Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

"Klasifikasi Tafsir Berdasarkan Coraknya"


"Tugas Ini Disusun dan Dipresentasikan pada Mata Kuliah Tafsir dan

Ilmu Tafsir"

Disusun Oleh :
Kelompok 5

Inka Tri Yulia ( 22329011)

Yelly Zahara ( 22329106)

Dosen Pengampu :
Riza Wardefi S.Th.I, M.Th.I

DEPARTEMEN ILMU AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur‟an adalah firman Allah yang turun melalui malaikat Jibril kepadaMuhammad
SAW dan mengandung banyak pokok ajaran islam. Al-Qur‟an memilikisebuah
keistimewaan yaitu, Al-Qur‟an dapat memecahkan masalah-masalahkemanusiaan dalam
berbagai segi kehidupan, baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi,maupun politik dengan
pemecahan yang bijaksana, karena diturunkan oleh yangMahabijaksana dan
Mahaterpuji. Pada setiap pemecahan masalah tersebut, Al-Qur‟an meletakkan
sentuhannya yang mujarab dengan dasar-dasar yang umum, yang dijadikanlandasan
untuk langkah-langkah manusia, dan yang sesuai untuk setiap zaman."

Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi umat manusia, sebagaimana pada QS. Al-Isra‟/17:9
yang artinya “Sungguh, Qur‟an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang palinglurus..” (al-
Isra‟/17:9). Sehingga Al-Qur‟an berfungsi sebagai petunjuk maupun pedoman bagi
manusia. Qur‟anul Karim adalah sumbertasyri‟ pertama bagi umat Nabi
MuhammadSAW. Dengan pemahaman makna, peengetahuan rahasia-rahasianya, dan
pengamalanapa yang terkandung di dalam Al-Qur‟an maka setiap manusia dapat
memperoleh petunjuk-petunjuk dalam menjalani kehidupan, sehingga dengan Al-
Qur‟an manusia akandibimbing ke jalan yang benar dalam mencapai kebahagiaan di
dunia mupun di akhirat.

Namun tidak semua orang bisa memahami Al-Qur‟an dengan mudah,kemampuan


setiap manusia dalam memahami lafadz dan ungkapan dalam Al-Qu'an tidaklah sama
padahal penjelasannya sedemikian gamblang dengan ayat yang terperinci. Perbedaan
daya nalar setiap manusia merupakan suatu hal yang tidak dapat dipertentangkan lagi.
Manusia awam hanya dapat memahami makna Al-Qur'an secara zahir dan pengertian
ayat-ayat nya secara global.

1
Oleh karena itu munculah para mufassir yang mempermudah cara kita untuk
memahami Al-Qur'an, Dalam KBBI mufasir diartikan sebagai orang yang menerangkan
makna (maksud) ayat Al-Qur'an atau disebut sebagai ahli tafsir (terutama penafsiran).

Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Qur'an agar


maksudnya lebih mudah dipahami. Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an, masing-
masing mufasir tidak bisa terlepas secara bebas, sebagian dari mereka memiliki
kecenderungan tersendiri. Sehingga muncul corak tafsir yang berbeda antara satu
penafsir dengan penafsir lain sesuai dengan kecenderungan tiap-tiap mufasir tersebut.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas beberapa hal terkait klasifikasi tafsir
berdasarkan coraknya. Yang meliputi tafsir lughawy, tafsir ilmiy, tafsir fiqhiy, tafsir
falsafy, shuffy dan adabi.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana penjelasan pembagian tafsir dari segi corak lughawy, Ilmiy, fiqhiy,
falsafy, shuffy dan adaby?
b. Bagaimana klasifikasi dan urgensi dari tafsir tersebut?
c. Bagaimana corak dan karakter tafsir tersebut?

