PENDAHULUAN
Berkenaan dengan ayat di atas, Imam Ibnu Katsir berkata, “Kami (Allah) akan
perlihatkan pada mereka tanda-tanda dan dalil-dalil kami bahwa Al-Quran itu adalah
hak dan ia diturunkan dari sisi Allah kepada rasul-Nya dengan tanda-tanda yang terang
(alami)”1
Untuk memahami dan mendapatkan bukti dan dalil dari alam maka ulama
membuat suatu metode tafsir baru, yaitu tafsir sains. Tafsir semacam ini belum ada pada
masa nabi dan sahabat.
1
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Azim (Beirut: Darul kutub, 2006) ,hal. 94
5
Ibid.
6
Ibid, hal. 24
7
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Bandung: Mizan, 2004), hal. 83-84
8
Muzammil Imron, Dhiyaut-Taysir, (tt: tp, tth ), hal. 22
9
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Bandung: Mizan, 2004), hal. 72
10
Muzammil Imron, Op.Cit, hal. 24
11
Quraish Shihab, Lop. Cit
12
Muzammil Imron, Op.Cit, hal. 30-31.
13
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Bandung: Mizan, 2004), hal. 72
14
Muzammil Imron, Op.Cit, hal. 35-36.
15
Ibid. hal. 36
16
Ahmad Warson Munawwir, AL-Munawwir Kamus Arab-indonisia (Surabaya: Pustaka Proggresif , 1997)
P. 1055.
17
Muzammil Imron, Dirosah anit-Tafsir al-Ilmi (t.t:t.p,t.th),hal. 1.
18
Pius A partanto dan M. Dahlam AL-Barry, Kamus ilmiah popular (Surabaya: Arloka, tth)
19
Muzammil Imron, Loc.cit.
20
Ibid, hal. 2.
21
Ahmad Qusyairi Ismail dan Mohammad Achyat Ahmad, Menelaah Pemikiran Agus Mustofa ,(Pasuruan:
Pustaka Sidogiri, 1430H), hal. 82.
22
Ibid
23
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumid-Din (Beirut: Dar Al-kutub, 2005), hal. 405
24
Al-Ghazali, Jawahirul Quran, (Beirut: Darul- Ihya’ Al-Ulum:1985), hal. 45.
كتاب: وما املخرج منها؟ قال: قيل،! ستكون فنت:ان رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم قال
رواه الرتمذي.اهلل فيو نبأ ما قبلكم و خرب ما بعدكم وحكم ما بينكم
Artinya:
Sesungguhnya rosulullah bersabda, “akan datang beberapa fitnah
(cobaan)” Lalu beliah ditanyakan, “Apa yang bisa menyelamatkan kami
darinya?” Kitab Allah (al Quran), di dalamnya terdapat peristiwa-
peristiwa yang telah lampau, yang akan terjadi dan hokum diantara
kalian. (HR. Tirmidzi)
Tentang masalah di atas Muzammil Imron (tth, 1) mengutip perkataan
Syekh Thanthawi Jauhari yang berbunyi:
”Mengapa para ulama mengarang beribu-ribu kitab tentang
permasalahan fiqih, padahal dalam al-Quran sedikit sekali ayat-ayat yang
menerangkan tentangnya? Dan kenapa kebanyakan karangan hanya
menjelaskan tentang ilmu fiqih dan sedikit sekali yang menerangka ilmu-
ilmu kealaman, padahal setiap surat dalam al-Quran tidak luput dalam
membahasnya? Bahkan ayat-ayat kealaman iyu mencapai 750 ayat yang
jelas dan disana masih terdapat ayat-ayat yang lain yang membahasnya
secara samar, dan apakah boleh menurut akal dan syara‟, mendalami
sebuah ilmu yang ayat-ayatnya sedikit, sementara kita tidak tahu-menahu
tentang ilmu yang ayatnya sangat banyak? Nenek moyang kita telah
mendalami ilmu fiqih, dan bagi kita selayaknya mendalami ilmu
kealaman pada masa sekarang agar dengannya kita bisa mendidik umat”
Dari beberapa argumentasi dan landasan yang telah dikemukakan di atas,
menjadi jelas bahwa corak penafsiran seperti itu telah dikenal oleh banyak ulama
dari generasi salaf dan sesudahnya. Maka dari itu, penafsir al-Quran
diperkenankan menerapkan tafsir sains dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
25
Ahmad Qusyairi dan Muhammad Achyat Ahmad, Menelaah Pemikiran Agus Musthofa, (Pasuruan:
pustaka sidogori, 2010), hal. 85-88
26
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Bandung: Mizan, 2004)
27
Ibid.
