Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Al Qur`an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Di samping


itu, dalam ayat dan surat yang sama, diinformasikan juga bahwa al Qur`an
sekaligus menjadi penjelasan (bayyinaat) dari petunjuk tersebut sehingga
kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk.
Di sinilah manusia mendapatkan petunjuk dari al Qur`an. Manusia akan
mengerjakan yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar
pertimbangannya terhadap petunjuk al Qur`an tersebut.
Al Qur`an adalah kalaamullaah yang diturunkan kepada nabi Muhammad
saw. dengan media malaikat Jibril as. Dalam fungsinya sebagai petunjuk, al
Qur`an dijaga keasliannya oleh Allah swt. Salah satu hikmah dari penjagaan
keaslian dan kesucian al Qur`an tersebut adalah agar manusia mampu menjalani
kehidupan di dunia ini dengan benar-menurut Sang Pencipta Allah „azza wa jalla
sehingga kemudian selamat, baik di sini, di dunia ini dan di sana , di akhirat sana .
Bagaimana mungkin manusia dapat menjelajahi sebuah hutan belantara dengan
selamat dan tanpa tersesat apabila peta yang diberikan tidak digunakan,
didustakan, ataupun menggunakan peta yang jelas-jelas salah atau berasal dari
pihak yang tidak dapat dipercaya? Oleh karena itu, keaslian dan kebenaran al
Qur`an terdeterminasi dengan pertimbangan di atas agar manusia tidak tersesat
dalam mengarungi kehidupannya ini dan selamat dunia-akhirat.
Kemampuan setiap orang dalam memahami lafald dan ungkapan Al
Qur‟an tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gemilang dan ayat-
ayatnya pun sedemikian rinci. Perbedaan daya nalar diantara mereka ini adalah
suatu hal yang tidak dipertentangan lagi. Kalangan awam hanya dapat memahami
makna-makna yang zahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global, sedangkan
kalangan cendekiawan dan terpelajar akan dapat mengumpulkan pula dari
pandangan makna-makna yang menarik. Dan diantara cendikiawan kelompok ini
terdapat aneka ragam dan tingkat pemahaman maka tidaklah mengherangkan jika
Al-Qur‟an mendapatkan perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intensif
terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata garib (aneh-ganjil) atau mentakwil
tarkib (susunan kalimat) dan menterjemahkannya kedalam bahasa yang mudah
dipahami.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. TAFSIR
1. Pengertian Tafsir
Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti
keterangan atau uraian. Al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir secara etimologi
adalah Al-kasf wal Al-izhhar yang artinya menyingkap (membuka) dan
melahirkan.1 Pada dasarnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan lepas
dari kandungan makna Al-idhah (menjelaskan), Al-bayan (menerangkan), Al-kasf
(mengungkapkan), Al-izhar (menampakkan), dan Al-ibanah (menjelaskan). 2
Secara Terminologi Menurut al-Kilabi dalam At-Tashil, tafsir adalah
menjelaskan Al-Qur‟an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang
dikehendaki dengan nashnya, atau dengan isyaratnya atau dengan tujuannya.
Menurut Syeh Al-Jazairi dalam shohib At-Taujih, tafsir pada hakikatnya
adalah dijelaaskan lapadz yang sukar difahami oleh pendengar, dengan
mengemukakan lapadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan
jalan mengemukakan salah satu dilalah lapadz tersebut.
Menurut Az-Zarkasyi dalam Mabahis Fi Ulumil Qur‟an, tafsir adalah ilmu
yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah
yang diturunkan kepada nabi-Nya, Muhammad saw serta menyimpulkan
kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.3
Dalam buku Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an yang dikarang oleh M.Hasbie As-
Syidieqie dikatakan bahwa yang disebut dengan tafsir adalah:
Artinya suatu ilmu yang didalalamnya dibahaskan tentang Al-Qur‟anul
Karim dari segi dalalahnya kepada yang dikehendaki Allah sekedar yang dapat
disanggupi manusia.
Tafsir diambil dari kata fassara – yupassiru–tafsiran yang berarti
keterangan, penjelasan atau uraian. Sedangkan Menurut istilah:

