Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN TAFSIR
1. Pengertian Tafsir Secara Bahasa
Kata tafsir diambil dari kata Fassara – Yufassiru – Tafsiran yang berarti
keterangan atau uraian, Al-Jujani berpendapat bahwa kata Tafsir menurut
pengertian bahasa adalah Al-Kasy Wa Al-Izhar ynag artinya menyingkap
(membuka) dam melahirkan1.
Pada dasarnya pengertian Tafsir berdasarkan bahsa tidak akan terlepas dari
kandungan makna Al-Idhah (menjelaskan), Al-Bayan (menerangkan), Al-Kasyf
(mengungkapkan), Al-Izhar (menampakkan), dan Al-Ibanah (menjelaskan)2.
Istilah tafsir dalam makna membuka digunakan, baik secara konkrit (Al-Hiss)
maupun abstrak yang bersifat rasional. Al-Qur’an menggunakan kata tafsir dalam
makna penjelasan, seperti yang terdapat dalam Surah Al-Furqan (25) Ayat 33 :
    
  

33. Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan
Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya[1067].

[1067] Maksudnya: Setiap kali mereka datang kepada Nabi Muhammad s.a.w membawa suatu hal
yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya dengan suatu yang benar dan nyata 3.

Kata Fassara merupakan Tsulasi Mazid Bi Harf (kata dasarnya tiga kemudian
mendapat tambahan satu huruf; yaitu tasydid atau huruf yang sejenis ‘ain fi’iln-
nya). Penambaha ini bersekuensi terhadap perubahan makna, yaitu Tafsir
(banyak). Maka dengan demikian secara harfiah, Tafsir dapat diartikan kwpada
“banyak memberikan penjelasan”. Maka menafsirkan Al-Qur’an berarti
memberikan banyak komentar terhadap ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan
pengertian atau makna yang dapat dijangkau oleh seorang mufassir4.
Kata Tafsir, selain terdapat dalam Al-Qur’an, juga bisa dijumpai dalam atsar
sahabat yang menyebutkan bahwa diriwayatkan dari sebagian ahli ilmu dari
kalangan sahabat Nabi Saw. dan lain-lain bahwa mereka memperhatikan
persoalan ini (yakni) tentang penafsiran Al-Qur’an tentang ilmu. Dan,
diriwayatkan (pula) dari Mujahid dan Qatadah, serta yang lainnya dari kalangan
ilmuan bahwa mereka menafsirkan Al-Qur’an, tetapi mereka (sama sekali) tidak
memprediksi kalau mereka berbicara tentang Al-Qur’an atau mereka

