Anda di halaman 1dari 11

CONTOH TAFSIR ILMI AL-QUR’AN

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS


MATA KULIAH : AL-QUR’AN DAN ILMU PENGETAHUAN

DOSEN PENGAMPU :
Dr. H. Zamakhsyari, Lc., MA

DISUSUN OLEH:
Widya Chairunnisyak Hutasuhut (21411023)

KELAS MALAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, senantiasa saya ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga
saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis diberi untuk
menyelesaikan makalah tentang “Contoh Tafsir Ilmi Al-Quran”. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi syarat nilai mata kuliah Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan.

Dan tidak pula lupa kita Bershalwat kepada Nabi kita Muhammad SAW semoga kita
mendapatkan syafaatmya kelak di hari akhir nanti, Aamiin yarabbal alamin .Penulis merasa
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik secara teknis maupun materi
mengingat minimnya kemampuan yang dimiliki. Maka dari itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak dibutuhkan demi penyempurnaan makalah ini.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
dikarenan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Maka dari itu, kami mengharapkan
segala bentuk saran dan masukan serta kritik dari berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Medan, 28 September 2022


DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………….
Daftar Isi …………………………………………………………………………….
Bab I
Pendahuluan …………………………………………………………………………….
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………
Bab II
Pembahasan …………………………………………………………………………….
A. Apa itu Tafsir ‘Ilmi dan Bagaimana Awal Kemunculannya …………………………
B. Contoh Ayat Al-Qur’an dengan Tafsir ‘Ilmi ………………………………………

Bab III
Penutup…………………………………………………………………………….
KESIMPULAN……………………………………………………………

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur'an sebagai sebuah kitab suci, ternyata tidak hanya mengandung ayat-ayat yang
berdimensi aqidah, syari'ah dan akhlaq semata, akan tetapi juga memberikan perhatian yang
sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan (sains). Jika kita membaca Al-Qur'an secara
seksama, akan kita temukan sangat banyak ayat-ayat yang mengajak kepada manusia untuk
bersikap ilmiah, berdiri di atas prinsip pembebasan akal dari takhayul dan kebebasan akal untuk
berpikir. satu keajaiban itu adalah fakta bahwa sejumlah kebenaran ilmiah yang dapat diungkap
manusia dengan sains dan teknologi abad ke-20 dinyatakan Al-Quran 1400 tahun yang lalu.
Allah berfirman dalam Qs. Fushilat : 53

َ ُ‫ق َوفِي أَ ْنفُسِ ِه ْم َحتَّ ٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُه ْم أَنَّهُ ْال َح ُّق ۗ أَ َولَ ْم يَ ْكفِ بِ َربِكَ أَنَّه‬
ْ ‫علَ ٰى كُ ِل َش‬
ٌ‫يءٍ َش ِهيد‬ ِ ‫َسن ُِري ِه ْم آيَاتِنَا فِي ْاْلفَا‬
Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala
wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu
adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala
sesuatu?”

Berkenaan dengan ayat di atas, Imam Ibnu Katsir berkata, “Kami (Allah) akan
perlihatkan pada mereka tanda-tanda dan dalil-dalil kami bahwa Al-Quran itu adalah hak dan
ia diturunkan dari sisi Allah kepada rasul-Nya dengan tanda-tanda yang terang (alami)”[1]
Al-Qur'an selalu mengajak manusia untuk melihat, membaca, memperhatikan,
memikirkan, mengkaji serta memahami dari setiap fenomena yang ada terlebih lagi terhadap
fenomena-fenomena alam semesta yang perlu mendapatkan perhatian khusus karena darinya
bisa dikembangkan sains dan teknologi untuk perkembangan umat manusia dan dengan itu
pula akan didapatkan pemahaman yang utuh dan lengkap.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Tafsir ‘Ilmi dan Bagaimana Awal Kemunculannya ?
2. Contoh Ayat Al-Qur’an dengan Tafsir ‘Ilmi !

[1] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Azim (Beirut: Darul kutub, 2006) ,hal. 94
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengartian dan awal kemunculan tafsir ilmi.


Tafsir ‘ilmi adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan pendekatan ilmiah atau
menggali kandungan al-Qur’an berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan. Ayat-ayat al-Qur’an yang di
tafsirkan dalam corak tafsir ini adalah ayat-ayat kauniyah (kealaman).[2]
Tafsir ‘ilmi atau scientific exegies dalah corak penafsiran al-Qur’an yang menggunakan
penedekatan teori-teori ilmiah untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Di maksudkan untuk menggali
teori-teori ilmiah dan pemikiran filosofis dari ayat-ayat al-Qur’an juga di maksudkan untuk justifikasi
dan mengkompromikan teori-teori ilmu pengetahuan dengan al-Qur’an serta bertujuan untuk
mendeduksikan teori-teori ilmu pengetahuan dari ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri.
Menurut Yusuf al-Qardhawi tafsir bi al-‘ilmi adalah penafsiran yang menggunakan perangkat
ilmu-ilmu kontemporer, realita-realita dan teorinya untuk menjelaskan sasaran dari makna al-Quran.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat kita pahami bahwa tafsir ‘ilmi adalah penafsiran
al-Quran dengan pendekatan ilmu pengetahuan. Dari definisi ini kita juga mengetahui bahwa ayat-ayat
al-Quran yang dijadikan objek penafsiran bercorak ‘ilmi ini adalah ayat-ayat yang mengandung nilai-
nilai ilmiah dan kauniyah (kealamaan).
Tafsir ‘ilmi di bangun berdasarkan asumsi bahwa al-Qur’an mengandung berbagai
macam ilmu, baik yang sudah di temukan maupun yang belum di temukan. Tafsir corak ini
berangkat dari paradigma bahwa al-Qur’an disamping tidak bertentangan dengan akal sehat
dan ilmu pengetahuan, al-Qur’an tidak hanya memuat ilmu-ilmu agama atau segala yang terkait
dengan ibadah ritual, tetapi juga memuat ilmu-ilmu duniawi, termasuk hal-hal mengenai teori-
teori ilmu pengetahuan.[3]

• Latar Belakang Kemunculan Tafsir ‘Ilmi

Corak penafsiran ilmiah ini telah lama dikenal. Benihnya bermula pada Dinasti
Abbasiyah, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun (w.853 M)[4], pada masa
pemerintahan Al-Ma’mun ini muncul gerakan penerjemahan kitab-kitab ilmiah dan mulailah
masa pembukuan ilmu-ilmu agama dan science serta klasifikasi, pembagian dan bab-bab dan
sistematikanya . Tafsir terpisah dari hadits, menjadi ilmu yang berdiri sendiri dan dilakukanlah
penafsiran terhadap setiap ayat al-Qur’an dari awal sampai akhir[5].

[2] Supiana dan M.Karman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir. (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), hlm. 314
[3] Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, Studi Aliran-Aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan,
Hingga Modern-Kontemporer. (Yogyakarta: Adab Press, 2014), hlm. 136-137
[4] M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat.(Bandung: PT

Mizan Pustaka,1992), hlm. 154


[5] ‘Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir. (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hlm. 23
Al-Makmun sendiri merupakan putra khalifah Harun al-Rasyid yang dikenal sangat cinta
dengan ilmu. Salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat
penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa
inilah, Islam mencapai peradaban yang tinggi sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia.
Pada saat itu, Bait al-Hikmah berperan sebagai pusat penerjemahan karya-karya sains dan
filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Para penerjemah berkerja secara kelompok dan dikoordinir oleh
seorang supervisor. Kemudian, karya terjemahan ini diperiksa kembali keaslian dan kesesuaiannya
dengan buku-buku aslinya. Kegiatan penerjemahan ini menyebabkan lahirnya tokoh-tokoh ilmuwan
muslim yang terkenal dalam berbagai disiplin keilmuwan, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-
Khawarizmi dan lainnya.
Implikasi dari proses transmisi penerjemahan buku-buku ilmiah terutama Yunani ke dunia
Islam tidak hanya dalam hal pengetahuan umum, tetapi juga dalam hal pengetahuan agama. Dalam
bidang tafsir, metode tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yimemang berkembang pada masa ini,
terutama tafsir bi al-ra’yi yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu
pengetahuan.
Al-Qur’an menjadi sumber bermacam-macam ilmu pengetahuan di zaman Abbasiyah. Ahli
nahwu (tatabahasa) bertumpu pada al-qur’an dalam menentukan kaidah/peraturan bahasa Arab.
Bagaomanapun juga, keterangan panjang lebar membantu dalam menginterpretasikanal-Qur’an dan
dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an tertentu. Maka dari itu ahli tata bahasa mengarang buku-buku
dengan judul The Meaning of The Quran(maksud-maksud al-Qur’an), para ahli hukum islam
menjadikan al-Qur’an sebagai sumber primer ketika menulis karya mereka, yang mereka beri judul al-
Ahkam Al-Qur’an, begitu juga dengan para teolog , ahli astronomi, matematika, kimia dan kedokteran
muslim menginterpretasikan al-Qur’an sesuai dengan prinsip-prinsip masing-masing keilmuan
mereka.[6]

