Anda di halaman 1dari 7

I.

PENGANTAR TENTANG TAFSIR

Al-Qur’an merupakan sumber primer, maka pemahaman awal terhadap al Qur’an menjadi
kata kunci sebelum menetapkan atau memposisikan sesuatu. Terlebih bila dilihat dari
ketetapan para ulama (ijma’) bahwa al-Qur’an menempati posisi utama dalam hierarki
sumber hukum Islam. Sehingga penafsiran terhadap al-Qur`an merupakan tahapan awal yang
menentukan ekspresi keberagamaan seseorang. Karena pada dasarnya agama mengandaikan
hadirnya struktur masyarakat yang mengakui sebuah otoritas. Kristen mengakui Bibble dan
umat Islam mengakui al-Qur`an.
Umat Islam menerima al-Qur`an sebagai kitab suci. Karenanya, dalam memandang kitab suci
harus dilihat bahwa ada dua fakta sekaligus. Pertama, Tuhan dan FirmanNya dan kedua,
penerimaan orang beriman terhadap firman tersebut. Singkatnya kitab suci sejak awal
mengandaikan adanya dua belah pihak yang saling berdialektik, kitab suci dan manusia itu
sendiri.
Beragam upaya manusia untuk menangkap pesan ilahi dalam agama mendorong munculnya
beragam pemahaman. Dengan beragam motivasi, cara pandang dan pendekatan yang
berbeda, maka selanjutnya muncul penafsiran atau hukum yang berbeda. Hal itu yang
kemudian mendorong munculnya ketegangan teologis antar golongan. Kontradiksi,
perlawanan argumentasi, anggapan sebagai yang paling benar dan sakral, bahkan saling
menuding kelompok lain salah

B. Definisi Tafsir dan tujuannya.


Tafsir berasal dari bahasa Arab, fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti penjelasan,
pemahaman, dan perincian. Tafsir dapat juga diartikan al-idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan
dan keterangan.
Pendapat lain menyebutkan bahwa kata ‘Tafsir‘ sejajar dengan timbangan (wazan) kata taf’il,
diambil dari kata al-fasr yang berarti al-bayan (penjelasan) dan al-kasyf yang berarti
membuka atau menyingkap, dan dapat pula diambil dari kata al-tafsarah, yaitu istilah yang
digunakan untuk suatu alat yang biasa digunakan oleh dokter untuk mengetahui penyakit.
Dalam Alquran, kata “tafsir” diartikan sebagai “penjelasan”, hal ini sesuai dengan lafal tafsir
yang terulang hanya satu kali, yakni dalam QS. Al-Furqan[25]: 33.
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu dengan (membawa) sesuatu yang ganjil,
melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan paling baik penjelasannya”.
Menurut Istilah:
1. Menurut Al-Jurjani bahwa Tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat Alquran dari
berbagai seginya, baik konteks historisnya maupun sebab al-nuzulnya, dengan
menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menunjukkan kepada makna
yang dikehendaki secara terang dan jelas.
2. Menurut Imam Al-Zarqani bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan
Alquran baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai dikehendaki Allah, menurut
kadar kesanggupan manusia.
3. Menurut Al-Maturidi bahwa tafsir merupakan penjelasan yang pasti dari maksud satu
lafal dengan persaksian bahwa Allah bermaksud demikian dengan menggunakan
dalil-dalil yang pasti melalui para periwayat yang adil dan jujur.
4. Menurut Az-Zarkasyi bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui
kandungan kitabullah (Alquran) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
dengan cara mengambil penjelasan maknanya, hukum serta hikmah yang terkandung
di dalamnya.

Selanjutnya, para ulama membedakan antara tafsir dan takwil. Menurut mereka, tafsir
lebih mengarah pada pengertian yang bersifat lahir ayat. Jadi, tafsir terfokus pada makna teks
lahirnya, sedangkan takwil mengacu pada pengambilan makna yang lebih mendalam, makna
yang tersembunyi dari ayat-ayat al-qur'an, sedangkan terjemahan adalah alih bahasa dari
bahasa asli kebahasa asli dengan tidak merubah maksud dan makna.
Tujuan dari Tafsir adalah untuk
- Mengetahui makna kata-kata dalam al-Qur’an
- Menjelaskan maksud setiap ayat
- Menyingkap hukum dan hikmah yang dikandung al-Qur’an
- Menyampaikan pembaca kepada maksud yang diinginkan oleh Syari` (pembuat syari`at),
yaitu Allah SWT, agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akherat

