Tafsir secara bahasa adalah menafsirkan yang berarti membuka dan atau penjelasan. Tafsir
menurut istilah ilmu yang membahas kalam dengan lafadz-lafadz al-qur’an dan dalil-dalinya
perkataan sahabat (atsar). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tafsir riwayat
adalah penafsiran yang didasarkan pada al-qur’an, hadist, dan atsar (perkataan sahabat).
Dengan demikian maka metode penafsiran dengan tafsir riwayat ini yaitu :
Tafsir riwayat ini juga disebut dengan tafsir bil-ma’tsur. Tafsir riwayat ini memiliki
legitimasi dari beberapa kalangan ulama dari tabi’in. Buktinya, mereka menerima baik
penafsiran para sahabat tersebut dan tersebar diberbagai daerah islam sehingga muncul ahli
tafsir di Mekah, Madinah, dan Iraq. Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa tafsir riwayat ini
berdasar pada al-qur’an dan al-hadist maka para mufassir dalam menempuh metode ini harus
dengan teliti menafsirkan ayat-ayat ahkam. Ketelitian itu dapat dimanifesttasikan dengan
menelusuri lebih dulu asar-asar yang ada mengenai makna ayat kemudian asar tersebut
dikemukakan sebagai tafsir ayat bersangkutan. Selain itu mufasir harus mengetahui validitas
ayat yang ditafsirakan, apakah ayat tersebut mutawatir atau bukan. Dalam hal ini para
mufassir tidak boleh melakukan ijtihad tanpa memiliki dasar yang otentik. Al-qur’an
merupakan kalam Allah yang sudah barang tentu dijaga kesahihannya, selain itu al-qur’an
juga diturunkan besama penjelasannya, jadi keberadaan al-qur’an sebagai dasar penafsiran ini
sudah barang tentu benar. Sebagaimana pekataan Ibnu Taimiah : Kita wajib yakin bahwa nabi
telah menjelaskan kepada para sahabat makna-makna Qur’an sebagaimana telah menjelaskan
kepada mereka lafadz-lafdznya.Tafsir terbaik dengan metode ini adalah tafsir Ibnu Jarir At-
thabari didalam Jaami’ul Bayan Fi Tafsiiril Qur’an. Tafsir yang agak mendekati tafsir at-
thabari adalah tafsir Ibnu katsir/ bahkan lebih baik dari At-Thabari.
Tafsir riwayat merupakan tafsir yang mamiliki validitas tinggi seperti pejelasan diawal
tadi. Tetapi meski demikian sesempurna apapun hal itu pasti ada kekurangan pula
didalamnya. Sama halnya dengan tafsir riwayat ini. Metode tafsir ini memiliki beberapa
1. Campur baur antara yang shahih dengan yang tidak shahih, serta banyak mengutip
kata-kata yang di nisbatkan kepada sahabat atau tabi’in tanpa memiliki sandaran dan
ketentuan.
2. Riwayat-riwayat tersebut ada yang dipengaruhi oleh cerita-cerita israiliyat dan khurafat
Dalam penggunaan tafsir ini sebagai metode panafsiran ayat-ayat ahkam terdapat beberapa
pendapat ulama, sebagian dari mereka mengatakan boleh dan sebagiannya lagi mengatakan
tidak. Tapi pada tafsir riwayat ini yang diperdebatkan ulama’ adalah masalah penafsiran
lafadznya. Perdebatan di kalangan ulama’ pada umumnya hanya berkonotasi variatif, bukan
1. Seorang mufassir mengungkapkan redaksi yang berbeda dari mufassir lain dan makna
masing-masing redaksi itu berbeda tetapi memiliki maksud yang sama. Misal
penafsiran kata as-sirat al-mustaqim. Sebagian ulama’ menafsirkan dengan al-qur’an
menyebutkan sebagian makna. Misal : kata “sabiq” dalam surat fatir : 32 ialah orang
yang menunaikan salat di awal waktu, sedangkan muqtsid adalah yang melakukan
shalat ditengah waktu, sedang zalim adalah orang yang mengakhirkan salat asar sampai
saat langit berwarna kekuning-kuningan. Mufassr lain mengatakan , sabiq adalah orang
yang berbuat baik yang bersedekah disamping zakat, muqtasid adalah orang yang
hanya menunaikan zakat wajib saja, dan zalim adalah yang enggan membayar zakat.
Tafsir bil-ma’tsur adalah tafsir yang harus didikuti dan dipedomani karena ia adalah jalan
pengetahuan yang benar dan merupakan jalan paling aman untuk menjaga diri dari
bahwa tafsir itu ada empat macam ; tafsir yang dapat diketahui orang Arab melalui bahasa
mereka, tafsir yang harus diketahui oleh setiap orang, tafsir yang hanya bias diketahui para
ulama dan tafsir yang samasekali tidak mungkin dikethaui oleh siapa pun selain Allah.Dari
Ibnu Jarir at-Tabari mengatakan bahwa berdasarkan penjelasan Allah SWT, nyatalah bahwa
di antara kandungan Al-Qur’an yang diturunkan Allah, kepada Nabinya terdapat ayat-ayat
yang tidak dapat diketahui ta’wilnya kecuali dengan penjelasan Rasulullah. Misalnya ta’wil
tentang semua ayat yang mengandung macam-macam perintah wajib, anjuran (nadb) dan
keharusan bagi sebagian makhluk terhadap sebagian lain dan hokum-hukum lain yang
terkandung dalam ayat-ayat Qur’an yang tidak dapat diketahui kecuali dengan penjelasan
datang.
unsur keilmuan yang berkembang didunia Islam yang memang berkaitan dengan teks serta
Rasioadalah antonim (lawan) nash dan riwayat. Oleh karena itu, dinamakan dengan
Al-Bhaihaqi meriwayatkan dalam asy-Sya’ab dari Imam Malik, beliau berkata bahwa “ jika
ada seseorang yang tidak mengetahui ilmu bahasa arab, kemudian ia menafsirkan kitab Allah
Setelah berakhir masa salaf sekitar abad ke-13 H dan peradaban Islam semakin maju dan
berkembang berbagai mazhab dan aliran dikalangan umat Islam, masing-masing golongan
berusaha meyakinkan umat dalam rangka mengembangkan paham mereka. Untuk mencapai
maksud itu, mereka mencari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist Nabi saw, lalu mereka
qur’andaribeberapasudutpandang, diantaranya :
karangan al-Zamakhsyari
3. Kaum sufi juga menafsirkan Al-qur’an menurut pemahaman dan pengalaman batin
mereka seperti Tafsir al-Qur’an al-Azhim oleh al-Tustari, Futuhat Makiyyat, oleh Ibn
Selain itu dalam bidang bahasa dan qiraat juga lahir tafsir, seperti Tasir Abi al-Su’ud oleh
Abu al-Su’ud, al-Bahr al-Muhith oleh Abu Hayyan ; dan lain-lain. Dari sinilah mengapa
tafsir begitu banyak, karena begitu banyak sudut pandang menafsirkan Al-Qur’an dengan
ra’yu dikalangan ulama-ulama muta’akhirin; sehingga tak heran jika sekarang lahir lagi tafsir
menurut tinjauan sosiologis dan sastra Arab seperti Tafsir Al-manar ; dan dalam bidang sains
muncul pula karya Jawahir Thanthawi dengan Tafsir al-Jawahir. Dari statemen diatas sesuai
tafsir al-ma’tsur