Anda di halaman 1dari 11

TAFSIR DAN ILMU TAFSIR

Oleh :erlangga dwi cahyo (442023611026)

Ach.farhan mubarok(4420236110

Hanif Naufal(4420236110
Prodi : Teknik informatika semester 1

PENDAHULUAN
Al-qur’an adalah kalam Tuhan yang menyimpan segala petunjuk dan ajaran-Nya,
yang meliputi segala aspek kehidupan manusia yang umumnya diungkap dalam bentuk
dasar-dasar. Dan tafsir dipandang dari segi eksistensinya yang sangat melekat dengan al-
qur’an. Kepentingan dan keutamaan kedudukan tafsir amat terasa apabila dihubungkan
dengan keharusan umat islam untuk memahami kandungan atau makna ajaran-ajaran al-
qur’an. Sebagaimana dapat dipahami dari firman-Nya sebagai berikut:

Ini adalah sebuah kitab (al-qur’an )yang kami turunkan kepadamu dengan penuh
berkah supaya mereka mempertahankan (men-tadabbur-i) ayat-ayat, dan supaya
orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran.(Qs. Shaad:29).

Demikian penting upaya memahami dan merenungkan kandungan ayat-ayat al-


qur’an, demi mendapatkan pelajaran-pelajaran berharga darinya. Dan bahwa kebangkitan
atau kemajuan umat islam, baik secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama,
sesungguhnya sangat tergantung pada sejauh mana mereka berpedoman dan berpegang
teguh pada petunjuk-petunjuk, dan aturan-aturan al-qur’an.

Dalam pada itu, Muhammad Abduh disebut sebagai salah seorang tokoh
modernisme islam yang baik lewat tulisan-tulisan maupun aktivitas sosialnya, menjadi orang
yang paling dikenal, menonjol dan dicintai di negerinya Mesir. 1

Dalam bidang tafsir, otoritas Muhammad Abduh tidak diragukan lagi. Ia telah
menafsirkan kitab suci umat islam itu, walaupun hanya sebagian, dengan dan penuh
tnggung jawab. Ia juga telah menafsirkan al-qur’an sejak bulan Muharram 1317 H. Sampai
pertengahan bulan yang sama, tahun 1323 H, dengan ayat terakhir yang ditafsirkannya.

Dalam menafsirkan al-qur’an, Muhammad Abduh tidaklah mengekor kepada tafsir


yang telah ada, bahkan ia melakukan pembaruan dalam bidang yang satu ini, dan oleh
karena itu tafsirnya dipandang mengandung wawasan pembaruan serta sesuai dengan
dinamika dan perkembangan zaman.

1
Albert Hourany, Arabic Though in the Liberal Age 1798-1939 (London: Oxford University Press,
1962), h.135.
PEMBAHASAN
A. TAFSIR DAN ILMU TAFSIR

1. Pengertian Tafsir

Kata tafsir atau al-tafsir, adalah berwazan kata taf’il, yaitu dari fassara-yufassiru-
tafsiran. Kata yang disebut terakhir berarti “membuka”. Secara etimologis,tafsir berarti
memperlihatkan dan membuka (al-izhhar wa al-kasyf)2 atau menerangkan dan menjelaskan
(al-idlah wa al-tabyin).3 Keterangan dan penjelasan itu pada lazimnya dibutuhkan
sehubungan dengan adanya ungkapan atau pernyataan yang dirasakan belum atau tidak
jelas maksudnya. Tafsir dapat membuka maksud yang tertutup dari suatu ungkapan,
sehimgga menghasilkan pemahaman. Tegasnya, tafsir berfungsi sebagai anak kunci (al-
miftah) untuk membuka simpanan yang terkandung dalam al-qur’an.

Tafsir menurut istilah didefenisikan para ulama dengan rumusan yang berbeda,
namun dengan arah dan tujuan yang sama. Misalnya, al-Jurjani menyatakan bahwa dalam
pengertian syara’, tafsir adalah menjelaskan makna ayat-ayat al-qur’an, baik dari segi segala
persoalan, kisahnya maupun dari segi asbab al-nuzulnya. Sementara al-Zarkasyi menyebut
bahwa tafsir adalah ilmu untuk mengetahui pemahaman Kitabullah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw dengan menjelaskan makna-makna dan mengeluarkan hukum-hukum
serta hikmah-hikmah yang terkandung didalamnya.