C. Macam-macam Tafsir
Adapun bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an yang dihasilkan secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga:
1. Tafsir bi al-Ma`tsur
Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan)
karena dalam melakukan penafsiran seorang mufassir menelusuri jejak atau peninggalan
masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu
menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah karena ia berfungsi
sebagai penjelas Kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap
paling mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi'in karena
mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.
Tafsir-tafsir bil ma'tsur yang terkenal antara lain: Tafsir Ibnu Jarir, Tafsir Abu Laits As
Samarkandy, Tafsir Ad Dararul Ma'tsur fit Tafsiri bil Ma'tsur (karya Jalaluddin As Sayuthi),
Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al Baghawy dan Tafsir Baqy ibn Makhlad, Asbabun Nuzul (karya
Al Wahidy) dan An Nasikh wal Mansukh (karya Abu Ja'far An Nahhas).

2. Tafsir bi ar-Ra'yi
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode tafsir karena tumbuhnya
ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan ijtihad
dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa
Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur'an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu
lain seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud
ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang
ada.
Contoh Tafsir bir ra'yi dalam Tafsir Jalalain:
“khalaqal insaana min 'alaq” (Surat Al Alaq: 2)
Kata 'alaq disini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz 'alaqah yang berarti segumpal
darah yang kental.
Beberapa tafsir bir ra'yi yang terkenal antara lain: Tafsir Al Jalalain (karya Jalaluddin
Muhammad Al Mahally dan disempurnakan oleh Jalaluddin Abdur Rahman As
Sayuthi),Tafsir Al Baidhawi, Tafsir Al Fakhrur Razy, Tafsir Abu Suud, Tafsir An Nasafy,
Tafsir Al Khatib, Tafsir Al Khazin.

3. Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah
yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-
isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat
kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur'an inilah yang akan tercurah ke
dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut
tafsir Isyari. tafsyir berdasarkan intuisi, atau bisikan batin
Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat:
'“.......Innallaha ya`murukum an tadzbahuu baqarah.....” (Surat Al Baqarah: 67)
Yang mempunyai makna zhahir adalah “......Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina...” tetapi dalam tafsir Isyari diberi makna dengan
“....Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah...”.
Beberapa karya tafsir Isyari yang terkenal antara lain: Tafsir An Naisabury, Tafsir Al Alusy,
Tafsir At Tastary, Tafsir Ibnu Araby.

Hukum Tafsir bil Ma’tusr dan Tafsir bil Ra’y


Tafsir bil ma’tsur adalah yang wajib diikuti dan diambil. Karena terjaga dari penyelewengan
makna kitabullah. Ibnu Jarir berkata, “Ahli tafsir yang paling tepat mencapai kebenaran
adalah yang paling jelas hujjahnya terhadap sesuatu yang dia tafsirkan dengan dikembalikan
tafsirnya kepada Rasulullah dengan khabar-khabar yang tsabit dari beliau dan tidak keluar
dari perkataan salaf”.
 Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,“Dan kita mengetahui bahwa Al-Qur’an telah dibaca
oleh para sahabat,tabi’in dan orang-rang yang mengikuti mereka. Dan bahwa mereka
palingtahu tentang kebenaran yang dibebankan Allah kepada Rasulullah
untukmenyampaikannya”.
Adapun menafsirkan Al-Qur’an dengan akal semata, maka hukumnya adalah harom.
Sebagaimana firman Allah,
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuantentangnya”.
(QS. Al-Isro’: 36)
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang berkata tentang Al-Qur’an dengan akalnya semata,
maka hendaknya mengambil tempat duduknya di neraka”.
 Karena inilah, banyak ulama salaf yang merasa berat menafsirkan suatu ayat Al-Qur’an
tanpa ilmu, sebagaimana dinukil dari Abu Bakar Ash-Shiddiq bahwa ia berkata,
 “Bumi manakah yang bisa membawaku, dan langit manakah yang akan menaungikujika aku
mengatakan sesuatu tentang Al-Qur’an yang aku tidak punyailmunya?”.
 Dari Ibnu Abi Malikah bahwasanya Ibnu Abbas ditanya tentang suatu ayat yang jika
sebagian di antara kalian ditanya tentu akan berkata tentangnya, maka ia enggan berkata
tentangnya.  Berkata Ubaidullah bin Umar,
 “Telah aku jumpai para fuqoha Madinah, dan sesungguhnya mereka menganggapbesar
bicara dalam hal tafsir. Di antara mereka adalah Salim binAbdullah,Al-Qosim bin
Muhammad, Sain bin Musayyib dan Nafi”.
 Masyruq berkata, “Hati-hatilah kalian dari tafsir, karenadia adalah riwayat dari Allah.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Secara umum, barangsiapa yang berpaling dari
madzhab sahabat dan tabi’in dan tafsir mereka kepada tafsir yang menyelisihinya, maka telah
berbuat kesalahan, bahkan berbuat bid’ah (sesuatu hal yang baru yang tidak ada contohnya
dari Rasulullah) dalam agama”.

