Anda di halaman 1dari 9

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul: Al-Quran Hadis


B. Kegiatan Belajar : Pendekatan Dan Metode Penafsiran Al-Qur’an (KB 2)
C. Refleksi

N BUTIR
RESPON/JAWABAN
O REFLEKSI
1 Konsep Menganalisis konsep
(Beberapa
istilah dan tafsir bi al ma’tsur dan tafsir bi al ra’y I Pada zaman Nabi Saw para sahabat
definisi) di tidak membutuhkan suatu pendekatan atau metode khusus dalam memahami
KB ayat-ayat Alquran, karena segala permasalahan langsung disampaikan kepada
Nabi Saw dan beliau sendiri yang memberikanpenjelasan. Demikian juga pada
masa sahabat, mereka adalah orang-orang yang mengetahui bagaimana Al-
Quran diturunkan dan bagaimana Nabi Saw menjelaskan.Lain halnya saat
zaman semakin jauh dari masa Nabi dan Sahabat, pemahaman al- Quran
sangat dibutuhkan, maka paraulama di bidang tafsir melakukan ijtihadnya
masing-masinguntuk melakukan penafsiran Al-Quran.
Dalam melakukan ijtihadnya itu, para ulama ahli tafsir menggunakan
pendekatan yang berbeda-beda, maka dalam kajian Ulumul Quran, dikenal
tafsir bi al- ma’tsur, tafsir bi alra’y dan tafsir bi al-isyarah atau kemudian disebut
tafsir isyari.

A. Tafsir bi al Ma’tsur
Tafsir bi al-Ma’tsur atau disebut juga Tafsir bi al Riwayah adalah
pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan Alquran yang didasarkan
kepada penjelasan-penjelasan yang diperoleh melalui riwayat-riwayat pada
sunnah, hadis maupun atsar, termasuk ayat-ayat Alquran yang lain Secara
rinci, pendekatan tafsir bi al-ma’tsur memiliki beberapa cara dalam
menafsirkan ayat Alquran, yaitu;
1) Penafsiran ayat dengan ayat al-Quran yang lain. Suatu ayat dapat
ditafsirkan dengan ayat yang lain, baik ayat itu kelanjutan dari ayat yang
ditafsirkan ataupun ayat yang menafsirkan berada di surat yang lain
Contoh Hasyr (QS 59;22-24) yang menjelaskan sifat-sifat Allah Swt:
2) Penafsiran ayat Alquran dengan hadis Nabi Saw. Ayat-ayat Alquran
lebih banyak yang bersifat global (mujmal) daripada yang terperinci
(tafshil). Untuk dapat memahami kandungannya tidak bisa hanya dari
ayat tersebut. Oleh karena itu, di sinilah hadis Nabi Saw berfungsi
sebagai tafsir terhadap ayat-ayat Alquran

3) Penafsiran ayat Alquran dengan keterangan sahabat Nabi saw. dan


tabi’in. Jenis penafsiran ini, selain menggunakan Riwayat Hadis Nabi
juga diperkaya dengan penjelasan para sahabat dan tabi’in.
Menurut Ibn ‘Abbas sebagaimana diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah
bahwa tafsir dari kata yu’minuna (mereka mengimani) adalah
yushaddiquuna (mereka membenarkan). Sementara menurut Ma’mar
sebagaimana diriwayatkan oleh al-Zuhri, maksud dari yu’minuna adalah
iman yang disertai mengamalkan.
Adapun mengenai kitab tafsir yang menggunakan pendekatan bi al- ma
tsur dalam penafsirannya di antaranya adalah Tafsir Jami al-Bayan fi
Tafsir al-Quran karya Ibnu Jarir at-Thabari dan Tafsir al-Quran al-Azim
karya Ibnu Katsir. Dua tafsir ini sangat popular dan menjadi rujukan yang
otoritatif dalam kategori tafsir bi al ma’tsur.