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui penjelasan dari pembagian tafsir dari segi corak lughawi,
Ilmiy, fiqhiy, falsafy, shuffy dan adaby.
b. Untuk mengetahui klasifikasi dan urgensi dari Pembagian tafsir
c. Untuk mengetahui corak dan karakter tafsir

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Klasifikasi dan Urgensi Tafsir

1. Klasifikasi Tafsir

Klasifikasi tafsir ditentukan oleh perbedaan metode yang digunakannya. Metode


tafsir adalah cara yang ditempuh mufasir dalam menafsirkan Al-Qur'an berdasarkan
aturan dan tatanan yang konsisten dari awal hingga akhir. Sehingga metode tafsir Al-
Qur'an ini berisikan mengenai seperangkat tatanan dan aturan yang harus diindahkan
ketika menafsirkan Al-Qur'an. Perbedaan yang terdapat pada metode ini selanjutnya,
menjadi argumentasi bagi variasi pendekatan sesuai dengan substansi kajiannya masing-
masing. Secara klasik, metode tafsir dibedakan ke dalam dua bagian besar, yaitu tafsir
bi al-riwayah dan tafsir bi al-dirayah. Dari paduan kedua metode itu lalu muncul empat
metode, yakni: (1)Tafsir Tahlili, (2)Tafsir Ijmali, (3)Tafsir Muqaran, dan (4)Tafsir
Maudu'.

a. Tafsir Tahlili mengkaji Al-Qur'an dari segala aspek dan maknanya. Tafsir
ini memuat beberapa macam, yakni: (1)Tafsir bi al-Ma'thur, (2)Tafsir bi al
Ra'yi, (3)Tafsir Sufiy, (4)Tafsir Ishariy, (5)Tafsir Fighiy, (6)Tafsir
Falsafiy, (7)Tafsir Ilmiy, (8)Tafsir Adabiy, dan (9)Tafsir Isra'iliyyat.
b. Tafsir Ijmaliy menafsirkan Al-Qur'an secara singkat dan global, tanpa
penjelasan panjang lebar, untuk konsumsi berbagai tingkatan
intelektualitas. Yang ditafsirkan disesuaikan urutan mushaf, dari ayat ke
ayat, dari surat ke surat berikutnya.
c. Tafsir Muqaran adalah metode tafsir dengan megambil sejumlah ayat,
kemudian mengemukakan penafsiran para ulama tafsir yang metode dan
kecenderungannya legitimasi kemahzabannya masing-masing
d. Tafsir Mawdu' iy (tematik) ialah metode tafsir dengan cara menghimpun
seluruh ayat yang berbicara mengenai masalah atau tema tertentu serta
mengarah pada suatu pengertian dan tujuan tertentu, meskipun ayat-ayat

3
itu turunnya baik segi cara, waktu maupun tempatnya berbeda, tersebar
dalam berbagi surat. Sehingga satu tema dapat dipecahkan secara tuntas.

Selebih penjelas di atas, ada juga yang mengklasifikasikan tafsir ke dalam dua
golongan besar, yakni (1)Tafsir Jaf dan (2)Tafsir Mujawiz. Tafsir Jaf merupakan tafsir
yang terbatas pada segi kebahasaan, bersifat denotatif. Tafsir Jaf dikembangkan secara
serius diantaranya oleh Muhammad Abduh. Prinsip teoritik tafsirnya adalah "al-ibrah bi
Umum al-Lafz la bi khusus al-sabab Model tafsir Jaf ini benar-benar memperhatikan
unsur balaghah, keharmonisan uslub (gaya bahasa), dan sistemasi rasional alquran.
Sedangkan tafsir mujawiz yang bergerak secara luas (berlebihan), bersifat konotatif.

2. Urgensi Tafsir

Penafsiran Al-Qur'an itu dapat membantu manusia untuk menangkap rahasia-


rahasia Allah SWT dan alam semesta baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Kemudian penafsiran alquran dapat membebaskan manusia dari belenggu perbudakan
baik oleh manusia maupun harta serta membimbingnya untuk menyembah Allah SWT
yang Maha Kuasa. Dengan penafsiran manusia dapat berhubungan dengan sesamanya
sekaligus dengan penciptanya.

