Anda di halaman 1dari 17

Nama : Noviarti Mahaju Salta

Modul : Al-Quran Hadits

A. 3 konsep dan deskripsinya yang anda temukan di dalam Vidio yang Berjudul
Penjelasan Terjemah, Tafsir, Takwil.

1. Pentingnya memahami metode pendekatan memahami Al-Qur’an:


Sebagai umat muslim, kita memiliki Al-Qur’an sebagai petunjuk, sebagai pedoman
hidup yang sempurna dan luar biasa bagi umat manusia. Sungguh sangat disayangkan
seandainya kita tidak ingin mempelajari dan memahami kita suci kita.

2. Azzarqony mengatakan bahwa Terjemah adalah penerjemahan dari bahasa yang satu ke
bahasa yang lain. Misalnya dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Husein Adz Dzahabi
berpendapat bahwa Terjemah dibagi menjadi 2 Harfiyyah dan Maknawiyyah. Harfiyyah
adalah menerjemahkan sebagaimana sesuai dengan susunan kalimat dalam ayat.
Maknawiyyah: menerjemahkan secara lebih bebas tanpa terikat dengan susunan kalimat
dalam Al-Qur’an akan tetapi tidak jauh meninggalkan arti atau makna literal ayatnya.

3. Terjemah, sebagai sebuah metode pendekatan untuk memahami Al-Qur’an sangat


memiliki keterbatasan. Dan tentu ketika terjemah ini dijadikan satu-satunya metode
tentu akan menimbulkan masalah.

4. Takwil artinya kembali kepada asalnya. Takwil juga bermaksud sama dengan Tafsir
yaitu menjelaskan. Yaitu sama-sama menjelaskan ayat Al-Qur’an. Hanya saja diantara
takwil dengan Tafsir ada beberapa perbedaan yang mendasar.

B. Kontekstual dengan Rialitas Sosial


Alquran, sebagai kitab suci umat Islam, adalah teks suci yang unik dan penuh
keistimewaan. Ia terbuka untuk ditafsirkan. Keterbukaannya membuat Alquran menjadi
teks suci dinamis dengan penafsiran-penafsiran yang terus berkembang tanpa henti.
Penafsiran-penafsiran tersebut tentu saja merupakan hasil kreativitas mufasir dari pelbagai
disiplin ilmu. Salah satu dari aneka ragam penafsiran Alquran itu adalah penafsiran
kontekstual. Ia merupakan sebuah usaha untuk tidak mengultuskan karya-karya penafsiran
yang telah ada. Dengan penafsiran ini, karya-karya tafsir yang telah ada sebelumnya hanya
sebagai referensi.
Pemaknaan Alquran yang dihasilkan selama iniseringkali saling bertentangan satu
sama lain sehingga memicu perdebatan yang panjang.Selama beberapa abad telah terjadi
perdebatan yang sangat serius mengenai bagaimana seharusnya karakteristik metode
pemaknaan terhadap teks al-Quran jika ingin menempatkan teks dan konteks(pembaca)
secara harmonis dan bersamaan, dengan tidak lebih memenangkan salah satu diantara
keduanya. Dalam banyak perdebatan sepertinya kecenderunganyang berkembang lebih kuat
adalah kecenderungan secara sepihak dalam mencampur-adukkan subyektifitas pengarang,
teks suci, atau pemaknaan sosio-historis dan argumentasiargumentasi normative. 2
Akhirnya pada beberapa proses penemuan makna, perdebatan makna teks lebih banyak
hanya berkutat pada hubungan makna bahasa dan representasi mental, atau antara
interpretasi bahasa berbasis lughah dan psikologis saja.
C. Evaluasi dan refleksi atas pemaparan materi pada Bahan Ajar
Secara sederhana dan dalam durasi singkat penyampaiannya sedikit bisa memberikan
gambaran dan pemahaman terhadap konsep Terjemah, Tafsir dan Takwil.Mungkin selama
ini masih ada pemahaman-pemahaman yang salah terhadap ayat-ayat Al-Qur’an oleh sebab
karena pemahamannya hanya terbatas atau terhenti pada satu metode dan pendekatan dalam
memahami Al-Qur’an.
Sebagai umat Islam, sudah selayaknya untuk mempelajari dan memahami Al-Qur’an
dengan sesungguhnya, karena dari situlah sumber petunjuk dan pedoman hidup kita agar
tidak tersesat.

Kelebihan dan kekurangan terkait dengan penjelasan materi pada bahan ajar
• Kelebihannya :
Video disajikan dengan sederhana dan durasi yang tidak terlalu lama menjadikan
uraiannya menjadi lebih mudah dipahami perlahan-lahan, tidak menjenuhkan dan yang
terpenting pesan materi bisa tersampaikan dengan baik.
• Kekurangannya :
Tata bahasa masih ada beberapa belum menggunakan bahasa yang efektif, sehingga ada
beberapa kata atau kalimat yang masih harus diulang-ulang.
Nama : Noviarti Mahaju Salta
Modul : Al-Quran Hadits

JUDUL 1: METODOLOGI TAFSIR ALDOMI PUTRA DOSEN ULUM ALQURAN


DAN
TAFSIR STAI YASTIS PADANG

A. konsep dan deskripsinya yang anda temukan di dalam Bahan Ajar tersebut!

1) Metode Tafsir dari Segi Sumber


a) Tafsîr bi al-Ma’tsûr/ Manqûl
 Pengertian Tafsîr bi al-Ma’tsûr/ Manqûl
Tafsîr bi al- ma’tsûr secara bahasa terdiri dari dua kata yaitu tafsîr dan ma’tsûr.
Kata ma’tsûr merupakan isim maf’ûl dari kata ً‫ )أثرا‬atsran) dengan makna manqûl
(sesuatu yang disampaikan dari 7 Nasaruddin Baidan,. Lihat juga Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cet
ke-2, hal. 652. seseorang pada yang lainnya). Jika dikatakan ‫دیث أثر‬GG‫ الح‬maka
maksudnya ‫یره نقلھ‬G‫ و رواه عن غ‬adalah (menyampaikan atau meriwayatkannya dari
orang lain).