B. Tafsir bi al-Rayu atau tafsir bi al-Dirayah


1) Pengertian
Al-Rayu berarti pikiran atau nalar, karena itu tafsir bi al-rayu adalah
penafsiran seorang mufassir yang diperoleh melalui hasil penalarannya
atau ijtihadnya, di mana penalaran sebagai sumber utamanya. Seorang
mufassir di sini tentu saja adalah orang yang secara kompeten
keilmuannya dan telah dianggap telah memenuhi persyaratan sebagai
mufassir.

2) Syarat Diterimanya Tafsir bi al-Rayu atau tafsir bi al-Dirayah

Tafsir bi al-ra’y yang dapat diterima selama menghindari hal-hal berikut


ini:
1. Memaksakan diri untuk mengetahui makna yang dikehendaki Allah
pada suatu ayat, padahal dia tidak memenuhi syarat untuk itu;
2. Mencoba menafsirkan ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui oleh
Allah;
3. Menafsirkan Al-Qur’an dengan hawa nafsu dan sikap istihsan, yakni
menilai bahwa sesuatu itu baik semata-mata berdasarkan persepsinya;
4. Menafsirkan ayat-ayat untuk mendukung suatu mazhab yang salah
dengan cara menjadikan faham mazhab sebagai dasar sedangkan
penafsirannya mengikuti faham mazhab tersebut; dan
5. Menafsirkan Al-Qur’an dengan memastikan bahwa makna yang
dikehendaki Allah adalah demikian sebagaimana pendapatnya tanpa
didukung dalil (al-Zahabi, 1976: 275).

3) Kelebihan dan kelemahan.

Di antara kelebihan pendekatan ini adalah mempunyai ruang lingkup


yang luas, dapat mengapresiasi berbagai ide dan melihat Alquran
secara lebih lebar sehingga dapat memahaminya secara komprehensif.
Adapun kelemahaman pendekatan ini antara lain tafsir bi al- rayu bisa
terjadi ketika terjebak atau secara tidak sadar mufassir mengungkap
petunjuk berdasarkan ayat yang bersifat parsial, sehingga dapat
memberikan kesan makna Alquran tidak utuh dan pernyataannya tidak
konsisten. Di samping itu, penafsiran dengan pendekatan ini juga sangat
rentan dengan subjektivitas yang dapat memberikan pembenaran
terhadap mazhab atau pemikiran tertentu sesuai dengan kecenderungan
mufassir. Kelemahan lainnya adalah peluang masuknya cerita-cerita
israiliyat karena kelemahan dalam membatasi pemikiran yang
berkembang (al-Shabuni, 1999)

4) Contoh Tafsir bi al-Rayu atau tafsir bi al-Dirayah

basmalah pada surat adalah Surat pembuka Al-Qur’an sehingga


Zamakhsari berpendapat bahwa basmalah pada awal surah pembuka
merupakan bentuk mengawali aktivitas membaca, sama halnya dengan
orang yang hendak berperjalanan memulai aktivitasnya dengan
melafalkan basmalah dan penyembelih memulai penyembelihan dengan
melafalkan basmalah.
Logika ini tidak berlawanan dan dapat diterima karena ada hadis

5) Nama-Nama Mufassir yang menggunakan

a) Abd al-Qasim Mahmud al-Zamakhsari (w.538 H) pada tafsir al-


Kasysyaf
b) Fakhruddin al-Razi (w. 606 H) dalam tafsirnya Mafatih al-Ghayb,
c) alBaidhawi(w. 691 H) dalam Tafsir Anwar at-Tanzil wa Asrar at-
Ta’wil,
d) Mahmud al-Nasafi (w. 701 H) dalam tafsir Madarik al-Tanzil wa
Haqaiq
e) al-Ta’wil, al-Khazin (w. 741) dalam tafsir Lubab al-Ta’wil fi Ma’an al-
Tanzil
f) Abu Su’ud (w. 982 H) dalam tafsir Irsyad al-‘Aql al-Salim ila Mazaya
al-Kitab al-Karim.
C. Tafsir bi al-Isyarah atau Tafsir Isyari
1) Pengertian
Tafsir isyari adalah suatu upaya untuk menjelaskan kandungan Alquran
dengan menakwilkan ayat-ayat sesuai isyarat yang tersirat dengan
tanpa mengingkari yang tersurat atau zahir ayat (al-Zahabi, 1976: 352).
Pendekatan tafsir ini berdasarkan isyarat dari hasil perenungan spiritual,
tapi hanya isyarah shahihah saja yang dapat diterima.
2) syarat-syarat diterimanya Tafsir bi al-Isyarah atau Tafsir Isyari
Abdul Wahid (Wahid, 2020) menyebutkan syarat-syarat diterimanya
sebuah tafsir isyari sebagai berikut:
a) Tidak bertentangan dengan makna lahir (pengertian
tekstual) Alquran.
b) Penafsirannya didukung atau diperkuat oleh dalil-dalil syara lainnya.
c) Penafsirannya tidak bertentangan dengan dalil syara‘ atau rasio.
d) Penafsirannya tidak menganggap bahwa hanya itu saja tafsiran
yang dikehendaki Allah, bukan pengertian tekstual ayat terlebih
dahulu.
e) Penafsirannya tidak terlalu jauh sehingga tidak ada hubungannya
dengan lafadz