 D. Ruang Lingkup & Macam-macam Metode Tafsir


Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia, paling tinggi kedudukannya dan luas
cakupannya. Paling mulia, karena kemulian sebuah ilmu itu berkaitan dengan materi yang
dipelajarinya, sedangkan ruang lingkup pembahasan ilmu tafsir berkaitan dengan Kalamullah
yang merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil. Dikatakan paling luas
cakupannya, karena seorang ahli tafsir membahas berbagai macam disiplin ilmu, dia
terkadang membahas akidah, fikih, dan akhlak. Di samping itu, tidak mungkin seseorang
dapat memetik pelajaran dari ayat-ayatAl-Qur’an, kecuali dengan mengetahui makna-
maknanya.
1. Metode Tahlili (analitik)
 Metode tahlili adalah metode tafsir Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan Al-Qur’an dengan
mengurai berbagai sisinya dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al Qur’an. Metode
ini merupakan metode yang paling tua dan sering digunakan.
 Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat, kemudian surat demi surat dari awal
hingga akhir sesuai dengan susunan Al Qur’an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh,
menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-
unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil
dari ayat yaitu hukum fiqh, dalil syar’I, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, dan lain
sebagainya.
2. Metode Ijmali (global)
 Metode ini berusaha menafsirkan Al-Qur’an secara singkat dan global, dengan menjelaskan
makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami.
Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili, namun memiliki perbedaan dalam hal
penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar. Keistimewaan tafsir ini ada pada
kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh tiap lapisan dan tingkatan ilmu kaum
muslimin.
3. Metode Muqarran
 Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan
hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir, dengan menonjolkan perbedaan
tertentu dari obyek yang diperbandingkan itu.

4. Metode Maudhui (tematik)


Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang satu, yang bersama-sama
membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras
dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan
penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat
lain kemudian mengambil hukum-hukum darinya. CONTOHnya:
al-Qur’an dan fungsinya
1. QS. Al-Baqarah/2: 1-5:
2. QS. Al-Baqarah/2 97:
3. QS. Al-Baqarah/2 185
4. QS. Ali Imron/3: 7.
konsep al-Quran tentang  Aqidah Islamiyah I
1. Surat Al-Ikhlâs (112): 1 s.d. 4
2. Surat Al-Nisâ’ (4): 48
3. Surat Al-Nisâ’ 125
konsep al-Quran tentang Makna shalat dalam kehidupan sehari-hari
1. Surat al-Baqarah (2) :  45 s.d. 46,
2. Surat al-Baqarah (2)153
3. Surat al-Baqarah (2) 238
4. Surat Al-Nisâ’ (4): 103
5. Surat Al-’Ankabût (29): 45
6. Thâhâ (20): 132
Menguraikan konsep al-Quran tentang  Etika pergaulan:
1. Surat Luqmân (31):: 17-19
2. Surat Al Hujurat: 13
3. Surat Al-Furqân (25):: 63
konsep al-Quran tentang  Membina keluarga sakinah:
2. Surat Al-Rûm (30:21)
3. Surat Al-Nûr (24:32)
4. Surat al-Baqarah (2:221),
5. Surat Al-Nisâ’ (4): 3,
6. Surat Al-Nisâ’ 4,
7. Surat Al-Nisâ’ 34, 35.
konsep al-Quran tentang  Ilmu dan pendidikan:
1. Surat Al-’Alaq (96): 1-5
2. Surat Al-Tawbah (9): 122
3. Surat Al-Ghâsiyah (88): 17-20
4. Surat Ali Imrân (3): 190-191

E. Ilmu Bantu/Pendukung bagi mufassir


1. Lughah (bahasa) bhs Arab, diantaranya Nahwu (tata bahasa), Sharaf (morfologi),
Isytiqaq (akar kata), Ma'ani (susunan kata), Bayaan, Badi'
2. Qira'at
3. Aqa'id
4. Ushul Fiqih
5. Ulumul Qur’an, dengan segenap cabangnya seperti Asbabun Nuzul, Nasikh Mansukh
dll
6. 'Fiqih
7. Hadits
8. Ilmu Sejarah
9. Ilmu logika/Mantiq
10. Sains

F. Metode Yang dipilih dalam Perkuliahan


Ada dua macam metode tafsir yang popular dikalangan ulama tafsir, yaitu: metode tafsir
rinci/runtut (tafsir tahlili) dan metode tafsir tematik (tafsir maudhu’i). Metode tahlili:
menafsirkan secara runtut sesuai susunan surat dan ayat dalam mushaf al-Qur’an. Sementara
metode maudhu’i: menafsirkan menurut tema/topik tertentu, menafsirkan dengan
menghimpun ayat-ayat yang berbicara tentang suatu tema/topik
1. Prinsip kerja Tafsir Tematik:
a. Memilih satu tema/topik tertentu mengenai pendidikan
b. Menghimpun ayat-ayat (seluruh atau sebagian) yang terkait dengan tema/topik yang
dipilih
c. Mengelompokkan ayat-ayat tersebut kedalam sub-sub tema dan menjelaskan apa
hubungan antara sub-sub tema itu.
d. Menerangkan makna kosakata penting yang terdapat dalam ayat-ayat
e. Mempelajari latar belakang turun ayatnya (bila ada)
f. Menjelaskan tafsir dan kandungan ayat dengan cara bil ma’tsur (menggunakan
keterangan yang sudah ada dari al-Qur’an dan hadis) atau bil ra’y (menggunakan
analisis bahasa, ilmu mantiq, kaidah tafsir, kaidah ushul fiqh, dan teori pakar atau
ilmu bantu yang relevan
2. Prinsip Kerja Tafsir Tahlili:
a. Memilih satu ayat tertentu yang berbicara tentang pendidikan
b. Menerangkan makna kosakata penting yang terdapat dalam ayat-ayat
c. Mempelajari latar belakang turun ayatnya (bila ada)
d. Menjelaskan tafsir dan kandungan ayat dengan cara bil ma’tsur (menggunakan
keterangan yang sudah ada dari al-Qur’an dan hadis) atau bil ra’y (menghasilkan
sendiri keterangan atau pemahaman melalui jalan analisis bahasa, kaidah tafsir,
kaidah ushul fiqh, asbabun nuzul ayat, munasabah ayat, teori pakar atau ilmu bantu
yang relevan, dsb
e. Menganalisa kaitan ayat tersebut dengan pendidikan
Melihat cara kerja kedua metode di atas, metode yang sejalan dan sesuai untuk
diterapkan dalam perkuliahan sistem sks adalah metode tafsir tahlili. Hal ini tidak berarti
tafsir maudhui tidak baik, malah dalam hal tertentu justru lebih unggul dari pada metode
tahlili. Metode Maudhu’i membutuhkan waktu yang relatif lama dan panjang untuk
menuntaskan pembahasan suatu tema atau menemukan konsep al-Qur’an tentang suatu
tema, karena ia melibatkan penafsiran sejumlah atau sekumpulan ayat. Tafsir dengan
metode tahlili dengan cara memilih satu atau dua ayat saja untuk ditafsirkan bisa
diselesaikan dalam waktu relatif pendek. Satu-dua ayat dapat dituntaskan penafsirannya
dalam satu kali tatap muka. Dengan sedikit ayat yang dibahas, diharapkan dapat dilakukan
pembahasan yang lebih mendalam.

Curup, Sept 2022


Dosen pengampu,
INH

Anda mungkin juga menyukai