Al-Qur'an adalah undang-undang umat islam dan petunjuk dari Allah SWT. Al-
Qur'an merupakan syariat Allah untu seluruh penghuni bumi. Al-Qur'an adalah cahaya
ilahi yang merupakan petunjuk samawi. Al-Qur'an menampilkan hukum yang abadi dan
menyiapkan segala yang diperlukan manusia baik yang berkaitan dengan dunia spiritual
maupun material. Al-Qur'an penuh hikmah, harapan, nasihat, dalam alquran tidak
terdapat kontradiksi, ketidaksesuaian, ketidakmungkinan, dan perbedaan. Tdak heran
kalau dikatakan bahwa manusia tidak akan pernah mencapai kebahagiaan tanpa adanya
percikan hidayah dan ketaatan kepada ajaran-ajaran. Al- Qur'an merupakan penawar
segala macam penyakit hati dan mengatasi krisis yang dialamai oleh masyarakat
modern.

Urgensi tafsir terkait dengan kedudukan, sistem, tujuan, serta keutamaannya, juga
kaitannya dengan kompetensi praktis-religius maupun pragmatis. Kedudukan tafsir
dapat dipahami sebagai kunci representatif untuk membuka tabir rahasia makna Al-

4
Qur'an. Kedudukan tersebut, dalam sistem ajaran Islam berfungsi sebagai media
(tariqoh) untuk menggapai tujuan yang dikehendaki dalam memahami makna Al-
Qur'an, yakni memperoleh mutiara dan permata-sebagai simbol makna tertinggi di
dalamnya.

Pemahaman tersebut dijadikan sebagai pegangan yang kokoh untuk mencapai


kebahagiaan yang hakiki. Sehingga, kompetensi apapun yang berorientasi pada hal- hal
duniawi (profanik) maupun eskatologik (ukhrawi) secara langsugng bergantung pada
equilibrium pemahaman terhadap makna yang terkandung dalam kalamulah

3. Gerak Corak dan Karakter Tafsir

a. Tafsir Lughawy

Tafsir lughawi terdiri dua kata yaitu tafsir dan lughawi. Tafsir yang akar katanya
berasal dari‫ فسر‬bermakna keterangan atau penjelasan. Kemudian lafal tersebut diikutkan
wazan ‫ فعل‬yang berarti menjelaskan atau menampakkan sesuatu. Dengan demikian,
tafsir adalah membuka dan menjelaskan pemahaman kata-kata dalam al-Qur‟an.
Sedangkan lughawi berasal dari akar kata ‫ لغي‬yang berarti gemar atau menetapi sesuatu.
Manusia yang gemar dan menetapi atau menekuni kata-kata yang digunakannya, maka
kata-kata itu disebut lughah. Dengan demikian, yang dimaksud dengan lughawi adalah
kata-kata yang digunakan, baik secara lisan maupun tulisan.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa yang dimaksud
dengan tafsir lughawi adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-makna al-Qur‟an
dengan menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan. atau lebih simpelnya tafsir lughawi
adalah menjelaskan al-Qur‟an al-karim melalui interpretasi semiotik dan semantik yang
meliputi etimologis, morfologis, leksikal, gramatikal dan retorikal. Pada abad XIV
Hijriah lahir tafsir dengan corak baru yang tidak memberi perhatian kepada segi nahwu,
bahasa, istilah-istilah dalam balaghah dan perbedaan-perbedaan madzhab.

