untuk memahami dan menafsirkan hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur'an dan isinya, berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), yang menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya. Urgensi Tafsir Al Qurán • Bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril dalam bahasa Arab dengan segala macam kekayaan bahasanya. • Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai dasar-dasar aqidah, kaidah-kaidah syariat, asas-asas perilaku, menuntun manusia ke jalan yang lurus dalam berpikir dan beramal. Namun, Allah tidak menjelaskan perincian- perincian dalam berbagai masalah tersebut. Sehingga banyak lafadz Al-Qur'an yang membutuhkan tafsir, apalagi banyak susunan kalimat yang singkat namun luas pengertiannya. Untuk itulah diperlukan penjelasan yang berupa Tafsir Al-Qur'an. Perbedaan: Tafsir, Takwil dan Terjemah 1. Tafsir bermakna menjelaskan maksud dan tujuan ayat- ayat Alquran, baik dari sisi makna, kisah, hukum, maupun hikmah, sehingga mudah dipahami oleh umat. Memurut Abu Hayyan tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara-cara untuk memahami teks yang berhubungan dengan makna, yang memuat hikmah, petunjuk dan hukum dalam ayat-ayat al- Quran, baik dari segi tekstual ataupun kontekstual. Menurut al-Jurjani bahwa tafsir ialah menjelaskan makna ayat, dengan memahami seluruh aspek yang berkaitan dengannya, baik sebab diturunkannya ayat, kisah dan urusannya. 2. Takwil adalah memindahkan lafadz dari makna yang lahir kepada makna lain yang dipunyai lafadz itu untuk menerangkan apa yang dimaksud dari lafadz ayat Alquran tersebut. Menurut Quraish Shihab Takwil adalah suatu pengertian tersirat yang diistinbatkan (diproses) dari ayat-ayat al-Quran dan masih memerlukan adanya perenungan serta perkiraan sebagai sarana pembuka tabir, dalam hal ini cenderung untuk memahami ayat-ayat yang maknanya tersembunyi. 3. Terjemah adalah memindahkan makna sebuah lafadz /ayat al Qurán dari bahasa Arab ke dalam bahasa lain untuk mengungkapkan makna dari lafadz/ayat tersebut dengan bahasa lain itu. Menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah menyalin atau memindahkan suatu bahasa kepada bahasa lain atau mengalihbahasakan. Menurut Ash-Shabuni bahwa terjemah al-Quran adalah memindahkan bahasa al-Quran (Arab) kepada bahasa lain yang mampu dipahami, dan mencetak naskahnya agar dapat mempermudah memahami bahasa al-Quran dengan perantara terjemahan. • Dari segi tujuan, antara tafsir dan takwil tidak memiliki perbedaan, yakni sama-sama berusaha untuk menjelaskan makna ayat Alquran. • Dewasa ini, beberapa kalangan masyarakat awam masih susah membedakan istilah tafsir, takwil dan terjemah al-Quran, sehingga tidak jarang mengakibatkan adanya kesalahpahaman atau terjebak pada pemaknaan al-Quran secara literal. • Karena itu ditinjau dari segi kerjanya atau jalan yang ditempuh, keduanya memiliki perbedaan yang jelas. Perbedaan Tafsir dan Takwil: 1. Tafsir sifatnya lebih umum dari takwil. 2. Tafsir menyangkut seluruh ayat, sedangkan takwil hanya berkenaan dengan ayat-ayat yang mutasyabihat (samar dan perlu penjelasan). 3. Tafsir menerangkan makna-makna ayat dengan pendekatan riwayat (hadits), sedangkan takwil dengan pendekatan dirayat (pengetahuan). 