 Sumber-sumber tafsîr bi al- Ma’tsûr


al-Rûmiy menjadikan sumber tafsîr bi al-ma’tsûr itu menjadi 4 macam yaitu: al-
Qur’ân, Sunnah Nabi, Perkataan sahabat dan 15 Hal ini pulalah nantinya yang
sangat ditekankan oleh al-Khalidi ketika membahas mengenai sumber-sumber
tafsir bi al-ma’tsur. Ini akan penulis jabarkan pada poin berikutnya. penafsiran
tabi’in16. Al-Khâlidiy menjadikan sumber tafsîr bi al-ma’tsûr menjadi 5 macam
dengan tidak memasukkan al-Qur’ân- yaitu: Hadîts Shahîh yang marfû’ kepada
Nabi, Perkataan shahîh sahabat yang terkait dengan penafsiran ayat al-Qur’ân,
Perkataan tabi’in yang shahîh, al- qirâ’ât al-syâdz dan al-qirâ’ât altafsîriah.

 Posisi dan Hukum Tafsîr bi al- Ma’tsûr


Tafsîr bi al-Ma’tsûr wajib diikuti dan diambil jika terbukti shahîh . Karena terjaga
dari penyelewengan makna kitab Allâh. Ibnu Jarîr berkata, “Ahli tafsîr yang paling
tepat mencapai kebenaran adalah yang paling jelas hujjah-nya terhadap sesuatu
yang dia tafsir-kan dengan dikembalikan tafsir- nya kepada Rasûl Allâh dengan
khabar-khabar yang tsâbit dari beliau dan tidak keluar dari perkataan salâf.”

 Qaidah Tafsîr Terkait Tafsi bi al-ma’tsur


Terkait dengan tafsîr bi al- ma’tsur terdapat beberapa kaidah yang ditulis oleh al-
Khâlidiy yaitu: a) ‫ )تفسیر القرأن بالقرأن ھو األساس لما بعده من التفسیر بالمأثور‬tafsîr al-Qur’ân
dengan al- Qur’ân adalah dasar bagi tafsîr bi al- ma’tsur selainnya), b) ‫بالسنة القرأن‬
‫( تفسیر یلي تفسیر القرأن باالقرأن في المنزلة واألھمیة‬dari sisi kedudukan dan arti pentingnya,
tafsîr al-Qur’ân dengan Sunnah berada setelah tafsîr al-Qur’ân dengan al-Qur’ân)

b) Tafsîr bi al-Ra’yi/ al-Ma’qul


Secara bahasa kata ‫رأي‬GG‫ ال‬merupakan mashdar dari kata ‫ رأى‬،‫رى‬GG‫ ی‬yang di dalam
pemakaiannya digunakan untuk penglihatan mata.

2. Metode tafsir dari segi intensitas


a) Ijmâlî
Secara harfiah, kata Ijmâlî berarti ringkasan, ikhtishar, global dan penjumlahan. Secara
istilah metode ijmâlî adalah cara mengemukakan isi kandungan Alquran melalui
pembahasan yang bersifat umum (global), tanpa uraian apalagi pembahasan yang
panjang dan luas, dan tidak dilakukan secara rinci.
Ada beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode ijmâlî yaitu: Al-Tafsir al-Farid li
Alquranal- Majid, Marah labib tafsir al-Nawawi/ tafsir al-unir li Ma’alim al-Tanzil, Al-
Tafsir al-Wahid karya Muhammad Mahmud Hijazi, Tafsir Alquranal-Karim, Fath al-
Bayan fi Maqashid al- Qur’an, dan Al-Tafsir al-Wasith.

b) Tahlîlî
Deskriptif Analisis Kata tahlîlî berasal dari kata hala yang berarti membuka sesuatu.31
Tahlîlî tersebut termasuk bentuk infinitive (mashdar) dari kata hallala yang berarti
mengurai, menganalisis serta menjelaskan bagian-bagiannya serta fungsinya masing-
masing.
Kitab-kitab tafsir yang telah menggunakan metode tahlîlî yaitu: Jami’ al-Bayân Ta’wil
Ayi al- Qur’an,, Tafsir Alquranal-‘Azhim, Al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur,
Adhwa’ al-Bayan fi Idhah Alquranbi al-Qur’an, dan Al-Kasyf wa al-Bayan ‘an Tafsir
al- Qur’an

