Anda di halaman 1dari 20

12- Tafsir Al Qur’an

Tafsir Al Qurán adalah ilmu pengetahuan


untuk memahami dan menafsirkan hal-hal
yang berhubungan dengan Al-Qur'an dan
isinya, berfungsi sebagai mubayyin (pemberi
penjelasan), yang menjelaskan tentang arti
dan kandungan Al-Qur'an, khususnya
menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami
dan samar artinya.
Urgensi Tafsir Al Qurán
• Bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi
Muhammad melalui Malaikat Jibril dalam
bahasa Arab dengan segala macam kekayaan
bahasanya.
• Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai
dasar-dasar aqidah, kaidah-kaidah syariat,
asas-asas perilaku, menuntun manusia ke
jalan yang lurus dalam berpikir dan beramal.
 Namun, Allah tidak menjelaskan perincian-
perincian dalam berbagai masalah tersebut.
 Sehingga banyak lafadz Al-Qur'an yang
membutuhkan tafsir, apalagi banyak susunan
kalimat yang singkat namun luas
pengertiannya.
 Untuk itulah diperlukan penjelasan yang
berupa Tafsir Al-Qur'an.
Perbedaan: Tafsir, Takwil dan Terjemah
1. Tafsir bermakna menjelaskan maksud dan tujuan ayat-
ayat Alquran, baik dari sisi makna, kisah, hukum,
maupun hikmah, sehingga mudah dipahami oleh
umat.
Memurut Abu Hayyan tafsir adalah ilmu yang
membahas tentang cara-cara untuk memahami teks
yang berhubungan dengan makna, yang memuat
hikmah, petunjuk dan hukum dalam ayat-ayat al-
Quran, baik dari segi tekstual ataupun kontekstual.
Menurut al-Jurjani bahwa tafsir ialah menjelaskan
makna ayat, dengan memahami seluruh aspek yang
berkaitan dengannya, baik sebab diturunkannya ayat,
kisah dan urusannya.
2. Takwil adalah memindahkan lafadz dari makna
yang lahir kepada makna lain yang dipunyai
lafadz itu untuk menerangkan apa yang
dimaksud dari lafadz ayat Alquran tersebut.
Menurut Quraish Shihab Takwil adalah suatu
pengertian tersirat yang diistinbatkan (diproses)
dari ayat-ayat al-Quran dan masih memerlukan
adanya perenungan serta perkiraan sebagai
sarana pembuka tabir, dalam hal ini cenderung
untuk memahami ayat-ayat yang maknanya
tersembunyi.
3. Terjemah adalah memindahkan makna sebuah
lafadz /ayat al Qurán dari bahasa Arab ke dalam
bahasa lain untuk mengungkapkan makna dari
lafadz/ayat tersebut dengan bahasa lain itu.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
menyalin atau memindahkan suatu bahasa kepada
bahasa lain atau mengalihbahasakan.
Menurut Ash-Shabuni bahwa terjemah al-Quran
adalah memindahkan bahasa al-Quran (Arab) kepada
bahasa lain yang mampu dipahami, dan mencetak
naskahnya agar dapat mempermudah memahami
bahasa al-Quran dengan perantara terjemahan.
• Dari segi tujuan, antara tafsir dan takwil tidak
memiliki perbedaan, yakni sama-sama berusaha
untuk menjelaskan makna ayat Alquran.
• Dewasa ini, beberapa kalangan masyarakat awam
masih susah membedakan istilah tafsir, takwil
dan terjemah al-Quran, sehingga tidak jarang
mengakibatkan adanya kesalahpahaman atau
terjebak pada pemaknaan al-Quran secara literal.
• Karena itu ditinjau dari segi kerjanya atau jalan
yang ditempuh, keduanya memiliki perbedaan
yang jelas.
Perbedaan Tafsir dan Takwil:
1. Tafsir sifatnya lebih umum dari takwil.
2. Tafsir menyangkut seluruh ayat, sedangkan
takwil hanya berkenaan dengan ayat-ayat yang
mutasyabihat (samar dan perlu penjelasan).
3. Tafsir menerangkan makna-makna ayat dengan
pendekatan riwayat (hadits), sedangkan takwil
dengan pendekatan dirayat (pengetahuan).
4. Tafsir menerangkan makna ayat yang terambil
dari bentuk ibarat (tersurat), sedangkan takwil
dari yang tersirat (isyarat-isyarat).