1.Jenis-jenis Tafsir Lughawi

5
-Sebelum menjelaskan jenis-jenis, perlu diketahui bahwa tafsir lughawi dengan
berbagai macam penyajian dan pembahasannya tidak akan keluar dari dua kelompok
besar yaitu:

- Tafsir lughawi yang murni atau lebih banyak membahas hal-hal yang terkait
dengan aspek bahasa saja, seperti tafsir Ma‟an al-Qur‟an karya al-Farra‟, Tafsir al-
Jalalain karya al-Suyuthi dan al-Mahally. Dll.

-Tafsir lughawi yang pembahasannya campur-baur dengan pembahasan lain


seperti hukum, theology dan sejenisnya, seperti Tafsir al-Thabary li Ibn Jarir al-
Thabary, Mafatih al-Ghaib li al-Fakhruddin al-Razy, dan sebagian besar tafsir dari awal
hingga sekarang, termasuk Tafsir al-Mishbah yang disusun oleh Quraish Shihab.

-Tafsir lughawi dalam perkembangannya, juga memiliki beberapa macam bentuk


dan jenis. Ada yang khusus membahas aspek nahwu, munasabah dan balaghah saja dan
ada pula yang membahas linguistik dengan mengkalaborasikan bersama corak-corak
yang lain.

Untuk lebih jelasnya tentang jenis dan macam-macam tafsir lughawi, akan
dijelaskan sebagai berikut:

1. Tafsir nahwu atau i‟rab al-Qur‟an yaitu tafsir yang hanya pokus
membahas i‟rab (kedudukan) setiap lafal al-Qur‟an, seperti kitab al-
Tibyan fi I‟rab al-Qur‟an karya Abdullah bin Husain al-„Akbary (w.
616 H)
2. Tafsir Sharaf atau morpologi (semiotik, dan semantik yaitu tafsir
lughawi yang pokus membahas aspek makna kata, isytiqaq dan korelasi
antarkata seperti Tafsir al-Qur‟an Karim karya Quraish Shihab, Konsep
Kufr dalam al-Qur‟an karya Harifuddin Cawidu.
3. Tafsir Munasabah yaitu tafsir lughawi yang lebih menekankan pada
aspek korelasi antarayat atau surah, seperti Nazhm al-Durar fi Tanasub
al-Ayat wa al-Suwar karya Burhanuddin al-Buqa‟y (w. 885), Mafatih
al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razy (w. 606), Tafsir al-Mishbah karya
Quraish Shihab, dll.

6
4. Tafsir al-amtsal (alegori) yaitu tafsir yang cenderung mengekspos
perumpamaan-perumpamaan dan majaz dalam al-Qur‟an seperti kitab
al-Amtsal min al-Kitab wa al-Sunnah karya Abdullah Muhammad bin
Ali al-Hakim al-Turmudzi (w. 585 H), Amtsal al-Qur‟an karya al-
Mawardi (w. 450 H), Majaz al-Qur‟an karya Izzuddin Abd Salam (w.
660 H)
5. Tafsir Balaghah yang meliputi tiga aspek yaitu:

- Tafsir Ma‟an al-Qur‟an yaitu tafsir yang khusus mengkaji makna-makna


kosa kata al-Qur‟an atau terkdang disebut ensiklopedi praktis seperti
kitab Ma‟an al-Qur‟an karya Abd Rahim Fu‟dah.

- Tafsir Bayan al-Qur‟an yaitu tafsir yang mengedapankan penjelasan


lafal dari akar kata kemudian dikaitkan antara satu makna dengan
makna yang lain seperti kitab Tafsir al-Bayani al-Qur‟an karya Aisyah
Abd Rahman bint al-Syathi‟.