3. Metode tafsir dilihat dari segi langkahnya


a) Muqâran (Komparatif)
Metode tafsir muqâran adalah tafsir yang dilakukan dengan cara membanding-
bandingkan ayat-ayat Alquran yang memiliki redaksi berbeda padahal isi kandungannya
sama, atau membandingkan antara ayat-ayat yang beredaksi mirip padahal isi
kandungannya berlainan.
b) Maudhû’î (tematik)
Kata maudhû’î berasal dari bahasa Arab yaitu maudhu’ yang merupakan isim maf’ul
dari fi’il madhi wadha’a yang berarti meletakkan, menjadikan, mendustakan dan
membuat-buat.46 Arti maudhu’i yang dimaksud di sini adalah judul atau topik atau
sektor yang dibicarakan, sehingga tafsir maudhû’î berarti penjelasan tentang ayat-ayat
Alquran yang berkaitan dengan satu judul/topik/sektor pembicaraan tertentu.
kitab tafsir yang menggunakan metode maudhû’î ini adalah: Al-Tibyan fi Aqsam al-
Qur’an, Al-Mar’ah fi al-Qur’an, Makanah al-Mar’ah fi Alquranal-Karim wa al-Sunnah
al-Shahihah, Ayat al-Ijtihadi fi Alquranal- Karim Dirasah Maudhû’îyah wa Tarikhiyyah
wa Bayaniyyah, M. Quraiah Shihab, “Penafsiran Khalifah dengan Metode Tematik”,
dan Nahw Tafsir Maudhû’î li Suwar Alquranal-Karim.

B. Kontekstual Realita Sosial


Pemahaman kontekstual lainnya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini terlihat
ketika pendengar wahyu (masyarakat Arab) tidak memahami maksud ayat yang
disampaikan, maka mereka akan bertanya kepada Nabi Muhammad SAW. Di sini, Nabi
Muhammad SAW menjelaskan secara lisan tentang ayat yang tidak dipahami tersebut
berdasarkan konteks pendengar wahyu, sehingga mereka memahami maksud ayat tersebut.

Selain dari proses pewahyuannya secara lisan, dan penafsiran Nabi Muhammad SAW.
Banyak dari kalangan sahabat Nabi yang melakukan pemahaman kontekstual, misalnya
Umar ibn Khattab yang tidak menerapkan hukuman potong tangan bagi pencuri karena
konteks berbeda dengan saat ayat potong tangan diwahyukan pada era Nabi Muhammad
SAW.

Pemahaman konteks ini kemudian menjadi perhatian tersendiri oleh para ulama. Di
antaranya, adanya kaidah atau teori yang mengatakan bahwa al-ibrah bi khushushi al-sabab
la bi umumi al-lafdz, maksudnya untuk memahami ayat Al-Qur’an mesti dibarengi dengan
pemahaman konteksnya. Dalam ulumul Qur’an juga memberikan perhatian tersendiri pada
pemahaman konteks, seperti adanya ilmu asbabun nuzul, makki madani, dan seterusnya.
Lebih jauh, ilmu-ilmu terkait konteks Al-Qur’an tersebut senantiasa digunakan oleh para
penafsir Al-Qur’an.

Dari sini, keterlibatan konteks dalam pemahaman Al-Qur’an telah dilakukan secara
substansi, baik oleh para penafsir, ulama ulumul Qur’an, Nabi dan sahabatnya, bahkan
Allah SWT sendiri melalui Al-Qur’an yang disampaikan secara lisan. Upaya melibatkan
konteks ini kemudian menjadi komponen utama bagi penafsir kontemporer, terutama dari
kalangan sarjana, dalam kerangka metode tafsir kontekstual.

C. Evaluasi dan refleksi:


Setelah membaca artikel yang berjudul metodologi penafsiran al-
q u r ’ a n p e n u l i s berkomentar bahwa pada artikel tersebut mengajarkan kita
tentang ragam tafsir beserta karakteristiknya masing-masing, materi ini penting bagi
setiap muslim dalam memahami al- qur’an.

Bahan ajar ini dapat digunakan untuk menginformasikan kepada orang lain agar
dapat memahami metode- metode dalam menafsirkan al-qur’an s ebagai
pengantar dalam memahami al-qur’an.

Kekurangan bahan ajar:


Setelah membaca artikel ini penulis menemukan adanya metode tafsir
y a n g t i d a k dijelaskan pengertiannya, metode tafsir yang dimaksud adalah metode
hermeneutik.

Kaitan dengan nilai moderasi beragama:


Materi tentang metodologi penafsiran al-qur’an merupakan
m a t e r i y a n g p e r l u diinformasikan kepada setiap muslim agar dapat
meningkatkan pemahamannya tentang ilmu-ilmu agama tanpa mendiskreditkan
pendapat-pendapat tertentu dan itu penulis temukan dalam bahan ajar ini
bahwa tidak terdapat unsur radikalisme dan pelanggaran norma agama sehingga tidak
memicu timbulnya keresahan dan pertikaian di masyarakat.