Dengan demikian, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian tafsir adalah


sebagai berikut :

1. Hakikatnya ialah menjelaskan maksud ayat-ayat al-qur’an al-karim yang sebagian


besar memang diungkap dalam bentuk dasar-dasar yang sangat global (mujmal).
2. Tujuannya adalah memperjelas apa yang sulit dipahami dari ayat-ayat al-qur’an,
sehingga apa yang dikehendaki Allah dalam firman-firman-Nya dapat dipahami
dengan mudah, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan.
3. Sasarannya ialah agar al-qur’an sebagai hidayah Allah untuk manusia benar-benar
berfungsi sebagaimana ia diturunkan, yaitu untuk menjadi rahmat bagi manusia
seluruhnya.
4. Bahwa sarana pendukung bagi terlaksananya pekerjaan mulia menafsirkan al-qur’an
itu meliputi berbagi ilmu pengetahuan yang sangat luas.
5. Bahwa upaya menafsirkan ayat-ayat al-qur’an bukanlah untuk mencapai kepastian
dengan pernyataan “demikian yang dikehendaki Allah dalam firman-Nya”, akan
tetapi pencarian dan penggalian makna-makna itu hanyalah menurut kadar
kemampuan manusia dengan keterbatasan ilmunya.

2
Al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an (Mesir. Isa al-Babi al-Halabi, 1972), Jilid II, h.147.
3
Abd Al-‘Azhim al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum al-Qur’an (Mesir. Isa al-Babi al-Halabi, t.th.), Jilid
II. h.3.
2. Pengertian Ilmu Tafsir

Prof. TM. Hasby Ash-Shiddieqy mendefenisikan ilmu tafsir sebagai berikut :

“Ilmu tafsir adalah ilmu yang menerangkan tentang hal nuzulul ayat, keadaan-
keadaannya, kisah-kisahnya, sebab-sebab turunnya, tertib makkiyyahnya, madaniyyahnya,
muhkamnya, mutasyabihnya, nasikhnya, ‘amnya, mutlaqnya, mujmalnya, mufassarnya
(mufashshalnya), halal-haramnya ”.4

Sedangkan Abu Hayan mendefenisikan ilmu tafsir sebagai berikut :

“Ilmu tafsir ialah suatu ilmu yang dibahaskan didalamnya cara menuturkan
(membunyikan) lafazh-lafazh al-qur’an, baik mengenai kata tunggal maupun mengenai
tarkib dan makna-maknanya yang dipertanggungkan oleh keadaan susunan dan beberapa
kesempurnaan bagi yang demikian seperti mengetahui naskah, sebab nuzul, kisah yang
menyatakan apa yang tidak terang (mubham) didalam al-qur,an dan lain-lain yang
mempunyai hubungan rapat dengan itu”.5

B. RUANG LINGKUP

Al-qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw
sebagai petunjuk, dan al-qur’an sangat penting untuk dipelajari karena didalamnya banyak
berbagai penjelasan-penjelasan (penafsiran) dalam mencakup segala aspek kehidupan, dari
hal yang terkecil hingga hal yang terbesar. Karena segala hukum yang sesungguhnya
didalam kehidupan dapat dituntaskan oleh al-qur’an al-karim. Oleh karena itu, al-qur’an
disebut sebagai pedoman, panutan, dan junjungan bagi seluruh umat islam.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR DAN ILMU TAFSIR

Sejarah tafsir telah dimulai sejak dini, yaitu sejak zaman Rasulullah saw, orang yang
pertama menguraikan maksud-maksud al-qur’an dan menjelaskan kepada umatnya wahyu-
wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Pada masa itu tak seorang pun dari sahabat Rasul
yang berani menafsirkan al-qur’an, karena Rasul masih berada ditengah-tengah mereka.
Pada zaman itu, para sahabat Nabi berusaha keras memahami al-qur’an dan sangat besar
keinginan mereka untuk mengerti tafsirnya.