- Tafsir badi‟ al-Qur‟an yaitu tafsir yang cenderung mengkaji al-Qur‟an


dari aspek keindahan susunan dan gaya bahasanya, seperti Badi‟ al-
Qur‟an karya Ibn Abi al-Ishba‟ al-Mishry (w. 654 H)

2. Kelebihan dan Limitasi Tafsir Lughawi

Tafsir al-Qur‟an melalui pendeketan bahasa tentu tidak akan lepas dari nilai
positif atau negatif. Di antara nilai positifnya adalah:

a. Mengukuhkan signifikansi linguistik sebagai pengantar dalam


memahami al-Qur‟an karena al-Qur‟an merupakan bahasa yang penuh
dengan makna.
b. Menyajikan kecermatan redaksi teks dan mengetahui makna berbagai
ekspresi teks sehingga tidak terjebak dalam kekakuan berekspresi
pendapat.
c. Memberikan gambaran tentang bahasa arab, baik dari aspek
penyusunannya, indikasi huruf, berbagai kata benda dan kata kerja dan
semua hal yang terkait dengan linguistik.

7
d. Mengikat mufassir dalam bingkai teks ayat-ayat al-Qur‟an sehingga
membatasinya dari terjerumus ke dalam subjektivitas yang berlebihan.
e. Mengetahui makna-makna sulit dengan pengatahuan uslub (gaya) bahasa
arab.
f. Melestarikan keselamatan, kehidupan dan kontinuitas bahasa arab dalam
sejarah, melestarikan bahasa al-Qur‟an dengan bahasa arab yang jelas,
bukan dengan bahasa pasaran.
g. Mengungkap berbagai konsep seperti etika, seni dan imajinasi al-Qur‟an
sehingga akan melahirkan dimensi psikologis dan signifikansi interaksi
dalam jiwa.

Namun demikian, sebagai salah satu metode penafsiran yang bersifat ijtihadi,
tafsir lughawi juga memiliki beberapa nilai negatif, antara lain:

1. Terjebak dalam tafsir harfiyah yang bertele-tele sehingga terkadang


melupakan makna dan tujuan utama al-Qur‟an.
2. Mengabaikan realitas sosial dan asbab al-Nuzul serta nasikh mansukh
sehingga akan mengantarkan kepada kehampaan ruang dan waktu yang
akibatnya pengabaian ayat Makkiyah dan Madaniyah
3. Menjadikan bahasa sebagai objek dan tujuan dengan melupakan
manusia sebagai objeknya.

Peniruan lafzhiah (kata), otoritas historis yang berseberangan dan keragaman


pendapat pakar bahasa arab akan menguras pikiran sehingga melupakan tujuan utama
tafsir yaitu pemahaman al-Quran.

b. Tafsir Ilmi (Ilmu atau Science)

Tafsir al-Ilmi adalah metode penafsiran al-Qur'an yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan dan dilengkapi dengan teori-teori sains. Ayat-ayat Al-Qur'an yang
ditafsirkan dengan tafsir ilmi adalah ayat-ayat kauniyalı (kejadian alam). Salah satu
tujuan tafsir ini adalah memberikan penguatan kepada kemukjizatan Al-Qur'an.

Beberapa karya dikategorikan sebagai tafsir al-ilmi adalah: Magatih al- Ghalib
karya Fakhr al-Din al-Razy, Ihya Ulum al-Din (Menghidupkan ilmu-ilmu Agama) dan

8
Jawahir al-Quran (Mutiara-mutiara Al-Qur'an) karya Imam al-Ghazali. Al-Itgan fi-
Ulum al-Quran (Elaborasi ilmu-Ilmu Al-Qur'an) karya Jalal al-Din al- Syuyuthi, Al-
Islam Yatahadda (Islam Menantang) karya Wahid al-Din al-Khan, Sunan Allah al-
Kawniyyah (Hukum Allah pada Alam) karya Dr. Muhammad Ahmad al-Ghamrawi, Al-
Ghidza wa al-Dawa (Gizi dan Obat) karya Dr. Jamal al-Din al- Fandi, Al-Quran wa
alilm Hadits (Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan Modern) karya Abd al-Razzaq Naufal,
Al-Tafsir al-Ilm li al-Ayat al-Kawniyyah fi al-Quran al-Karim (Tafir Ilmiah bagi Ayat-
ayat tentang Alam dalam Alquran) karya Hanafi Ahmad. Dapat diketahui bahwa corak
penafsiran ini muncul seiring dengan berkembang dan kemajuannya ilmu pengetahuan
saat ini dan terdapat suatu usaha bagi para pengkaji tafsir untuk memahami ayat-ayat
Al-Qur'an yang sejalan dengan perkembangan ilmu.