JUDUL 2: KRITERIA KE-SHAHIH-AN HADIS MENURUT AL-KHATHIB AL-


BAGHDADI DALAM KITAB AL-KIFAYAH FI ‘ILM AL-RIWAYAH

A. Konsep dan Deskripsi


1) Kitab Al-Kifayah fi ‘Ilm al-Riwayah
Al-Khathib merupakan ulama yang aktif menulis. Yusuf al-‘Isy menghitung seluruh
karya al-Khathib dan berjumlah 80 karya dalam berbagai ukuran baik besar maupun
kecil, di antaranya adalah: Tarikh Baghdad, Al-Kifayah fi ‘Ilm al-Riwayah, Syarf
Ashhab al-Hadits, dan lain-lain.32 Salah satu kitab yang terkenal dalam bidang ilmu
hadis adalah Al-Kifayah fi ‘UIum al-Riwayah. Pada sebagian percetakan kata ‘ulum
ditulis dalam bentuk mufrad, yaitu ‘ilm.
motivasi al-Khathib dalam menuliskan kitab ini, yaitu: 1) Minimnya ilmu dirayat al-
hadits (ilmu periwayatan hadis) dan ilmu fiqh hadits (ilmu pemahaman hadis) pada masa
al-Khathib; 2) kecintaan dan tanggung jawab al-Khathib sebagai seorang ahli ilmu.

2) Kriteria Ke-shahih-an Sanad Hadis al-Khathib al-Baghdadi


kriteria ke-shahih-an hadis
menurut Al-Khathib berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh para ahli:
 Sanad Bersambung
Ma’rifat al-Khabar al-Muttashil al-Mawjib li al-Qubul wa al-‘Amal, al-Khatib
menuliskan beberapa pernyataan ulama, yaitu: “Muhammad Ibn Na’im berkata
bahwasanya ia mendengar Muhammad Ibn Yahya al-Zuhali berkata: “Tidak boleh
ber-hujjah kecuali dengan hadis yang bersambung, yang tidak terputus sanadnya,
yang tidak terdapat padanya seorang periwayat yang majhul ataupun majruh”
 Periwayat Bersifat ‘Adil
Al-Hakim berpendapat bahwa syarat ke- ’adalah-an periwayat adalah tidak mengajak
kepada sesuatu yang bid’ah dan tidak membeberkan berbagai macam maksiat yang
akan menjatuhkan ke-’adalah-annya.46AlSyafi’i memberikan gambaran arti kata
‘adl, yaitu: “hendaklah seorang periwayat hadis tsiqah dalam agamanya, terkenal
jujur dalam 42Ibid., 58. 43Ibn Hajar, Hady al-Sari Muqaddamat Fath al-Bari bi Syarh
Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma’rifah, T.th), 8-10. 44Abu al-Huseyn Muslim
ibn al-Hajjaj al-Naisaburi (selanjutnya ditulis sebagai Muslim), Shahih Muslim, Juz 1
(Al-Qahirah: Dar al-Hadits, 1991), 8. 45Syuhudi Ismail, 123; Buchari, 203. 46Al-
Hakim, 53. pembicaraannya”.

 Periwayat Bersifat Dhabith Al-Khathib


mengutip pernyataan al-Syafi’i tentang ke-dhabith-an, yaitu kemampuan mengetahui
hadis yang telah diriwayatkan; memahami makna di seputar hadis yang diriwayatkan;
meriwayatkan hadis dengan lafaz yang diperdengarkan bukan dengan makna.
AlSyafi’i tidak membolehkan periwayatan secara lafaz sehingga tidak menimbulkan
kesalahan pada makna hadis.

3) Kriteria Kesahihan Matan Hadis


a) Terhindar dari Syadz
Al-Khathib menulis bab khusus tentang tidak berhujjah pada periwayat yang
dominan melakukan syadz, munkar, dan gharib. Pada bab tersebut beliau mengutip
pernyataan al-Syafi’i, 60Ibid., 72-74. 61Ibid., 265. 62Ibid., 251. 63Nuruddin, 80.
yaitu: Yunus ibn ‘Abd al-A’la menyampaikan kepada kami, ia berkata: aku
mendengar al-Syafi’i berkata: “Al-Syadz bukanlah hadis yang diriwayatkan oleh
seorang yang tsiqah yang tidak diriwayatkan oleh para periwayat lainnya, akan tetapi
al-syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh periwayat tsiqah yang banyak
kemudian terdapat salah satu diantara mereka suatu kejanggalan dan kemudian
menyalahi hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat tsiqah yang banyak”.

b) Terhindar dari ‘Illat


Al-Khathib memakai istilah khabar untuk “sesuatu yang bisa saja benar atau
bohong”. AlKhathib membagi khabar dari segi muatannya kepada; khabar yang
diketahui ke-shahihannya, khabar yang diketahui cacatnya dan khabar yang tidak
berada pada dua kelompok tersebut.66 Hal ini menunjukkan al-Khathib memiliki
perhatian lebih terhadap matan hadis

B. Kontektualitas dengan Rialita Sosial


Kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam telah menjadi sebuah pengkajian yang
sangat urgen. Sebagai penjelas dari al-Qur’an,1 hadis tidak semuanya diriwayatkan secara
tawatur sebagaimana halnya al-Qur’an. Hadis dituliskan dalam beberapa shahifah sejak
masa Rasulullah Saw, namun secara resmi hadis baru dibukukan pada abad ke-2 H. Dalam
rentang waktu yang begitu lama mayoritas hadis diriwayatkan melalui lisan dan
meninggalkan berbagai polemik seperti hadis palsu dan inkar sunnah.
Oleh karena itu, para ahli merasa perlu melakukan penelitian terhadap hadis, baik dari
segi sanad ataupun matan. Pemeliharaan terhadap hadis telah dilakukan sejak masa
Rasulullah Saw dengan memastikan periwayatan berasal dari Rasulullah Saw. Setelah
wafatnya Rasululullah Saw usaha shahabat lebih kritis dengan menghadirkan beberapa
saksi atau sumpah dalam periwayatan, bahkan melakukan rihlah ke berbagai negeri untuk
memastikan hadis tersebut berasal dari Rasulullah Saw.
Peran dan kontribusi al-Khathib dalam perkembangan ilmu hadis terutama dalam hal
kriteria ke-shahih-an hadis sangat menarik untuk dikaji terutama karena termasuk ahli hadis
yang pertama membahas ilmu hadis. Sebagai seorang ahli hadis yang memiliki karya yang
berkaitan dengan kriteria ke-shahih-an hadis yang bukunya juga menjadi referensi bagi
ulama sesudahnya, terutama al-Kifayah, tentunya harus menjadi perhatian oleh ahli hadis
terutama tentang bagaimana kriteria yang dirumuskan alKhathib dalam menilai ke-shahih-
an suatu hadis.