Ahli tafsir dari kalangan sahabat Nabi banyak jumlahnya, tetapi yang terkenal luas
hanya 10 orang, yaitu Abu Bakr Ash-Shiddiq, Umar Ibn Al-Khattab, Utsman Ibn ‘Affan, ‘Ali
Ibn Abi Thalib, ‘Abdullah Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas, Ubay Ibn Ka’ab, Zaid Ibn Tsabit, Abu Musa
Al-Asy’ari, dan ‘Abdullah Ibn Zubair. Diantara 10 sahabat Nabi tersebut yang memiliki gelar
“ahli tafsir al-qur’an” ialah Ibn ‘Abbas. Ibn ‘Abbas juga terkenal dengan sebutan “Turjuman
al-Qur’an”(orang mahir menjelaskan al-qur’an).

4
Prof. TM. Hasby Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Bulan Bntang, Jakarta, 1974,
h.179.
5
Ibid, hal.180.
Selanjutnya, penafsiran al-qur’an dari para sahabat diterima baik oleh generasi
tabi’in di berbagai daerah islam. Pada masa ini muncul kelompok-kelompok (thabaqat) ahli
tafsir di Makkah, Madinah, dan juga di Irak. Mengenai mereka itu, Ibn Taimiyah (1263-1328
M) berkata, “Yang paling banyak mengetahui soal tafsir ialah ahli tafsir kelompok Makkah,
karena mereka adalah sahabat-sahabat Ibn ‘Abbas, seperti Mujahid, Atha Ibn Abu Rabah,
Ikrimah (maula Ibn ‘Abbas), Sa’ad Ibn Zubair, dan lain-lain. Demikian juga mereka yang ada
di Kufah (Irak), yakni sahabat-sahabat Ibn Mas’ud, seperti Masruq Ibn al-Ajda, Qatadah Ibn
Di’amah, dan lain-lain. Dan yang di Madinah, seperti Zaid Ibn Aslam yang menurunkan
ilmunya kepada anaknya yang bernama Abd ar-Rahman Ibn Zaid dan kepada muridnya
Malik Ibn Anas r.a.”

Mereka mufassir-mufassir terkenal dari kalangan tabi’in di berbagai wilayah islam,


dari merekalah tabi’al tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin) belajar. Mereka telah
menciptakan untuk umat islam berikutnya warisan ilmiah yang sangat penting.

Kaum tabi’al tabi’in meneruskan ilmu yang mereka terima dari kalangan tabi’in. Pada
zaman ketiga inilah pembukuan tafsir dimulai. Masa pembukuan dimulai pada akhir dinasti
Bani Umayyah dan awal dinasti Abbasiyyah. Tokoh terkemuka diantara mereka dalam
bidang ini adalah Yazid Ibn Harun al-Sulami (w. 117 H), Sufyan Ibn Uyainah (w. 198 H),
Syu’bah Ibn Ubadah al-Basari (w. 205 H), Abd ar-Razaq Ibn Hammam (w. 211 H), dan lain-
lain.

Ilmu tafsir merupakan ilmu yang penting sehubungan dengan usaha pemahaman
(tafsir) al-qur’an. Ulama-ulama Mutaqaddimin belum menaruh perhatian untuk menyusun
ilmu tafsir ini. Pada masa kejayaan Khalifah Bani ‘Abbasiyyah, maka perkembangan dan
pertumbuhan ilmu dikalangan kaum muslimin pada waktu itu sangat pesat, baik ilmu-ilmu
agama maupun ilmu pengetahuan umum terutama pada zaman Khalifah Al-Makmun (tahun
198-218 H).

D. URGENSI MEMPELAJARINYA

Al-Qur’an adalah sumber pokok dari ajaran-ajaran Islam, Agar supaya orang dapat
memahami isi kandungan-nya maka di perlukan adanya tafsir dan Ilmu tafsir merupakan
pembantu yang memudahkan orang untuk memahami isi Al-Qur’an.

Kita meyakini bahwa agama Islam adalah agama samawi terakhir sebagai petunjuk,
sehingga manusia dapat memperoleh kebahagiaan Dunia dan Akhirat. Islam merupakan
mata rantai dari rangkaian wahyu-wahyu yang telah di turunkan kepada Nabi-Nabi
terdahulu. Oleh karena itu usaha untuk memahami isi ajaran Al-Qur’an adalah sangat di
perlukan sekali.

