Anda di halaman 1dari 47

ADMAL BARRU KHERO MAULANA

X-1

“KAJIAN BERBAGAI ILMU PENGETAHUAN YANG TERDAPAT DALAM AL-QUR’AN SEBAGAI KITAB
TERAKHIR UMAT YANG BERIMAN DAN BERTAQWA”

KEMENTRIAN AGAMA NEGARA REPUBLIK INDONESIA


MAKALAH PENGGANTI
MAN INSAN NILAIBANGKA
CENDEKIA UAS QUR’AN HADIST
TENGAH
TAHUN 2022
DISUSUN OLEH:
NAMA : ADMAL BARRU KHERO MAULANA
KELAS: X-1
JUDUL:
“KAJIAN BERBAGAI ILMU PENGETAHUAN YANG TERDAPAT DALAM AL-
QUR’AN SEBAGAI KITAB TERAKHIR UMAT YANG BERIMAN DAN
BERTAQWA”

KEMENTRIAN AGAMA NEGARA REPUBLIK INDONESIA


MAN INSAN CENDEKIA BANGKA TENGAH
TAHUN 2022

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya

sehingga penulis bisa membuat makalah pengganti nilai uas qur’an hadist dari awal hingga

akhirnya bisa menyelesaikan pembuatan makalah ini. Sholawat serta salam senantiasa penulis

curahkan kepada junjungan seluruh umat Nabi Muhammad SAW yang telah membawa

perubahan besar kepada penulis dan pembaca ke zaman yang indah ini.

Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada ustadz dan ustadzah yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengganti nilai uas qur’an hadist

dengan membuat makalah ini dan teman-teman angkatan Revastco yang terus memberi

semangat kepada penulis dalam membuat makalah yang berjudul Kajian Berbagai Ilmu

Pengetahuan Yang Terdapat Dalam Al-Qur’an Sebagai Kitab Terakhir Umat yang Beriman

dan Bertaqwa.

Sungkap, 08 Desember 2022

Penulis/penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL MAKALAH:……………………………………………………… I

KATA PENGANTAR:………………………………………………………………….... II

DAFTAR ISI:……………………………………………………………………………... III

BAB 1: PENDAHULUAN:………………………………………………………………... 1

A. Latar Belakang:……………………………………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah:………………………………………………………………… 1

C. Tujuan Rumusan Masalah:……………………………………………………….. 2

D. Manfaat:……………………………………………………………………………. 2

BAB 2: ISI:…………………………………………………………………………………. 3

A. Landasan Pembahasan:…………………………………………………………… 3

B. Penjelasan Tentang Ilmu-ilmu Al-qur’an:………………………………………...

BAB 3: PENUTUP:……………………………………………………………………….. 49

A. Kesimpulan:……………………………………………………………………….. 49

B. Saran:………………………………………………………………………………. 49

DAFTAR PUSTAKA:…………………………………………………………………….. 50
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kitab merupakan petunjuk umat manusia yang telah ada sejak zaman nabi-nabi

sebelum nabi Muhammad SAW mendapat wahyu sekaligus mukjizat ma’nawiyah-

Nya. Menjadi pedoman hidup seluruh umat merupakan tujuan utama dari kitab-kitab

yang diturunkan oleh Allah swt. kepada para nabi yang menerimanya. Nabi

Muhammad SAW. sebagai nabi terakhir sekaligus sebagai penerima mukjizat berupa

kitab terakhir yang menjadi kitab penyempurna kitab-kitab sebelumnya yakni Al-

Qur’an.

Al-Qur’an menjadi kitab terakhir yang diturunkan setelah tiga kitab (Taurat, Zabur,

dan Injil) yang pernah diturunkan kepada para nabi sebelum nabi Muhammad

diangkat. Kitab AL-Qur’an merupakan kitabnya umat islam yang menjadi salah satu

bantuan dari Allah swt. kepada nabi Muhammad SAW dalam berdakwah dan

memimpin para umatnya ke jalan yang lurus. Ilmu pengetahuan sendiri terus

berkembang pesat beriringan dengan zaman yang terus berubah. Bahkan Al-Qur’an

selain sebagai pedoman hidup umat islam juga sebagai sumber ilmu pengetahuan,

baik dari segi tata bacanya yang memiliki keterkaitan dengan ilmu pengetahuan di

dunia juga nilai-nilai lain dalam kehidupan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja kajian yang membahas ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tata

baca Al-Qur’an?
2. Mengapa kajian tersebut mengkaji bahasan mengenai ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan tata baca Al-Qur’an?

C. TUJUAN RUMUSAN MASALAH

1) Untuk mengetahui kajian yang membahas ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan

tata baca Al-Qur’an

2) Untuk mengetahui alasan dari kajian yang membahas ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan tata baca Al-Qur’an

D. MANFAAT

Penulis sangat berharap melalui makalah yang telah dibuat ini dapat memberi

pemahaman lebih lanjut terkait kajian-kajian yang membahas tentang ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan tata baca Al-Qur’an. Adapun manfaat yang

diharapkan penulis yang mungkin dapat dirasakan para pembaca ketika membaca

makalah ini sebagai berikut:

1) Menjadi salah satu sumber tambahan bagi pembaca dalam memahami ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan tata baca Al-Qur’an.

2) Menambah pengetahuan pembaca terkait ilmu pengetahuan dalam tata baca Al-

Qur’an.

3) Memuat materi yang sudah pernah dikaji sehingga makalah ini bermaksud untuk

memaparkannya secara sudut pandang penulis agar dapat tersampaikan secara singkat

dan jelas kepada pembaca.

4) Membuat ilmu pengetahuan yang terkait dengan tata baca Al-Qur’an dipahami lebih

luas terhadap pembaca yang masih belum memahami ilmu tersebut.


BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI
Al-Qur’an turun pada tahun ke-41 kelahiran Rasulullah SAW. Dimana Al-qur’an

diturunkan melalui perantara malaikat Jibril yang membuat rasulullah sangat gembira

namun juga merasa berat karena tidak bisa melaksanakan perintah malaikat Jibril.

Tetapi setelah malaikat Jibril berkali-kali mengulanginya Rasulullah pun dapat

menerimanya.

Turun dengan proses yang bertahap, dan membuat kitab Al-Qur’an memiliki nama

yang beragam dari berbagai surah yang ada di dalamnya. Al-Qur’an diturunkan

kepada Rasulullah dengan cara dan sarana yang dikehendaki oleh Allah swt. Setiap

ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah sangat mempengaruhi

perkembangan kehidupan umat manusia kala itu, sehingga saat beliau menerima ayat-

ayat-Nya Allah swt, Rasulullah sangat diperlihatkan kepada para malaikat-malaikat

yang ada di Lauh Mahfuz bahwa Rasulullah memiliki hati yang tulus dan suci untuk

menerima ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.

Berbagai kajianpun dilakukan untuk memahami lebih lanjut mengenai turunnya Al-

Qur’an sebagai petunjuk arah hidup umat islam yang mencakup berbagai bidang

kehidupan seperti ilmu pengetahuan yang sangat mempengaruhi perubahan yang

terjadi di dunia islam dan yang lainnya seperti saat ini.


B. KAJIAN YANG MEMBAHAS TENTANG ILMU PENGETAHUAN DALAM

AL-QUR’AN

1. KAJIAN ULUMUL QUR’AN (ILMU-ILMU AL-QUR’AN)

a. Pengertian Ulumul Qur’an

Ulumul Qur’an merupakan gabungan dari dua kata Bahasa Arab yakni “ulum” yang

dalam artian lebih jamak dari kata “alima” yang berarti mengetahui dan “Al-Qur’an”

yang secara fiqih berarti kalam Allah. Sehingga Ketika kedua kata tersebut

digabungkan dapat diperoleh sebuah makna “Kalam Allah yang Mengetahui” atau

“ilmu (pembahasan) yang berkaitan dengan Al-Qur'an".

Ulumul Qur’an juga memiliki beberapa pengertian secara istilah yang didefinisikan

oleh para ulama, diantaranya:

1) Ulumul Qur’an adalah ilmu yang pembahasannya mencakup sisi informasi tentang

sebab-sebab turunnya (Asbab an-Nuzul), kodifikasi dan tertib penulisan Al-Qur’an,

ayat-ayat Makkiyah (ayat yang diturunkan di Mekkah), ayat-ayat Madaniyyah (ayat

yang diturunkan di Madinah), dan hal-hal lain yang memiliki keterkaitan dengan Al-

Qur’an. (Menurut Manna Al-Qaththan).

2) Ulumul Qur’an adalah beberapa pembahasan yang berkaitan dengan sisi turun, urutan-

urutan, pengumpulan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh

mansukh, penolakan hal-hal yang dapat menimbulkan keraguan, serta hal-hal lain yang

ada di dalam Al-Qur’an (Menurut Muhammad Abd Azhim Az-Zarqani).

3) Ulumul Qur’an adalah ilmu yang objek pembahasannya banyak berhubungan dengan

Al-Qur’an mulai dari proses penurunan, urutan penulisan, penulisannya, kodifikasi,

cara membaca, penafsiran,kemukjizatan, Nasakh-Mansukh, Muhkam-Mutasyabih,

serta pembahasan lainya. (Menurut Abu Syahbah).


b. Macam-macam Ulumul Qur’an

Dalam buku Ulumul Qur’an milik Abdul Djalal disebutkan bahwa Ulumul Qur’an

memiliki dua macam yaitu:

1) Sekelompok ilmu-ilmu pengetahuan agama Islam dan ilmu-ilmu BahasaArab

mengenai al-Qur’an yang masih berdiri sendiri sepertiIlmu Tafsir, Ilmu Rasmil

Qur’an, Ilmu Mazajil Qur’an, IlmuIrabil Qur’an, Ilmu Qiraatil Qur’an, Ilmu Gharibil

Qur’an,Ilmu Asbabun Nuzul dan lain-lain ilmu yang membahas sesuatusegi dari al-

Qur’an yang belum terintegrasi menjadi satu namayang disebut ‘Ulumul Qur’an”

(Ulumul Qur’an bi Ma’nal Idhafi/Laqabi).

