Anda di halaman 1dari 7

BAB PEMBAHASAN

ILMU TAFSIR AL QURAN

Pengertian Tafsir

Secara bahasa Tafsir berasal dari kata al fasr ( ) yang artinya menjelaskan atau mengetahui
maksud dari suatu kata yang sulit. Pendapat lain secara bahasa tafsir berasal dari kata safara ( )
yang artinya adalah membuka, artinya setelah dibuka semuanya akan tampak jelas dan terang.

Adapun pengertian tafsir secara istilah, terdapat banyak pendapat yang memberikan komentar,
diantaranya:

Menurut Al Kilabi

Tafsir adalah uraian yang menjelaskan al Qur’an menerangkan maknannya dan menjelaskan apa yang
dikehendaki dengan nash, isyarat atau tujunnya.

Menurut Syekh Al- Jazairi

Tafsir pada hakikatnya menjelaskan tentang lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar dengan
mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang menghedakinya, atau dengan jalan mengemukakan
salah satu diantara lafazh tersebut.

Menurut Abu Hayyan

Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an serta cara mengungkapkan
petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang terkandung di dalamnya

Menurut Az Zarkasyi

Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-maknakitab Allah yang
diturunkan kepada nabi Muhammad saw, serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan
hikmahnya. ( Rosihon Anwar, 2000 : 209-211)

Dari beberapa pendapat ulama di atas maka dapat pula disampaikan bahwa secara istilah Tafsir
adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab Allah swt yang diturunkan keada Nabi Muhammad
saw untuk menjelaskan makna-makna Kitab Nya serta mengeluarkan hukum-hukum dan himahnya
dengan menggunakan alat bantu berupa: ilmu bahasa, nahwu, sharaf, ilmu bayan, ushul fiqih dan
qiraah dengan pengetahuan mengenai asbab an nuzuul dan nasakh dan mansukh. ( Samsurrohman,
2014 : 16 ).

Hukum Mempelajari Ilmu Tafsir


Al Quran merupakan pedoman hidup manusia, proses dalam mempelajari dan memahami tanpa ilmu
tafsir sangat tidak mungkin. Oleh karena itu mempelajari ilmu tafsir wajib hukumnya. Berkaitan dengan
itu Allah SWT telah mengingatkan di dalam Al Quran

Kitab (AlQuran) yang Kami turunkan kepadamu pernuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya
adan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajara. ( QS: Shad (38) : 29)

Oleh karena itu menurut Musa’id bin Sulaiman Ath-Thayyar dalam Fushul fi Ushul At Tafsir menyatakan
bahwa secara umum dalam suatu ummat setidaknya satu orang wajib mempelajari tafsir kemudian
mengajarkannya kepada orang lain. Sementara itu secar khusus setiap orang wajib mengetahui Al
Quran untuk mengenal Allah SWT dan sebagai bekal untuk mencapai kesempurnaan ibadah.
( Samsurrohman, 2014 : 44-45 )

Pembagian Tafsir

Menurut Pengetahuan Manusia

Tafsir yang diketahui dari kalam orang-orang Arab (dialek)

Tafsir yang wajib diketahui oleh semua orang

Tafsir ini mencakup perintah, larangan, pokok-pokok etika dan aqidah. Contoh dalam al Baqarah :
183

Tafsir yang hanya diketahui oleh para ulama

Tafsir ini meliputi hal-hal yang samar dan sulit dibedakan oleh kebanyakan manusia. Dari hal-hal yang
samar itulah dihasilkan sejumlah manfaat hukum. Hukum mempelajari tafsir ini adalah fardhu
kifayah.

Tafsir yang hanya diketahui oleh Allah SWT

Tafsir yang berkaitan dengan hakikat ghaib dan waktu terjadinya. Tafsir jenis ini, tidak wajib bagi
seorangpun, bahkan orang mengaku mengetahui berarti telah berbuat dosa kepada Allah SWT.

( Samsurrohman, 2014 : 27-28 )

2. Pembagian Tafsir secara ilmiah, tafsir terbagi empat bagian:

a. Tafsir bil-ma’tsur (bir-riwayah)


Adalah penafsiran Al Qur’an dengan Qur’an, atau dengan Hadits ataupun perkataan para Shahabat,
untuk menjelaskan kepada sesuatu yang dikehendaki Allah swt. Mengenai penafsiran Al Qur’an dengan
perkataan para Shahabat ketahuilah, bahwasanya Tafsir Shahabat termasuk Tafsir yang dapat diterima
dan dijadikan sandaran. Karena para Shahabat (semoga Allah meridhoi mereka), telah dibina langsung
oleh Rasulullah saw, dan menyaksikan turunnya wahyu serta mengetahui sebab-sebab diturunkannya
ayat.

Dan juga dikarenakan kebersihan hati mereka, dan ketinggian martabat mereka dalam kefashihan dan
bayan. Juga karena faham mereka yang shahih dalam menafsirkan Kalam Allah swt. Dan juga
dikarenakan mereka lebih mengetahui rahasia-rahasia yang terkandung dalam Al Qur’an dibandingkan
seluruh manusia setelah generasi mereka. Berkata Imam Hakim Rahimahullah: Sesungguhnya tafsir para
Shahabat (semoga Allah meridhoi mereka) yang mana mereka telah menyaksikan wahyu dan turunnya
Al Qur’an dihukumkan Marfu’ (sampai atau bersambung kepada Nabi saw). Ataupun dengan kata lain,
tafsir para Shahabat mempunyai hukum hadits Nabawi yang Marfu’ kepada Nabi saw.

b. Tafsir bir-ra’yi (bid-dirayah )

Adalah tafsir yang dalam menjelaskan maknanya, Mufassir hanya perpegang pada pemahaman sendiri.
Dan penyimpulan (istinbath) yang didasarkan pada ra’yu semata. Seiring perkembangan zaman yang
menuntut pengembangan metoda tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah
Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-
Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an, hadits dan ilmu
hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain.

Seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan
mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.

Pembagian Tafsir bir-ra’yi terbagi menjadi dua bagian: yaitu Tafsir Mahmud dan Tafsir Madzmum.

1). Tafsir Mahmud

Adalah suatu penafsiran yang sesuai dengan kehendak syari’at (penafsiran oleh orang yang menguasai
aturan syari’at), jauh dari kebodohan dan kesesatan, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, serta
berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami nash-nash Qur’aniyah.

2). Tafsir al Madzmum

Adalah penafsiran Al Qur’an tanpa berdasarkan ilmu, atau mengikuti hawa nafsu dan kehendaknya
sendiri, tanpa mengetahui kaidah-kaidah bahasa atau syari’ah. Atau dia menafsirkan ayat berdasarkan
mazhabnya yang rusak maupun bid’ahnya yang tersesat. Hukum Tafsir bir-ra’yi al Madzmum:
Menafsirkan Al Qur’an dengan ra’yu dan Ijtihad semata tanpa ada dasar yang shahih adalah haram.
Allah berfirman :
Artinya “Dan janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya”. (QS, Al Isra’: 36)

Rasul juga pernah menginagtkan kita “ Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma dia berkata, bersabda
Rasulullah saw: “Barang siapa menafsirkan Al Qur’an dengan tanpa ilmu, maka siapkanlah tempatnya di
neraka”.

c. Tafsir Isyari (bil isyarah)

Menurut kaum sufi setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah yang segera
mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat yang tersembunyi
dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik
ungkapan-ungkapan Al-Qur’an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan pengetahuan gaib
yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari.

d. Tafsir bil Izdiwaji ( Campuran )

Tafsir bil Izdiwaji disebut juga dengan metode campuran antara tafsir bil Matsur dan Tafsir bil Ra’yi yaitu
menafsirkan Al-Qur’an yang didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayat yang kuat dan
shahih, dengan sumber hasil ijtihad akan pikiran yang sehat.

3. Pembagian Tafsir berdasarkan metodologi yang digunakan

1. Metode Tahlili (Analitik)

Metode Tahlili adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan Al-Qur’an dengan
menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Metode ini
adalah yang paling tua dan paling sering digunakan. Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat
kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur’an. Dia menjelaskan
kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu
unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari
ayat yaitu hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya.

Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur’an dengan metode ini adalah untuk
meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukzizatan Al-Qur’an, sesuatu yang dirasa
bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan
metode penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah .
Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak sepenuhnya
mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga
mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur’an untuk setiap waktu dan
tempat. Hal ini dirasa terlalu “mengikat” generasi berikutnya.

2. Metode Ijmali (Global)

Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur’an secara singkat dan global, dengan menjelaskan
makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan
penafsiran sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat
dan tidak panjang lebar. Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi
oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada
penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat
menyelesaikan masalah secara tuntas.

3. Metode Muqarin ( komparatif)

Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau
antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang
diperbandingkan itu.

4. Metode Maudhu’i (Tematik)

Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik/judul tertentu
dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian
memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan
hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum darinya. (Diposkan
oleh Rudi Arlan Al-farisi di : http://ulumulstai.blogspot.co.id/2009/03/ilmu-tafsir ).

Istimbad Tafsir

Adapun Istimbad ilmu tafsir adalah seperangkat ilmu yang dibutuhkan mufasir ketika hendak
menafsirkan Al Qur’an. Seperangkat ilmu tersebut diantaranya adalah :

Linguistik Bahasa Arab

Mencakup nahwau; sharaf dan balaghah


Ilmu atsar ( riwayat )

Adalah ilmu yang diguankan untuk mengetahui penjelasan-penjelasan Nabi Saw mengenai ayat-ayat
yang musykil (sulit) da mujmal ( bersifat global) sehingga perlu dijelaskan.

Ilmu Qiraah

Adalah ilmu tentang cara membaca Al Quran yang dapat melahirkan makna yang dimaksud. Walaupun
ada memang bacaan yang tidak berpengaruh terhadap makna ayat sepeti ghunnah dan ikhfa.

Kisah-Kisah ( sejarah )

Terutama sejarah yang Allah abdikan didalam Al Quran

Ushul Fiqih

Ushul figh berfungi memberikan batasan dan kaidah bagi mufasir dalam menggali hukum syariat dan
ayat Al Quran

Ilmu Aqidah

Diantara isi Al Quran adalah mengenai Aqidah, maka dibutuhkanlah ilmu aqidah untuk memahami
ayat-ayat tentang aqidah. ( Samsurrohman, 2014 : 31 )
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. 2000. Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia

http://ulumulstai.blogspot.co.id/2009/03/ilmu-tafsir )

Samsurrohman. 2014. Pengantar Ilmu

Anda mungkin juga menyukai