Al-Qur’an merupakan sumber primer, maka pemahaman awal terhadap al Qur’an menjadi
kata kunci sebelum menetapkan atau memposisikan sesuatu. Terlebih bila dilihat dari
ketetapan para ulama (ijma’) bahwa al-Qur’an menempati posisi utama dalam hierarki
sumber hukum Islam. Sehingga penafsiran terhadap al-Qur`an merupakan tahapan awal yang
menentukan ekspresi keberagamaan seseorang. Karena pada dasarnya agama mengandaikan
hadirnya struktur masyarakat yang mengakui sebuah otoritas. Kristen mengakui Bibble dan
umat Islam mengakui al-Qur`an.
Umat Islam menerima al-Qur`an sebagai kitab suci. Karenanya, dalam memandang kitab suci
harus dilihat bahwa ada dua fakta sekaligus. Pertama, Tuhan dan FirmanNya dan kedua,
penerimaan orang beriman terhadap firman tersebut. Singkatnya kitab suci sejak awal
mengandaikan adanya dua belah pihak yang saling berdialektik, kitab suci dan manusia itu
sendiri.
Beragam upaya manusia untuk menangkap pesan ilahi dalam agama mendorong munculnya
beragam pemahaman. Dengan beragam motivasi, cara pandang dan pendekatan yang
berbeda, maka selanjutnya muncul penafsiran atau hukum yang berbeda. Hal itu yang
kemudian mendorong munculnya ketegangan teologis antar golongan. Kontradiksi,
perlawanan argumentasi, anggapan sebagai yang paling benar dan sakral, bahkan saling
menuding kelompok lain salah
Selanjutnya, para ulama membedakan antara tafsir dan takwil. Menurut mereka, tafsir
lebih mengarah pada pengertian yang bersifat lahir ayat. Jadi, tafsir terfokus pada makna teks
lahirnya, sedangkan takwil mengacu pada pengambilan makna yang lebih mendalam, makna
yang tersembunyi dari ayat-ayat al-qur'an, sedangkan terjemahan adalah alih bahasa dari
bahasa asli kebahasa asli dengan tidak merubah maksud dan makna.
Tujuan dari Tafsir adalah untuk
- Mengetahui makna kata-kata dalam al-Qur’an
- Menjelaskan maksud setiap ayat
- Menyingkap hukum dan hikmah yang dikandung al-Qur’an
- Menyampaikan pembaca kepada maksud yang diinginkan oleh Syari` (pembuat syari`at),
yaitu Allah SWT, agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akherat
C. Macam-macam Tafsir
Adapun bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an yang dihasilkan secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga:
1. Tafsir bi al-Ma`tsur
Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan)
karena dalam melakukan penafsiran seorang mufassir menelusuri jejak atau peninggalan
masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu
menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah karena ia berfungsi
sebagai penjelas Kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap
paling mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi'in karena
mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.
Tafsir-tafsir bil ma'tsur yang terkenal antara lain: Tafsir Ibnu Jarir, Tafsir Abu Laits As
Samarkandy, Tafsir Ad Dararul Ma'tsur fit Tafsiri bil Ma'tsur (karya Jalaluddin As Sayuthi),
Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al Baghawy dan Tafsir Baqy ibn Makhlad, Asbabun Nuzul (karya
Al Wahidy) dan An Nasikh wal Mansukh (karya Abu Ja'far An Nahhas).
2. Tafsir bi ar-Ra'yi
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode tafsir karena tumbuhnya
ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan ijtihad
dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa
Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur'an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu
lain seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud
ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang
ada.
Contoh Tafsir bir ra'yi dalam Tafsir Jalalain:
“khalaqal insaana min 'alaq” (Surat Al Alaq: 2)
Kata 'alaq disini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz 'alaqah yang berarti segumpal
darah yang kental.
Beberapa tafsir bir ra'yi yang terkenal antara lain: Tafsir Al Jalalain (karya Jalaluddin
Muhammad Al Mahally dan disempurnakan oleh Jalaluddin Abdur Rahman As
Sayuthi),Tafsir Al Baidhawi, Tafsir Al Fakhrur Razy, Tafsir Abu Suud, Tafsir An Nasafy,
Tafsir Al Khatib, Tafsir Al Khazin.
3. Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah
yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-
isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat
kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur'an inilah yang akan tercurah ke
dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut
tafsir Isyari. tafsyir berdasarkan intuisi, atau bisikan batin
Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat:
'“.......Innallaha ya`murukum an tadzbahuu baqarah.....” (Surat Al Baqarah: 67)
Yang mempunyai makna zhahir adalah “......Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina...” tetapi dalam tafsir Isyari diberi makna dengan
“....Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah...”.
Beberapa karya tafsir Isyari yang terkenal antara lain: Tafsir An Naisabury, Tafsir Al Alusy,
Tafsir At Tastary, Tafsir Ibnu Araby.