4. Tafsir menerangkan makna ayat yang terambil dari bentuk ibarat (tersurat), sedangkan takwil dari yang tersirat (isyarat-isyarat). Sejarah Tafsir Al Qurán: 1. Pada masa Rasulullah ﷺmasih hidup sering kali timbul beberapa perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat al Qurán. Namun mereka dapat langsung menanyakan pada Rasulullah ﷺ, tanpa pembukuan. 2. Pada masa sahabat, mereka banyak yang terkenal mampu menafsirkan Al-Qur'an antara lain: empat khalifah, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Zubair. Pada masa ini juga belum terdapat satupun pembukuan tafsir dan masih bercampur dengan hadis. 3. Pada masa Tabiín, ada tiga kota utama dalam pengajaran Al- Qur'an yang masing-masing melahirkan madrasah atau madzhab tersendiri, yaitu: a. Mekkah dengan madrasah Ibnu Abbas, murid-muridnya antara lain: Mujahid ibn Jabir, Atha bin Abi Rabah, Ikrimah Maula Ibn Abbas, Thaus ibn Kisan al-Yamani dan Said ibn Jabir. b. Madinah dengan madrasah Ubay ibn Ka'ab, murid- muridnya: Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi, Abu al-Aliyah ar-Riyahi dan Zaid bin Aslam. c. Irak dengan madrasah Ibnu Mas'ud, murid-muridnya Hasan al-Bashri, Masruq ibn al-Ajda, Qatadah bin Da'amah, Atah ibn Abi Muslim al-Khurasani dan Marah al-Hamdani. • Pada masa ini tafsir masih merupakan bagian dari hadis namun masing-masing madrasah meriwayatkan dari guru mereka sendiri-sendiri. • Ketika datang masa kodifikasi hadis, riwayat yang berisi tafsir sudah menjadi bab tersendiri, namun belum sistematis sampai masa sesudahnya. • Ketika itu pertama kali dipisahkan antara kandungan hadits dan tafsir sehingga menjadi kitab tersendiri. • Usaha ini dilakukan oleh para ulama sesudahnya seperti Ibnu Majah, Ibnu Jarir ath-Thabari, Abu Bakr ibn al-Munzir an-Naisaburi dan lainnya. • Metode pengumpulan inilah yang disebut Tafsir bil Ma`tsur. Misalnya: Tafsir Ibnu Katsir. 4. Pada masa Dinasti Abbasiyah terdapat pengembangan metodologi tafsir dengan memasukan unsur ijtihad yang lebih besar. Meskipun begitu mereka tetap berpegangan pada tafsir bi al-Ma`tsur dan metode lama dengan pengembangan ijtihad berdasarkan perkembangan masa tersebut. Pada masa ini lahir metode tafsir baru yang disebut sebagai Tafsir bi ar-ra'yi, dengan memperluas ijtihad dibandingkan masa sebelumnya. Misalnya: Tafsir Jalalain. • Lebih lanjut, dengan berkembangnya ajaran tasawuf melahirkan pula sebuah tafsir yang biasa disebut sebagai Tafsir Isyari. Misalnya: Tafsir An Naisabury. 5. Pada perkembangan terbaru mulai diadopsi metode-metode baru, yakni mengambil beberapa metode dalam ilmu filsafat yang digunakan untuk membaca teks Al-Qur'an. • Dari metode baru tersebut , maka lahirlah metode tafsir baru yang disebut: Tafsir Falsafi, Tafsir Ilmiy’ dan Tafsir Adab Al Ijtima. Rujukan dalam menafsirkan al Qurán: 1. Kalamullah (Al-Qur'an ditafsirkan dengan Al- Qur'an), maksudnya ditafsirkan dengan ayat lain, karena Allah adalah Yang menurunkan Al- Qur'an sehingga lebih mengetahui apa yang dikehendaki ayat. Contoh: ٌ َأاَل ِإ َّن َأ ْولِيَا َء هَّللا ِ اَل َخ ْو َ ُف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَ ْح َزن ون (Yunus 62) Lafadz "ِ “َأ ْولِيَا َء هَّللاditafsirkan dengan: َ َُو َكانُوا يَتَّق )Yunus 63( ون َ الَّ ِذ ين آ َمنُوا 2. Perkataan Rasulullah (maksudnya Al-Qur'an ditafsirkan dengan as-sunnah), karena Rasulullah adalah pembawa kabar dari Allah sehingga Rasulullah adalah manusia yang paling mengetahui maksud Allah pada firman- Nya. Contoh: ٌين َأ ْح َسنُوا ْال ُح ْسنَى َو ِزيَا َدة َ ( لِلَّ ِذYunus 26) Nabi menafsirkan lafal "ٌ"زيَا َدة ِ (ziyâdah, tambahannya) dengan 'melihat wajah Allah', berdasarkan riwayat dari Ibnu Jarir ath- Thabari. 3. Perkataan sahabat, (terutama ulama yang memiliki perhatian terhadap tafsir), karena Al- Qur'an turun dengan bahasa mereka, pada masa mereka. Mereka adalah orang-orang yang paling jujur dalam mencari kebenaran, lebih selamat dari hawa nafsu, dan lebih bersih dari perselisihan yang memecah belah mereka. Contoh An Nisak 43: ضى َأ ْو َعلَى َسفَ ٍر َأ ْو َجا َء َأ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِم َن ْال َغاِئ ِط َأ ْو ال َم ْستُ ُم النِّ َسا َء َ َْوِإ ْن ُك ْنتُ ْم َمر Kata ( ال َم ْستُ ُم ا لنِّ َسا َءmenyentuh wanita) Menurut kabar dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud adalah “hubungan badan” 4. Perkataan tabi'in (yang punya perhatian untuk mengambil tafsir dari para sahabat), karena mereka adalah generasi terbaik setelah sahabat, lebih selamat dari hawa nafsu daripada generasi setelahnya, dan bahasa Arab belum banyak berubah pada masa mereka. Oleh karena itu, mereka lebih dekat kepada kebenaran dalam menafsirkan Al-Qur'an daripada generasi setelahnya. Jika terdapat perbedaan, maka argumen-argumen mereka tidak bisa dipertentangkan dan tidak pula menentang argumen orang dari masa setelah mereka. Perbedaan itu dikembalikan kepada bahasa Al-Qur'an, sunnah, atau keumuman bahasa Arab atau perkataan sahabat atas hal itu 5. Konsekuensi makna syar'i atau bahasa berdasarkan konteks terhadap suatu kalimat . Jika makna syar'i bertentangan dengan makna bahasa, maka diambil konsekuensi makna syar'i, kecuali terdapat dalil yang menguatkan makna bahasa sehingga diambil konsekuensi makna bahasa. Contoh terjadinya perselisihan makna bahasa dan syar'i, kemudian diambil makna syar'i, firman Allah tentang orang-orang munafik: ص ِّل َعلَىَأ َح ٍد ِم ْنه ُْم َم َ َأ (At Taubat 84) ًاتبَدا َ َُوال ت Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka (At Taubat 84). Dalam ayat diatas terdapat kata yang bermakna as- shalah, kemudian diterjemahkan 'menyembahyangkan.‘ Salat secara bahasa artinya doa, sedangkan secara syar'i dalam ayat ini adalah berdiri di samping jenazah untuk mendoakannya dengan cara-cara khusus. Dengan demikian makna syar'i didahulukan, karena memang hal itulah yang dimaksud oleh yang berbicara dan yang dipahami oleh yang mendengar. Tafsir Karya Ulama Indonesia 1. Tafsir Tarjuman Al-Mustafid, karya Syaikh Abdurrauf ibn Ali al-Jawi al-Fansuri as-Sinkili (Abad 17) 2. Tafsir Marah Labid li Kasyfi Ma’na Quran Majid karya Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi (Abad 19). 3. Tafsir Al Ibriz karya KH Bisri Musthofa Rembang (Abad 20) 4. Tafsir Al Misbah, Karya KH Quraisy Shihab (Abad 20) 5. Tafsir An Nur, karya TM Hasby Ash Shidiqi (Abad 20) 6. Tafsir Al Azhar, karya Hamka (Abad 20) 7. Tafsir Al Qurán, karya Tim Departemen Agama RI 8. Dll.