WAWASAN PENGANTAR
ILMU TAFSIR AL-QUR’AN
Modul Pertemuan I
Penulis:
Sejarah ini diawali dengan masa Rasulullah ﷺmasih hidup sering kali timbul
beberapa perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat. Untuk itu
mereka dapat langsung menanyakan pada Rasulullah ﷺ.
Manakala para sahabat tidak memahami arti makna atau kandungan ayat
yang dimaksudkan oleh al-Qur’an, maka mereka pun masih dapat
mendatangi Rasulullah Saw secara langsung untuk bertanya dan meminta
penjelasan atas makna atau kandungan ayat yang belum mereka mengerti.
Para sahabat bertanya: wahai Rasulullah, siapa di antara kami yang tidak
menzhalimi dirinya sendiri? Rasul menjawab: Bukan itu yang dimaksud ayat
tersebut. Kezaliman dalam ayat ini maknanya ialah kemusyrikan. Tidakkah
kalian mendengar firman Allah SWT: sesungguhnya kemusyrikan itu ialah
kezaliman yang besar (QS. Lukman: 13)”.
Tercatat paling tidak, di masa ini terdapat 3 corak aliran tafsir yang masing-
masing berkembang di Makkah, Madinah dan Irak.
1. Aliran Mekkah yang berkiblat pada Ibn Abbas. Diantara murid-murid Ibn
Abbas, yaitu Sa’id Ibn Jabr, Mujahid Ibn Jabir al-Makky, Atha Ibn Abi
Rab’ah, Ikrimah dll.
2. Aliran Madinah yang berkiblat pada Ubay bin Ka’ab. Diantara murid-
muridnya, Anas bin Malik, Abdurrahman bin Zayd, dll.
3. Aliran Irak yang berkiblat pada Ibn Mas’ud. Diantara murid-murid Ibn
Mas’ud, yaitu: Qatadah dan Imam Hasan al-Bashri, dll.
Pada masa ini tafsir masih merupakan bagian dari hadis namun masing-
masing madrasah meriwayatkan dari guru mereka sendiri-sendiri. Ketika
datang masa kodifikasi hadis, riwayat yang berisi tafsir sudah menjadi bab
tersendiri namun belum sistematis sampai masa sesudahnya ketika
pertama kali dipisahkan antara kandungan hadits dan tafsir sehingga
menjadi kitab tersendiri.
Usaha ini dilakukan oleh para ulama sesudahnya seperti Ibnu Majah, Ibnu
Jarir ath-Thabari, Abu Bakr ibn al-Munzir an-Naisaburi dan lainnya. Metode
pengumpulan inilah yang disebut Tafsir bil Ma`tsur. Perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah menuntut pengembangan
metodologi tafsir dengan memasukan unsur ijtihad yang lebih besar.
Pengertian Tafsir terambil dari akar kata [ ]فرس “Fassara” yang berarti
Kata yang seringkali pula dipadankan dengan istilah “tafsir” adalah “takwil”.
Meskipun terdapat perbedaan pada definisinya, namun kedua kata ini atau
istilah ini seringkali digunakan secara bersamaan atau bergantian,
sehingga sulit bagi kebanyakan orang membedakan antara keduanya.
Bab 3
Bentuk Penafsiran al-Qur’an
Dinamai dengan nama Tafsir bi al-Ma`tsur (dari kata atsar yang berarti
sunnah, hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran
seorang mufassir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari
generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi Saw. Berikut
penjelasannya:
• Tafsir bi ar-Ra'yi
Kata 'alaq disini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz 'alaqah yang
berarti segumpal darah yang kental.
Beberapa tafsir bir ra'yi yang terkenal antara lain: Tafsir Al Jalalain (karya
Jalaluddin Muhammad Al Mahally dan disempurnakan oleh Jalaluddin
Abdur Rahman As Sayuthi),Tafsir Al Baidhawi, Tafsir Al Fakhrur Razy,
Tafsir Abu Suud, Tafsir An Nasafy, Tafsir Al Khatib, Tafsir Al Khazin.
• Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin.
Yang zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran
sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik
itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang
terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur'an inilah yang akan tercurah
ke dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat.
Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari. tafsyir berdasarkan intuisi, atau
bisikan batin
Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat:
Beberapa karya tafsir Isyari yang terkenal antara lain: Tafsir An Naisabury,
Tafsir Al Alusy, Tafsir At Tastary, Tafsir Ibnu Araby.
Bab 4
Metode Penafsiran al-Qur’an
Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan. Menurut
Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini, yang ia sebut sebagai metode
tajzi'i, adalah metode yang mufasir-nya berusaha menjelaskan kandungan
ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan
ayat Al-Qur'an sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an.
Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi
surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur'an. Dia
menjelaskan kosakata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki,
sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur i’jaz, balaghah,
dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari
ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak
dan lain sebagainya.
Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur'an dengan
metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman
akan kemukjizatan Al-Qur'an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi
kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu
pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan
gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah .
3. Metode Muqarin
Tafsir berdasarkan tema, yaitu memilih satu tema dalam Al-Qur'an untuk
kemudian menghimpun seluruh ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan tema
tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema
tersebut.
Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur'an
dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mempunyai tujuan
satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan
menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-
sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan
penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-
hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum
darinya.
Corak Filsafat dan Teologi : corak ini muncul karena adanya penerjemahan
kitab-kitab filsafat yang memengaruhi beberapa pihak serta masuknya
penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang pada akhirnya
menimbulkan pendapat yang dikemukakan dalam tafsir mereka.
Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan: corak ini dimulai pada masa Syaikh
Muhammad Abduh yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-
Qur'an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, usaha-
usaha untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan
petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut dalam
bahasa yang mudah dimengerti dan enak didengar.