadiyyah dan qolbiyyah
4. Ruhiyyah
5. Potensi Negatif yang meliputi :
1. Melampaui batas
2. Zalim (bengis, kejam, dll)
3. Tergesa-gesa
4. Dan lain-lain

Peran dan tugas utama manusia di muka bumi dibagi menjadi dua :

1. Manusia sebagai aabid yaitu hamba Allah yang memiliki tugas mengabdi kepada Allah
dan bertanggung jawab di muka bumi
2. Manusia sebagai khalifah yaitu pemimpin di muka bumi. Manusia dilahirkan sebagai
khalifah yang harus mampu mengubah dunia menjadi alam Abdiyah yang terang
benderang

Urgensi Pendidikan Islam dalam menangani potensi-potensi dasar manusia dan tugas
manusia dalam Islam adalah dengan adanya pendidikan islam manusia dapat mengolah
atau mempergunakan potensi dasarnya dengan baik sehingga dapat menjalankan tugas
atau fungsinya sebagai hamba Allah dan Khalifah di bumi dengan baik. Ketika manusia
mempergunakkan potensi dasarnya tanpa pendidikan islam maka manusia tidak dapat
menjalankan tugas atau fungsinya dengan baik dan akan terpacu kepada perbuatan
negatif.
Agama islam menggambarkan bahwa kehidupan manusia itu diartikan untuk
mengembangkan potensinya terutama tiga potensi yang dimilikinnya yaitu potensi fisik
biologisnya, intelektual dan rohaninya, sosiologisnya. Ketika potensi ini harus
dikembangkan secara harmonis dan seimbang.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan


H. Abaddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam
Dr. Abdul Mujib, M.Ag dan Dr. Jusuf Mudzakir, M.Si, Ilmu Pendidikan Islam
Dr. Abdul Mujib. Kepribadian dalam Psikologi islam (Jakarta: Rajawali Press, 2006) h.
43-48
Prof.Dr. H.Jalaluddin, Teologi Pendidikan
Dr. Samsul Nizar, M.A, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam
Al-Quran dan terjemahannya (Depag RI)

Anda mungkin juga menyukai