C. Refleksi dengan Pembelajaran Bermakna


Setelah membaca artikel yang berjudul metodologi penafsiran al-
q u r ’ a n p e n u l i s berkomentar bahwa pada artikel tersebut mengajarkan kita
tentang ragam tafsir beserta karakteristiknya masing-masing, materi ini penting bagi
setiap muslim dalam memahami al- qur’an.

Bahan ajar ini dapat digunakan untuk menginformasikan kepada orang lain agar
dapat memahami metode- metode dalam menafsirkan al-qur’an s ebagai
pengantar dalam memahami al-qur’an.

Kekurangan bahan ajar:


Setelah membaca artikel ini penulis menemukan adanya metode tafsir
y a n g t i d a k dijelaskan pengertiannya, metode tafsir yang dimaksud adalah metode
hermeneutik.

Kaitan dengan nilai moderasi beragama:


Materi tentang metodologi penafsiran al-qur’an merupakan
m a t e r i y a n g p e r l u diinformasikan kepada setiap muslim agar dapat
meningkatkan pemahamannya tentang ilmu-ilmu agama tanpa mendiskreditkan
pendapat-pendapat tertentu dan itu penulis temukan dalam bahan ajar ini
bahwa tidak terdapat unsur radikalisme dan pelanggaran norma agama sehingga tidak
memicu timbulnya keresahan dan pertikaian di masyarakat.
Video
Judul : Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas
Nama : Noviarti Mahaju Salta
A. KONSEP MATERI DARI VIDEO PEMBELAJARAN DI MODUL TENTANG
HADITS BERDASARKAN KUALITASNYA.
1. Hadis Shahih
Secara etimologi dalam bahasa arab shahih artinya sehat sedangkan pengertian
terminologi hadis shahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, perawinya adil dan
dhabit, serta tidak ada syadz dan ‘illat di dalamnya.
 Syarat-syarat hadis shahih, yaitu:
1. Sanadnya bersambung (dari perawi, tabi tabi’in, tabi’in, sahabat hingga sampai
kepada Rasulullah)
2. Perawinya Adil (Menjaga Muru’ahnya/wibawanya, tidak melakukan perbuatan
yang fasiq atau bisa dikatakan benar-benar orang yang sholeh)
3. Perawinya Dhabit, dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a) Dhabith Shodri yaitu hafalannya sempurna/kuat dan bs diuji kapanpun dan
dimanapun
b) Dhabith Kitabah yaitu hafalannya baik tetapi dibantu dengan catatannya.
c) Tidak ada Syadz/Kejanggalan (Tidak bertentangan dengan hadis shahih
lainnya)
d) Tidak ada ‘illat (Cacat yang bisa menurunkan kualitas hadis)
 Pembagian Hadis Shahih yaitu:
a) Shahih Li Dzatihi yaitu Hadis shahih berdasarkan syarat-syarat yang telah
ditentukan.
b) Shahih Li Ghairihi yaitu Hadis yang awalnya hasan, namun mempunyai jalur
periwayatan lain yang setara atau lebih kuat darinya.
2. Hadits Hasan
Hadis Hasan adalah hadis yang hampir mendekati kualitas sahih karena terpenuhinya
seluruh kriteria keshahihan. Namun, sebab kedhabitannya tidak sebaik yang seharusnya,
maka kualitasnya tidak sahih melainkan hasan.
 Kriteria Hadis Hasan
a) Sanadnya bersambung
b) Perawinya adil
c) Tidak ada syadz
d) Tidak ada ‘illat
e) Perawinya dhabith tapi lebih rendah dari hadis Shahih
 Pembagian Hadis Hasan
a) Hadis Li Dzatihi yaitu Hadis shahih berdasarkan syarat-syarat yang telah
ditentukan.
b) Shahih Li Ghairihi yaitu Hadis yang awalnya Dho’if, namun mempunyai jalur
periwayatan lain yang setara atau lebih kuat darinya.
3. Hadis Daif
Secara bahasa, daif berarti lemah karena merupakan antonim dari al-qawiyy (kuat).
Sedangkan menurut istilah, Al-Nawawi menyebut bahwa hadis daif adalah hadis yang di
dalamnya tidak terdapat syarat- syarat hadis shahih maupun syarat-syarat hadis hasan.
 Jenis Hadis Daif
a. Hadits Daif Berdasarkan Terputusnya Sanad
1) Gugur pada sanad pertama, hadisnya disebut mu’allaq.
2) Gugur pada sanad terakhir (tingkat sahabat), hadisnya disebut mursal.
3) Gugur dua orang atau lebih dari rangkaian perawinya secara berurutan,
hadisnya disebut mu’dhal.
4) Gugur dua orang atau lebih dari rangkaian perawinya secara tidak berurutan,
hadisnya disebut munqathi’.
5) Hadits Mudallas adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang
diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Atau hadits yang tiada disebut
didalamnya sanad atau sengaja digugurkan oleh seseorang perawi nama
gurunya sendiri.
b. Hadis Doif Bedasarkan Kecacatan pada keadilan dan atau kedhabitan perawi
1) Dusta, hadis yang rawinya berdusta disebut maudhu’.
2) Tertuduh dusta, maksudnya perawi tersebut dikenal sering berdusta dalam
kehidupan sehari-hari walau belum diketahui dia melakukan kedustaan dalam
periwayatan atau tidak. Hadits dhaif sebab ini disebut matruk.
3) Fasik
4) Banyak salah
5) Lengah dalam menghafal, hadisnya disebut munkar.
6) Banyak wahm (kekeliruan tersembunyi), hadisnya disebut dengan mu’allal.
7) Menyalahi riwayat yang lebih tsiqah disebut muharraf; dan bila penambahan
itu berupa titik atau kata disebut mushahhaf.
8) Tidak diketahui identitasnya, hadisnya disebut mubham.
9) Penganut bid’ah.
10) Tidak baik hafalannya, hadisnya disebut syadz dan mukhtalith.
c. Hadis Doif berdasarkan pada Matan
1) Mauquf, hadis yang secara kandungan hanya disandarkan sampai sahabat.
2) Maqthu’, hadis yang secara kandungan hanya disandarkan sampai tabi’in.
 Kehujjahan Hadits Doif
a. Level kedhaifannya tidak parah
b. Berada dibawah nash lain yang shahih
c. Tidak boleh meyakini ke-Tsabit-annya.