1
Al-Jurjani, At-ta’rifat, Ath-Thaba’ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi, Jeddah, t.t., hlm. 63; Muhammad Husein Adz-
Dzahabi, At-Tafsir wa Al-Mufassirun, Juz 1, Dar AlMakhtub Al-Haditsah, Mesir, 1976, hlm. 13.
2
DR. Rosihon Anwar. M.Ag. Ilmu Tafsir. Hlm. 141.
3
Dr. Kadar M. Yusuf, M.Ag. Studi Al-Qur’an. Hlm . 120
4
Dr. Kadar M. Yusuf, M.Ag. Studi Al-Qur’an. Hlm. 121
menafsirkanya tanpa ilmu atau (semata-mata) dari sisi pribadi (pendapat) sendiri
(HR Turmudzi).
Ada juga yang menyatakan bahwa kata tafsir diambil dari kata Tafsirah, bukan
Al-Fasr, yang berarti sebutan bagi sedikit air yang digunakan para dokter untuk
mendiag-nosis penyakit pasien. Ketika seorang dokter yang dengan sedikit air
mampu mendiagnosis penyakit pasien, dengan tafsir, seorang Mufassir mampu
menyibak isi dan konten ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai aspeknya. Berdasarkan
asl-usul kata tafsir dari Tafsirah itu, tampak jelas bahwa ia tidak menyalahi aturan
kebahsaan mengingat Mashdar dari kata Fa’ala-Yufa’ilu adalah uga Taf’ilah,
selain Taf’il seperti dalam kata Jarraba-Yujarrib-Tajribatan-wa-Tajriban dan
Karrama-Yukarrimu-Takrimatan-wa-Takriman5.
Ar-Raghib Al-Asfahani (502 H/1108 M) menyatakan bahawa kata Al-Fasr dan
As-safr memiliki pengertian pendekatan dan makna. Keduanya seperti memiliki
kemiripan lafal. Hanya saja, lanjut Ar-Raghib, kata Al-Fasr lazim digunakan
untuk menjelaskan sebuah konsep atau makna yang memerlukan penalaran lebih
jauh (ma’na al-ma’qul), sedangkan kata Al-Fasr bisa digunakan untuk
menampakkan benda-benda fisik materi yang mudah dikenali oleh mata kepala
atau pancaindera6.
Dinamakan juga Tafsirah, botol kecil yang berisi air (untuk mendiagnosis
penyakit). Bahkan, diagnosis seorang dokter ahli terhadap air seni pasiennya bisa
mendeteksi penyakit terentu yang karenanya bisa juga disebut Tafsirah.
Sesungguhnya, masih ada kata lain yang searti dengan kata tafsir, selain kata Al-
Idhah, At-Tabyin, dan Al-Kasy, yaitu kata Asy-Syarh (penjelasan atau komentar).
Sebagian Ulama, antara lain, Subhi Ash-Shalil, Menyebut Nabi Muhammad Saw.
sebagai Syarih al-kitab (penyarah atau komentator Al-Qur’an) ketika menyatakan
bahwa telah tumbuh sejak masa-masa awal Nabi Saw., dan beliau adalah orang
pertama yang memberikan syarah (penjelasan) untuk kitab Allah7.
Tafsir mempunyai arti bahasa dan istilah. Menurut bahasa artinya ialah:
a. Menjelaskan dan menerangkan (‫( )والتبين االضاح‬Al-Zarqani, t.t: 470)
b. Kata tafsir berasal dari kebalikan kata ‫ سفر‬, seperti dalam ungkapan ‫اسفر الصفب‬
artinya: fajar telah bercahaya terang, jadi tafsir berarti penerangan/keterangan
(Al-Sayuthi, II, 1399 H : 173)
c. Kata tafsir berasal dari kata ‫ الترسفي‬yaitu statoskop, suatu alat kedokteran yang
dipergunakan untuk mendeteksi penyakit yang diderita oleh seorang pasien.
Kalau statoskop berfungsi mengungkap penyakit yang diderita oleh pasien,
maka demikian pula tafsir dapat mengungkap makna yang tersimpan dalam
kandungan ayat-ayat Al-Qur’an (Al-Zarqani, 1957, II : 147).
d. Kata tafsir itu dari wazan taf’il, dari kata fasar, yang artinya menerangkan,
membuka dan menjelaskan ma’na yang ma’qul. Dalam bahasa Arab,
perkataan fasru berarti membuka arti yang masih tertutup, sedang perkataan

5
Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag. Ulumul Qur’an. Hlm. 244.
6
Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag. Ulumul Qur’an. Hlm. 244.
7
Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag. Ulumul Qur’an. Hlm. 245.
tafsir berarti membuka/menjelaskan arti yang dimaksud dari lafazh-lafazh
yang sulit, sehingga karenanya tafsir berarti penjelasan/keterangan (Manna’al-
Qaththan, 1973:323)8.

Melihat beberapa pendapat diatas, meskipun berbeda redaksinya, tetapi hakikat


pengertiannya sama, yaitu keterangan, penjelasan atau kupasan yang dipakai
untuk menjelaskan maksud dari kata-kata yang musykil.

Berdasarkan defenisi diatas, maka tafsir secara umum dapat diartikan kepada
penjelasan atau keterangan yang dikemukakan oleh manusia mengenai makna
ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan kemampuannya menangkap maksud Allah
yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut.

Menafsirkan Al-Qur’an berarti menangkap makna yang terkandung di


dalamnya. Dan karena Al-qur’an itu merupakan pesan-pesan ilahi (Risalah
Ilahiyyah) yang datang dari Allah, maka berarti seorang mufassir berusaha dengan
kemampuan yang dimilikinya menangkap makna atau pengertian yang
dimaksudkan Allah dalam ayat-ayat tersebut. Dengan demikian, seorang mufassir
berarti menemui makna, bukan mengadakan makna.