Sedangkan menurut Dr.Abdul Mustaqim munculnya tafsir ‘Ilmi ini karena dua faktor yaitu :[7]
Pertama, faktor internal yang terdapat dalam teks al-Qur’an, dimana sebagian ayat-ayatnya sangat
menganjurkan manusia untuk selalu melakukan penelitian dan pengamatan terhadap ayat-ayat kauniah
atau ayat-ayat kosmologi (Lihat misalnya Q.S. al-Gasyiyah : 17-20). Bahkan ada pula ayat-ayat al-
Qur’an yang disinyalir memberikan isyarat untuk membangun teori-teori ilmiah dan sains modern,
karena seperti dikatakan Muhammad Syahrur, wahyu al-Qur’an tidak mungkin bertentangan dengan
akal dan realitas (revelation does not contradict with the reality).

[6] Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hlm. 136-140
[7] Abdul Mustaqim, “Kontroversi Tentang Tafsir Ilmi”. Jurnal ilmu-ilmu al-Qur’an dan Tafsir, hlm. 5-6
Dengan asumsi tersebut, ayat-ayat al-Qur’an yang dapat dideduksi untuk menggali teori-teori
ilmu pengetahuan, oleh sebagian ulama ditafsirkan dengan pendekatan sains modern, meskipun hal itu
tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw. dan para sahabat. Sebab para pendukung tafsir ilmi sependapat,
bahwa penafsiran al-Qur’an sesungguhnya tidak mengenal titik henti, melainkan terus berkembang
seiring dengan kemajuan sains dan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, ayat yang berbunyi khalaqa al-
insana min ‘alaq (QS. al-‘Alaq : 2). Dulu, kata al-‘alaq dalam ayat ini ditafsirkan oleh para mufasir
klasik dengan pengertian segumpal darah yang membeku. Namun sekarang, dalam dunia kedokteran
akan lebih tepat jika ditafsirkan dengan zigot, sesuatu yang hidup, yang sangat kecil menggantung pada
dinding rahim perempuan.
Kedua, faktor eksternal, yakni adanya perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan sains modern.
Dengan ditemukannya teori-teori ilmu pengetahuan, para ilmuan muslim (para pendukung tafsir ilmi)
berusaha untuk melakukan kompromi antara al-Qur’an dan sains dan mencari ‘justifikasi telogis’
terhadap sebuah teori ilmiah. Mereka juga ingin membuktikan kebenaran al-Qur’an secara ilmiah-
empiris, tidak hanya secara teologis-normatif.

B. Contoh Tafsir ‘Ilmi


Seperti yang telah diketahui, al-Quran memang bukan buku sains. Namun, banyak fakta
ilmiah yang dinyatakan secara sangat mendalam dan padat dalam ayat-ayatnya, baru ditemukan
dengan teknologi abad ke-20. Fakta-fakta ini tidak mungkin bisa diketahui pada saat al-Quran
diturunkan, dan ini justru lebih membuktikan bahwa al-Quran adalah firman Allah. Sekarang
mari kita cermati contoh-contoh ayat yang berkaitan dengan tafsir ‘ilmi yang diungkapkan al-
Quran.

• Penciptaan Alam Semesta


Asal mula alam semesta diuraikan al-Quran dalam beberapa ayat berikut:
1. QS. al-An’am : 101
‫علِي ٌم‬
َ ٍ‫يء‬ ْ ‫صاحِ بَةٌ ۖ َو َخلَقَ كُ َّل َش‬
ْ ‫يءٍ ۖ َوه َُو بِكُ ِل َش‬ َ ُ‫ض ۖ أَنَّ ٰى يَكُونُ لَهُ َولَدٌ َولَ ْم تَكُ ْن لَه‬
ِ ْ‫ت َو ْاْلَر‬
ِ ‫اوا‬
َ ‫بَدِي ُع ال َّس َم‬
Artinya :
“Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak Padahal Dia tidak mempunyai
isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”