2) Ilmu yang terdiri dari beberapa pembahasan mengenai al-Qur’an dari segi turunnya,

pengumpulannya, penertibannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya,

kemukjizaannya, nasikh mansukhnya, i’rabnya, gharibnya, majaznya, sumpah-

sumpahnya dan lain-lain yang dibahas didalamnya. Ringkasnya Ulumul Qur’an

Mudawwam adalah yang sudah merupakan gabungan dari beberapa Ulumul Quran

Idhafi, sehingga sudah terintegrasi menjadi satu dari seluruh ilmu yang membahas

kitab al-Qur’an dari berbagai seginya (Ulumul Quran bi Ma’nal Mudawwam).

c. Ruang Lingkup dan Cabang-cabang Ulumul Qur’an

Pembahasan segi riwayah (periwayatan Al-Qur’an) seperti mengenai waktu,

tempat, sebab-sebab turun ayat, dan pembahasan segi dirayah (kandungan Al-Qur’an)

seperti mengenai sifat-sifat lafazh Al-Qur’an merupakan dua bidang sasaran dari

ruang lingkup Ulumul Qur’an. Pokok bahasan (cabang-cabang) Ulumul Qur’an

adalah sebagai berikut:


1) Ilmu Adab Tilawah al-Qur'an, yaitu ilmu- ilmu yang menerangkan aturan pembacaan

al-Qur’an.

2) Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang menerangkan cara membaca al-Qur’an, tempat

memulai, atau tempat berhenti (waqaf).

3) Ilmu Mawathin an-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan tempat, musim awal dan

akhir turunnya ayat.

4) Ilmu Tawarikh an-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan danmenjelaskan masa dan

urutan turunnya ayat, satu demi satu dariawal hingga yang terakhir turun.

5) Ilmu Asbab an-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunnya ayat.

6) Ilmu Qira’at, yaitu ilmu yang menerangkan ragam qira’at (pembacaan al-Qur’an)

yang telah diterima Rasulullah Saw. Qiraat terdiri dari qiraat tujuh (qiraat sab’ah),

qira'at 10 (asyara) dan qira'at empat belas. Ada qira'at yang shahih dan ada qira'at

yang tidak sahih.

7) Ilmu Gharib al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan makna kata-kata ganjil yang

tidak terdapat dalam kitab-kitab konvensional, atau tidak terdapat dalam percakapan

sehari-hari.

8) Ilmu I’rab al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan harakat al-Qur’an dan kedudukan

sebuah kata dalam kalimat.

9) Ilmu Wuzuh wa an-Nazha’ir, yaitu ilmu yang menerangkankata-kata al-Qur’an yang

mempunyai makna lebih dari satu.

10) Ilmu Ma’rifat al-Muhkam wa al-Mutasyabih, yaitu ilmu yangmenerangkan ayat-ayat

yang dipandang muhkam dan yang dipandang mutasyabih.


11) Ilmu Nasikh wa al-Mansukh, yaitu ilmu yang menerangkanayat-ayat nasikh dan

mansukh oleh sebagian musafir.

12) Ilmu Badai’u al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkankeindahan bahasa al-Qur’an.

13) Ilmu I’jaz al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan segi-segikekuatan al-Qur’an

sehingga dipandang sebagai suatu mukjizat.

14) Ilmu Tanasub Ayat al-Qur'an, yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian antara satu

ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.

15) Ilmu Aqsam al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan arti danmaksud sumpah Allah

yang terdapat dalam al-Quran.

16) Ilmu Amtsal, yaitu ilmu yang menerangkan perumpamaan al-Qur’an.

17) Ilmu Jadal al-Qur'an, yaitu ilmu yang menerangkan berbagai pendebatan yang telah

dihadapkan al-Quran kepada segenap kaum musyrikin dan kelompok lainnya.

18) Ilmu Tafsir, yatu ilmu yang berusaha menjelaskan atau menerangkan makna-makna

dari Al-Qur’an.

2. KAJIAN ILMU ASBABUN NUZUL


a. Pengertian Asbabun Nuzul

Asbabun nuzul atau yang bisa disebut dengan Sababun Nuzul merupakan salah

satu cabang dari Ulumul Qur’an yang berkaitan khusus dengan turunnya ayat-ayat Al-

Qur’an dalam hal-hal tertentu. Dalam pengertian bahasa Asbabun Nuzul diartikan

sebagai sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an. Para ulama juga mengungkapkan

pendapatnya terkait hal ini, diantaranya:

1.) “Sesuatu yang dengan sebabnya turun satu ayat atau beberapa ayat yang mengandung

sebab itu, atau sebagai jawaban atas sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada

masa terjadinya peristiwa itu”. (Menurut Shubhi Al-Shaleh)


2.) “Sababun Nazul adalah kejadian yang karenanya diturunkan ayat Al􀈬Quran untuk

menerangkan hukumya di hari timbulnya kejadian-kejadian itu dan suasana yang di

dalam suasana itu Al-Quran diturunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu,

baik ditrunkan langsung sesudah terjadi sebab itu atau pun ataupun kemudian lantaran

sesuatu hikmah. (Menurut Hasbi Ash-Shiddiqi).

3) “Sababun Nuzul ialah sesuatu hal yang karenanya Al-Quran diturunkan untuk

menerangkan status (hukum)nya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa pristiwa

maupun pertanyaan”. (Menurut Manna al-Qattan).

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Asbabun Nuzul merupakan

bentuk pemahaman tentan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an dengan objek diturunkannya

ayat tersebut berdasarkan dua kelompok yaitu: ayat yang ada sebab-sebab turunnya

dan ayat yang tidak memiliki sebab turunnya, juga berarti ayat yang turun dengan

tidak termasuk kedalam dua kelompok tersebut dapat dikatakan sebagai bukan

Asbabun Nuzul.

b. Cara Mengetahui Asbabun Nuzul

Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad SAW. dengan

waktu, tempat, dan kejadian yang berngsur-angsur selama 23 tahun. Ayat-ayat Aal-

Qur’an diturunkan sebelum atau setelah sebuah kejadian atau peristiwa terjadi pada

Rasulullah SAW. Kemudian ketiks Rasulullah menerimanya beliau langsung

menyapaikannya kepada para sahabatnya, dan para sahabatpun mengerahkan seluruh

perhatian dan kemampuannya untuk menerima ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.

Kemudian mereka sibuk dan tekun dalam menghafal setiap ayat-ayat Al-Qur’an

dalam hati mereka.


Sekalipun para sahabat hafal seluruh ayat-ayat al-Qur’an, ada kemungkinan ayat

tersebut mempunyai sababun nuzul tapi mereka tidak menyaksikannya. Karena pasti

ada ayat yang turun tanpa ada sebab-sebab turunnya ayat tersebut. Sebab ayat-ayat

Al-Qur’an tidak semuanya turun ketika Nabi berada di dalam mesjid dan di waktu

tengah hari saja, kadang ayat-ayat Al-Qur’an ada yang turun ketika Nabi Muhammad

sedang berada di Madinah, di Mekkah, di ‘Arafah, di dalam sebuah perjalanan,

perang, di luar, di dalam rumah, di siang dan malam hari. Oleh sebab itu, selain ada

para sahabat yang sibuk dengan pekerjaan lain dan ada yang berdakwah, ada para

sahabat yang tidak mengetahui sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an karena mereka

tidak menyaksikan langsung sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga para

sahabat dan generasi sahabat sangat berhati-hati dalam mengolah riwayat-riwayat

yang menjelaskan tentang turunnya sebuah ayat Al-Qur’an, karena merka tidak mau

menyebarkaan atau meneruskan ayat-ayat yang kepastisn dari riwayat ayat tersebut

turun tidak memungkinkan kebenarannya. Kehati-hatian tersebut mereka titik

beratkan pada seleksi pribadi Si pembawa berita (rawi), sumber-sumber riwayat

(isnad), dan rumusan kalimatnya (matan).

“Tidak boleh memperkatakan tentang sebab-sebab turun Al-Quran melainkan

dengan dasar riwayat dan mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan

ayat itu diturunkan dan mengetahui sebab sebab turunnya serta berusaha keras dalam

mencari pengertiannya” (Menurut Al-Wahidi).


c. Beberapa Riwayat Mengenai Asbabun Nuzul Suatu Ayat

Terkadang suatu ayat mengandung beberapa versi riwayat tentang sebab turunnya,

yang lazimnya dikenal dengan beberapa riwayat mengenai turunnya satu ayat

(ta’addu al-Sabab wa an-Nazil). Susunan kalimat yang jelas dan terang pada teks

yang berkaitan merupakan kebutuhan untuk kejelasan dan penyelesaian sebuah ayat

Al-Qur’an.

Riwayat yang memiliki pandangan lebih kuat atau penyesuaian terhadap riwayat

yang satu dengan riwayat riwayat yang lain telah ditentukan oleh para mufassir

dengan membuat ukuran yang cermat, sehingga dengan cara sedemikian rupa agar

riwayat-riwayat tersebut menjadi serasi dan dapat diterima, dan dapat disimpulkan

secara ringkas sikap mufassir sebagai berikut:

1) Apabila terhadap sebuah ayat terdapat keduanya sama-sama shahih (dua versi riwayat

yang sama benarnya) dan tidak dapat menentukan mana yang lebih kuat antara

keduanya, maka terhadap kedua versi riwayat tersebut dipadukan atau

dikompromikan bila mungkin, dan ditetapkan sebagai dua macam sebab turunnya

ayat bersangkutan, karena jarak waktu antara dua sebab itu berdekatan.

2) Apabila terdapat dua buah riwayat hadist yang sama shahihnya, namun tidak dapat

menentukan mana yang lebih kuat, atau tidak dapat menyatukan kedua-duanya karena

peristiwanya masing-masing berjauhan waktunya, maka dalam hal ini dikukuhkan

bahwa ayat yang berkaitan dengan dua buah riwayat itu mempunyai beberapa sebab.

3) Apabila ada dua riwayat yang sama-sama shahinya, namun terdapat segi yang

memperkuat salah satunnya, karena dipandang lebih daripada yang lain; atau karena

perawinya hanya menyaksikan pristiwa yang diriwayatkan sendiri, atau yang

diriwayatkan perawi yang lain. Tidak ada keraguan lagi, sebab turunnya ayat

bersangkutan mesti dilihat dari riwayat hadits yang lebih kuat dan lebih shahih.
d. Banyaknya Nuzul dengan Satu Sebab

Ta’addud an-Nazil wa al-Sabab Wahid (beberapa ayat turun karena satu sebab)

merupakan istilah yang lazim dari sebuah peristiwa yang menjadi sebab bagi turunnya

dua ayat Al-Qu’'an atau lebih. Dalam hal ini banyak ayat yang turun di dalam

berbagai surah berkenaan dengan satu peristiwa karena memang terkadang tidak

dipermasalahkan dengan serius atau penting.

e. Faedah Mengetahui Asbabun Nuzul

Pengetahuan tentang berisi peristiwa, kejadian dan pertanyaan yang memerlukan

jawaban (latar belakang historis turunnya ayat) sangat membantu untuk memahami

ayat Al-Qur’an secara utuh, terutama dalam memahami ayat-ayat yang menyangkut

masalah hukum. Namun banyak yang tidak mengetahui Asbabun Nuzul sehingga

mereka terperosok kedalan kebingungan dan kergu-raguan. Mereka mengartikan ayat-

ayat Al-Qur’an tidak sesuai dan tidak memahami dengan tepat hikmah ilahi dengan

yang dimaksud oleh ayat-ayat itu sendiri. Oleh karena itu, mengetahui serta mengenal

sesuatu yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat merupakan bantuan yang tepat dan

berdayaguna dalam memahami kandungan ayat tersebut dengan cermat, bahkan dapat

menjadi sumber penta’wilan dan penafsiran yang penting dalam mencapai kebenaran.

Faedah menngetahui Asbabun Nuzul secara terurai menurut Muhammad bin

Muhammad Abu Syuhbah adalah sebagai berikut:

1) Membantu dalam memahami makna ayat dan menghilangkan kemusykilan dari

padanya.

2) Membantu untuk memahami makna ayat yang terkandung di dalam penetapan

hukum.

3) Menghindari pemahaman yang picik atau sempit.


4) Mengetahui nama seseorang yang disinggung ayat tersebut dan menetapkan sesuatu

yang mubham di dalamnya.

5) Mengetahui sebab turun tanpa keluar dari pengertian ayat apabila lafadz ayat itu

bersifat umum.

6) Mengkhususkan pengertian ayat itu kepada sebab khusus atau aspek turunnya.

7) Mengukuhkan posisi wahyu, mempermudah pemahaman dan pemeliharaan dari

padanya, mengukuhkan pengertian ayat dalam fikiran orang yang mendengarnya

sebab ia mengerti betul latar belakang turunnya, kondisi yang mengitari dan

sebagainya.

f. Keumuman Lafadz dan Kekhususan Sebab

Apabila satu atau beberapa ayat dengan sebab khusus memakai lafadz umum

(‘am), maka berarti jawaban lebih umum daripada sebab, dan sebab lebih khusus dari

jawaban. Pengertian lafadz (keumuman jawaban) di sini adalah ayat-ayat Al-Qur’an

yang turun sebagai jawaban terhadap pertanyaan atau peristiwa yang dihadapi Nabi

pada masa turunnya Al=Qur’an. Sedangkan sebab berarti pertanyaan atau peristiwa

yang menjadi sebab turunnya Al-Qur’an.

Apabila terjadi persesuaian antara ayat yang turun dan sebab turunnya dalam

keumuman keduanya, atau terjadi persesuaian antara keduanya dalam hal kekhususan

keduanya, maka diterapkanlah yang umum menurut keumumannya dan yang khusus

menurut kekhususannya.

g. Pengertian Makkiyah dan Madaniyah

Istilah Makkiyah dan Madaniyah merupakan dua kata sifat nisbiyah yang berasal

dari kata-kata Makkah dan Madinah. Istilah tersebut dapat dipakaikan kepada Al-

Quran itu sendiri, atau kepada surat-suratnya, ataupun kepada ayat ayatnya. Misalnya

yang diturunkan di Mekkah, yakni sebelum Nabi berhijrah ke Madinah. Begitu pula
pemakaian perkataan al-Madaniyah atau al-Madaniyu, berarti bahagian-bahagian Al-

Quran yang diturunkan di Madinah, yakni setelah Nabi hijrah.

Penyebutan kata Makkiyah dan Madaniyah baru muncul kemudian, yakni setelah

Rasululah wafat. Beliau sendiripun tidak pernah menetapkan surat-surat mana yang

termasuk ke dalam golongan Makkiyah dan mana pula yang termasuk Madaniyah.

Sebagai buktinya tidak ada kesepakatan pendapat di kalangan para ulama mengenai

persoalan yang terkait dengan kedua istilah tersebut, terutama mengenai arti

sebenarnya pemakaian istilah Makkiyah dan Madaniyah, surat-surat mana dan berapa

jumlahnya yang termasuk dalam kelompok Makkiyah dan yang termasuk kelompok

Madaniyah pula.

Menurut masa turunnya surat-surat Al-Quran yang berjumlah 114 surat dan 6236

ayat itu terbagi kepada dua bagian, yaitu:

1). Surat-surat Makkiyah, yaitu surat-surat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke

Madinah, yang diperkirakan dalam masa 12 tahun 5 bulan,13 hari, yakni sejak

permulaan bi’tsah (diangkat menjadi Nabi dan Rasul) di Mekkah sampai dengan

waktu hijrah.

2). Surat-surat Madaniyah, yaitu surat-surat yang diturunkan sesudah hijrah ke Madinah

sampai dengan turunnya ayat yang terakhir, yakni ketika Nabi menunaikan Hijjatul

Wada’ (haji penghabisan), yang seluruhnya berlangsung selama 9 tahun 9 bulan 9

hari.
3. KAJIAN ILMU TILAWAH AL-QUR’AN

a. Pengertian Tilawah Al-Qur’an

Membaca ayat suci Al-Qur’an dengan baik dan benar (tartil, menampakkan huruf-

hurufnya dan berhati-hati melafadzkannya), biasanya dimulai dari surat Al-Fatihah

sampai dengan surat An-Naas merupakan pengertian dari tilawah Al-Qur’an (Menurut

abdul Aziz, 2011: 11-12).

Membaca Al-Qut’an adalah suatu kemulian umat manusia khususnya umat islam

yang diberikan Allah SWT. Oleh sebab itu, seseorang yang muslim harus mempunyai

kewajiban khusus untuk menjaga keutuhan Al-Qur’an. Salah satu caranya adalah

dengan membacanya dengan baik dan benar.

Al-Qur’an sebagai kalam Allah SWT merupakan mu’jizat yang diturunkan atau

diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang dimulai dari surah Al-Fatihah

sampai akhir surah An-Naas dan membacanya adalah ibadah (Menurut Nata, 1998:5-

55).

Al-Qur’an berasal dari kata: Qara’a yang mempunyai arti mengumpulkan atau

menghimpun, dan Qira’ah yang menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan

yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi. Qara’a, qira’atan, qur’anan yang

berarti bacaan merupakan dasar masdar dari Al-Qur’an dan qira’ah. bacaannya atau

cara membacanya disebut dengan qur’anah atau yang artinya qira’atuhu.

Al-Qur’an merupakan nama khusus yang diberikan kepada kitab yang diturunkan

Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. sehingga Al-Qur’an menjadi nama khas

dari kitab tersebut. Menurut para ulama Al-Qur’an diberi nama tersebut karena
mencakup dari kitab-kitab yang terdahulu atau bahkan mencakup inti dari berbagai

ilmu yang ada pada kitab-kitab sebelumnya.

b. Keutamaan Tilawah Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an merupakan sebuah kemuliaan bagi umat manusia kghususnya

umat islam yang diberikan oleh Allah SWT. karena sesungguhnya para malaikat tidak

diberikan kemuliaan itu. Sungguh mereka sangat menginginkan dan merindukan

kemuliaan itu untuk mereka dengarkan (Menurut ulama besar Ibnu Shalah yang

menulis karya terbesar dalam ilmu hadist berjudul kitab Al-Muqaddimah).

Pendapat dari ulama besar Ibnu Shalah tersebut menunjukkan keutamaan dan nilai

lebih membaca Kitab Suci Al-Qur’an, paham artinya atau tidak paham, di dalam

sholat atau di luar sholat, sendirian atau bersama-sama, di rumah atau di mesjid dan

sebagainya. Al-Qur’an bagi kaum umat islam adalah bacaan utama yang terus

menolong dikala susah maupun senang. Membaca Al-Qur’an dan sholat merupakan

ibadah utama yang dipersembahkan kepada Allah SWT.

Al-Qur’an sebagai kitab yang memiliki kandungan berbagai ilmu yang menjadi

landasan atau pedoman dalam kehidupan manusia berisi dengan kumpulan wahyu

allah SWT. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. untuk dijadikan sumber

petunjuk dalam kehidupan umat manusia khususnya umat islam.

Rasulullah SAW. mendapatkan apresiasi, motivasi serta sugesti untuk terus

membaca kitab Al-Qur’an karena hal tersebut merupakan keuntungan dari keutamaan

membaca Al-Qur’an. Nilai keuntungan yang akan didapat ketika membaca Al-Qur’an

adalah sebagai berikut:


1) Nilai pahala, dimana setiap huruf dalam Al-Qur’an yang dibacakan akan bernilai

dengan sepuluh kebaikan.

2) Terapi (obat) jiwa yang gundah, dimana setiap membuka dan membaca Al-Qur’an

selain sebagai bentuk ibadah juga akan merasakan efek berupa obat yang mampu

mengobati masalah hati dan jiwa yang gelisah.

3) Memberi syafa’at, dimana saat manusia diliputi oleh perasaan gelisah ketika hari

kiamat, Al-Qur’an akan datang memberikan pertolongan bagi orang-orang yang tidak

pernah meninggalkan untukn membacanya (Al-Qur’an).

4) Menjadi nur di dunia dan simpanan di akhirat, dimana saat membaca Al-Qur’an

dengan baik dan benar, wajah seseorang akan menjadi ceria dan berseri-seri serta

akan tampak anggun karena akrab bergaul dengan kalam Allah SWT.

5) Malaikat turun memberikan rahmat dan ketenangan kepada para pembaca Al-Qur’an,

dimana malaikat-malaikat akan turun ketika melihat seseorang sedang membaca Al-

Qur’an dan memberikannya rahmat ketenangan.

c. Fashohah (Ilmu Tajwid) dalam Al-Qur’an

Kesempurnaan membaca Al-Qur’an seseorang dalam setiap penyebutan dalam

melafadzkan huruf-huruf Al-Qur’an merupakan arti umum dari fashohah. Sedangkan

penguasaan di bidang Al-Waqfu wal Ibtida’ atau ketelitian akan harakat dan

penguasaan kalimat serta ayat-ayat Al-Qur’an merupakan pengertian fashohah secara

luas.

Ilmu tajwid berguna dalam menyempurnakan tata cara membaca Al-Qur’an yang

mempelajari tentang tanda-tanda baca setiap huruf, panjang pendek setiap kata, dan

hukum bacaan lainnya yang ada di dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Hukum mempelajari ilmu tajwid ialah fardhu kifayah, sedangkan secara hukumnya

membaca Al-Qur’an dengan tajwid adalah fardhu ‘ain. Tujuannya adalah untuk
menghindari kesalahan dalam membaca Al-Qur’an (Menurut Abdur Rauf, 2011:11-

14).

Karena itu, agar dapat menampakkan yang jelas dan terang (fasih) ketika membaca

Al-Qur’an harus memperhatikan beberapa istilah dalam ilmu tajwid yang ada sebagai

berikut:

1) Makhorijul huruf, yakni tempat-tempat keluar masuknya huruf, dimana dengan

mengetahuinya akan memperlancar cara mengucapkan huruf dengan baik dan benar

secara lebih dalam.

2) Shifaful huruf yakni cara melafalkan dan mengucapkan furuf agar huruf yang

diucapkan lebih jelas dan terasa asli dengan huruf yang ada di dalam Al-Qur’an.

3) Ahkamul huruf, yakni hubungan antara hurufnya diantaranya: Hukum lam jalalah,

hukum lam ta’rif, hukum bacaan ro’, hukum nun sukun dan tanwin, hukum nun dan

mim bertasydid, hukum mim sukun, hukum lam kerja, hukum lam untuk huruf,

hukum idgham, hukum qalqalah.

4) Ahkamul mad wal qasr, yakni pendek dan panjangnya huruf yang ada di dalam Al-

Qur’an.

5) Ahkamul waqaf wal ibtida’, yakni mengetahui huruf yang harus mulai dibaca dan

berhenti pada bacaan bila ada tanda huruf tajwid.

6) Istilah-istilah dalam Al-Qur’an, yakni istilah atau ayat-ayat yang hanya ada di surat

tertentu yang harus dikuasai.

4. KAJIAN ILMU ANTI BULLYING DALAM AL-QUR’AN

a. Pengertian Bullying

Bullying merupakan kosa kata baru dalam Bahasa Indonesia, namun demikian kata

bullying sudah lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum bullying
juga dipahami sebagai suatu tindakan perundungan, perpeloncoan, penindasan dan

lain sebagainya. Fitria Chakrawati menuliskan dalam bukunya, bahwa bullying

berasal dari kata bull yang maknanya adalah penggertak atau orang yamng

mengganggu orang yang lemah.

Istilah bullying berasal dari bahasa inggris, yakni bull yang artinya adalah banteng

yang suka menanduk. sedangkan dalam terminologi Bahasa Indonesia bully dimaknai

dengan penggertak, atau orang yang mengganggu orang lain. Menurut Olweus

bullying merupakan perilaku negative yang mengakibatkan seseorang ada dalam

keadaan tidak nyaman atau terluka dan biasanya kejadian ini terjadi secara berulang-

ulang.

Dalam buku mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak, tim

SEJIWA memaknai bullying dengan sebuah situasi dimana terjadi penyalahgunaan

kekuasaan atau kekuatan oleh seseorang, atau sebuah kelompok yang kuat. Istilah

kuat disini bukanlah kuat dalam artian fisik, melainkan kuat secara mental3. Dalam

hal ini korban perilaku bullying tidak bisa menyelamatkan atau membela dirinya

karena lemah secara fisik dan tau secara mental.

Menurut Andi Priyatna bullying bukanlah tindakan yang tidak disengaja, bullying

merupakan tindakan yang sengaja dilakukan oleh pelaku pada korbannya dan

bukanlah suatu kelalaian. Selain itu ia juga mngetakan bahwa bullying tidak

dilakukan sekali saja, akan tetapi tindakan ini dilkukan berulang-ulang dan terus-

menerus. Menurutnya tindakan bullying ini dilakukan karena si pelaku merasa

memiliki power atau kekuatan yang lebih dari si korban, atau bisa dikatakan bahwa si

pelaku memiliki power yang mencolok.


Selain itu, bullying juga didefinisikan sebgai suatu tindakan kekerasan yang

dilakukan secara sengaja, yang bertujuan uuntuk menindas pihak yang lemah daan hal

ini terjadi berulang kali dan terus-menerus.

Edwards mengatakan bahwa bullying kerap kali terjadi pada masa-masa sekolah

menengah atas (SMA). Sebab, pada masa-masa ini seorang remaja memiliki

egosentrisme yang tinggi. Sedangkan menurut Coloroso yang biasanya menjadi

korban bullying adalah mereka yang merupakan pendatang baru, atau bisa jadi

mereka yang merupakan kelompok termuda (junior).

Bullying sendiri terjadi bukan disebabkan oleh adanya konflik yang belum

terselesikan. Namun, hal ini terjadi dikarenakan adanya superioritas pelaku bullying

atau perasaan bahwa dirinya merupakan orang yang lebih kuat dan memiliki

kekuasaan lebih. Sehingga, cenderung memiliki perasaan ingin melemahkan,

merendahkan atau menindas orang lain yang dianggap lemah. Selain itu, bullying bisa

jadi sebuah tindakan yang dilakukan oleh pelaku sekedar mengulangi apa yang ia lihat

atau alami. Seperti misalnya ia menganiaya orang lain karena ia sendiri pernah

dianiaya oleh orang lain.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa bullying merupakan suatu

tindakan tidak bertanggung jawab untuk mengganggu, merendahkan, menganiaya,

atau menindas orang lain yang dianggap lemah.

b. Macam-macam Bentuk Bullying

Ada beberapa jenis dan wujud bullying yang secara umum sering kali dilakukan.

Perilaku ini kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori, Pertama, Bullying fisik

yakni jenis bullying yang kasat mata, atau terlihat oleh mata karena dilakukan dengan

adanya sentuhan fisik antara pelaku dan korban bullying. Seperti misalnya pelaku

memukul korba, menampar, meludahi, melempar dengan barang, menginjak dan lain
sebaginya. Kedua, bullying jenis non-verbal merupakan jenis bullying yang masih

bisa terdeteksi, meskipun tidak terlihat oleh mata bullying jenis ini masih bisa

terdengar. Misalanya pelaku mengolok-olok korba, memaki-maki, mempermalukan

korban di depan umum, memfitnah, mencibir dan lain sebaginya. Ketiga, Bullying

mental berbeda dengan dua jenis bullying sebelumnya. Sebab, bullying jenis ini tidak

bisa dilihat maupun didengar. Praktik bullying ini terjadi diam-diam diluar pantauan,

dan sulit untuk dideteksi jika tidak awas dalam melihatnya. Seperti misalnya

memandang dengan sinis, mencibir diam-diam, memelototi dan sebaginya.

c. Ayat-ayat yang berkaitan dengan bullying

1) QS. Al-Hujurat ayat 11, yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang

lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka

(yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan)

perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik

dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain

dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk

panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa

tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Seseorang mengolok-olok orang lainnya bisa dikarenakan lebih kaya sehingga

menghina yang miskin, lebih kuat sehingga menghina yang lemah, orang memiliki

fisik sempurna sehingga menghina orang yang cacat, atau orang yang profesional

menghina orang yang lugu. Padahal, itu semua merupakan hal-hal duniawi yang tidak

dapat dijadikan ukuraan. Ukuran yang ada disisi allah bukan lah hal-hal yang bersifat

duniawi seperti hal-hal diatas, akan tetapi diukur pada keimaan seseorang.
Termasuk perbuatan yang dianggap mengolok-olok dan mencela adalah memanggil

dengan panggilan yang tidak disukai pemiliknya. Sehingga kemudian ia merasa

dihina dan dipermalukan dengan panggilan itu.

2) QS. At-Taubah ayat 79, yang artinya:

“(Orang munafik) yaitu mereka yang mencela orang-orang beriman yang memberikan

sedekah dengan sukarela dan yang (mencela) orang-orang yang hanya memperoleh

(untuk disedekahkan) sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu

menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka, dan mereka akan

mendapat azab yang pedih”.

Sama halnya seperti ayat-ayat yang telah dibahas sebelumnya, QS. At-Taubah ayat 79

ini juga menjelaskan terkait larangan untuk mengejek atau mengolok-olok. Seperti

yang dikisahkan dalam sebab turunnya ayat ini, kita dilarang untuk mengejek atau

mengolok-olok baik dengan perbuatan, perkataan atau tingkah laku karena apa yang

dilihat belum tentu yang terjadi sebenarnya. Selain itu, dalam ayat ini dijelaskan

bahwa yang dimaksudkan dengan ‫ سخر هللا منهم‬adalah bahwa Allah menjanjikan ejekan-

ejekan yang dilontarkan. Bahkan dalam ayat ini selain akan dibalas dengan ejekan

juga akan mendapatkan siksa. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa selain menunjukkan

larangan untuk mengejek atau mengolok-olok, ayat ini juga bertujuan agar mereka

yang diejek dapat meredam amarahnya, dan tidak menghiraukan ejekan tersebut.

Sebab, jika Allah yang membalas ejekan tersebut pasti akan lebih besar daripada jika

yang bersangkutan membalas ejekan padanya.

3) QS. Hud ayat 38-39 yang artinya:

“Dan mulailah dia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan

melewatinya, mereka mengejeknya. Dia (Nuh) berkata, Jika kamu mengejek kami,

maka kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu mengejek (kami). Maka kelak
kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa)

yang akan ditimpa azab yang kekal”.

Ayat ini menceritakan tentang nabi Nuh yang diejek oleh kaumnya karena membuat

kapal (bahtera) yang begitu besar. Mereka mengatakan bahwa Nuh adalah seorang

Nabi yang kini menjadi tukang kayu dan sedang membuat sebuah bahtera. Dari kisah

nabi Nuh diatas kemudian dapat diambil hikmah, bahwa kita sebagai manusia

dilarang mengejek manusia lain. Apalagi ketika tidak mengetahui apa yang

sebenarnya sedang terjadi atau akan terjadi.

4) QS. Al-Baqarah ayat 212, yang artinya:

“Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir,

dan mereka menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa

itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang

yang Dia kehendaki tanpa perhitungan”.

Selain itu, QS. Al-Baqarah ayat 212 juga merupakan salah satu ayat yang merangkan

terkait Bullying atau ejekan. Menurut Abdullah bin Abbas, ayat ini diturunkan

berhubungan dengan Abu Jahal dan teman-temannya. Sedang menurut Muqatil, ayat

ini diturunkan berhubungan orang-orang munafik, seperti Ubay dan pengikut-

pengikutnya. Riwayat lain mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berhubungan

dengan kaum Yahudi, tokoh-tokoh dan pemimpin-pemimpinnya, dari Bani Quraizah,

Bani Nadir dan Bani Qainuqa, yang kesemuanya selalu menghina kaum Muslimin.

Imam Fakhrur Razi berkata, “Tidak ada salahnya bila dikatakan bahwa ayat ini

diturunkan untuk ketiga golongan tersebut.” sudah menjadi tabiat yang melekat,

terutama dalam hati orang kafir, yaitu mencintai dunia lebih dari segala-galanya.

Ejekan dan hinaan kaum kafir terhadap kaum Muslimin dijawab bahwa orang yang

bertaqwa kepada Allah, nanti pada hari kemudian jauh lebih tinggi martabat dan
kedudukannya daripada mereka. Orang kafir membanggakan kesenangan dunia yang

dimilikinya, kekayaan bertumpuk-tumpuk yang diperolehnya dan mereka menghina

orang yang beriman yang umumnya miskin, tidak banyak yang kaya dibanding

mereka. Untuk menjawab penghinaan ini, Allah menutup ayat ini dengan satu

penegasan bahwa sangkaan mereka itu tidak benar.

d. Al-Qur’an dan Solusi Bullying

Bullying merupakan suatu perilaku yang didasari oleh beberapa faktor. Memahami

faktor-faktor yang menyebabkan perilaku bullying bisa jadi salah satu solusi untuk

mencegah perilaku bullying. Diantara faktor tersebut adalah:

1) Pertama, Pada sebagian orang, bullying dijadikan alat untuk mendapatkan

penghargaan dari lingkungan sekitarnya. Mereka yang melakukan tindakan bullying

merasa haus akan perhatian, penghargaan dan pengakuan atas dirinya. Dengan

memberi perhatian dan menghargai apa yang mereka lakukan bisa menjadi salah satu

solusi untuk mengurangi tindakan bullying.

2) Kedua, Bullying juga seringkali menjadi alat untuk meraih popularitas dan menjadi

dominan. Mengalihkan potensi perilaku kepimpinan pelaku bullying dari negative ke

dalam perilaku kepemimpinan yang positif bisa menjadi salah satu solusi agar mereka

tak lagi melakukan bullying untuk mendapatkan popularitas semata.

Selain dua solusi bullying yang sudah dipaparkan sebulumnya, al-Qur’an sebagai

pedoman kehidupan pun sejatinya memiliki solusi terhadap perilaku bullying.

Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan solusi pencegaan perilaku

bullying adalah QS. Al-A’raf ayat 201dan al-Ahzab ayat 71, dalam kedua ayat ini

dijelaskan bahwa salah satu sikap yang perlu ditaati agar tidak terjerumus kedalam
perilaku bullying adalah dengan meningkatkan ketqwaan kepada Allah SWT. Selain

itu sikap yang yang bisa dilakukan untuk mencegah perilaku bullying adalah dengan

berkata yang baik sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 236 dan Al-

Isra ayat 53. Memanggil dengan panggilan yang baik, sebagaimana yang terdapat

dalam QS. Yusuf ayat 5, Hud ayat 42 dan Luqman ayat 13.

5. KAJIAN ILMU PENAFSIRAN DENGAN METODE MAUDU’Y

a. Pengertian Metode Maudu’y

Metode penafsiran Al-Qur’an secara tematik juga dapat disebut sebagai metode

maudu’y yang memiliki titik acuan dan teknik penerapannya sendiri. Metode

maudu’y tidak bersifat parsial namun merupakan pelengkap dari seluruh bentuk

metode penafsiran terdahulu yang memiliki bentuk pisau analisis yang memiliki guna

untuk mendapatkan jawaban dari berbagai aspek persoalan kehidupan manusia yang

ada di dunia ini dengan sumber terpercaya yakni Al-Qur’an.

Defenisi Metode Tafsir Maudu’y. Kalimat “Metode Tafsir Maudu’y” terdiri dari

tiga rangkaian kata yaitu “Metode”, “Tafsir” dan “Maudu’y”, ketiga kata ini akan

didefinisikan secara terpisah dari dua sudut pendefenisian yaitu etimologi dan

terminology. Kata “Metode” secara etimologi berasal dari kata Yunani methodos,

merupakan sambungan kata meta yang berarti menuju, melalui, atau mengikuti dan

kata hodos yang berarti jalan, cara, atau arah. Dengan demikian maka kata methodos

berarti: pengkajian, metode ilmiah, uraian ilmiah, yaitu cara bertindak menurut sistem

aturan tertentu atau suatu cara dalam mengerjakan sesuatu obyek.

Berdasarkan defenisi ini dapat diturunkan beberapa hal; 1) Tafsir adalah suatu ilmu

yang menjadikan al-Qur‟an sebagai obyek dan sumber kajian; 2) Kajian yang menjadi
obyek utama dalam tafsir adalah menguak tabir dalalah (petunjuk) yang terkandung

dalam ayat-ayat al-Qur‟an; 3) Tafsir merupakan pengkajian yang dilakukan oleh

manusia berdasarkan kemampuannya yang terbatas; 4) Tafsir bertujuan untuk

menguak tabir dari maksud, tujuan, dan petunjuk dari perkataan Allah swt yang

terdapat di dalam al-Qur‟an.

Berdasarkan defenisi-defenisi leksikal dia atas baik secara etimologi maupun

terminologis dari seluruh kata, selanjutnya dirumuskan defenisi terminologis tentang

maksud dari “Metode Tafsir Maudu’y”. Para pakar memiliki defenisinya masing-

masing sekalipun tidak secara mandiri- tentang maksud dari metode penafsiran ini,

diantara defenisi-defenisi tersebut adalah:

1). Muhammada al-Ghazaly mengatakan:

“Yang dimaksud dengan dengan tafsir maudu’y bermuara pada dua

bentuk istilah; pertama, menelusuri stiap perkara yang terkandung didalam al-

Qur’an kemudian menjelaskannya berdasarkan turunnya wahyu, kedua, melihat

secara teliti ayat-ayat dalam satu surat untuk menemukan tema sentral yang

terkandung didalmnya, kemudian menarik benang merah yang menghubungkan

antar ayat dalam surat tersebut dimana bagian awa sebagai pendahuluan dan

bagaian akhir sebagai penegasan atas pendahuluannya.”

2). Al-Farmawy mendefinisikan :

“Tafsir maudu’y menurut pengertian istilah para ulama adalah: Menghimpun seluruh

ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama, kemudian dilakukan

penyusunan berdasarkan asbab nuzulnya jika memungkinkan kemudian

menguraikannya dengan menjelajahi seluruh aspek yang terkandung didalamnya,

ukuran keakuratan hasil ditimbang berdasarkan teori-teori yang akurat pula sehingga

tema dapat disajikan secara utuh dan sempurna dengan mengemukakan tujuan-tujuan
dengan ungkapan yang mudah dipahami untuk dapat menyelami bagian-bagian

terdalam dari ayat-ayat yang dikaji”.

3). Muhammad Baqir al-Sadr mendefenisikan:

“Metode tafsir maudu’y adalah suatu pendekatan dalam menafsirkan al-Qur’an

dimana seorang Muffasir berusaha mengkaji al-Qur’an dengan menentukan suatu

tema dari tema yang ada di dalam al-Qur’an, baik yang berkaitan dengan doctrinal

kehidupan, sosiologis atau pun kosmologis”.

4). Al-Almay mendefenisikan:

“Tafsir maudu’y adalah suatu usaha dalam mengumpulkan ayat-ayat yang memiki

kesamaan topik dan tujuan, dengan cara menyusunnya berdasarkan masa turunnya,

jika hal itu mungkin dilakukan, kemudian menjelaskannya dan merincikannya serta

menjalaskan hikmah-hikmah ilahiyyah yang terkandung dalam syari‟at dan undang-

undang-Nya dengan menyelami seluruh sisi topik yang terdapat di dalam al-Qur‟an,

dan berusaha menguak berbagai sisi yang berhubungan dengan syubhat-syubhat para

musuh-musuh Allah Swt”.

5). Muhammad Husain al-Dhahaby mendefenisikan:

“Mengkaji salah satu aspek diantara aspek-aspek yang terkandung didalam al-Qur‟an

atau mengkaji salah satu diantara tema-tema al-Qur’an yang berhubungan dengan

aspek-aspek ilmiyah al-Qur’an”

6). Sementara itu Mustafa Muslim dan Khalid Abd al-Rahman al-Ikk:

keduanya mengajukan lima defenisi termenilogis, dari seluruh defenisi-defenisi yang

diajukan oleh kedua pakar tersebut adalah: 1) menjelaskan segala yang berhubungan

dengan salah satu diantara topik-topik Al-Qur’an seperi; kehidupan, pemikira,

sosiologis, atau pun kauniyyah, 2) Menghimpun ayat-ayat yang memiliki hubungan

dengan satu topic baik secara lafadh maupun hukum dari berbagai surah dalam Al-
Qur’an, kemudian menafsirkan sesuai dengan maksud- maksud Al-Qur’an, 3)

Menjelaskan topic apapun dari satu surah atau surah-surah yang berbeda yang

terdapat di dalam Al-Qur’an, 4) Ilmu yang membahas tentang berbagai perkara yang

terdapat di dalam Al- Qur‟an yang memiliki kesatuan makna dan tujuan dengan cara

menghimpun ayat-ayat yang terpisah, melakukan analisis secara khusus dan

menyeluruh dengan menggunakan syarat-syarat tertentu dalam mmenjelaskan makna

yang terkandung termonologis tersebut, mereka berdua memilih satu defenisi yaitu:

“Suatu ilmu yang mengakaji tentang berbagai aspek topikal ayat-ayat al-Qur’an dari

satu surah atau berbagai surah yang sesuai dengan tujuan-tujuan al- Qur’an”.

7). Quraish Shihab sebagai salah seorang pakar al-Qur’an di Indonesia mengajukan tiga

bentuk defenisi terminologis :

Pertama: Metode Tafsir Maudu’y adalah penafsiran menyangkut satu surat dalam al-

Qur’an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum yang merupakan tema

sentralnya, serta menghubungkan persoalan-persoalan yang beraneka ragam dalam

surat tersebut antara satu dengan lainnya dan juga dengan tema tersebut, sehingga satu

surat dengan berbagai persoalan persoalannya menjadi satu kesatuan yang utuh.

Kedua: Metode Tafsir Maudu’y adalah penafsiran yang bermula dari menghimpun

ayat-ayat al-Qur’an yang membahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau

surat dalam al-Qur’an yang dapat diurut sesuai dengan urutannya, kemudian

menjelaskan pengertian secara menyeluruh dari ayat-ayat tersebut guna menarik

petunjuk al-Qur’an tentang masalah yang dibahas secara utuh.

Ketiga: metode dimana mufassir berupaya menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dari

berbagai surah dan yang berkaitan dengan persoalan atau topik tertentu yang telah

ditetapkan sebelumnya, kemudian membahas dan menaganalisa kandungan ayat-ayat

tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.


Dari seluruh rangkaian defenisi terminologis tafsir maudu’y di atas dapat

ditarunkan beberapa hal: a) Metode maudu’y dalam penafsiran Al-Qur’an adalah

upaya menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki kesamaan makna dan tujuan,

b) metode ini berupaya untuk menggali solusi-solusi Qur’any dalam berbagai aspek

problematika kehidupan baik yang berupa kepercayaan, politik, ekonomi, social, dan

budaya; c) metode ini adalah metode yang berupaya menerapkan metode pengkajian

ilmiyah dengan menjadikan surah dan atau ayat-ayat Al-Qur’an sebagai obyek

kajiannya dan memperhadapkannya dengan realitas empirik, d) metode ini berupaya

untuk mempermudah dalam menemukan petunjuk-petunjuk Qur’any, e) metode ini

menjadikan metode penelitian ilmiah sebagai acuan dalam pengkajiannya.

Dari analisis di atas setidaknya dapat disimpulkan bahwa metode tafsir maudu’y

adalah: “Upaya manusia dalam meneliti dan menelusuri seluruh aspek makna,ayat

dalam satu surah atau dari berbagai surah dalam satu topic, 2) keutuhan pembahasan

dalam satu kesatuan tujuan dan petunjuk Qur’any. Adapun pendefenisian yang lain

lebih kepada penjelasan tentang prosedur dan teknik penerapan dari metode tafsir

maudu’y Pernyataan di atas memberikan beberapa batasan tentang metode tafsir

maudu’y, batasan-batasan tersebut adalah:

1) Manusia memiliki kemampuan dalam meaksimalkan daya dan upaya dalam

mengungkap kandungan Al-Qur’an yang sejatinya adalah petunjuk (hudan), penjelas

(bayyinat), pembeda antara yang haq dan batil (al-Furqan), dan penawar bagi hati

yang lara (shifaun lima fi al-Sudur).

2) Al-Qur’an merupakan kumpulan perkataan Allah Swt yang mengandung berbagai

penjelasan dan solusi atas berbagai aspek kehidupan.

3) Al-Qur’an tersusun secara sistematis dari surah al-Fatihah} hingga surah al-Naas yang

didalam setiap surah terdapat ayat-ayat yang tersusun dari kalimat-kalimat, dimana
antara ayat dengan ayat yang lain memiliki korelasi (Munas Abah) makna, tujuan, dan

petunjuk demikian pula halanya dengan surah.

4) Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam satu surah Al-Qur’an mengandung kekayaan

topikal, sehingga penggunaan metode maudu’y dengan menggunakan prosedur

penelitian ilmiah dapat memudahkan para pengkaji kandungan Al-Qur’an dalam

mengungkap dan menemukan seluruh aspek hidayah ilahiyah (petunjuk Allah Swt)

yang terkandung (baik secara eksplisit maupun inplisit) didalamnya.

Al-Farmawy merumuskan prosedur penerapan metode maudu’y dalam penafsiran Al-

Qur’an sebagai berikut:

1) Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik atau tema).

2) Menghimpun teks-teks (baca: ayat) Qur‟any yang berkaitan dengan masalah yang

akan dibahas tersebut.

3) Menysun ayat seara berururan sesuai dengan urutan masa turunnya disertai dengan

pengetahuan tentang Asba>b al-Nuzul-nya.

4) Memahami korelasi (muna>sabah) teks-teks (yang telah dihimpun) tersebut dalam

suratnya masing-masing.

5) Menyusun kerangka pembahasan (out line) topic.

6) Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang memiliki relevansi dengan pokok

bahasan.

7) Mempelajari secara kesuluruhan ayat-ayat yang telah terhimpun dengan jalan

menghimpun ayat-ayat yang memiliki kesamaan pengertian dan makna, atau

mengkompromikan antara yang „a>m (umum) dan yang kha>s} (khusus), antara yang

mut}laq (mutlak) dan yang muqayyad (terikat), atau yang secara z}a>hir (tampaknya)
bertentangan, sehingga semuanya bertemu dalam satu kesatuan atau dalam satu

muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan makna.

Pada tempat lain Al-Ma’y mengajukan rumusan prosedur penerapan metode

maudu’y dalam penafsiran Al-Qur’an sebagai berikut:

1.) Menghimpun seluruh teks-teks Al-Qur’an yang berhubungan dengan topic masalah

yang akan dibahas dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan kitab-kitab himpunan

ayat-ayat Al-Qur’an seperi kitab Mufradat Al-Qur’an karya al-Raghib al-Asfahany

(w. 502 H), kitab Mujam Alfaz al-Qur’an yang disusun oleh Majma’ Al-Lughah Al-

Arabiyyah Tafsil Ayat al-Qur’an karya Joul Labome, Kitab al-Mustadrak karya

Edward Monteh, dan al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfaz al-Qur’an al-Karim karya

Muhammad Fuad Abd al-Baqy.

2). Kemudian mesyusun ayat-ayat yang telah terhimpun tersebut sesuai dengan masa

turunnya – jika hal tersebut memungkinkan untuk dilakukan–dengan cara menjadikan

ayat-ayat makkiyah pada bagian awal kemudian ayat-ayat madaniyyah.

3). Mengompromikan ayat-ayat yang tampak bertentangan dengan keyakinan bahwa tidak

terdapat pertentangan dalam ayat-ayat al-Qur‟an.

4). Menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan cara memahami hikmah-hikmah

kandungannya, maksud dari syaria‟at ilahiyah, tujuan dibalik perintah dan larangan,

dengan menjadikan Sunnah Nabawiyyah (hadi>th) dan perkataan para ulama salaf

sebagai timbangan penafsiran, menyebutkan Asba>b al-Nuzu>l jika ada, menjelaskan

kisah-kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu jika diantara ayat-ayat tersebut

terdapat ayat yang berhubungan dengannya, dengan memperhatikan syarat-syarat

seorang mufassir dalam menafsirkan topic pembahasan.


5). Menyusun laporan hasil pengkajian tafsir secara utuh dan sempurna dengan

memperhatikan syarat-syarat pengkajian ilmah.

Pada bagian lain Mustafa Muslim mengajukan dua bentuk rumusan prosedur

pengkajian tafsir maudu’y dengan rincian langkah-langkahnya masing-masing:

Pertama: Prosedur pengkajian tafsir maudu’y dalam satu topik masalah, adapun

langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1) Menentukan topik pembahasan diantara topik-topik al-Qur‟an.

2) Menghimpun ayat-ayat yang berhubungan dengan topic tersebut atau ayat-ayat yang

bersinggungan (baik langsung maupun tidak langsung) dengannya.

3) Menyusun ayat-ayat yang telah terhimpun tersebut berdasarkan masa turunnya

dengan asumsi dasar bahwa mayoritas ayat-ayat makkiyah berbricara tentang

landasan umum.

4) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara mendalam dengan merujuk kepada kitab- kitab

tafsir klasik (kitab-kitab tafsir yang disusun secara analitik), menyebutkan Asbab al-

Nuzul jika ada meneliti kandungan lafaz-lafaznya serta hubungan antara setiap lafaz.

5) Pengkaji berusaha menarik sebuah istimbat yang merupakan landasan utama topik

pembahasan.

6) Hendaknya pengkaji kembali kepada metode Ijmaly dalam menyuguhkan berbagai

bentuk pemikiran sehingga tidak terjebak pada pengkajian kandungan lafadz semata.

7) Hendakanya pengkaji menjadikan metode pengkajian ilmiah sebagai acauan dalam

meletakkan out line pembahasan.

8) Menguak hakikat kandungan Al-Qur’an menjadi tujuan utama pengkaji dengan

mengangkatnnya kepermukaan secara tegas, lugas, dan mudah dipahami


9) Hendaknya pengkaji semaksimal mungkin menghindari riwayat-riwayat yang lemah,

dan israiliyyat.