3) Contoh Tafsir bi al-Isyarah atau Tafsir Isyari


Bila

dilihat dari istilah-istilah yang digunakan, maka sebenarnya al-Alusi


memahami al-shalat al-wustha dengan lima jenis salat di atas cenderung
dengan pendekatan isyari. Salat di sini baginya tidak dipahami sebagai ritual
ibadah yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, melainkan
dengan bentuk pencerahan batin melalui pendekatan sufistik

Konsep Metode Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu’i

A. Metode Tahlili (Analisis)

Metode Tahlili adalah suatu metode dalam menjelaskan ayat al Qur’an


dengan cara menguraikan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai tata
urutan dengan penjelasan yang cukup terperinci sesuai dengan
kecenderungan masing-masing mufassir terhadap aspekaspek yang
ingin disampaikan, misalnya menjelaskan ayat disertai aspek qira’at,
asbabu al- nuzul, munasabah, balaghah, hukum dan lain sebagainya.

B. Metode ijmali (Global)

Metode ijmali adalah metode dalam menjelaskan ayat Al-Qur’an dengan


cara mengemukakan makna yang bersifat global dengan bahasa yang
ringkas supaya mudah dipahami. Di sini mufassir menjelaskan pesan-pesan
pokok dari ayat tanpa menguraikan panjang lebar, seperti kitab Tafsir
Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin alMahalli dan Tafsir Al-
Qur’an al-Adzim karya Muhammad Farid Wajdi, at-Tafsir al- Wasit terbitan
Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah.

C. Metode Muqaran (Komparatif)

Metode Muqaran adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan


membandingkan dengan ayat lain yang memiliki kedekatan atau kemiripan
tema namun redaksinya berbeda, atau memiliki kemiripan redaksi tapi
maknanya berbeda, atau membandingkannya dengan penjelasan teks
hadis Nabi Saw, perkataan sahabat maupun tabi’in.

D. Metode Maudhu’i (Tematik)

Metode Maudhu’i adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan


mengambil suatu tema tertentu. Metode ini kelebihannya mampu menjawab
kebutuhan zaman yang ditujukan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan, praktis dan sistematis serta dapat menghemat waktu,
dinamis sesuai dengan kebutuhan zaman, membuat pemahaman menjadi
utuh. Namun kekurangannya seringkali dalam memenggal ayat yang
memilki permasalahan yang berbeda sehingga membatasi pemahaman
ayat.

E. Penerapan Metode Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu’i.

1) Metode Tahlili (Analisis)


Berikut adalah contoh penafsiran dalam kitab tafsir Ibnu Katsir terhadap
Surat al Ahzab : ayat 30. Disebutkan bahwa dalam ayat tersebut
bahwa barang siapa di antara mereka yang mengerjakan perbuatan keji
yang nyata. Menurut Ibnu Abbas, pengertian perbuatan keji ini ditakwilkan
dengan makna membangkang dan berakhlak buruk. Dan atas dasar
hipotesis apa pun, maka ungkapan ayat ini hanyalah semata- mata
andaikan, dan makna andaikan itu tidak berarti pasti terjadi. Pengertiannya
sama dengan firman Allah Swt. dalam ayat Az-Zumara : 65 “Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah
amalanmu.