c. Tafsir Shufi Isvari

Kata sufi secara etimologis dinyatakan sebagai isim mushtaq dari kata "shuf" yang
berarti bulu domba. Mayoritas para ahli sufi seringkali menggunakan pakaian dari kulit
bulu domba yang kasar sebagai manifestasi dari sifat zuhud mereka. Kata mushtaq,
secara tidak langsung menolak asal kata dasar sufi yang lain seperti suffah yang berarti
tempat pojok masjid yang dipakai oleh para Sahabat Nabi SAW untuk berdomisili di
sana, shaf berarti barisan paling depan di hadapan Allah SWT,shafwah berarti orang-
orang pilihan Allah SWT, dan lain sebagainya. Secara terminologis, kata sufi diartikan
sebagai orang yang menjalani ritual tasawuf. Tasawuf mengandung makna tiga hal,
pertama, sesuatu yang berkaitan dengan akhlak. Kedua, sesuatu yang berkaitan dengan
ibadah dan bentuk-bentuknya. Ketiga, sesuatu yang berhubungan dengan ma'rifah dan
musyahadah

Tafsir Sufi al-Isyari berarti penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an yang berusaha


mentakwilkan berdasarkan isyarat-isyarat yang tersembunyi dan hanya diketahui oleh
para sufi ketika mereka melaksanakan suluk, Dalam pandangan ulama tafsir, terdapat
penyimpangan yang terjadi dalamtafsir sufi.

Menurut Abd Hayyi al-Farmawi tafsir sufi hanya dapat diterima apabila:

1. Tidak bertentangan dengan zahir ayat

9
2. Adanya syahid syar'i yang menguatkannya
3. Tidak bertentangan dengan syariat dan akal sehat
4. Mufassirnya tidak menganggap bahwa penafsirannya itu merupakan satu-
satu tafsir yang benar, tetapi harus mengakui terlebih dahulu pengertian
zhahir ayat.

Kitab-kitab yang tergolong dalam tafsir sufi adalah:

1. Tafsir al-Quran an al-Azhim (Tafsir Al-Qur'an yang Agung) karya Abu


Muhammad Sahal Ibn Abd Allah Ibn Yunus Ibn Isa Ibn Abd Allah al-
Tusturi (w. 283 H/896 M)
2. Haqaiq al-Tafsir (Hakikat-hakikat Tafsir) karya Abu Abd al-Rahman
Muhammad Ibn al-Husain Ibn Musa al-Uzdi al-Salmi (w. 412 H/102 M)
3. Tafsir al-Bayan fi Haqaiq al-Quran (Penjelasan tentang Hakikat-Hakikat
Al- Qur'an) karya Abu Muhammad Ruzbahan Ibn Abi al-Nasr al-Baqli al-
Syirazi (w. 666 H/ 1268 M).

d. Tafsir Al-Fiqhi (Hukum)

Tafsir al-Fikhi adalah tafsir yang dilakukan dengan cara pendekatan kepada
fikih (hukum Islam). Biasanya para mufassir dalam tafsir ini kental dengan para ahli
fikih menafsirkan ayat dengan bentuk ayat-ayat hukum (avat ahkam). Kemunculan
tafsir ini bersamaan dengan munculnya tafsir bi al-matsur. Hal ini tidak terlepas dari
peran Nabi di Madinah, ketika Nabi menjawab berbagai persoalan hukum yang muncul.
Jawaban-jawaban Nabi tersebut kemudian secara lisan diriwayatkan satu generasi ke
generasi berikutnya. Begitu juga para sahabat setelah wafatnya Rasulullah banyak
melakukan ijtihad dalam menjawab persoalan-persoalan hukum berkaitan dengan
persoalan baru. Sampai kepada masa tabiin juga melakukan hal sama melakukan ijtihad
setiap menjawab persoalan hukum baru yang muncul yang tidak ditemukan jawabannya
melalui Al-Qur'an dan hadist. Artinya kondisi ini menjadi dasar tumbuh dan
berkembangnya tafsir al-fikih.