2. Pengertian Tafsir Secara Istilah


Secara istilah, Tafsir berarti menjelaskan makna Al-Qur’an, keadaan, kisah dan
seba turunnya ayat tersebut dengan lafal yang menunjukkan kepada makna zahir.
Secara simple Adz-Dzahabi mendifinisikan tafsir itu kepada “Penjelasan kalam
Allah, atau menjelaskan lafal-lafal Al-Qur’an dengan pengertian-pengertiannya”.9
Al-Kilbiy dalam At-Tas-hil berkata:
. ‫الترسي ش ح الق أن وبيان معناه واالفصاح بما يقتضيه بنصه او اشارته اونجواه‬
“Tafsir adalah mensyarahkan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan
menjelaskan apa yang dikhendakinya dengan nash-nya atau dengan isyaratnya
ataupun dengan najwah-nya.”

Az-Zarkasyi dalam Al-Burhan berkata:


. ‫الترسي بيان معانى الق أن واستخ ج احكامه وحكمه‬
“Tafsir adalah menerangkan makna-makna Al-Qur’an dan mengeluakan hukum-
hukumnya dan hikmah-hikmahnya.”

Thahir Al-Jazairi berkata:


‫الترسي في الحقيقة انما هو ش ح اللرظ المستقلق عند السامع بم هو افص عنده بما ي ادفه اويقاربه اوله داللة‬
. ‫عليه بإحدى ط ق الدالالت‬
“Tafsi pada hakikatnya ialah mensyarahkan lafad yang sukar dipahami oleh
pendengar dengan uraian yang menjelasan maksud. Yang demikian itu

8
Drs. H. A. Chaerudji Abd. Chalik. Ulumul Qur’an. Hlm. 220.
9
Muhammad Husaian Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa Al-Mufassirun. Kairo: Maktabah Wahbah, 1995, hlm. 187.
adakalanya dengan menyebut muradhifnya, atau yang mendekatinya, atau ia
mempunyai petunjuk kepadanya melalui sesuatu dalalah (petunjuk)”.

Al-Jurjany berkata:
‫ شأنها وقصتها والسبب الذى نزلت‬. ‫ وفى الش ع توضي معنى االية‬. ‫الترسي فى االصل الكشف واالظهار‬
. ‫فيه بلرظ يدل عليه داللة ظاه‬
“Tafsir pada asalnya ialah membuka dan melahirkan. Dalam istilah syara’ ialah
menjelaskan makna ayat, urusannya, kisahnya dan sebab diturunkannya ayat
dengan lafad yang menunjuk kepadanya secara terang.

Menurut Abu Hayyan:


‫الترسي فى اإلصطالح علم يبحس عن كيرية النطق بألراظ الق ان ومدلوالتها وأحكامها اإلف ادية والت كيبية‬
. ‫ومعانيها التي تحمل عليها حالة الت كيب‬
“Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan kata-kata Al-Qur’an serta cara
mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang
terkandung di dalamnya”.

Juga menurut Az-Zarkasyi:


. ‫ وبيان معانيه واستخ اج أحكامه وحكمه‬.‫م‬.‫الترسي علم يرهم به كتاب هللا المنزل على نبيه محمد ص‬
“Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-
makna kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW. serta
menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya”.

Al-Zarqani (t.t, I:47) merumuskan:


.‫والترسي فى اإلصطالح علم يبحس فيه عنل الق ان الك يم من حيث داللته على م ادهللا بقدر الطاقة البش ية‬
“Tafsir menurut istilah ialah ilmu yang membahas tentang Al-Qur’an Al-Karim
darisegi petunjuk-petunjuknya terhadap ma’na yang dikhendaki Allah Ta’ala
sesuai dengan kemampuan manusia”.