Contoh kitab tafsir yang disusun dengan metode ini adalah kitab Tafsir Jami
li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubi, kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-
Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari, Tafsir alQur’an al-Adzim karya Ibnu
Katsir dan kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya at-Tusturi.

2) Metode Muqaran (Komparatif)

Menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan membandingkan dengan ayat


lain yang memiliki kedekatan atau kemiripan tema namun redaksinya
berbeda, atau memiliki kemiripan redaksi tapi maknanya berbeda, atau
membandingkannya dengan penjelasan teks hadis Nabi Saw, perkataan
sahabat maupun tabi’in. Di samping itu juga mengkaji pendapat para
ulama tafsir kemudian membandingkannya atau bisa berupa
membandingkan antara satu kitab tafsir dengan kitab tafsir lainnya agar
diketahui identitas corak kitab tafsir tersebut. Tafsir Muqarin juga bisa
berupa perbandingan teks lintas kitab samawi (seperti Al Qur’an dengan
Injil/Bibel, Taurat atau Zabur).

3) Metode Ijmali
Di sini mufassir menjelaskan pesan-pesan pokok dari ayat tanpa
menguraikan panjang lebar, seperti kitab Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-
Suyuthi dan Jalaluddin alMahalli dan Tafsir Al-Qur’an al-Adzim karya
Muhammad Farid Wajdi, at-Tafsir al-Wasit terbitan Majma’ al-Buhus al-
Islamiyyah.

4) Metode Maudhu’i (Tematik)

Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh oleh seorang mufassir ketika


melakukan proses penafsiran metode maudhu’i adalah:
Menetapkan masalah yang akan dibahas. Permasalahan yang dibahas
diprioritaskan pada persoalan yang menyentuh kehidupan masyarakat yang
berarti bahwa seorang mufassir harus memiliki pengetahuan yang
memadai tentang masyarakat. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan
dengan masalah tersebut. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan
masa turunnya,

disertai pengetahuan tentang asbab nuzulnya dan ilmu-ilmu lain yang


mendukungnya. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya
masingmasing (terkait erat dengan ilmu munasabat). Menyusun
pembahasan dalam kerangka yang sempurna (membuat out line).
Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok
bahasanMempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan
menghimpun ayatayatnya yang mempunyai pengertian yang sama atau
mengkompromikan antara yang ‘amm (umum) dengan yang khash (khusus),
mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang apada lahirnya bertentangan
sehingga kesemuanya dapat bertemu dalam satu muara tanpa perbedaan
dan pemaksaan.
Hasil penafsiran Al-qur’an yang dilakukan oleh mufassir sering mengalami
Daftar materi
perbedaan karena latar belakang mufasir itu sendir berbeda-beda. Salah
pada KB
2 satunya adalah metode yang digunakan oleh mufassir dalam menafsirkan Al-
yang sulit
Qur’an
dipahami

Bi al-ra’y dalam kitab tafsirnya adalah Abd al-Qasim Mahmud al-


Zamakhsari. Dalam melakukan penafsirannya, ia mengemukakan
mikirannya namun tetap didukung dengan dalil-dalil hadis atau ayat Alquran,
baik riwayat yang berhubungan dengan sabab al-nuzul atau makna ayat.
Daftar materi
Meskipun demikian, ia tidak terikat oleh riwayat dalam penafsirannya.
yang sering
Dengan kata lain, jika ada riwayat yang mendukung penafsirannya ia akan
mengalami
merujuknya dan jika tidak, ia akan tetap konsisten dengan hasil penalarannya
3 miskonsepsi
(Alfiyah, 2018). Selain al- Zamakhsari, mufassir yang juga menggunakan
dalam
pendekatan ini adalah Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib
pembelajara
dan al-Baidhawi dalam Tafsir Anwar at-Tanzil wa Asrar at- Ta’wil. Contoh
n
yang tampak dari tafsir dengan pendekatan bi al-ra’y adalah penafsiran
Sayyid Qutub dalam kitab tafsir Fi Zilal al-Qur’an pada saat menjelaskan
Surat al Fatihah

Anda mungkin juga menyukai