28
Ahmad Qusyairi dan Muhammad Achyat Ahmad, Menelaah Pemikiran Agus Musthofa, (Pasuruan:
pustaka sidogori, 2010), hal. 92-93.
32
Harun Yahya, Al-Quran dan Sains, (Bandung: Dzikra, 2007 ), hal. 82
33
Ibid, hal. 82-83
34
http://harunyahya.com/tafsirilmi//, Tafsir Sains dan Kontroversinya,
35
Kamal Al-Muwail, Ayatut-Thabi’iyyah Fil-Quran, (Suriah: Maktabah Al-Farabi, 2002), hal. 20
D. Atmosfer
Dalam al-Quran, Allah mengarahkan perhatian kita kepada sifat yang
sangat menarik tentang langit, yaitu:
Artinya:
36
Ibid, hal. 20-21
37
Harun Yahya, Al-Quran dan Sains, (Bandung: Dzikra, 2007 ), hal. 80
38
Ibid. hal. 84-85.
39
http://harunyahya.com/tafsirilmi//, Tafsir Sains dan Kontroversinya,
3.1 Kesimpulan
Setelah wafatnya rasulullah, muncullah beberapa metode tafsir baru karena tidak
ada lagi seorang mubayyin (penjelas) terhadap arti dan kandungan Al-Quran. Metode-
metode tersebut antara lain, metode an-Naqli, yaitu metode yang memakai Al-Quran,
penafsiran rasulullah, sahabat, dan tabiin sebagai landasannya; metode sastra bahasa,
yaitu metode penjelasan al-Quran dengan memandang lafad-lafad dan susunan bahasa
Arab ketika Al-Quran diturunkan; metode al-Aqli, yaitu penafsiran dengan jalan ijtihad
setelah mengetahui beberapa hal yang berhubungan dengan bahasa Arab; metode
ijtihad, yakni menafsirkan Al-Quran dengan jalan ijtihad, dan metode ini sama dengan
an-Naqli, metode filsafat dan teologi, yaitu metode yang dipengaruhhi oleh ilmu filsafat
dan teologi; dan metode sufistik. Metode filsafat sufistik dibagi menjadi dua bagian,
tafsir sufistik teoritis dan tafsir sufistik „isyari‟. Jenis pertama didasarkan atas prinsip-
prinsip yang telah ditetapkan dan bukan memahami secara tekstual. Jenis kedua tidak
menggunakan prinsip-prinsip sufistik tertentu, akan tetapi menggunakan sarana intuitif
dalam mencapai makna-makna tersirat ayat Al-Quran.
Tafsir ilmi atau tafir sains menurut bahasa terdiri dari dua kata tafsir dan sains,
tafsir berarti menerangkan dan menjelaskan sesuatu, sedangkan sains adalah ilmu
pengetahuan sistematik yang dapat dibuktikan kebenarannya. Menurut istilah, tafsir
sains diartikan berbeda-beda oleh ulama dan dapat disimpulkan sebagai metode untuk
mengungkap makna ayat-ayat Al-Quran dengan menggunakan kenyataan ilmiah sesuai
dengan makna kebahasaan dan hasil-hasil penelitian alam semesta.
Syarat-syarat tafsir sains secara garis besar terdiri dari dua syarat, yaitu
memperhatikan gaya Al-Quran dalam menyampaikan hakikat-hakikat alam semesta dan
memperhatikan ketentuan yang harus dimiliki seseorang yang akan menerapkan tafsir
sains.
Para ulama menghukumi tafsir sains secara berbeda-beda, ada yang mendukung
dan ada juga yang menolaknya. Para pendukung tafsir sains berlandaskan pada firman
Allah yang artinya “Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang luas di atas
mereka, bagaimana Kami meninggikan dan menghiasinya, dan langit itu tidak
mempunyai retak-retak sedikitpun” (QS. Qaf:6). Pada ayat tersebut Allah menggalakkan
kita supaya mengkaji bagaimana langit dibangun dan tentunya harus memakai sains.
B. Saran
Tafsir sains adalah salah satu cara yang tepat untuk menunjukkan konsep bahwa
Al-Quran adalah kitab yang sesuai dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, baik
yang klasik maupun yang kontemporer. Maka dari itu selayaknya kita mempelajarinya
guna sebagai salah satu jalan pengokoh iman kita dan untuk menjawab tantangan kaum
kuffar, yang secara implisit telah mempertanyakan keabsahan kitab kita. Akan tetapi,
seandainya kita melihat pada kaidah usulfikih yang menyatakan bahwa al-khuruj minal-
ikhtilaf mustahabbatun, maka kita baiknya untuk tidak menggunakan tafsir sains dalam
metode penafsiran al-Quran.