2. QS. al-Ankabut : 44
َ‫ق ۚ إِنَّ فِي ٰذَلِكَ َْليَةً ل ِْل ُمؤْ مِ نِين‬
ِ ‫ض بِ ْال َح‬
َ ْ‫ت َو ْاْلَر‬
ِ ‫اوا‬ ُ َّ َ‫َخلَق‬
َ ‫َّللا ال َّس َم‬

Artinya :
“Allah menciptakan langit dan bumi dengan hak. Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang mukmin.”
Informasi yang diberikan al-Quran ini sepenuhnya sesuai dengan temuan sains masa
kini. Harun Yahya sebagai ilmuwan kontemporer berpendapat bahwa kesimpulan yang dicapai
astrofisika saat ini adalah bahwa seluruh alam semesta, bersamaan dengan dimensi dan waktu,
muncul sebagai akibat dari ledakan besar yang terjadi dalam ketiadaan waktu. Peristiwa ini,
yang dikenal sebagai “Big Bang”, membuktikan bahwa alam semesta telah diciptakan dari
ketiadaan sebagai hasil ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern sependapat
bahwa “Big Bang” adalah satu-satunya penjelasan masuk akal yang dapat dibuktikan untuk
permulaan dan penciptaan alam semesta.
Sebelum Big Bang, materi itu tidak ada dari kondisi “ketiadaan” ketika materi energi bahkan
waktu, tidak ada dan kondisi itu hanya dapat digambarkan secara metafisis materi, energi dan
waktu diciptakan. Fakta yang ditemukan baru-baru ini oleh fisika modern, telah diterangkan
oleh al-Quran kepada kita 1400 tahun lalu. [8]

• Meluasnya Alam Semesta


Di dalam al-Quran, ketika ilmu astronomi masih primitif, perluasan alam telah
digambarkan pada QS. Az-Zariyat : 47:
َ‫َوال َّس َما َء بَنَ ْينَاهَا ِبأ َ ْي ٍد َو ِإنَّا لَ ُموسِ عُون‬
Artinya:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-
benar berkuasa”

Para ahli tafsir menafsirkan berbeda-beda pada lafad “wa inna lamusi’un”. Ibnu Abbas
menafsirkannya sebagai “laqadirun” artinya yang kuasa, ada juga yang menafsirkannya dengan
“ladzu sa’ah” (yang mempunyai keluasan), maksudnya Allah tidak akan kesulitan untuk
menciptakan langit atau yang lain yang diinginkannya, dan ada pula yang mengartikan sebagai
“lamusi’un ar-rizqi ‘ala kholqina” artinya Allah adalah yang meluaskan rizki atas
makhluknya..[9]Harun Yahya dalam bukunya menjelaskan kata langit. Menurut beliau, kata
langit, seperti yang dinyatakan dalam ayat di atas, digunakan di pelbagai tempat dalam al-
Quran dengan arti ruang angkasa dan alam semesta. Di sini, kata itu digunakan lagi dengan arti
tersebut. Dengan kata lain, dalam al-Quran diungkapkan bahwa alam semesta mengalami
perluasan, dan ini tepat sama dengan kesimpulan yang dicapai sains saat ini.[10]Pada awal
abad ke-20, seorang fisikawan Rusia, Alexander Friedman dan ahli kosmologi Belgia George
Lemaitre telah membuat pengiraan secara teoritis bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan
berkembang.

[8]
Harun Yahya, Al-Quran dan Sains, (Badung: Dzikra, 2007), hal. 80-81
[9]
Al-qurtubi, Al-Jami’ Li Ahkamil-Quran, (Beirut: Darul-Kutub Al-Misriyyah ), juz. 17, hal. 52
[10] Harun Yahya, Al-Quran dan Sains, (Bandung: Dzikra, 2007 ), hal. 82
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929.
ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika,
menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam
semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti juga alam
semesta tersebut terus-menerus berkembang. Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun
berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang.[11]
• Bentuk Bulat Planet Bumi
Tentang bentuk bumi, terjadi perdebatan antara para ilmuwan sampai pada awal abad
ke-16. dan pada waktu itu mayoritas pelajar menyatakan bahwa bentuk bumi itu datar, serta
sedikit yang mengatakan bumi itu bulat.
Sedangkan Allah telah menyinggung tentang bentuk bulat bumi dalam QS. Az-Zumar: 5 yang
berbunyi:

‫س َو ْالقَ َم َر ۖ كُ ٌّل يَجْ ِري ِْل َ َج ٍل‬


َ ‫علَى اللَّ ْي ِل ۖ َو َس َّخ َر ال َّش ْم‬ ِ ‫علَى النَّ َه‬
َ ‫ار َويُك َِو ُر النَّ َه‬
َ ‫ار‬ ِ ‫ض بِ ْال َح‬
َ ‫ق ۖ يُك َِو ُر اللَّ ْي َل‬ َ ْ‫ت َو ْاْلَر‬ ِ ‫اوا‬َ ‫َخلَقَ ال َّس َم‬
ُ َّ‫يز ْالغَف‬
‫ار‬ ُ ‫ُم َس ًّمى ۗ أَ ََل ه َُو ْال َع ِز‬

Artinya :
“Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam
atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-
masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun.” (QS. Az-Zumar: 5)
Dalam al-Quran, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang alam semesta
sungguh sangat penting. Kata Arab yang diterjemahkan sebagai ”menutupkan” adalah lafad
“Takwir”. Menurut Dr. Kamal, makna “Takwir” adalah berputar dan menyelubungi, dan yang
dimaksud ayat di atas adalah bahwa malam dan siang memutari bumi dan menyelimutinya.
Dan sesungguhnya konsep yang seperti ini tidak mungkin terjadi kecuali kalau bumi
bulat[12]Ini berarti bahwa al-Quran yang telah diturunkan pada abad ke-7 telah
mengisyaratkan tentang bentuk planet bumi yang bulat. Namun, perlu diingat bahwa ilmu
astronomi kala itu memahami bumi secara berbeda. Di masa itu, bumi diyakini berbentuk
bidang datar dan ada gunung-gunung tinggi pada sisinya yang berguna sebagi tiang langit, dan
semua perhitungan dan penjelasan ilmiah didasarkan pada keyakinan ini[13]

[11]Ibid, hal. 82-83


[12] Ibid, hal. 20-21
[13] Harun Yahya, Al-Quran dan Sains, (Bandung: Dzikra, 2007 ), hal. 80
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tafsir ‘ilmi adalah penafsiran al-Quran dengan pendekatan ilmu pengetahuan ataupun sains.
Dari definisi ini kita juga mengetahui bahwa ayat-ayat al-Quran yang dijadikan objek penafsiran
bercorak ‘ilmi ini adalah ayat-ayat yang mengandung nilai-nilai ilmiah dan kauniyah (kealamaan).
Tafsir ‘ilmi di bangun berdasarkan asumsi bahwa al-Qur’an mengandung berbagai macam ilmu, baik
yang sudah di temukan maupun yang belum di temukan. Tafsir corak ini berangkat dari paradigma
bahwa al-Qur’an disamping tidak bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan. Dan dalam
perjalanan nya bahkan sampai sekarang tafsir ilmi ini menuai pro dan kontra di kalangan para ulama
dan masing-masing mempunyai argumen tersendiri mengenai tafsir corak ini sebagai mana yang telah
di jelaskan di atas. Ada beberapa poin penting yang dapat disimpulkan dari uraian di atas, yaitu:
• Al-Quran dalam hubunganya dengan ilmu pengetahuan bukan terletak pada kandungan
berbagai teori-teori ilmiah, melainkan terletak pada isyarat atau dorongan yang memerintahkan
umat manusia untuk mengembangkan akal pikirannya demi mencapai suatu kemajuan.
• Tafsir corak ilmiah ini dapat diterima selama pemahamannya tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah penafsiran yang berlaku.
• Produk tafsir ‘ilmi hendaknya tidak di klaim sebagai satu-satunya makna yang dikehendaki
oleh Allah swt, sehingga mengabaikan kemungkinan makna yang lain yang terkandung dalam
suatu ayat. Sebab ayat al-Qur’an itu yahtamalu wujuhal ma’na(memungkinkan banyak
penafsiran)
DAFTAR PUSTAKA

Al’aridl, Dr. ‘Ali Hasan. 1992.Sejarah dan Metodologi Tafsir. Jakarta: Rajawali Pers

Arfan Baraja, H. Abbas. 2009. Ayat-Ayat Kuniyah. Malang: UIN-Malang Press

Asy-Syirbashi. 1991. Sejarah Tafsir Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus

Ibrahim Hassan, Hassan. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang

Katsir, Ibnu. 2006.Tafsir Al-Quran Al-Azim. Beirut: Darul kutub

Mustaqim, Abdul. 2010. Epistemologi Tafsir Kontemporer. Yogyakarta: LKiS Group

Anda mungkin juga menyukai