Al-Qur’an telah di turunkan 14 abad yang lalu dalam bahasa Arab. Penguasaan
terhadap bahasa Arab adalah merupakan alat yang paling tepat untuk mempermudah dapat
memahami isi ajaran Al-Qur’an itu. Hal ini bukan berarti bahwa orang yang tidak menguasai
bahasa Arab itu tidak dapat mempelajari Al-Qur’an. Sekarang ini telah banyak di usahakan
orang terjemah dan tafsir Al-Qur’an ke dalam bahasa-bahasa bukan Arab. Di Indonsia sendiri
di samping beredar bermacam-macam tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Arab, juga dalam
bahasa Indonesia, bahasa Jawa dan bahasa Sunda.

E. SYARAT-SYARAT MUFASSIR DAN ILMU BANTU TAFSIR

1. Syarat – Syarat Mufassir

Tidak terdapat terminologi khusus mengenai mufassir. Ia merupakan predikat bagi


seseorang yang memiliki kemampuan atau kelaikan untuk menafsirkan Al-Qur’an. Dalam
kamus, mufassir di artikan sebagai syarih atau commentator,6 yang berarti orang yang
menguraikan dengan luas, atau yang memberikan komentar, tafsiran, atau interpretasi. Jadi,
mufassir Al-Qur’an adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk menguraikan atau
mengomentari atau memberikan interpretasi kepada Al-Qur’an. Untuk mampu menjadi
mufassir yang berhasil di perlukan persyaratan ilmu yang cukup dan memadai.

Para ulama’ menyebutkan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang
mufassir. Diantaranya :

a) Akidah yang benar


Karena akidah sangat berpengaruh didalam jiwa penganutnya, dan sering kali
akidah mendorong seseorang untuk menyelewengkan nash-nash dan
berkhianat dalam menukil kabar. Oleh sebab itu, ketika ada diantara orang-
orang seperti ini menyusun kitab tafsir, maka ia akan menakwilkan ayat-ayat
yang berseberangan dengan akidahnya, lalu mengartikannya secara bathil
sesuai mazhab yang ia anut untuk menghalangi manusia mengikuti salaf dan
meniti jalan petunjuk.
b) Melepaskan diri dari hawa nafsu
Karena hawa nafsu akan mendorong seseorang untuk membela paham yang
ia anut, sehingga mereka ini memperdaya banyak orang dengan kata-kata
lembut, seperti kebiasaan kelompok Qadariyah, Rafidhah, Mu’tazilah, dan
para ekstremis dari berbagai aliran lainnya.
c) Mulailah terlebih dahulu menafsirkan al-qur’an dengan al-qur’an
Karena ketika ada ayat yang disebut secara garis besar di suatu tempat, maka
penjelasannya pasti disebutkan ditempat lain, dan ketika ada ayat yang
disebut secara ringkas di suatu tempat, maka penjelasannya disampaikan di
tempat lain secara luas.

6
Lihat Elias A. Elias, Modern Dictionary Arabic-English (Kairo: Dar Gharib li al-tiba’ah, 1976), h. 504.
Lihat pula Hans Wher, A Distionary of Modern WritterArabic(Beirut: Maktabat Lubnan,1974), h. 713. Juga lihat
Ahmad Warson Munawwir, al-munawwir (Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah keagamaan Pondok
Pesantren “Al-Munawwir” Krapyak 1984), h. 1134.
d) Mencari tafsir dari As-Sunnah
Karena As-Sunnah adalah penjelas al-qur’an. Al-qur’an menyebutkan bahwa
hukum-hukum yang disampaikan Rasulullah saw semata bersumber dari al-
qur’an melalui wahyu Allah, sebagaimana dalam firman-Nya :

“Sungguh,kami telah menurunkan kitab (al-qur’an) kepadamu (Muhammad)


membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa
yang telah diajarkan Allah kepadamu.”(Q.s An-Nisa:105).
Karena itulah Rasulullah saw bersabda, “ketahuilah! Sungguh, aku diberi al-
qur’an dan yang sepertinya bersamanya.” Maksudnya, As-Sunnah. Asy-Syafi’i
berkata, “semua putusan yang ditetapkan Rasulullah saw adalah pemahaman
beliau terhadap al-qur’an.”
e) Ketika tidak menemukan penafsiran dari As-Sunnah, merujuk kepada
perkataan sahabat, karena mereka lebih tahu
Para sahabat menyaksikan petunjuk dan kondisi-kondisi pada saat al-qur’an
turun. Selain itu, karena mereka memiliki pemahaman yang sempurna, ilmu
yang shahih, dan amal saleh.
f) Manakala tidak menemukan penafsiran didalam al-Qur’an, as-Sunnah,
ataupun perkataan sahabat, sebagian besar kalangan imam merujuk pada
perkataan tabi’in
Diantara tabi’in adalah seperti Mujahid Ibn Jabr, Sa’id Ibn Jubair, Ikrimah
maula Ibn Abbas, Atha’ Ibn Abu Rabbah, Hasan al-Bashri, Qatadah, Dhahhak
Ibn Muzahim, dan tabi’in lainnya.Diantara tabi’in ada yang mempelajari tafsir
al-Qur’an secara keseluruhan dari sahabat.
g) Menguasai ilmu bahasa arab dan cabang-cabangnya
Karena al-Qur’an turun dengan bahasa arab, sehingga pemahamannya
bergantung pada penjelasan kosakata dan petunjuknya sesuai disiplin
bahasa. Mujahid berkata, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada
Allah swt dan hari akhir berbicara tentang kitab Allah ketika ia tidak
mengetahui bahasa-bahasa bangsa arab.” Makna suatu lafal berbeda-beda
sesuai i’rabnya. Karena itulah disiplin ilmu tafsir memerlukan ilmu nahwu dan
sharaf untuk mengetahui bangunan kata.
h) Menguasai dasar-dasar ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an
Seperti ilmu qira’ah, karena ilmu ini cara melafalkan al-Qur’an bisa diketahui,
juga bisa mengetahui salah satu kemungkinan makna lebih kuat dari yang
lain. Termasuk ilmu tauhid, agar ayat-ayat al-Qur’an terkait Allah dan sifat-
sifat-Nya.
i) Pemahaman yang mendalam
Pemahaman mendalam yang memungkinkan seorang mufassir menguatkan
suatu makna atas makna lain, atau menyimpulkan suatu makna yang selaras
dengan nash-nash syar’i.7

2. Ilmu Bantu Tafsir

Seperti yang sudah disebutkan diatas, bahwa seorang mufassir yang akan
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an harus memenuhi beberapa syarat yang dimana salah
satunya ialah menguasai dasar-dasar ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an atau dapat
disebut dengan ilmu bantu tafsir.

Dalam kitab Fadhilah Amal yang ditulis oleh Maulana Zakariyya al-Khandahlawi
disebutkan, Ibn Mas’ud r.a berkata, “jika kita ingin memperoleh ilmu, maka pikirkan dan
renungkanlah makna-makna al-Qur,an, karena didalamnya terkandung ilmu orang-orang
dahulu dan sekarang.”

Namun, menurut Maulana Zakariyya untuk memahaminya kita mesti menunaikan


syarat dan adab-adabnya terlebih dahulu. Berdasarkan keterangan para ulama, Maulana
Zakariyya menyebut untuk menafsirkan al-Qur’an diperlukan keahlian dalam 15 bidang ilmu.

1) Ilmu lughoh
Yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata al-Qur’an. Sedikit pengetahuan tentang
lughoh tidaklah cukup karena kadang kala satu kata mengandung berbagai arti.
2) Ilmu sharaf (perubahan bentuk kata)
Mengetahui ilmu sharaf sangat penting, karena perubahan sedikit bentuk suatu kata
akan mengubah maknanya.
3) Ilmu nahwu (tata bahasa)
Sangat penting mengetahui ilmu nahwu, karena sedikit saja i’rab hanya didapat
dalam ilmu nahwu.
4) Ilmu isytiqaq (akar kata)
Mengetahui ilmu isytiqaq sangatlah penting. Dengan ilmu ini dapat diketahui asal-
usul kata. Ada beberapa kata yang berasal dari dua kata yang berbeda, sehingga
berbeda makna.
5) Ilmu ma’ani
Ilmu ini sangat penting diketahui, karena dengan ilmu ini susunan kalimat dapat
diketahui dengan melihat maknanya.
6) Ilmu bayan
Ilmu bayan yaitu ilmu yang mempelajari makna kata yang zhahir dan yang
tersembunyi, dan juga mempelajari kiasan serta permisalan kata.
7) Ilmu badi’