Al-Sayuthi (1979, II : 174) dengan mengutip pendapat sebagian ulama,


mengemukakan:
‫ ثم ت تيب مكيها ومدنيها ومحكمها‬, ‫الترسي هو علم نزول اآليات وشؤنها وأقاصيصها واألسباب النازلة فيها‬
‫ومتشابها وناسخها ومنسوخها وخاصها وعامها ومطلقها ومقيدها ومجملها ومرس ها وحاللها وح امها‬
. ‫ووعدها ووعيدها وأم ها ونهيها وعب ها وأمثالها‬
“Tafsir ialah ilmu tentang turunnya ayat-ayat dan hal ihwal, cerita-cerita dan
sebab-sebab turunnya,tertib Makiyah dan Madaniyahya, muhkam dan
mutasyabihatnya, nasikh dan mansukhnya, khusus dan umumnya, mutlak dan
muqayyadnya, mujmal mufasarnya, halal dan haramnya, janji dan ancamannya,
perintah dan larangannya, dan mengenai ungkapan-unkapan dan perumpamaan-
perumpamaannya”.
Manna’ Al-Qaththan (1973: 342) dengan mengutip rumusan Abu Hayyan
mengemukakan:
‫بأنه علم يبحث عن كيرية النطق بألراظ الق آن ومدلوالتها وأحكامها اإلف ادية والت كيبية ومعانيها التي تحمل‬
. ‫عليها حالة الت كيب وتتمات لذلك‬
“Tafsir ialah ilmu yang membahas cara-cara mengucapkan lafazh-lafazh Al-
Qur’an dan merangkan petunjuk-petunjuk serta hukum-hukumnya, baik yang
mufrad maupun yang tersusun, dan menjelaskan ma’na-ma’na yang dibawa oleh
lafazh-lafzah itu ketika dalam susunan dalam redaksi, serta lasan-ulasan yang
melengkapi semua itu”.

Dalam beberapa defenisi tersebu diatas, tampaknya bahwa meskipun berbeda


rumusannya, namun pada prinsipnya sama, yaitu bertujuan menjelaskan Al-
Qur’an atau ayat-ayatnya atau lafazh-lazahnya, sehingga Al-Qur’an sebagai
pedoman hidup manusia benar-benar dapat dipahami, dihayati dan diamalkan,
demi tercapainya kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

B. PEMBAHASAN TA’WIL
1. Pengertian Ta’wil Secara Bahasa
Kata Ta’wil merupakan mashdar dari awwala, yaitu awwala-yu’awilu-ta’wil.
Secara bahasa, ia berarti ruju’ (kembali) pada asal10. Al-Arjani mengartikan
Ta’wil itu kepada Tarji’ (mengembalikan)11. Selain makna ini Ta’wil juga berarti
penjelasan. Misalnya terdapat dalam firman Allah SWT:
    
   
    
  

53. Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. pada
hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran itu, berkatalah orang-orang yang
melupakannya[547] sebelum itu: "Sesungguhnya telah datang Rasul-rasul Tuhan Kami membawa
yang hak, [QS. Al-‘Araf (7) : 53)
[547] Maksudnya: orang-orang yang tidak beramal sebagaimana yang digariskan oleh Al Quran.

Analisis di atas menggambarkan bahwa istilah Tafsir dan Ta’wil secara harfiah
mempunyai makna yang sama, yaitu penelasan. Maka menafsirkan atau
menakwailkan ayat Al-Qur’an berarti menjelaskan makna yang terkandung dalam
lafal dan ayat-ayatnya12.
Berbeda dengan kata Tafsir, kata Ta’wil (yang kemudian diserap ke dalam
bahasa Indonesia menjadi Takwil) ini terulang 16 kali dalam 7 surat dan 15 ayat.

10
Ar-Raghib Al-Isfihani fi Gharib Al-Qur’an, Beirut: Dar Al-Ma’rifah. 2001, hlm. 40.
11
Ali bin Muhammad Al-Jarjani, Kitab At-Ta’rifat, Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1988, hlm. 50.
12
Dr. Kadar M. Yusuf, M.Ag. Studi Al-Qur’an. Hlm. 123.
   