1
RosihonAnwar, UlumAl-Quran, Bandung, CV pustaka setia, 2010, hlm.209
2
Ibid.1, lihat juga Khalid Abdul Ar-Rahman Al-„ak, Ushul At-Tafsir wa Qawa‟iduh,
3
RosihonAnwar, Ulum Al-Quran, Bandung, CV pustaka setia, 2010, hlm.209-210

2
1) Menurut al-Jurjani, tafsir adalah menjelaskan makna ayat keaaannya,
kisahnya, dan sebab yang karenanya ayat diturunkan, dengan lafadz yang
menunjukkan kepadanya dengan jelas sekali.
2) Menurut az-Zarkazyi, ialah suatu pengetahuan yang dengan pengetahuan
itu dapat dipahamkan kibullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW menjelaskan maksud-maksudnya mengeluarkan hukum-hukumnya
dan hikmahnya.
3) Menurut al-Kilbyi ialah mensyarahkan al-qur‟an, menerangkan maknanya
dan menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nashnya atau dengan
isyaratnya ataupun dengan najwahnya.
4) Menurut Syeikh Thorir, ialah mensyarahkan lafad yang sukar difahamkan
oleh pendengan dengan uraian yang menjelaskan maksud dengan
menyebut muradhifnya atau yang mendekatinya atau ia mempunyai
petunjuk kepadanya melaui suatu jalan (petunjuk).
2. Kedudukan Tafsir
Tafsir ialah dari ilmu-ilmu syari‟at yang paling mulia dan paling tinggi. Ia
adalah ilmu yang paling mulia, sebagai judul, tujuan, dan kebutuhan, karena judul
pembicaraan ialah kalam atau wahyu Allah SWT yang jadi sumber segala hikmah
dan sumber segala keutamaan. Selanjutnya, bahwa jadi tujuannya ialah berpegang
pada tali Allah yang kuat dan menyampaikan kepada kebahagiaan yang hakikat
atau sebenamya. Sesungguhnya makin terasa kebutuhan padanya ialah, karena
setiap kesempurnaan agama dan dunia, haruslah sesuai dengan ketentuan syara‟.
Ia sesuai bila ia sesuai dengan ilmu yang terdapat dalam Kitab Allah SWT.
3. Macam-Macam Tafsir
a. Tafsir Bil Ma‟tsur
Tafsir bi al-ma‟tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an yang
bersumber dari nash-nash, baik nash al-Qur‟an, sunnah Rasulullah saw,
pendapat (aqwal) sahabat, ataupun perkataan (aqwal) tabi‟in. Dengan kata lain
yang dimaksud dengan tafsir bi al-ma‟tsur adalah cara menafsirkan ayat al-
Qur‟an dengan ayat al-Qur‟an, menafsirkan ayat Al Qur‟an dengan sunnah,
menafsirkan ayat al-Qur‟an dengan pendapat para sahabat, atau menafsirkan
ayat al-Qur‟an dengan perkataan para tabi‟in.

3
b. Tafsir Bir Ra‟i
Yaitu penafsiran Al-Qur‟an berdasarkan rasionalitas pikiran (ar-ra‟yu),
dan pengetahuan empiris (ad-dirayah). Tafsir jenis ini mengandalkan
kemampuan “ijtihad” seorang mufassir, dan tidak berdasarkan pada kehadiran
riwayat-riwayat (ar-riwayat). Disamping aspek itu mufassir dituntut untuk
memiliki kemampuan tata bahasa, retorika, etimologi, konsep yurisprudensi,
dan pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan wahyu dan aspek-
aspek lainnya menjadi pertimbangan para mufassir.
c. Tafsir Bil Isyari
Suatu penafsiran diamana menta`wilkan ayat tidak menurut zahirnya
namun disertai usaha menggabungkan antara yang zahir dan yang
tersembunyi.”
“...Innallaha ya`murukum an tadzbahuu baqarah…”
Yang mempunyai makna ZHAHIR adalah “……Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina…” Tetapi dalam tafsir Isyari
diberi makna dengan“….Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih
nafsu hewaniah…”