Pada perkembangan selanjutnya, para ulama pengikut mazhab menafsirkan ayat-


ayat hukum dalam Al-Qur'an sesuai dengan teori istinbat yang berlaku dalam mazhab-

10
mazhab tersebut. Pengaruh mazhab cukup besar dalam menafsirkan ayat Al- Qur'an
untuk membenarkan pandangan mazhab yang mereka anut dengan mencoba
menyesuaikan Al-Qur'an dengan pendapat mazhab mereka sendiri.

Beberapa karya yang merupakan bentuk daritafsir fikih adalah:

1. Tafsir Ahkam Alquran (Hukum Alquran) karya Abu Bakar Ahmad Ibn Ali
Razy, dikenal dengan al-Jashshash (w.370 H/980 M)
2. Tafsir Ahkam Alquran (Hukum Alquran) karya Ibn al-Arabi (w.543
H/1148 M)
3. Tafsir al-Kasyaf (Penyelidikan) karya al-Zamakhsyarı.
4. Tafsir Ruh al-Ma'ani (Semangat Makna) karya al-Alusi.
5. Tafsir al-Nasafi (tafsir Nasafi) karya al-Nasafi (mazhab Hanafi)
6. Tafsir al-Jami' li Ahkam Alquran (Himpunan Hukum-hukum Alquran)
karya Abu Abd Allah Muhammad Ibn Ahmad Abi Bakar Ibn Farh al-
Qurtubi (w. 671 H/1273 M) (Mazhab Maliki)
7. Tafsir al-Kahir (Tafsir Besar) atau Mafatih al-Ghaib (Kunci Kegaiban)
karya Fakhr al-Din al-Razy (mazhab Syafii)

e. Tafsir Falsafi (Filsafat)

Maksud dari corak ini adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan


menggunakan logika dan teori-teori filsafat bersifat radikal atau liberal. Munculnya
corak penafsiran ini seiring dengan berkembangnya ilmu-ilmu agama dan sains di
berbagai wilayah kekuasaan Islam yakni ketika periode penterjemahan di masa
Abbasiyah. Pada waktu itu buku-buku filsafat Yunani banyak diterjemahkan dalam
bahasa Arab dan saat itu adalah karya Plato dan Aristoteles.

Kemudian dapat diketahui bahwa seiring berkembangnya ilmu-ilmu tersebut,


terkhusus mengenai filsafat, terdapat pro dan kontra dikalangan ulama muslimin dalam
penafsiran Al-Qur'an yang bercorak falsafi. Adapun golongan yang kontra tersebut
beranggapan bahwa banyak bertentangan dengan akidah dan agama selain itu ketika
dalam menafsirkan Al-Qur'an mereka mengesampingkan tata bahasa Arab dan ilmu
balaghahnya. Dan ulama yang pro terhadap corak ini beralasan bahwa selama

11
penafsiran itu tidak bertentangan dengan norma-norma dalam Islam, sehingga berusaha
menggabungkan antara agama dan filsafat serta menghilangkan pertentangan antara
keduanya, maka tidak ada salahnya melakukan penafsiran tersebut. Cara
menggabungkan keduanya adalah dengan melakukan takwil terhadap nash-nash yang
sesuai dengan teori-teori filsafat". Adapun tafsir yang menggunakan corak ini adalah:
Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Imam Fakhr al-Din Razi dan Tahafut al-Tahafut karya
Ibnu Rusyd.

f. Tafsir Adabi dan Ijtima' i (Sosial Masyarakat)

Al-Adabiy merupakan bentuk mashdar dan kata kerja dari aduba berarti tatakrama
dan sopan santun. Sementara kata al-Ijtima 'iy berarti menyatukan sesuatu dan juga
dapat diterjemahkan kemasyarakatan. Maka, secara etimologi al-adabi al- ijtima'iy
adalah penafsiran yang lebih menekankan kepada sastra budaya dan kemasyarakatan.