B. Kontekstualitas dengan Rialita Sosial


Dengan mengetahui materi pada video pembelajaran mengenai Hadis Berdasarkan
Kualitasnya, maka kita sebagai guru PAI harus mengajar berdasarkan sumber yang tepat,
diketahui secara pasti kebenarannya dan disampaikan secara sungguh-sungguh dalam
rangka menjaga keshahihan ilmu. Seperti halnya upaya untuk menemukan validitas hadis,
pembelajaran PAI hendaknya diarahkan untuk berpikir kritis ilmiah, terkait dengan
modernisasi agama maka siswa diajarkan untuk mengetahui dan menemukan informasi
yang valid tentang sebuah pemahaman dan pengamalan agama.
Moderasi beragama menjadi fenomena yang populer beberapa tahun terakhir, dari
kalangan masyarakat biasa hingga para tokoh agama. Hal ituberkaitan dengan suasana
keagamaan Indonesia yang terasa agak merisaukan. Polemik-polemik beragama yang
muncul memiliki pengaruh besar padaaspekkerukunan. Dalam konteks ini adalah kasus
radikalisme agama.1 Lahirnyakonsepmoderasi beragama tidak lain adalah sebagai
respons atas fenomena tersebut. Moderasi beragama secara sederhana dapat dimaknai
sebagai aktivitaskeagamaan secara proporsional, tidak berlebih-lebihan. Namun,
seiringberkembangnya zaman, pemaknaan terhadap moderasi beragama menjadi
beragam dan bermacam-macam, penulis mengkategorikannya menjadi duakelompok,
moderasi beragama secara ideologis dan praktik.
Sikap moderat sendiri termasuk salah satu ajaran budi pekerti yangbaikdalam
agama Islam dan selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih.41 Landasanuntuk
bersikap moderat merujuk pada dalil dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad Saw.
Salah satu dalil dalam al-Qur’an terdapat pada surat al-Baqarahayat 143,
C. Refleksi dengan Pembelajaran Bermakna
Dalam proses kegiatan belajar Al-Quran Hadits dengan tema “Hadits berdasarkan
kualitasnya.”yang dijelaskan melalui vidio pembelajaran yang berdurasi satu jam lebih
kurang, sangat mudah untuk dipahami dan di mengerti tentang macam-macam hadis
berdasarkan kualitasnya.
diperlukan nya arti/makna dari istilah-istilah dalam bahasa ilmiah agar mudah dipahami
oleh orang awam atau orang baru mempelajari tentang kedudukan hadis sebagai sumber
ajaran islam. Karena sebagai pendidik harus berhati-hati dalam menyampaikan hadis karena
di era sekarang ini informasi mudah tersebar dan diterima oleh orang banyak melalui media
sosial teknologi. Pembelajaran PAI adalah peluang terbaik kita sebagai seorang guru untuk
menitipkan pesan Al-Quran dan hadis tentang pentingnya klarifikasi informasi kepada
peserta didik. Karena Al-Qur’an dan hadist merupakan sumber ajaran islam untuk
menjalankan kehidupan di dunia ini.