B. TA’WIL
Secara etimologi takwil adalah menerangkan, menjelaskan, diambil dari kata
awaala yuawwilu ta‟wilan. Al-Qathan dan Al-Jurjani berpendapat bahwa arti takwil
menururt etimologi adalah arruju ila ashli, yang mengandung arti kembali kepada
pokoknya. Sedangkan ari bahasanya menurut Al-Jarqoni sama dengan arti tafsir.4
Menurut ulama salaf takwil sama dengan tafsir ialah menafsirkan dan
menjelaskan makna suatu ungkapan baik bersesuai dengan makna lahirnya ataupun
bertentangan.
Sedangkan menurut para ulama khalaf takwil adalah mengalihkan suatu
lapadz dari maknanya yang rojih pada makna yang marjuh karena ada indikasi untuk
itu.
Ringkasnya pengertian takwil dalam penggunaaan istilah adalah suatu usaha
untuk memahami lapadz-lapadz atau ayat-ayat Al-Qur‟an melalui pendekatan
memahami arti atau maksud sebagai kandungan dalam maksud itu. Dengan kata lain,

4
Hasbi Asy-Syidiqie, ilmu-ilmu Al-qur‟an, Jakarta:PT Bulan Bintang, tahun 1972 hlm. 202-
203

4
takwil berarti mengartikan beberapa alternatif kandungan makna yang bukan mana
lahiriahnya, bahkan penggunaan secara mahsyur diidentikan dengan tafsir5
Kata ta‟wīl berasal dari kata al-awl, yang berarti kembali (ar-rujǔ‟) aatau dari
kata al-ma‟ǎl yang artinya tempat kembali (al-mashīr) dan al-aqībah yang berarti
kesudahan.Ada yang menduga bahwa kata ini berasal dari kata al-iyǎlah yang berarti
mengatur (al-siyasah). Sedangkan menurut istilah menurut Al-Jurjani: ialah
memalingkan lafad dari makna yang dhahir kepada makna yang muhtamil, apabila
makna yang mu‟yamil tidak berlawanan dengan al-quran dan as-sunnah.
“Bahwasanya rabb mu sungguh memperhatikan kamu”
Tafsirnya; Bahwasanya allah senantiasa dalam mengintai-intai memperhatika
keadaan hambanya”
Ta‟wil; Menakutkan manusia dari berlalai-lalai, dari lengah mempersiapkan
persiapan yang perlu.

C. TERJEMAH
Arti terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa kebahasa lain
atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa kebahasa lain.6
Menurut muhammad husayn al-Dzahabi, salah seorang pakar dan ahli ilmu al-Qur‟an
dari Universitas Azhar, Kairo, Mesir, kata tarjamah lazim digunakan untuk dua
macam pengertian:
a. Mengalihkan atau memindahkan suatu pembicaraan dari suatu bahasa ke
bahasa lainnya tanpa menerangkan makna dari bahasa asal yang
diterjemahkan.
b. Menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang
terkandung di dalamnya dengan menggunakan bahasa yang lain.
Terjemah secara terminologi adalah salinan dari suatu bahasa ke bahasa lain
atau berarti juga mengganti, menyalin, memindahkan dari suatu bahsa ke bahasa lain.7
Menurut As-Shabuni yang dimaksud dengan terjemah Al-Qur‟an adalah
sebagaimana yang telah beliau kemukakan dalam kitabnya At-Tibyan:
Memindahkan Al-Qur‟an ke bahasa lain yang bukan bahasa Arab dan
mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak

5
Muhammad Az-Zarkani, Manahil Irfan Fi Ulumi Al-Qur‟an, juz1 , Mesir, hlm. 4-5
6
Poerwadarminta, Kamus Unun Bahasa Indonesia, (jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 1062
7
Poerwadarminta, Kamus Umum BahasaIndonesi, BalaiPustaka, Jakarta tahun 1984,hlm.
1062 lihat juga Muhammad Az-Zarkani, Manahil Irfan Fi Ulumi Al-Qur‟an, juz 1 , Mesir, hlm. 24

5
mengerti bahasa Arab, sehingga ia dapat memahami kitab Allah swt dengan
perantaraan terjemah ini.8
Kata terjemah berasal dari bahasa arab, “tarjama” yang berarti menafsirkan
dan menerangkan dengan bahasa yang lain (fassara wa syaraha bi lisanin akhar),
kemudian kemasukan “ta‟ marbutah” menjadi al-tarjamatun yang artinya
pemindahan atau penyalinan dari suatu bahasa ke bahasa lain (naql min lighatin ila
ukhra). Sedangkan menurut istilah:
1) Terjamah Harfiyah: memindahkan kata-kata dari suatu bahasa yang sinonim
dengan bahasa yang lain yang susunan kata yag diterjemahkan sesui dengan
kata-kata yang menerjemahkan, dengan syarat tertib bahasanya.
2) Terjemah Tafsiriah atau Maknawiyah: menjelaskan maksud kaliamat
(pembicaraan) dengan bahasa yang lai tanpa keterikatan dengan tertib kalimat
aslinya atau tanpa memerhatikan susunannya.

D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA TAFSIR, TA’WIL DAN


TERJEMAH
1) Persamaan Tafsir, Ta‟wil dan Terjemah
a. Ketiganya menerangkan makna ayat-ayat al-Qur‟an
b. Ketiganya sebagai sarana untuk memahami al-Qur‟an
2) Perbedaan Tafsir, Ta‟wil dan Terjemah
a. Tafsir: menjelaskan makna ayat yang kadang-kadang dengan panjang
lebar, lengkap dengan penjelasan hokum-hukum dan hikmah yang dapat
diambil dari ayat itu dan seringkali disertai dengan kesimpulan kandungan
ayat-ayat tersebut.
b. Ta’wil: mengalihkan lafadz-lafadz ayat al-Qur‟an dari arti yang lahir dan
rajih kepada arti lain yangsamar dan marjuh.
c. Terjemah: hanya mengubah kata-kata dari bahasa arab kedalam bahasa
lain tanpa memberikan penjelasan arti kiandungan secara panjang lebar
dan tidak menyimpulkan dari isi kandungannya.

8
Ibid.1hlm 212

6
3) Perbedaan Tafsir dan Ta‟wil

TAFSIR TA’WIL
1. Pemakaiannya banyak dalam 1. Pemakaian lebih banyak pada
lafadz-lafadz dan mufradat makna-makna dan susunan
2. Jelas diterangkan dalam al- kalimat
qur‟an dan hadits-hadits 2. Kebanyakan di istinbadh oleh
shahih para ulama
3. Banyak berhubungan dengan 3. Banyak berhubungan dengan
riwayat rirayat
4. Digunakan dalam ayat2 4. Digunakan dalam ayat-ayat
mukhkamat (jelas) mutashabihat
5. Bersifat menerangkan 5. Menerangkan hakikat yang
petunjuk yang dikehendaki dikehendaki

E. PEMBAGIAN TAFSIR DARI SEGI SUMBER, METODE, DAN


CORAKNYA
1. Pembagian Tafsir Dari Segi Sumbernya
Berdasarkan sumber penafsirannya, tafsir terbagi menjadi dua bagian
yaitu: Tafsir bi Al-Ma‟tsur dan Tafsir bi Al-Ra‟yi. 9
a. Tafsir bi Al-Ma‟tsur adalah tafsir yang menggunakan Al-Qur‟an dan atau
Sunnah sebagai sumber penafsirannya. Contoh:
1) Tafsir Al-Qur‟an Al-„Azhim, karangan Abu Al-Fida‟ Ismail bin
Katsir Al-Qarsyi Al-Dimasyqi, terkenal dengan sebutan Ibnu Katsir.
2) Tafsir Jami‟ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur‟an, karangan Abu Ja‟far
Muhammad bin Jarir Al-Thabary, dikenal dengan sebutan Ibnu Jarir
At-Thabary.
3) Tafsir Ma‟alim Al-Tanzil, dikenal dengan sebutan Al-Tafsir Al-
Manqul, karangan Al-Iman Al-Hafiz Al-Syahir Muhyi Al-Sunnah
Abu Muhammad bin Husein bin Mas‟ud bin Muhammad bin Al-
Farra‟ Al-Baghawy Al-Syafi‟i, dikenal dengan sebutan Imam Al-
Baghawy.
b. Tafsir bi Al-Ra‟yi adalah tafsir yang menggunakan rasio/akal sebagai
sumber penafsirannya. Contoh:
1) Mafatih Al-Ghaib, karangan Fakhr Al-Din Al-Razi.
9
Hermawan Acep, Ulumul Quran, Cet. 1; PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Des‟ 2011, hal:
114

7
2) Al-Bahr Al-Muhith, karangan Abu Hayan Al-Andalusi Al-
Gharnathi
3) Al-Kasysyaf‟an Haqa‟iq Al-Tanzil wa „Uyun Al-Aqawil fi Wujuh
Al-Ta‟wil, karangan Al-Zamakhsyari.10

2. Pembagian Tafsir Dari Segi Metodenya


Para ulama Al-quran telah membuat klasifikasi tafsir berdasarkan metode
penafsirannya menjadi empat macam, yaitu: Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu‟i.
Keempat metode ini dapat dijelaskan sebagai berikut.11
a. Metode Tahlili (Metode Analisis)
Secara bahasa, al-tahlili berarti menjadi lepas atau terurai.
Maksudnya adalah metode penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟an yang dilakukan
dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam
ayat Al-Qur‟an.
Metode Tahlili berarti menjelaskan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan
meneliti aspeknya dan menyikap seluruh maksudnya, mulai dari uraian,
hingga sisi antar pemisah itu dengan bantuan Asbabul Nuzul, riwayat-
riwayat yang berasal dari nabi SAW, sahabat dan tabi‟in. Prosedur ini
dilakukan dengan mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat dan surat per
surat. Metode ini terkadang menyertakan pula perkembangan kebudayaan
generasi nabi sampai tabi‟in, terkadang pula diisi dengan uraian-uraian
kebahasaan dan materi-materi khusus lainnya yang kesemuannya
ditunjukan untuk memahami Al-Qur‟an yang mulia ini.
b. Metode Ijmali (Metode Global)
Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar. Global dan
penjumlahan. Maka dengan demikian yang dimaksud dengan tafsir al-ijmali
ialah penafsiran Al-Qur‟an yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi
kandungan Al-Qur‟an melalui pembahasan yang bersifat umum, tanpa
uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan
secara rinci.
Metode Ijmali yang menafsirkan Al-Qur‟an secara global. Dengan
metode, ini muffasir berupaya menjelaskan makna-makna Al-Qur‟an

10
Ibid hal: 115
11
Ibid hal: 117

8
dengan uraian singkat dan bahwa yang mudah sehingga dipahami oleh
semua orang, dari orang yanf berpengetahuan sekedarnya sampai kepada
orang yang berpengetahuan luas.
c. Metode Muqaran (Metode Komparasi/perbandingan)
Al-tafsir al-muqaran ialah yang dilakukan dengan cara
membanding-bandingkan ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki redaksi
berbeda-beda padahal isi kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang
memiliki redaksi yang mirip padahal isi kandungannya berlainan. Juga
termasuk ke dalam metode komporasi ialah menafsirkan ayat-ayat al-
Qur‟an yang selintas tinjau tampak berlawanan dengan al-hadis, padahal
dalam hakikatnya sama sekali tidak bertentangan.
Al-tafsir al-muqaran juga bisa dilakukan dengan cara membanding-
bandingkan antara aliran-aliran tafsir dan antara mufassir yang satu dengan
mufassir yang lain, maupun perdandingan itu didasarkan pada perbedaan
metode dan lain-lain sebagainya. Dengan demikian, maka bentuk-bentuk
metode penafsiran yang dilakukan dengan cara perdandingan memiiki
obyek yang luas dan banyak.12
d. Metode Maudhu‟i (Metode Tematik)
Tafsir dengan metode maudhu‟i adalah menjelaskan konsep Al-
Qur‟an tentang suatu masalah/tema tertentu dengan cara menghimpun
seluruh ayat Al-Qur‟an yang membicarakan tema tersebut. Kemudian
masing-masing ayat tersebut dikaji secara komprehensif, mendalam, dan
tuntas dari berbagai aspek kajiannya. Baik dari segi asbab Al-nuzul-nya,
munasabahnya, makna kosa katanya, pendapat para mufasir tentang makna
masing-masing ayat secara parsial, secara aspek-aspek lainnya yang
dipandang penting. Ayat-ayat tersebut dipandang sebagai satu kesatuan
yang integral membicarakan suatu tema (maudhu‟) tertentu di dukung oleh
berbagai fakta dan data, dikaji secara ilmiah dan rasional.
Demikian luasnya sudut pandang yang digunakan dalam metode
tafsir ini, maka sebagian ulama menyebutnya sebagai metode yang paling
luas dan lengkap, bahkan ketiga metode yang disebutkan sebelumnya,
semuanya diterapkan secara intensif dalam metode ini.

12
http://upi-luthfiahmad.blogspot.com/2012/03/tafsir-menurut-sumber-metode-dan.html,m
dikutip pada tanggal 36 November 2014

9
Ciri utama metode ini adalah fokusnya perhatian pada tema, baik
tema yang ada dalam al-quran itu sendiri, maupun tema-tema yang munccul
ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, metode ini
dipandang sebagai metode yang paling tepat untuk mengatasi berbagai
masalah dalam kehidupan umat manusia oleh karena itu ia dapat
memberikan jawaban dengan konsep Al-quran terhadap berbagai persoalan
yang dihadapi umat manusia.13
Al-Farmawi mengemukakan tujuh langkah yang mesti dilakukan
apabila seseorang ingin menggunakan metode maudhu‟i. Langkah-langkah
yang di maksud adalah sebagai berikut:
o Memilih atau menetapkan masalah al-qur‟an yang akan dikaji secara
maudhu‟i.
o Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah
yang telah ditetapkan, ayat makkiyah dan ayat madaniyah.
o Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa
turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya
atau sebab al-nuzul.
o Mengetahui hubungan (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam
masing-masing surahnya.
o Menyusun tema bahasa dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna
dan sistematis.
o Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadist bila dipandang
perlu, sehingga pembahasan semakin sempurna dan jelas.
o Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh
dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian
serupa, mengkompromikan antara pengertian yang „am dan khash,
antara yang muthlaq dan muqayyad, mensingkronkan ayat-ayat yang
lahirnya terkesan kontradiktif, menjelaskan ayat nasikh dan
mansukh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada suatu muara,

13
Hermawan Acep, Ulumul Quran, Cet. 1; PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Des‟ 2011,
hal: 118-119

10
tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap
sebagian ayat kepada makna yang kurang tepat.14