Sejarah Tafsir Al Qurán:
1. Pada masa Rasulullah ‫ ﷺ‬masih hidup sering kali timbul
beberapa perbedaan pemahaman tentang makna
sebuah ayat al Qurán. Namun mereka dapat langsung
menanyakan pada Rasulullah ‫ﷺ‬, tanpa pembukuan.
2. Pada masa sahabat, mereka banyak yang terkenal
mampu menafsirkan Al-Qur'an antara lain: empat
khalifah, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab, Zaid
bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Zubair.
Pada masa ini juga belum terdapat satupun
pembukuan tafsir dan masih bercampur dengan hadis.
3. Pada masa Tabiín, ada tiga kota utama dalam pengajaran Al-
Qur'an yang masing-masing melahirkan madrasah atau
madzhab tersendiri, yaitu:
a. Mekkah dengan madrasah Ibnu Abbas, murid-muridnya
antara lain: Mujahid ibn Jabir, Atha bin Abi Rabah, Ikrimah
Maula Ibn Abbas, Thaus ibn Kisan al-Yamani dan Said ibn
Jabir.
b. Madinah dengan madrasah Ubay ibn Ka'ab, murid-
muridnya: Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi, Abu al-Aliyah
ar-Riyahi dan Zaid bin Aslam.
c. Irak dengan madrasah Ibnu Mas'ud, murid-muridnya
Hasan al-Bashri, Masruq ibn al-Ajda, Qatadah bin Da'amah,
Atah ibn Abi Muslim al-Khurasani dan Marah al-Hamdani.
• Pada masa ini tafsir masih merupakan bagian dari
hadis namun masing-masing madrasah meriwayatkan
dari guru mereka sendiri-sendiri.
• Ketika datang masa kodifikasi hadis, riwayat yang berisi
tafsir sudah menjadi bab tersendiri, namun belum
sistematis sampai masa sesudahnya.
• Ketika itu pertama kali dipisahkan antara kandungan
hadits dan tafsir sehingga menjadi kitab tersendiri.
• Usaha ini dilakukan oleh para ulama sesudahnya
seperti Ibnu Majah, Ibnu Jarir ath-Thabari, Abu Bakr
ibn al-Munzir an-Naisaburi dan lainnya.
• Metode pengumpulan inilah yang disebut Tafsir bil
Ma`tsur. Misalnya: Tafsir Ibnu Katsir.
4. Pada masa Dinasti Abbasiyah terdapat
pengembangan metodologi tafsir dengan
memasukan unsur ijtihad yang lebih besar.
Meskipun begitu mereka tetap berpegangan
pada tafsir bi al-Ma`tsur dan metode lama
dengan pengembangan ijtihad berdasarkan
perkembangan masa tersebut.
Pada masa ini lahir metode tafsir baru yang
disebut sebagai Tafsir bi ar-ra'yi, dengan
memperluas ijtihad dibandingkan masa
sebelumnya. Misalnya: Tafsir Jalalain.
• Lebih lanjut, dengan berkembangnya ajaran
tasawuf melahirkan pula sebuah tafsir yang
biasa disebut sebagai Tafsir Isyari. Misalnya:
Tafsir An Naisabury.
5. Pada perkembangan terbaru mulai diadopsi
metode-metode baru, yakni mengambil
beberapa metode dalam ilmu filsafat yang
digunakan untuk membaca teks Al-Qur'an.
• Dari metode baru tersebut , maka lahirlah
metode tafsir baru yang disebut: Tafsir Falsafi,
Tafsir Ilmiy’ dan Tafsir Adab Al Ijtima.
Rujukan dalam menafsirkan al Qurán:
1. Kalamullah (Al-Qur'an ditafsirkan dengan Al-
Qur'an), maksudnya ditafsirkan dengan ayat
lain, karena Allah adalah Yang menurunkan Al-
Qur'an sehingga lebih mengetahui apa yang
dikehendaki ayat. Contoh:
ٌ ‫َأاَل ِإ َّن َأ ْولِيَا َء هَّللا ِ اَل َخ ْو‬
َ ُ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَ ْح َزن‬
‫ون‬
(Yunus 62)
Lafadz "ِ ‫ “َأ ْولِيَا َء هَّللا‬ditafsirkan dengan:
َ ُ‫َو َكانُوا يَتَّق‬
)Yunus 63( ‫ون‬ َ ‫الَّ ِذ‬
‫ين آ َمنُوا‬
2. Perkataan Rasulullah (maksudnya Al-Qur'an
ditafsirkan dengan as-sunnah), karena
Rasulullah adalah pembawa kabar dari Allah
sehingga Rasulullah adalah manusia yang
paling mengetahui maksud Allah pada firman-
Nya. Contoh:
ٌ‫ين َأ ْح َسنُوا ْال ُح ْسنَى َو ِزيَا َدة‬
َ ‫( لِلَّ ِذ‬Yunus 26)
Nabi menafsirkan lafal "ٌ‫"زيَا َدة‬ ِ (ziyâdah,
tambahannya) dengan 'melihat wajah Allah',
berdasarkan riwayat dari Ibnu Jarir ath-
Thabari.