Tafsir al-Adabi al-Ijtima'i adalah tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an


berdasarkan ketelitian ungkapan-ungkapan yang disusun dengan bahasa lugas.
menjelaskan tujuan pokok diturunkannya Al-Qur'an, kemudian mengaplikasikannya
pada tataran sosial dalam hal problem solving umat Islam dan bangsa pada umumnya,
sejalan dengan perkembangan masyarakat.

Tokoh dipandang sebagai pelopor dari kebangkitan tafsir ini adalah Muhammad
Abduh dengan karyanya berjudul "al-Manar" ditulis bersama muridnya Rasyd Ridha.
Kemudian tercatat pula tafsir dikategorikan tafsir ini adalah Tafsir Al- Quran (Tafsir
Alquran) karya al-Maraghi, Tafsir al-Quran al-Karim (Tafsir Al- Qur'an yang Mulia)
karya Mahmud Syaltut dan Tafsir al-Wadhih (Tafsir yang Terang) Karya Muhammad
Mahmud Baht al-Hijazy".

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tafsir Al-Qur'an memiliki beragam corak, seperti tafsir lughawi, ilmi, sufi isvari,
al-fiqhi, falsafi, dan adabi ijtima'i. Masing-masing corak memberikan pendekatan unik
dalam menjelaskan makna dan aplikasi Al-Qur'an. Tafsir lughawi menekankan
kebahasaan, tafsir ilmi berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tafsir sufi isvari
mengandalkan isyarat tersembunyi, tafsir al-fiqhi berkaitan dengan hukum Islam, tafsir
falsafi menggunakan logika filsafat, dan tafsir adabi ijtima'i menyoroti sastra budaya
dan masyarakat. Keseluruhan, keragaman corak tafsir mencerminkan usaha memahami
dan menerapkan ajaran Al-Qur'an dalam berbagai konteks kehidupan.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati penulis sangat berharap ada kritikan dan saran yang sifatnya
untuk membangun. Terakhir penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat
baik bagi penulis begitu juga pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Shalih, Subhi. 1977. Mahabiths Fi Ulum al-Qur'an". Beirut: Dar al Ilm Ii Malayin
Anwar, Rosihon. 2005. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia

Baidan, Nashruddiin. 1998. Metodologi Penafsiran Al-Qur'an. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Farmawy, "Abd al-Hay. 1977. al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdu' iy. Mesir: al-
Jumhuriyyah al-Misriyyah

Farmawi, Abd al-Hayy. 2002. Metode Tafsir Maudu'i dan Cara Penerapannya, terj.
Rosihan Anwar. Bandung: Pustaka Setia

Haryono, M.Yudhie. 2002. Bahasa Politik Al-Qur'an. Mencurigai Makna Tersembunyi


di Balik Teks. Bekasi: Gugus Press

Huda, Sokhi. 1988. Tafsir Al-Qur'an: Konsep Dasar, Klasifikasi, dan


Perkembangannya. Surabaya: IAIN Sunan Ampel

Jibril, Muhammad al-Sayyid. 1987. Madkhal ila Manāhij al-Mufassirin. Kairo: al-Risa
lah Jonwari, dkk. 2020. Konsep Tafsir dan tafsir dalam Prespektif As-Syaitibi.
Jurnal Lisan Al- Hal Volume 14. No. 2

14

Anda mungkin juga menyukai