 Kelebihan
1) Dengan belajar melalui vidio pembelajaran mahasiswa atau peserta didik
mampu dengan muda memahami tentang Hadits berdasarkan kualitasnya.
2) Menambah ilmu atau pengetahuan lebih tentang Hadits berdasarkan
kualitasnya.
 Kekurangannya
Dimana ada kelebihan pasti ada kekurangan namun hanya butuh proses untuk
menjadi vidio bahan ajar yang lebih baik lagi dan bermanfaat untuk orang
banyak.
KB 4
VIDEO
KB 4 JUDUL: HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

NAMA : Noviarti Mahaju Salta

A. Konsep dan Deskripsi

1. Hadis memiliki dasar kehujjahan yang kuat sebagai berikut:


(a) Al-Qur’an: terdapat ayat yang memerintahkan untuk mentaati Allah dan rasul (Q.S.
Ali-Imran/3:32, Q.S. An-Nisaa/4:59, Q.S. al-Hasyr/59:7)
(b) Hadis yang diriwayatkan imam malik yang artinya: aku tinggalkan kepada
kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh
kepadanya yaitu Al-Qur’an dan sunnah nabi-Nya
(c) Ijma’: Seluruh umat Islam, baik dari kalangan sahabat, tabi’in, imam mujtahid
dan cendekiawan muslim sepakat tentang otoritas (kehujjahan) sunnah;
kewajiban untuk mengamalkannya, berhukum dengannya dan mengikuti
petunjuknya dalam semua aspek kehidupan.

2. Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an


a) Bayan ta’kid artinya hadis berfungsiuntuk memperkuat isi kandungan Al-Qur’an
b) Bayan tafsir artinya menjelaskan lebih lanjut isi kandungan Al-Qur’an
c) Bayan tasyri’ artinya menetapkan hukum yang belum ada ketetapannya di dalam
Al-Qur’an

3. Inkar sunnah adalah kelompok yang berpendirian tidak mengakui kedudukan


hadis sebagai sumber ajaran Islam. Kelompok ini terbagi 3 (tiga) oleh imam
syafi’I:
(1) kelompok yang menolak hadis secara penuh (keseluruhan hadis ditolak);
(2) kelompok penolak hadis yang tidak sejalan dengan Al-Qur’an; dan
(3) kelompok hanya menerima hadis yang mutawatir

4. Imam safi’i pernah melakukan dialog dengan kelompok penolak sunnah yang akhirnya
menerima pandangan imam syafi’i (bertaubat). Jauh setelah kejadian itu,
kelompok penolak sunnah pernah muncul kembali di tahun 80-an di beberapa negara
termasuk Indonesia.
5. Argumen penolak sunnah:
a) Rasulullah pernah melarang para sahabat menulis sunnah (argumen Naqli)
b) Orang-orang Arab yang memiliki pengetahuan bahasa Arab mampu memahami Al-
Qur’an secara langsung tanpa bantuan penjelasan dari Hadis
c) Hadis sebagai penyebab perpecahan dan kemunduran umat Islam
d) Pembukuan hadis terjadi setelah Nabi wafat, dalam masa tidak tertulisnya hadis
tersebut, manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak
h a d i s sebagaimana yang telah terjadi.

B. Kontekstualitas dengan Rialita Sosial


Bahwa hadis Nabi Muhammad saw. menjadi acuan umat Islam telah termanifestasikan
dalam kehidupan masyarakat luas. Dalam pada itu, paling tidak ada tiga variasi dan bentuk
living-hadis. Ketiga bentuk tersebut adalah tradisi tulis, tradisi lisan, dan tradisi praktek.
Uraian yang digagas ini mengisyaratkan adanya berbagai bentuk yang lazim dilakukan, dan
satu ranah dengan ranah lainnya terkadang saling terkait erat. Hal tersebut dikarenakan
budaya praktek umat Islam lebih meggejala dibanding dengan dua tradisi lainnya, tradisi tulis
dan lisan Ketiga bentuk tradisi tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

1) Tradisi Tulis
Tradisi tulis-menulis sangat penting dalam perkembangan living-hadis. Tulis-menulis
tidak hanya sebatas sebagai bentuk ungkapan yang sering terpampang dalam tempat-
tempat yang strategis seperti bus, masjid, sekolahan, pesantren, dan fasilitas umum
lainnya. Ada juga tradisi yang kuat dalam khazanah khas Indonesia yang bersumber
dari hadis Nabi Muhammad saw.
2) Tradisi Lisan
Tradisi lisan dalam living-hadis sebenamya muncul seiring dengan praktek yang
dijalankan oleh umat Islam. Seperti bacaan dalam melaksanakan shalat shubuh pada
hari jum'at.Di kalangan pesantren yang kyainya hâfiẓ al-Qur’ân, shalat shubuh hari
Jum'at relatif panjang karena di dalam shalat tersebut dibaca dua ayat yang panjang,
yaitu surat al-Sajadah dan surat al-Insân
C.Refleksi dengan Pembelajaran Bermakna