3. Perkataan sahabat, (terutama ulama yang
memiliki perhatian terhadap tafsir), karena Al-
Qur'an turun dengan bahasa mereka, pada masa
mereka.
Mereka adalah orang-orang yang paling jujur
dalam mencari kebenaran, lebih selamat dari hawa
nafsu, dan lebih bersih dari perselisihan yang
memecah belah mereka. Contoh An Nisak 43:
‫ضى َأ ْو َعلَى َسفَ ٍر َأ ْو َجا َء َأ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِم َن ْال َغاِئ ِط َأ ْو ال َم ْستُ ُم النِّ َسا َء‬
َ ْ‫َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬
Kata ‫( ال َم ْستُ ُم ا لنِّ َسا َء‬menyentuh wanita)
Menurut kabar dari Ibnu Abbas bahwa yang
dimaksud adalah “hubungan badan”
4. Perkataan tabi'in (yang punya perhatian untuk
mengambil tafsir dari para sahabat), karena mereka
adalah generasi terbaik setelah sahabat, lebih selamat
dari hawa nafsu daripada generasi setelahnya, dan
bahasa Arab belum banyak berubah pada masa mereka.
Oleh karena itu, mereka lebih dekat kepada kebenaran
dalam menafsirkan Al-Qur'an daripada generasi
setelahnya.
Jika terdapat perbedaan, maka argumen-argumen
mereka tidak bisa dipertentangkan dan tidak pula
menentang argumen orang dari masa setelah mereka.
Perbedaan itu dikembalikan kepada bahasa Al-Qur'an,
sunnah, atau keumuman bahasa Arab atau perkataan
sahabat atas hal itu
5. Konsekuensi makna syar'i atau bahasa
berdasarkan konteks terhadap suatu kalimat .
Jika makna syar'i bertentangan dengan makna
bahasa, maka diambil konsekuensi makna
syar'i, kecuali terdapat dalil yang menguatkan
makna bahasa sehingga diambil konsekuensi
makna bahasa.
Contoh terjadinya perselisihan makna bahasa
dan syar'i, kemudian diambil makna syar'i,
firman Allah tentang orang-orang munafik:
‫ص ِّل َعلَىَأ َح ٍد ِم ْنه ُْم َم َ َأ‬
(At Taubat 84) ً‫اتبَدا‬ َ ُ‫َوال ت‬
Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan
(jenazah) seorang yang mati di antara mereka (At
Taubat 84).
Dalam ayat diatas terdapat kata yang bermakna as-
shalah, kemudian diterjemahkan
'menyembahyangkan.‘
Salat secara bahasa artinya doa, sedangkan secara
syar'i dalam ayat ini adalah berdiri di samping jenazah
untuk mendoakannya dengan cara-cara khusus.
Dengan demikian makna syar'i didahulukan, karena
memang hal itulah yang dimaksud oleh yang
berbicara dan yang dipahami oleh yang mendengar.
Tafsir Karya Ulama Indonesia
1. Tafsir Tarjuman Al-Mustafid, karya Syaikh Abdurrauf
ibn Ali al-Jawi al-Fansuri as-Sinkili (Abad 17)
2. Tafsir Marah Labid li Kasyfi Ma’na Quran Majid karya
Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi (Abad 19).
3. Tafsir Al Ibriz karya KH Bisri Musthofa Rembang (Abad
20)
4. Tafsir Al Misbah, Karya KH Quraisy Shihab (Abad 20)
5. Tafsir An Nur, karya TM Hasby Ash Shidiqi (Abad 20)
6. Tafsir Al Azhar, karya Hamka (Abad 20)
7. Tafsir Al Qurán, karya Tim Departemen Agama RI
8. Dll.

Anda mungkin juga menyukai