3. Pembagian Tafsir Dari Segi Coraknya


Corak penafsiran yang dimaksut dalam hal ini adalah bidang keilmuan
yang mewarnai suatu kitab tafsir. Hal ini terjadi karena mufasir memiliki latar
belakang keilmuan yang berbeda-beda, sehingga tafsir yang dihasilkannya pun
memiliki corak sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasainya. Diantaranya sebagai
berikut:
a. Tafsir Shufi/isyari, corak penafsiran ilmu Tashawwuf yang dari segi
sumbernya termasuk tafsir isyari.
b. Tafsir Fiqhi, corak penafsiran yang lebih banyak menyoroti masalah-
masalah fiqih. Dari segi sumber penafsirannya, tafsir bercorak fiqih ini
termasuk tafsir bi al-ma‟tsur.
c. Tafsir Falsafi, yaitu tafsir yang dalam penjelasannya menggunakan
pendekatan filsafat, termasuk dalam hal ini adalah tafsir yang bercorak
kajian ilmu kalam. Dari segi sumber penafsirannya tafsir bercorak falsafi
ini termasuk tafsir bi Al-Ra‟yi.
d. Tafsir „ilmiy, yaitu tafsir yang lebih menekankan pembahasannya dengan
pendekatan ilmu-ilmu pengetahuan umum. Dari segi sumber penafsirannya
tafsir bercorak „ilmiy ini juga termasuk tafsir bi al-ra‟yi.
e. Tafsir al-adab al-ijtima‟i, yaitu tafsir yang menekankan pembahasannya
pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Dari segi sumber
penafsirannya tafsir bercorak al=adab al-ijtima‟i ini termasuk tafsir bi al-
ra‟yi. Namun ada juga sebagian ulama yang mengategorikannya sebagai
tafsir bi al-izdiwaj (tafsir campuran), karena presentase atsar dan akal
sebagai sumber penafsiran dilihatnya seimbang.

14
Suryadilaga M. Alfatih, dkk., Metodologi Ilmu Tafsir, Cet. 1; TERAS, Yogyakarta, Feb‟
2005, hal: 47-48

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Qur`an sebagai ”hudan-linnas” dan “hudan-lilmuttaqin”, maka untuk
memahami kandungan al-Qur`an agar mudah diterapkan dalam pengamalan hidup
sehari-hari memerlukan pengetahuan dalam mengetahui arti/maknanya, ta`wil, dan
tafsirnya sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Sehingga kehendak
tujuan ayat al-Qur`an tersebut tepat sasarannya.
Terjemah, tafisr, dan ta`wil diperlukan dalam memahami isi kandungan ayat-
ayat al-Qur`an yang mulia. Pengertian terjemah lebih simple dan ringkas karena
hanya merubah arti dari bahasa yang satu ke bahasa yang lainnya. Sedangkan istilah
tafsir lebih luas dari kata terjemah dan ta‟wil , dimana segala sesuatu yang
berhubungan dengan ayat, surat, asbaabun nuzul, dan lain sebagainya dibahas dalam
tafsir yang bertujuan untuk memberikan kepahaman isi ayat atau surat tersebut,
sehingga mengetahui maksud dan kehendak firman-firman Allah SWT tersebut.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang tafsir, ta‟wil dan terjemah.
Makalah inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang ingin
dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan sebagai
penunjang pada makalah ini. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sirojuddin Iqbal, Drs. Mashuri. 1989. Pengantar Ilmu Tafsir. Angkasa,


Bandung.
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Teungku. 1997. Sejarah dan Pengantar
Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir. PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang.
Ushama, Dr. Thamem. 2000. Metodologi Tafsir Al-Qur‟an. Riora Cipta,
Jakarta.
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Teungku. 2002. Ilmu-ilmu Al-Qur‟an. PT.
Pustaka Rizki Putra, Semarang.
Quthan, Mana‟ul. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Qur‟an. Rineka Cipta, Jakarta.
Muchlas, Prof. DR. H. Imam, 2004. Penafsiran Al-Qur‟an. UMM Press,
Malang.
Jalaluddin As-Suyuthi, Imam. 2009. Al-Itqan fi Ulumil Qur‟an. Invida
Pustaka, Surakarta.
Shihab, Dr. M. Quraish. 1999. Membumikan Al-Qur‟an. Mizan, Bandung.
Anwar , Rosihon, 2010, UlumAl-Quran, CV pustaka setia, Bandung,
Muhammad Az-Zarkani, Manahil Irfan Fi Ulumi Al-Qur‟an, juz1 , Mesir
Poerwadarminta, 1984, Kamus Unun Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka,
Jakarta
Acep, Hermawan, 2011, Ulumul Quran, Cet. 1; PT. Remaja Rosdakarya
Bandung
Suryadilaga M. Alfatih, dkk., 2005, Metodologi Ilmu Tafsir, Cet. 1; TERAS,
Yogyakarta

13

Anda mungkin juga menyukai