PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Penafsiran?
2. Pengertian Wahyu?
3. Bagaimana Proses Turunya Wahyu?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Penafsiran
Tafsir secara akar kata berasal dari kata ر-س-( فfa-sa-ra) atau ( فَ َّس َرfassara)
َّ
yang bermakna َبَيَن bayana (menjelaskan), dan وض;; َح waddhaha (menerangkan).
Dari sisi istilah, ada dua definisi:
a. Tafsir Riwayat
Tafsir riwayat sering juga disebut dengan istilah tafsir naql atau tafsir
ma'tsur. Cara penafsiran jenis ini bisa dengan menafsirkan ayat al-Quran dengan
ayat al-Quran lain yang sesuai, maupun menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan
nash dari as-Sunnah. Karena salah satu fungsi as-Sunnah adalah menafsirkan al-
Quran.
b. Tafsir Dirayah
Tafsir dirayah disebut juga tafsir bi ra'yi. Tafsir dirayah adalah dengan
cara ijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih, kaidah yang murni dan
tepat.
Tafsir dirayah bukanlah menafsirkan al-Quran berdasarkan kata hati atau
kehendak semata, karena hal itu dilarang berdasarkan sabda nabi:
"Siapa saja yang berdusta atas namaku secara sengaja niscaya ia harus
bersedia menempatkan dirinya di neraka, dan siapa saja yang menafsirkn al-Quran
dengan ra'yunya (nalar) maka hedaknya ia bersedia menempatkan diri di neraka."
(HR. Turmudzi dari Ibnu Abbas)
"Siapa yang menafsirkan al-Quran dengan ra'yunya kebetulan tepat,
niscaya ia telah melakukan kesalahan." (HR. Abi Dawud dari Jundab).
Hadis-hadis di atas melarang seseorang menafsirkan al-Quran tanpa ilmu
atau sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa dan syariat seperti
nahwu, sharaf, balaghah, ushul fikih, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, tafsir dirayah ialah tafsir yang sesuai dengan tujuan
syara', jauh dari kejahilan dan kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa
Arab serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami teks al-Quran.
2. Pengertian Wahyu
Khilaf berarti perbedaan, perselisihan, kontraversi, dan kontradiksi. Secara
umum “khilaf” berarti perbedaan pendapat di antara para ulama dalam berbagai
permasalahan, baik permasalahan agama maupun permasalahan lainnya. Karena
pendapat merupakan buah pikir dari manusia jadi sangat mungkin sekali setiap
pendapat itu mengalami perbedaan.
Dalam fiqih Islam, khilaf (disebut juga ikhtilaf) adalah perbedaan pendapat
ulama mengenai masalah-masalah fiqih yang tidak prinsipil. Perbedaan itu
melahirkan mazhab-mazhab fiqih, seperti mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i,
Hambali, azh-Zhahiri, Zaidiah, dan Syi’ah. Perbedaan pendapat itu pun bahkan
terjadi juga dalam satu mazhab.
Dalam studi hukum Islam, khilaf atau akhtilaf telah berkembang menjadi
ilmu tersendiri, yaitu ilmu al-khilaf (ilmu perbedaan pendapat fiqih). Ilmu al-
khilaf adalah ilmu tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan ijtihad.
Terkadang ilmu ini juga membahas masalah-masalah praktis di kalangan para
mujahid. Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu khilaf disebut juga “al-fiqh al-
muqaran” (fiqih perbandingan).
Mungkin, untuk orang awam permasalahan ini agak membingungkan,
mengapa harus terjadi perbedaan pendapat, mengapa dalam Islam ada berbagai
mazhab padahal agama Islam adalah satu, syariatnya satu, dan sumbernya satu,
yaitu wahyu Ilahi? Mengapa tidak satu mazhab saja sehingga umat Islam bisa
berjalan dalam satu alur mazhab karena umat Islam adalah umat yang satu?
Sampai-sampai ada yang berkeyakinan bahwa perbedaan mazhab-mazhab pada
dasarnya adalah perbedaan syariat dan sumbernya, bahkan akidahnya. Semisal
perbedaan yang terjadi di kalangan non-Islam, yaitu Kristen Ortodok, Katolik, dan
Protestan.
Semua itu merupakan pandangan yang keliru. Sesungguhnya, perbedaan-
perbedaan tadi bisa jadi justru memudahkan umat Islam, bahkan dalam kondisi-
kondisi tertentu bisa menjadi rahmat dan kekayaan syariat, yang menjadi
kebanggaan tersendiri bagi umat Islam. Hal itu disebabkan hakikat khilaf para
ulama yang sebenarnya adalah dalam hal-hal furu’iyah dan ijtihad-ijtihad ilmiah,
bukan dalam hal-hal yang prinsipil, semisal dasar-dasar agama dan akidah. Oleh
karena itu, kita tidak mendengar dalam sejarah Islam bahwa perbedaan mazhab-
mazhab fiqih di kalangan para ulama itu menjadikan persaudaraan dan persatuan
di antara mereka pecah.
Untuk itu ulama fiqih bersepakat bahwa perbedaan pendapat dalam hal ijtihad
itu diperbolehkan, sejauh tidak menyebabkan terjadinya perpecahan dan rusaknya
persaudaraan Islam. Dasarnya adalah sabda Rasulullah saw.
“Apabila seorang hakim berijtihad dalam memutuskan suatu perkara dan
hasil ijtihadnya itu benar, maka dia mendapat dua pahala, dan apabila hasil
ijtihadnya salah, maka dia mendapat satu pahala.” (HR Bukhari dan Muslim dari
‘Amr bin ‘Ash dan Abu Hurairah). Hadits ini menjelaskan bahwa dalam berijtihad
seseorang bisa benar bisa salah, tetapi orang yang salah pun tetap mendapat
pahala atas ijtihad yang dilakukannya.
Sebenarnya, perbedaan seperti ini ditemukan pula di kalangan para sahabat
ketika Rasulullah saw. masih hidup, di kalangan tabi`in dan juga pada masa
generasi-generasi selanjutnya.
A. Kesimpulan
Dalam fiqih Islam, khilaf (disebut juga ikhtilaf) adalah perbedaan
pendapat ulama mengenai masalah-masalah fiqih yang tidak prinsipil. Karena
pendapat merupakan buah pikir dari manusia jadi sangat mungkin sekali setiap
pendapat itu mengalami perbedaan. Ulama fiqih bersepakat bahwa perbedaan
pendapat dalam hal ijtihad itu diperbolehkan, sejauh tidak menyebabkan
terjadinya perpecahan dan rusaknya persaudaraan Islam.
Sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat antara lain adalah :
1. Perbedaan kecondongan dan watak
2. Perbedaan lapangan ilmu
3. Meniru orang-orang terdahulu
4. Perbedaan cakrawala tahu
5. Kejanggalan suatu masalah
Tidak dapat disangkal lagi bahwa perpecahan, saling memvonis sesat,
permusuhan, dan kebencian yang terjadi dikalangan masyarakat Islam, sebagian
terhadap sebagian yang lainnya yang tidak sepaham dengan manhaj masing-
masing, adalah suatu hal yang serius. Oleh karena itu kita harus tahu sikap yang
tepat dalam menghadapi khilafiyah.
Secara etimologis, tafsir berarti penjelasan, sedangkan terminologis tafsir
adalah keterangan dan penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat al-Quran
sekalipun tidak diungkapkan secara eksplisit. Tujuan mempelajari ilmu tafsir
adalah terpelihara dari salah dalam memahami al-Quran. Ada beberapa macam-
macam tafsir salah satunya adalah tafsir bil matsur.
DAFTAR PUSTAKA