S e te la h m en yi ma k vi de o y an g b er ju du l h ad is s e ba ga i s u mb er a ja ra n
is la m p en ul is berkomentar bahwa sebelum menonton video ini penulus
belum mengetahui bahwa kelompok penolak hadis pernah ada, sebagai guru
pendidikan agama islam sangat penting untuk mempelajari dasar-dasar yang
menjadikan hadis sebagai sumber ajaran Islam sebagai bahan untuk mengajar
di sekolah. Hidup zaman dengan jumlah penduduk yang sangat besar
memungkinkan munculnya kembali kelompok-kelompok penginkar sunnah
karena itu sebagai guru pendidikan agama Islam harus mampu mencegah
lahirnya bibit kelompok tersebut di sekolah.
Kelebihan Bahan Ajar:
Bahan ajar ini dapat digunakan untuk menginformasikan kepada orang lain tentang
hadis sebagai sumber ajaran Islam. Bahan ajar ini mudah dibagikan kepada orang
lain karena tidak membutuhkan biaya penggandaan. Bahan ajar ini juga baik
digunakan dalam belajar bagi mereka yang buta aksara atau bagi mereka yang
memiliki mata yang sudah tidak sehat karena cukup dengan mendengar
narasumber menyampaikan materi tanpa harus membaca seperti buku. Kekurangan
bahan ajar: M e s k i b a h a n a j a r i n i m u d a h d i s e b a r / d i b a g i k a n k e p a d a
orang lain namun terdapat
Kelemahan Yakni :
Bahan ajar ini bukanlah bahan ajar cetak sehingga membutuhkan ruang penyimpanan
khusus, seperti HP, laptop dll. Kaitan dengan nilai moderasi beragama: Video yang
membahas tentang hadis sebagai sumber ajaran Islam merupakan materi
yang penting untuk dipelajari khususnya oleh guru pendidikan agama islam dan
penting u n t u k d i s e b a r / d i i n f o r m a s i k a n k e p a d a s e t i a p m u s l i m a g a r
dapat meningkatkan pemahamannya tentang hadis. Dalam
b a h a n a j a r i n i t i d a k d i t e m u i u n s u r y a n g mendiskreditkan pendapat-
pendapat tertentu (tidak merendahkan kelompok penolak

Artikel

Judul : FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR`AN oleh Hamdani


Khairul Fikri

NAMA: Noviarti Mahaju Salta

A. 3 Konsep dan Deskripsinya dalam Bahan Ajar

1. Dasar Hukum Hadis menjadi Sumber Hukum Islam Kedua


Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Qur’an memuat pedoman
bagi manusia agar mampu menjalani hidup dan kehidupannya didunia ini dengan
selamat.
2. Hadis sebagai Bayan :
Hadits memiliki fungsi utama adalah sebagai Bayan.
Sebagaimana Firman Allah Swt :
“......Dan Kami turunkan al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,.....”
Maka dengan dalil tersebut, hadis memiliki fungsi untuk menjelaskan berbagai persoalan
yang ada didalam Al-Qur’an agar mudah dipahami oleh umatnya dan bisa
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Bayan Taqrir:
Adalah fungsi hadis sebagai untuk memantapkan, menetapkan, dan mengokohkan apa
yang telah ada dalam Al-Qur’an. Tidak perlu penjelasan akan tetapi perlu penegasan
agar umat islam tidak keliru dalam mengambil kesimpulan.
4. Bayan Tafsir:
Berarti hadis berfungsi menjelaskan makna yang samar, merinci ayat yang maknanya
global atau mengkhususkan ayat yang maknanya umum. Hadis yang berfungsi sebagai
bayan tafsir ini terdiri dari:
1) Tafshil al-Mujmal: merinci dari apa yang terdapat dalam ayat al-Qur’an yang masih
bersifat umum dan global.
2) Tabyin al-Musytarak: Menjelaskan ayat Al-Qur’an yang mengandung kata bermakna
ganda.
3) Takhshish al-Amm: adalah hadis yang mengkhususkan atau mengecualikan ayat yang
bermakna umum
5. Pentingnya Hadis:
Dari uraian diatas tergambar bagaimana pentingnya posisi hadis dalam Islam. Umat
Islam tidak akan mampu memahami ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an ketika
tidak ada hadis. Lalu hadis itu apa?
Hadis sendiri adalah segala hal mencakup ucapan, perilaku dan ketetapan Rasulullah
Saw.
Artinya, bahwa hadis sendiri sesungguhnya mencerminkan diri Rasulullah Saw. Maka,
tidak heran seandainya para Ahli hadis sangat berhati-hati ketika melakukan kajian
terhadap hadis.

B. Evaluasi dan refleksi atas pemaparan materi pada Bahan Ajar


a) Refleksi :
kita semakin bisa memahami arti penting dari sebuah Hadis. Begitu pentingnya peran,
fungsi dan kedudukan hadis ini sehingga membuat kita tergerak untuk belajar ilmu
hadis. Menjadikan sebuah hadis sebagai rujukan dalam setiap persoalan hidup kitab.

b) Evaluasi:
Evaluasi: selama ini mungkin kita belum bisa terbuka cakrawala pikir kita ketika
melihat, mendengarkan hadis. Oleh sebab ketidaktahuan kita akan pentingnya posisi
hadis dalam agama kita

C. Kelebihan dan kekurangan terkait dengan penjelasan materi pada bahan ajar
• Kelebihannya :
uraiannya sangat jelas, dengan penulisan yang jelas. Kalimat-kalimat dan diksi katanya
bisa membuat penyampaian isi materinya lebih efektif dan efsien.
• Kekurangannya :
hadis yang menjadi rujukan tidak dituliskan lengkap
D. Mengaitkan isi bahan ajar dengan nilai moderasi beragama
Jika dikaitkan dengan moderasi beragama, jelas bahwa materi ini akan sangat mendukung
bagi terciptanya moderasi beragama.
Pemahaman terhadap Hadis dengan fungsinya yang sangat penting tersebut akan mampu
menjadi modal besar bagi setiap umat islam untuk mempelajari agama dengan lebih tertib.
Pemahaman terhadap fungsi hadis akan membawa kepada pemahaman kita akan essensi
agama yang sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai