Rizal Julmi
Prodi Ilmu Hadits Fakultas Ushuludin dan Adab UIN Sultan Maulana Hasanudin
Banten
Rizalzulmi456@gmail.com
Absatrak
Al-Qur’an merupakan kalamullah yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril, dan Nabi
Muhammad SAW menyampaikannya kepada umatnnya. Oleh karena itu para
sahabat yang hidup bersama Nabi tidak kesulitan dalam memahami Al-Qur’an.
Disamping karena Al-Qur’an menggunakan bahasa mereka, juga karena mereka
sering mendapatkan pengajaran dan penjelasan dari Nabi.1Sehingga usaha
menafsirkan Al-Qur’an sudah dimulai semenjak zaman para sahabat Nabi
sendiri. Ali ibn Abi Thalib (w. 40 H), Abdullah ibn Abbas (w. 68 H), Abdullah
Ibn Mas’ud (w. 32 H) dan Ubay ibn Ka’ab (w. 32 H) adalah di antara para
sahabat yang terkenal banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dibandingkan
dengan sahabat-sahabat yang lain2.
Kata Kunci : Al-qur’an, tafsir bi matsur, dan tafsir bi al-ray
Pendahuluan
Pada masa pasca Rasulullah persoalan-persoalan umat menjadi lebih banyak
dan komplek,Setelah nabi wafat, dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an para
sahabat pertama-tama menelitinya dalam Al-Qur’an sendiri, karena ayat-ayat
Al-Qur’an satu sama lain saling menafsirkan; Kedua, merujuk kepada penafsiran
Nabi Muhammad SAW, sesuai dengan fungsi beliau sebagai mubayyin terhadap
ayat-ayat Al-Qur’an; Ketiga, apabila mereka tidak menemukan keterangan
tentang ayat tertentu dalam Al-Qur’an dan tidak sempat menanyakannya kepada
Rasulullah SAW, para sahabat berijtihad dengan bantuan pengetahuan bahasa
1
Muhammad Zaini, Ulumul Quran Suatu Pengantar ( Banda Aceh:Yayasan PeNA Banda
Aceh,2005), hal.109
2
Yunahar Ilyas “Kuliah Ulumul Qur’an”( Yogyakarta: ITQAN Publishing)Al-Hafizh Jalâl ad-
Din ‘Abd ar-Rahman as-Suyuthi, Al-Itqân fi ‘Ulum Al-Qur’an (Beirut: al-Maktabah al-
Ashriyah, 2003), juz 1 hlm. 187.
Arab, pengenalan terhadap tradisi arab dan keadaan orang-orang Yahudi dan
Nasrani di Arabia pada waktu ayat turun atau latar belakang ayat tersebut
diturunkan, dan dengan menggunakan kekuatan penalaran mereka sendiri3. Baru
yang terakhir, sebagian sahabat ada pula menanyakan beberapa masalah,
khususnya sejarah nabi-nabi atau kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Qur’an
kepada tokoh-tokoh Ahlul Kitab yang telah memeluk agama Islam, seperti
‘Abdullah ibn Salam (w. 43 H), Ka’ab Al-Ahbar (w. 32 H).
Dengan memperhatikan semakin maju pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan baik bersifat keagamaan atau umum. Dan disini yang paling pokok
mengenai tafsir Al-qur’an, yang mana bila dikembalikan kepesatnya
perkembangan ilmu pendidikan yang saat ini kita rasakan adalah rasio (akal) lah
yang menjadi tolak ukur terhadap suatu hal. Yang itu dinilai dari
kemaslahatanya, maka kalau dikenakan pada Al-qur’an dengan tujuan Li-tafsir,
maka itu tidak pas. Karena kita masih memiliki hadits nabi dan juga qoul
sahabat dan tabi’in yang menjelaskan atau menerangkan tentang isi kandungan
Al-qur’an dan juga guna mempertegas perbedaan antara Tafsir dengan riwayat
dan juga dengan akal. Maka dari keterangan diatas pemakalah membahas “tafsir
bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi”.
A. Pengertian Tafsir Bil Ma’tsur dan Tafsir Bil Ra’yi
1. Pengertian Tafsir
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan Taf'il, keduanya berasal dari akar
bahasa, yaitu : Pertama : Berasal dari akar kata " al-Fasr " yang artinya Al-
Bayan : penjelasan atau keterangan. Kata kerjanya mengikuti wazan ( dharaba,
yadhribu, dharban ) atau mengikuti wazan ( nashara, yansuru, nasran ), yang
memiliki arti Al-Ibanah : penjelasan. Kedua : Berasal dari akar kata " At-Tafsir "
mengikuti wazan fa'ala ditambah tasydid pada Ain Fi'ilnya, yang mengikuti
wazan ( Fassara, Yufassiru, Tafsiran ) yang mempunyai arti Al-Ibana dan Al-
Kasyfu, yang artinya ; menerangkan atau mengungkap. Dengan demikian, dari
dua kata tafsir tersebut, dapat diartikan juga, bahwa tafsir dari akar Al-Fasr
berarti memiliki kata Kasyful Mughatta', yaitu : mengingkap sesuatu yang
abstrak. Sedangkan yang berasal dari akar kata At-Tafsir, berarti memiliki kata
( Kasyful Murad Anil Lafadz Al-Musykil ), yang artinya : menyingkap suatu
lafazd yang musykil ( pelik ) Istilah Tafsir merujuk kepada Al-Qur’an
َ َواَل َي أۡ تُون
sebagaimana tercantum di dalam QS. Al-Furqan : 33 َك ِب َم َث ٍل إِاَّل ِج ئۡ ٰنَ َك ِبٱ ۡل َح ِّق
3
Ibid, Hal 271
ً َوأَ ۡح َس َن فَۡت ِسyang artinya “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu
٣٣ يرا
membawa sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang
benar dan penjelasan (tafsir) yang terbaik”. Maksudnya : paling baik penjelasan
dan perinciannya4. Pengertian inilah yang dimaksud dalam Lisan al-‘Arab
dengan “Kasyf Al-Mughaththa” (membukakan sesuatu yang tertutup).
Sedangkan tafsir menurur Ibn Manzhur ialah membuka dan menjelaskan
maksud yang sukar dari suatu lafadz5. Sebagian ulama pun banyak yang
mengartikan tafsir sependapat dengan Ibn Manzhur yaitu menjelaskan dan
menerangkan.
2. Pengertian Tafsir Bil Ma’tsur
Sebagaimana dijelaskan oleh Al-Farmawi, tafsir bil ma’tsur disebut pula
tafsir bi-riwayah dan an-nagl adalah penafsiran yang mendasarkan pada
penjelasan al-qur’an itu sendiri, penjelasan rasul, penjelasan para sahabat
melalui ijtihatnya dan aqwan tabi’in6. Tafsir bil ma’tsur adalah metode
penafsiran dengan cara mengutip atau mengambil rujukan pada Al-Qur’an,
hadist nabi, kutipan sahabat serta tabi’in. Jadi, bila merujuk pada definisi diatas,
ada empat otoritas yang menjadi sumber penafsiran. Pertama: Al-Quran yang
dipandang sebagai penafsir terbaik terhadap Al-Quran itu sendiri. Kedua:
otoritas hadist nabi yang memang berfungsi sebagai penjelas Al-Quran. Ketiga:
otoritas pejelasan shahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak
mengetahui Al-Quran. Keempat: otoritas penjelasan tabii’in yang dianggap
orang yang bertemu langsung dengan sahabat, Metode ini mengharuskan
mufasir menelusuri shahih tidaknya riwayat yang digunakannya. Tafsir Bil
Ma’tsur telah ada sejak zaman sahabat. Pada zamannya Tafsir Bil Ma’tsur
dilakukan dengan cara menukil penafsiran dari Rasulullah SAW, atau dari
sahabat oleh sahabat, serta dari sahabat oleh tabi’in dengan tata cara yang jelas
periwayatannya, cara seperti ini biasanya dilakukan secara lisan. Setelah itu ada
periode dimana penukilannya menggunakan penukilan pada zaman sahabat yang
telah dibukukan dan dikodifikasikan, pada awalnya kodifikasi ini dimasukkan
dalam kitab-kitab hadits, namun setelah tafsir menjadi disiplin ilmu tersendiri,
maka ditulis dan terbitlah buku-buku yang memuat khusus tafsir bil ma’tsur
4
Abdul Qadir Muhamad Shaleh, At-Tafsir Wa Al-Mufassirun Fi Ash Al-Hadits,
( Beirut : Dar Al-Ma'rifah, 1424H/ 2003 M, Cet. Ke-1 h. 80-81.
5
Al- Farmawi, abd Havy, Al Bidayah fi at-tafsir al-Maudhu’I, Maktabah Al-
jumhuriyah, Mesir. Hal 25
6
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir.(Jakarta:Bulan
Bintang, 1980) hlm. 227
lengkap dengan jalur sanad kepada nabi muhammad SAW, para sahabat, tabi’in
al tabi’in.
Sedangkan menurut istilah para ulama mendefinisikan tafsir bil ma’tsur
diantaranya, menurut Manna’ Al-Qaththan, tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang
berdasarkan kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan Hadits Nabi yang berfungsi untuk menjelaskan
Kitab Allah, dan juga dengan perkataan sahabat karena merekalah yang lebih
mengetahui kitab Allah atau dengan apa yang dikatakan tokoh-tokoh besar
tabi’in karena pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat
Menurut Muhammad Al-Zarqani, tafsir bil ma’tsur adalah penafsiran ayat Al-
Qur’an dengan ayat Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan Sunnah Nabi, dan para
sahabat7. Sedangkan menurut Muhammad Husein Adz-Dzahabi, tafsir bil
ma’tsur adalah penafsiran yang bersumber ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-
Quram, dengan Hadits nabi, perkataan sahabat dan juga tabiin, termasuk dalam
kerangka tafsir riwayat meskipun mereka tidak secara langsung menerima tafsir
dari Rasullullah SAW
3. Pengertian Tafsir bil ra’yi
Kata al-Ra’y berarti pemikiran, pendapat dan ijtihad. Sedangkan menurut
definisinya, Tafsir bir-ra’yi adalah penafsiran al-Qur’an yang didasarkan pada
pendapat pribadi mufassir8. Secara etimologi, ra’yi berarti keyakinan (I’tiqod),
analogi (Qiyas dan Ijtihat.9 Dan ra’yi dalam terminologi tafsir adalah ijtihad.
Dengan demikian, tafsir bil ra’yi (disebut juga tafsir bi al-dirayah) sebagaimana
didefinisikan Husen Adz Dzahabi adalah tafsir yang penjelasannya diambil
berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir setelah dahulu mengetahui bahasa
arab serta metodenya, dalil hukum yang ditunjukkan, serta problema penafsiran
seperti asbabun nuzul, nasikh mansukh, dan sebagainya. Sedangkan menurut Al-
Farmawi adalah mentafsirkan al-Qur’an dengan ijtihad setelah terlebih dahulu
mengetahui kosa kata bahasa arab ketika digunakan berbicara beserta muatan-
muatan artinya.10 Untuk menafsirkan Al-Qura’an denfan Ijtihat, mufassir pun
8
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an… hlm. 488
9
Basuni faudah, tafsir-tafsir al-qur’an,terj,. Pustaka Bandung,1987, Hlm 62, adz-
dzahabi, At-Tafsir, hlm 254
10
Al- Farmawi, abd Havy, Al Bidayah fi at-tafsir al-Maudhu’I, Maktabah Al-
jumhuriyah, Mesir. Hal 26-27
dibantu oleh syi’ir Jahiliyah, asbabun nuzul, nasikh mansukhsebagaimana
dijelaskan tentang syarat-syarat menjadi mufasir.
Kesimpulan
Tafsir bil ma'tsur diartikan sebagai tafsir yang dilakukan dengan jalan riwayat,
yakni tafsir al-Qur'an dengan al-Qur'an, hadits, pendapat sahabat, atau tabi'in. Tafsir bir
ra'yi didefinisikan sebagai upaya menyingkap isi kandungan al-Qur'an dengan ijtihad
yang dilakukan dengan mengapresiasi eksistensi akal.
Dalam tafsir bil ma’tsur, penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an atau haidts dan
sahabat tidak ada beda pendapat tentang kevalidannya di kalangan ulama’, namun tafsir
para tabi'in ada perbedaan pendapat dikalangan ulama'. sebagain ulama' berpendapat,
tafsir itu termasuk ma'tsur karena para tabi'in berjumpa dengan para sahabat.
Ada pula yang berpendapat, tafsir itu sama saja dengan tafsir bir ra'yi (penafsiran
dengan pendapat). Artinya, para tabi'in itu mempunyai kedudukan yang sama dengan
mufassir yang hanya menfsirkan berdasarkan kaidah bahasa Arab. Tafsir bi al-Ra'yi
adalah upaya untuk memahami nash al-Qur'an atas dasar ijtihad seorang ahli tafsir
(mufassir ) yang memahami betul bahasa Arab dari segala sisinya, mengerti betul
lafadz-lafadznya dan dalalahnya, mengerti syair syair Arab sebagai dasar pemaknaan,
mengetahui betul ashab nuzul, mengerti nasikh dan mansukh di dalam al-Qur'an, dan
menguasai juga ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan seorang mufassir.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Zaini, Ulumul Quran Suatu Pengantar ( Banda Aceh:Yayasan PeNA Banda Aceh,2005),
hal.109
Yunahar Ilyas “Kuliah Ulumul Qur’an”( Yogyakarta: ITQAN Publishing)Al-Hafizh Jalâl ad-Din ‘Abd
ar-Rahman as-Suyuthi, Al-Itqân fi ‘Ulum Al-Qur’an (Beirut: al-Maktabah al-Ashriyah, 2003), juz 1 hlm.
187.