  
  
 
  
  
   
 
 
   
   
  
   
    
  
 
7. Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat
yang muhkamaat[183], Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat[184]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka
mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan
fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan
Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.[QS. Ali Imran, 3:7]
[183] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami
dengan mudah.
[184] Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa
pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara
mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang
berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga,
neraka dan lain-lain.

ayat-ayat lain yang di dalamnya terdapat kata Takwil adalah An-Nisa 4:58; Al-
‘Araf 7:52; Yunus 10:39; Yusuf 12:6,21,36,37,44,45,100 dan101; Al-Isra’ 17:35;
Al-Kahf 18:78 dan 83. Di dalam Hadis juga ditemukan kata Takwil:
)‫ (رواه أحمد‬. ‫اللهم فقهه فى الدين وعلمه التأويل‬
“Ya Allah berilah pemahaman (mendalam) kepada Ibnu Abbas dalam memahami
agama dan ajarilah dai tentang ta’wil. [HR. Imam Ahmad].

Muhammad Husayn Ad-Dzahabi mengemukakan bahwa dalam pandangan


ulama salaf (klasik), Ta’wil memuat dua pengertian13.
a. Menafsirkan pembicaraan (teks) dan menerangkan/maknanya tanpa
mempersoalkan apakah penafsiran dan keterangan itu sesuai dengan apa

13
Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag. ‘Ulmul Qur’an. Hlm. 246.
yang tersurat atau tidak. Dalam konteks pengertian ini, takwil dan tafsir
benar-benar sinonim (muradhif). Inilah yang dimaksud dengan kata takwil
yang identik dengan tafsir seperti dalam ungkapan sebagian pakar tafsir
Alquran, antara lain, Mujahid bin Jabr (w. 103 H/1594 M) yang biasa
menggunakan kata-kata Innal ‘ulama’ ya’ maluuna ta’wilihi (ulama
mengetahui dan mengerti penafsiran Alquran), dan Ibn ]ariri ath-Thabari
(9224310 H/846-922 M) yang terbiasa menggunakan redaksi Qauluhu
ta’ala fi ta’wil, pendapat dalam penafsiran firman Allah.
b. Substansi yang dimaksud dari sebuah pembicaraan (Nafs almurad bi al-
kalam). Kalau pembicaraan itu berupa tuntutan, takwilnya adalah
perbuatan yang dituntut itu. Jika pembicaraan itu berbentuk berita, yang
dimaksud adalah substansi dari sesuatu yang diinformasikan.

Jika diamati secara saksama, antara makna pertama dan kedua tampak jelas
adanya perbedaaan yang cukup mendasar. Pengertian pertama memandang takwil
sangat identik'dengan tafsir sehingga makna takwil berwujud nyata pada
pemahaman yang bersifat dai/ni (penalaran), selain lafal (teks). Makna takwil
dalam bentuknya yang kedua semata-mata hakikat sesuatu yang terdapat di balik
(di luar) sesuatu itu, yakni teks Alquran.

Hemat kami, apa yang dimaksud takwil menurut pandangan sebagian besar
ulama kontemporer (khalaf) yang didukung oleh kalangan fuqaha (ahli hukum),
mutakallimin (para teolog), ahli-ahli hadis (muhadditsin) , dan kelompok sufistik
(mutashawifah) adalah mengalihkan lafal dari makna (pengertiannya) yang kuat
(rajah) kepada makna lain yang dikuatkan atau dianggap kuat (marjuh) karena
ada dali lain yang mendukung14. Misalnya, kata yadun dalam firman Allah
berikut.

‫يد اللهروق أيديهم‬

“...tangan (kekuasaan) Allah diatas (kekuatan) mereka [QS. Al-Fath, 48: 10].

Kata yadun yang artinya yang kuat (rajih) adalah tangan, sedangkan makna
yang dikuatkan (marjuh) nya adalah kekuasaan. Ketika memahami ayat ini pada
umumnya, mufassir menggunakan takwil, yakni mengalihkan makna marjuh
(kekuasaan) karena ada alasan (dalil), yaitu ketidak mungkinan Allah memiliki
tangan dalam arti indrawi.

Takwil berasal dari kata aul yang bermakna kembali dan berpaling. Dilafadkan
dengan shighat takwil untuk memfaedahkan ta’diyah (supaya berarti
mengembalikan). Ada juga yang mengatakan diambil dari kata ail yang berarti
memalingkan, yatu memalingkan ayat dari makna yang zahir kepada sesuatu
makna yang dapat diterima olehnya.

14
Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag. ‘Ulmul Qur’an. Hlm. 246.

Anda mungkin juga menyukai