Kedua: prosedur pengkajian tafsir maudu’y dalam satu surat dengan langkah-

langkahnya sebagai berikut:

1) Sebelum melakukan kajian lebih lanjut terhadap ayat-ayat dalam satu surah, pengkaji

terlebih dahulu menyebutkan Asbab al-Nuzul surat tersebut demikian pula dengan

kelompok-kelompok ayat yang terdapat didalamnya, sebab dengan pengetahuan

terhadap Asba>b al-Nuzu>l dapat membantu pengkaji dalam menjabarkan maksud,

tujuan dan petunjuk-petunjuk ayat yang terkandung didalam surat tersebut. Kemudian

menyebutkan ide-ide pokok yang terkandung seputar surat yang dikaji seperti nama

dari surat dan ide-ide pokok dari ayat-ayat yang terkandung didalamnya secara umum.

2) Pengkaji berusaha sedapat mungkin menyebutkan tema-tema pokok yang terkandung

dalam surat yang dikaji atau mencari ide-ide pokok berdasarkan Asbab al-Nuzul baik

dari surat itu sendiri atau dari ayat-ayat yang terdapat didalamnya.

3) Membagi ayat-ayat dalam surat tersebut ke dalam tema-tema pokok utamanya surat

yang panjang dengan menyebutkan unsur-unsur pokok pembahasan dan tujuannya,

menerangkan petunjuk-petunjuk yang terkandung didalamnya, serta menerangkan

korelasi (Muna>sabah) antara surat yang dikaji dengan surat sebelum dan setelahnya

serta korelasi antar ayat yang terkandung dalam surat tersebut.

4) Menyatukan hasil penafsiran dari pembagian ayat-ayat tersebut berikut dengan

keterangan petunjuk-petunjuk yang terkandung didalamnya dalam satu ide utama dan

petunujuk inti dari keseluruhan ayat dalam surat tersebut.

Dalam salah satu catatan Quraish Shihab, mengajukan prosedur penerapan

tafsir maudu’y sebagai berikut:


1) Penetapan masalah yang akan dikaji, dimana seorang pengkaji maudu’y dalam

penafsiran Al-Qur’an diharapkan agar terlebih dahulu mempelajari berbagai

problematika yang dihadapi oleh masyarakat atau keganjilan pemikiran yang

dirasakan sangat membutuhkan jawaban-jawaban Qur’any.

2) Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, poin ini hanya dibutuhkan

dalam upaya mengetahui perkembangan petunjuk Al-Qur’an yang berhubungan

dengan persoalan yang sedang dikaji. Sementara bagi mereka yang hendak mengurai

satu kisah, atau kejadian, maka runtutan susunan yang dibutuhkan dalam mengkajinya

adalah runtutan krinologis peristiwa.

3) Kesempurnaan penggunaan metode ini dapat dicapai apabila seorang pengkaji

maudu’y dalam penafsiran Al-Qur’an berusaha memahami arti kosa-kata dengan

merujuk kepada penggunaan Al-Qur’an sendiri.

4) Seorang pengkaji maudu’y dalam tafsir Al-Qur’an seyogyanya tidak mengabaikan

Asbab al-Nuzul, karena Asbab al-Nuzul memiliki peranan yang sangat besar dalam

memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Demikian pula halnya dengan munasabah (korelasi

antara satu surat dengan surat lainnya dan antara ayat dengan ayat lainnya).

Sementara itu Abd Muin Salim menyebutkan beberapa langkah prosedural

penerapan tafsir dengan metode maudu’y sebagai berikut:

1) Menentukan masalah yang akan dikaji.

2) Mengadakan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan gambaran mengenai konsep

dan kerangka teori yang akan dijadikan sebagai acuan pembahasan yang akan dikaji.

3) Menyusun hipotesis (jika diperlukan), Hipotesis adalah kesimpulan yang diperoleh

dari penyusunan kerangka pikiran, berupa preposisi deduksi, yaitu membentu

preposisi yang sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan serta tingkat-tingkat

kebenarannya
4) Menghimpun data yang relevan dengan masalah yang akan dikaji, baik berupa ayat-

ayat Al-Qur’an ataupun hadis-hadis Nabi saw, serta data lain yang memiliki

keterkaitan dengan masalah yang akan dikaji.

5) Menyusun ayat-ayat menurut tertib turunya surat, diaman surat-surat makkiyah

kemudian madaniyyah, yang betujuan untuk mendapatkan gambaran perkembangan

gagasan Qur’any yang diteliti.

6) Menafsirkan kosa-kata, frase, kalusa dan ayat-ayat dengan menggunakan teknik-

teknik interpretasi (tafsir).

7) Membahas seluruh konsep yang telah diperoleh dan mengaitkannya dengan kerangka

acuan yang dipergunakan.

8) Menyusun hasil penelitian menurut kerangka yang telah dipersiapkan dalam bentuk

laporan hasil penelitian (karya tafsir).

Dari seluruh prosedur penerapan metode tafsir maudu’y yang telah dirumuskan oleh

para pakar sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dapat dinyatakan bahwa telah

terjadi proses perkembangan pemikiran dalam merumuskan prosedur penerapan

metode ini, dimana antara satu rumusan dengan rumusan lainnya saling

menyempurnakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prosedur penerapan

metode maudu’y dalam menafsirkan Al-Qur’an harus memiliki ciri khas metode

dengan menjadikan metode penelitian ilmiah sebagai acuan, sehingga dari seluruh

rumusan dapat dikatakan bahwa rumusan langkah-langkah penerapan prosedural

metode tafsir maudu’y yang sejalan dengan rumusan metode penelitian ilmiah, dan

dapat dijadikan sebagai acuan utamanya oleh para akademisi dalam melakukan

penelitian dibidang tafsir adalah rumusan langkah-langkah penerapan metode yang

telah disempurnakan oleh Abd Muin Salim dengan dasar bahwa metode tafsir

maudu’y adalah “Upaya manusia dalam meneliti dan menelusuri seluruh aspek
makna, tujuan dan petunjuk al-Qur’an dalam satu tema guna menjawab berbagai

persoalan dengan menjadikan prosedur metode penelitian ilmiah sebagai acuan.

Bentuk-Bentuk Tafsir Maudu’y Memperhatikan defenisi dan langkah-langkah

prosedural penerapan metode maudu’y dalam penafsiran al-Qur’an pada uraian di

atas, dapat dikemukakan beberapa bentuk penafsiran al-Qur‟an dengan menggunakan

metode maudu’y pertama, ialah Penafsiran satu surat dalam al-Quran dengan

menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan khusus atau tema sentral yang

terkandung dalam surat tersebut, kemudian mengorelasikan ayat-ayat yang beraneka

ragam tersebut antara satu dengan lainnya dengan tema sentral tersebut, sehingga

keseluruhan persoalan berkaitan bagaikan satu persoalan, sebagaimana yang

diaplikasikan oleh Mahmud Syaltut dalam karya tafsirnya, demikian pula dengan

yang diaplikasikan oleh Wahbah al-Zuhaily dalam karyanya al-Tafsir al Munir fi al-

Aqidah wa al-Shari’ah wa al-Manahj. Kedua, Menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang

membahas masalah tertentu dari berbagai surat al-Qur’an (sedapat mungkin diurut

sesuai dengan masa turunnya, apalagi jika yang dibahas adalah masalah hukum)

sambil memperhatikan sebab nuzul, dan munasabah masing-masing ayat, kemudian

menjelaskan pengertian ayat-ayat tersebut yang mempunyai kaitan dengan tema atau

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penafsiran dalam satu kesatuan

pembahasan sampai ditemukan jawaban-jawaban al- Quran menyangkut tema

(persoalan) yang dibahas.

Sementara itu Khalid al-Ikk menambahkan satu bentuk lain dari bentuk penfsiran

dengan menggunakan metode maudu’y yaitu; Penafsiran Al-Qur’an berdasarkan

lafaz}-lafaz} semantiknya dengan cara mengumpulkan lafaz}-lafaz} ayat dan yang

secara semantik morfologis sama dengannya (al-Tafsi>r al-Maudu’y bi al-Lafzi),

kemudian menafsirkannya dan menarik kesimpulan dalalah yang terkandung dalam


lafaz-lafaz tersebut sebagaimana penggunaan Al-Quran itu sendiri, seperti lafaz al-

Ummah, al-Sadaqah, al-Jihad, al-Kitab, al-Munafiq dan banyak lagi lafaz-lafaz

lainnya yang berulang kali disebutkan dalam al-Qur’an, sehingga penafsir

menggunakan petunjuk-petunjuk lafaz Qur’any sebagai obyek penelitian tafsir.

Secara umum, penelitian tafsir dengan metode maudu’y lebih banyak mengambil dua

bentuk pertama, adapun bentuk ketiga labih banyak digunakan oleh para akademisi

yang terjun dibidang Bahasa (baik adab maupun sastranya), meski demikian tidak

dapat dipungkiri bahwa sejumlah karya para ulama tafsir terdahulu telah banyak

menggunakan bentuk ketiga dari bentuk-bentuk penafsiran maudu’y, diantara karya-

karya tersebut; al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an karya Al-Raghib al-Asfahany (w. 502

H), al-Ashba>h wa al-Naz}a>ir fi> al-Qur‟a>n al-Kari>m karya Muqa>til al-Balkhy

(w. 150 H), Nuzhah al-Ain fiIlm al-Wujuh wal-Nazair karya Ibn al-Jauzy (w. 597),

dan banyak lagi lainnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga bentuk tafsir dengan

menggunakan metode maudu’y yaitu; pertama, menafsirkan Al-Qur’an dalam satu

tema tertentu berdasarkan tema-tema pokok dalam Al-Qur’an dengan menghimpun

seluruh ayat dari berbagai surat; kedua, menafsirkan salah satu surat Al-Qur’an

dengan cara mengungkapkan tema sentral dari surat tersebut dan menghubungkannya

dengan ayat- ayat yang terdapat didalamnya sehingga bagian awal sebagai

pendahuluan, bagian tengah sebagai penjelas dan bagian akhir dari surat tersebut

sebagai pengukuh (tasdiq), ketiga, menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan lafaz} (tafsir

al-Qur’an bidalalah al-Lafazd dengan cara mengumpulkan seluruh lafaz} yang

memiliki kesamaan semantik morfologis, kemudian menafsirkannya berdasarkan

makna yang digunakan oleh Al-Qur’an itu sendiri. Keistimewaan dan Kelemahan

Metode Tafsir Maudu’y Perkembangan kebutuhan masyarakat, munculnya berbagai


bentuk pemikiran ditengah berkembangnya peradaban manusia, dan terbukanya

secara luas lapangan penelitian ilmiah secara modern tidak dapat terbendung,

sehingga untuk dapat melihat fenomena tersebut secara benar dan sesuai dengan kaca

mata Qur’any hanya dapat dilakukan dengan metode maudu’y dalam menafsirkan Al-

Quran. Mengkhususkan satu tema tertentu dan menguhimpun seluruh sisinya untuk

diteliti dan dikaji, menelusuri asbab al-nuzul dari setiap ayat yang berhubungan

dengan tema tersebut, menuysun ayat-ayat tersebut berdasarkan masa turunya, serta

mengkompromikan ayat-ayat yang tampak bertentangan dan sebagainya, kesemuanya

memberikan nuanasa kajian ilmiah terhadap tema yang dikaji secara mendalam dan

menyeluruh yang kaya dengan informasi baru yang berhubungan dengannya. Kajian

mendalam dan luas dalam menyuguhkan berbagai informasi keilmuan semacaam ini

tidak dapat dilakukan secara baik dengan menggunakan metode-metode tafsir lainnya

baik itu tahlily, ijmali, muqaran atau yang lainnya, tetapi maudu’y merupakan metode

yang tepat-guna dalam menjalankan kajian semacam ini. Dengan metode maudu’y

seorang pengkaji dapat mengemukakan sisi lain dari kemu’jizatan al-Qur’an yang

keajaibannya tidak terputus hingga hancurnya dunia dan seluruh apa yang ada

dilamnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa keistimewaan dari metode tafsir

maudu’y diantaranya:

1) Metode maudu’y merupakan terobosan yang efektif dan inovatif untuk menggali

pesan-pesan al-Qur‟an secara utuh.

2) Metode ini membuka peluang bagi para spesialis dari seluruh bidang ilmu untuk

mengkaji Al-Qur’an berdasarkan spesialisasi mereka secara mendalam.

3) Metode ini dapat menangkap makna, petunjuk, keindahan (kemukjizatan), dan

kefasihan Al-Qur’an.
4) Metode ini dapat menghilangkan kesan kontradiktif atar ayat dalam Al-Qur’an. Ayat-

ayat tersebut dapat dikompromikan dalam satu kesatuan yang harmonis.

5) Metode ini disusun secara praktis dan sistematis dalam memecahkan berbagai

persoalan yang timbul. Kondisi semacam ini sangat sesuai dengan kehidupan umat

hari ini yang semakin modern dengan mobilitas tinggi.

6) Metode ini menjadikan Al-Qur’an senantiasa dinamis sesuai dengan tuntutan zaman,

sehingga menimbulkan image bahwa Al-Qur’an senantiasa mengayomi dan

membimbing kehidupan di muka bumi ini pada semua lapisan dan strata sosial.

7) Metode ini dapat memenuhi apa yang tidak dapat dipenuhi oleh metode-metode tafsir

yang lain dalam menyampaikan dan menjelaskan pesan-pesan Al-Qur’an.

8) Kesimpulan yang dihasilkan mudah dipahami, karena ia membawa para pembaca

kepada petunjuk Al-Qur’an tanpa harus mengemukakan pembahasan terperinci dalam

satu disiplin ilmu.

9) Metode ini membantu memahami ayat-ayat Al-Qur’an secara utuh.

10) Metode ini menjadikan prinsip-prinsip metode penelitian ilmiah modern sebagai

acauan penerapannya yang tidak berseberangan dengan prinsip-prinsip Qur’aniyyah

dan al-Risalah al-Nabawiyyah.

Dari keistimewaan-keistimewaan metode taffsir maudu’y tidak berarti bahwa

metode ini tidak memiliki kelemahan, diantara kelemahan yang mungkin terjadi

dalam metode ini adalah:

1) Penafsiran Al-Qur’an dengan menggunkan metode ini, adalah bentuk penafsiran

parsial dimana tidak mengungkapkan seluruh isi kandungan Al-Qur’an, sebab

pembahasan yang diuraikannya hanya sesuai dengan judul yang telah ditetapkan oleh

penafsir.
2) Mudah terjerumus dalam kesalahan penafsiran utamanya dalam bidang hukum, dan

perincian-perincian khusus, jika penafsir yang menggunakan metode ini tidak

memperhatikan urutan-urutan ayat dari segi masa turunnya atau perincian khususnya.

3) Penafsiran dengan metode ini akan mengemukakan jawaban-jawaban Al-Qur’an

tentang sebuah problematika secara terbatas. Hal ini dapat terjadi jika sang penafsir

tidak memperhatikan secara menyeluruh seluruh ayat yang berkaitan dengan pokok

bahasan yang diuraikannya.

BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Al-Qur’an merupakan kitab terakhir yang diturunkan kepada rasul terakhir

(Rasulullah SAW) yang menjadi panduan serta pedoman hidup umat manusia

khususnya umat islam. Sehingga diturunkannya Al-Qur’an dengan cara bertahap ke

dunia melalui perantara malaikat Jibril adalah sebuah kemuliaan bagi umat manusia

untuk menerimanya (Al-Qur’an) sebagai pedoman dan sumber ilmu pengetahuan.

Namun sebelum memahami Al-Qur’an secara menyeluruh, perlu dipahami

bagaimana ilmu-ilmu yang terkandung di dalam Al-Qur’an agar dapat melaksanakan

perintah Allah terhadap Al-Qur’an dapat bernilai ibadah.

B. SARAN
Makalah ini disusun secara singkat, jelas dan padat namun dengan bahasa yang

mudah dipahami mengenai Kajian Berbagai Ilmu Pengetahuan Yang Terdapat

Dalam Al-Qur’an. Semua kajian yang telah dilakukan berbagai pihak terkait dengan

ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an diperlukan saat ini dimana kita dihadapkan pada

informasi yang semakin variative, sehingga sangat diperlukan sekali informasi yang

jelas terkait bagaimana ilmu pengetahuan sangat dipengaruhi oleh Al-Qur’an.

Penyampaian makalah ini masih perlu perbaikan agar dapat bermanfaat dengan

maksimal, untuk itu kritik dan saran sangat penulis butuhkan demi memberi informasi

yang lebih jelas kepada pembaca jika seandainya dalam penulisan makalah ini masih

ada kekurangan atau kesalahan dalam pemaparan informasi. Atas perhatian dan

dukungan berbagai pihak yang sudah diberikan penulis sampaikan ungkapan

terimakasih.

DAFTAR PUSAKA

Dalam pengerjaan makalah ini penulis mengambil referensi dari berbagai jurnal

yang membahas tentang ilmu yang terdapat di dalam Al-Qur’an, namun penulis sebisa

mungkin untuk meringkas materi yang dibahas agar memudahkan pembaca

memahami isi makalah. Berikut adalah jurnal-jurnal yang digunakan penulis dalam

pengerjaan makalah:

Abdul Djalal, Ulumul Quran, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000, cet., 2.

Abd al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, Suatu Pengantar Terjemahan Suryan A.

Jamrah, Jakarta: Rajawali Press, 1994.

Abu Anwar. Ulumul Qur’an.Pekan Baru: Amzah, 2002

----------------.Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar. Pekanbaru: Amzah, 2012.


Al‘Aridh, ‘Ali Hasan,Sejarah dan Metodologi Tafsir (Cet. Ke-2;Jakarta:Rajawali

Press)

Al’Andalusiy, Abu Hayyan,Tafsir al-Bahr al-Muhith, Jilid Ke-1(Cet.Ke-

1;Beirut:Daral Kutub al-‘Ilmiyyah 1993)

‘Abid al-Jabiri Muḥammad, Bunyah al-‘Aql al-‘Araby, Beirut: Markaz al-Tsaqāfī

al-‘Araby, 1990.

Abdul Azhim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, Qahirah: Mathba’ah

Isa al-Babi al-Halabi wa Syurakahu, 1978.

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwayt: Dar al-Qalam, 1978.

Salah Abdul Fatah Al-Kholidi, Pengantar Memahami tafsir Fi Dzilal Al-Quran

Abu Syahbah, Cukuplah menjadi bukti keindahan bahasa Al-Qur'an, 1996 : I/312

Man’a l-Qattan, mabahits fi ulum Al-quran 1995, 20

Al Safee, Al Mahdee, The True Furqan, (United State: Wine Press Publishing, 1999).

Fahd Bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul 4XU·DQ__ 6WXGL_ .RPSOHNVLWDV_

$O-4XU·DQ, terj. Amirul Hasan dan Muhammad Halabi (Yogyakarta: Titian

Ilahi Press, 1999)

Fajrul Munawir Dkk, Al-4XU·DQ, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan

Kalijaga, 2005).

Ahmed, Akbar, S, 1997, Living Islam, Tamasya Budaya Menyusuri Samarkand

hingga Stornoway, Mizan, 107.

Azra, Azumardi, 2002, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium

Baru, cetakan ke-4, Penerbit PT Logos Wacana Ilmu, h.4-5. merujuk pada

Seyyed

Naquib Alattas, Aims an Objectives of Islamic Education,King Abdul Azis

University, Jeddah, 1977.


Baharun, Mays Brim; Mustafa, M. Zainul, & Maghfiroh, Khoirotul Laili. (2018).

“Materi Pendidikan Islam dalam Hadis Nabi dan Relevansinya dengan Konsep

dan Sistem Pendidikan Modern”. Dirasat: Jurnal Manajemen dan Pendidikan

Islam, Vol 4, No. 2:207-221.

Al-Qurthubi. Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009

Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhamad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari, ed. Ahsan Askan

Jakarta: Pustaka Azzam, 2008

Chakrawati, Fitria Bullying Siapa Takut, Solo: Tiga Serangkai, 2015.

Al-Qur’an Al-Karim Ayyub, Hasan, al-Hadithfi, Ulum al-Qur’an wa al-Hadith. Kairo:

Dar al-Salam, 1425 H / 2004 M.

‘Abbas, ‘Abbas ‘Aud al-Allah, Muhadarat fi al-Tafsir al-Maudu’y. Damaskus, Dar al-

Fikr, 2007.

Anda mungkin juga menyukai