7
Syaikh Manna’ al-Qaththan, Dasar – Dasar Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Ummul Qura, 2016), hlm. 506.
Yakni ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga bidang ilmu diatas juga
disebut silmu webagai cabang ilmu balaghah yang sangat penting dimiliki oleh ahli
tafsir.
8) Ilmu qira’at
Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena perbedaan bacaan dapat mengubah makna
ayat. Ilmu ini membantu menentukan makna paling tepat diantara makna-makna
suatu kata.
9) Ilmu aqa’id
Yaitu ilmu yang sangat penting dipelajari ini mempelajari dasar-dasar keimanan.
Kadang kala ada satu ayat yang arti zhahirnya tidak mungkin diperuntukkan bagi
Allah swt. Untuk memahaminya diperlukan ta’wil dari ayat itu.
10) Ushul fiqh
Mempelajari ilmu yang sangat penting, karena dengan ilmu ini kita dapat mengambil
dalil dan menggali hukum dari suatu ayat.
11) Ilmu asbabun-nuzul
Yaitu ilmu untuk mengetahui sebab-sebab turunnya, maka maksud satu ayat mudah
dipahami. Karena kadang kala maksud suatu ayat itu bergantung pada asbabun
nuzulnya.
12) Ilmu nasikh mansukh
Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hukum yang sudah dihapus dan hukum yang
masih tetap berlaku.
13) Ilmu fiqh
Ilmu ini sangat penting dipelajari. Dengan menguasai hukum-hukum yang rinci akan
mudah mengetahui hukum-hukum global.
14) Ilmu hadits
Ilmu untuk mengetahui hadits-hadits yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
15) Ilmu wahbi
Ilmu khusus yang diberikan Allah swt kepada hamba-Nya yang istimewa,
sebagaimana sabda Nabi saw :

“Barang siapa mengamalkan apa yang ia ketahui, maka Allah akan memberikan
kepadanya ilmu yang tidak ia ketahui”.

F. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ILMU TAFSIR DAN ILMU AL-QUR’AN

1. Perbedaan Ilmu Tafsir dan Ilmu Al-Qur’an

Manakala kita merujuk ke beberapa kitab yang ditulis menggunakan istilah ilmu
tafsir akan kita dapati kebanyakan berisi ‘ulumul qur’an (ilmu yang mengkaji seluk beluk
terkait al-Qur’an). Secara singkat, perbedaan antara ilmu tafsir dan ilmu al-Qur’an sebagai
berikut :
a) Jika suatu pengetahuan terkait al-Qur’an tidak mempengaruhi maknanya
maka dia termasuk ‘ulumul qur’an, dan bukan ilmu tafsir.

b) Jika suatu pengetahuan terkait al-Qur’an berpengaruh terhadap makna ayat


seperti lafazh yang asing, atau suatu kaidah yang berpengaruh pada sah tidaknya
sebuah tafsir seperti nasikh (yang menghapus) dan mansukh (yang terhapus)
dari ayat al-Qur’an maka ia termasuk bagian ilmu tafsir.

2. Persamaan Ilmu Tafsir dan Tafsir Al-Qur’an

Ilmu tafsir dan ilmu al-Qura’an adalah disiplin ilmu yang berusaha menjelaskan
kandungan al-Qur’an sesuai dengan maksud Allah swt. Ilmu tafsir dan ilmu al-
Qur’an ilmu yang saling melengkapi satu sama lain, untuk mengungkap maksud
ayat atau kandungan hukum yang terdapat dalam al-Qura’an. Ilmu tafsir dan
ilmu al-Qur’an adalah disiplin ilmu yang berusaha untuk menggali dan
mengembangkan ilmu-ilmu yang terkandung didalam al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Al-kandahlawi, Muhammad Zakariya. Fadhilah Amal, Yogyakarta: Ash-Shaff, 2000.

Al-Qaththan, Manna’. Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Ummul Qura, 2016.

Iqbal, Mashuri Sirojuddin, dan A.Fudlali. Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Penerbit Angkasa,
1987.

Nasir, Salihun A. Ilmu Tafsir Al-Qur’an, Surabaya: Penerbit Al-ikhlas, 1987.

Nawawi, Rifat Syauqi. Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh Kajian Masalah Akidah dan
Ibadat, Jakarta: Penerbit Paramadina, 2002.

Anda mungkin juga menyukai