Anda di halaman 1dari 14

DEFINISI

TAFSR, TAWL, AL-DAKHL DAN ISRILIYYT

MAKALAH
Diajukan Untuk Memeneuhi Mata Kuliah
Al-Dakhl fi al-Tafsir

DOSEN PEMBIMBING;
DR. FAIZAH ALI SYIBROMAILISI, MA

DISUSUN OLEH;
HASRUL
(NIM: 21150340000010)

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016 M/1437 H

A. Pendahuluan
Al-Quran merupakan petunjuk dalam ragam aspek kehidupan manusia, seperti sisi
akidah, ibadah, akhlak, hukum, muamalah, dan berbegai aspek lainnya. Namun perlu
diketahui, usaha untuk mengamalkan aspek-aspek tersebut tidak akan tercapai jika
tidak didahului dengan proses pemahaman dan penghayatan terlebih dahulu. Nasihat dan
petunjuk yang termuat di dalamnya tidak akan tercapai tanpa penjelasan dan perincian
sebagaimana yang dikehendaki oleh ayat-ayat al-Quran. Disinilah letak peranan tafsir
dan tawil untuk mehamahami pesan-pesan ayat al-Quran agar dapat diamalkan dalam
kehidupan yang nyata.
Menurut Muhammad Ali al-Sha>bu>ny, keberkahan dari al-Quran yang besar itu
sebenarnya hanya diperoleh dengan menghayati dan memahaminya, menuruti
petunjuknya serta mengamalkan ajaran-ajarannya. Kemudian berpijak pada seluruh
perintah dan yang dikehendakinya serta menjauhi segala yang dibenci dan dilarangnya. 1
Inilah maksud dari firman Allah SWT:

:
Artinya: Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran. (Q.S. Sha>d [38]: 29)
Penafsiran terhadap al-Quran telah dilakukan oleh Rasulullah Saw seiring dengan
masa turunnya. Setelah wafatnya Rasulullah Saw, upaya penafsiran dilanjutkan oleh para
sahabat, tabiin, dan tabi tabiin yang disebut dengan periode mutaqaddimin. Setelah itu,
memasuki periode mutaakkhirin dan kini saatnya memasuki periode kontemporer.
Kegiatan tafsir tersebut dimaksudkan agar pesan-pesan Ilahi yang termaktub di dalamnya
dapat dipahami dan disampaikan kepada manusia. Upaya ini terus berlangsung seiring
dengan kehidupan umat Islam di setiap era yang menuntut berbagai jawaban, solusi
bahkan penguatan dari al-Quran itu sendiri.2
Selain menggunakan kata Tafsir, upaya pemahaman dan pengungkapan maknamakna al-Quran sering juga diungkapkan dengan kata Tawil. Kedua kata ini merujuk
pada satu tujuan, yaitu upaya untuk memahami kandungan ayat-ayat al-Quran. Terdapat
berbagai macam latar belakang dan metode-metode yang dipakai oleh para ulama dalam
mentafsiri atau mentakwili al-Quran demi kemaslahatan individual, kelompok maupun
masyarakat Islam secara luas, maka lahirlah konsep permasalahan yang ada dalam
pentafsiran al-Quran itu sendiri, yaitu al-dakhl fi al-Tafsir al-Quran. Salah satu
pembahasan penting dalam kajian al-dakhl Fi al-Tafsir al-Quran ialah isriliyyt.
Bahasan inilah yang akan menjadi topik dalam makalah ini yang penguraiannya hanya
sekilas definisinya saja. Poin-poin pembahasannya ialah; definisi Tafsir, definisi Tawil,
definisi al-dakhl, dan definisi isriliyyt.
1

Al-Shabuny, Al-Tibyan fi Ulum al-Quran terj. Aminuddin (Bandung, Pustaka Setia: 1998), Cet. I,

hal. 241
Ulya Fikriyati, Tafsir Ilmi Nusantara; Antara Kepentingan Ideologis dan Pragmatis dalam al-Burhan;
Jurnal Kajian Ilmu dan Pengembangan Budaya al-Quran, Volume XIII, No. 1, Jakarta: Institut PTIQ, Oktober
2013, h. 52
2

B. Definisi Tafsir dan Tawil


1. Definisi Tafsir
Tafsir ( ) secara bahasa adalah masdar fassara ( ) , yang mengikuti wazan
tafil ().3 Tasrifnya ialah ( -) . Kata ( ) ini berasal dari kata
fasara ( ) tanpa mentasydidkan sin-nya, masdaranya adalah al-fasr ( ) yang kata
kerjanya bisa pengikuti wazan ( - ) atau ( - ) . Sehingga bisa disebut
( / ) .4
Kata al-fasr ( )memiliki beberapa arti, diantaranya menurut Murtadho AlZabidi dalam Taj Arusy mengartikannya dengan ( ) , yaitu penjelasan dan
pengungkapan;5 Al-Suyuti dalam al-Itqan mengartikannya dengan () , yaitu
penjelasan dan pengungkapan;6 Al-Zahabi dan Al-Zarqani mengartikannya dengan
( )yaitu menjelaskan dan menerangkan. Lebih lanjut, Ibnu Mandzur
menyebutkan dalam Lisan al-Arab, al-fasr ( )berarti menyingkap sesuatu yang
tertutup, sedangkan kata al-Tafsir ( ) berarti menyingkap apa yang dimaksud dari
lafazh yang tidak jelas.7 Dalam al-Quran disebutkan:

:
Artinya: Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu
yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling
baik penjelasannya. (Q.S. Al-Furqan [25]: 33)
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kata tafsir digunakan secara bahasa untuk
makna membuka benda yang sifatnya materi dan membuka makna yang bisa
dijangkau akal. Namun, makna kedua inilah yang lebih banyak digunakan untuk kata
tafsir, yaitu untuk mengungkapkan makna yang bisa dijangkau akal. Ini sejalan dengan
pendapat Al-Raghib Al-Asfahani yang mengatakan bahwa kata al-fasr (dan alsafr ( )adalah dua kata yang berdekatan makna dan lafaznya. Al-fasr (
digunkaan untuk menampakkan makna yang abstrak, sedangkatan al-safr (
digunakan untuk menampakkan benda kepada penglihatan mata.8
Maka dikatakanlah, ( perempuan itu menampakkan
mukanya) dan ( waktu shubuh telah terang). Abu Hayyan juga menegaskan
bahwa kata al-Tafsir ( ) juga punya makna al-thariyyah li al-Inthilaq (
), yaitu melepaskan atau membebaskan untuk bergerak. 9 Pembentukan kata Alfasr ( )menjadi al-Tafsir ( ) menunjukkan arti taksir ( ), yaitu banyak dan
sering berbuat. Dengan demikian, kata al-Tafsir
(mengandung makna
kesungguhan membuka atau berulang-ulangnya upaya untuk membuka apa yang
tertutup, menjelaskan yang musykil dan lain-lain terhadap ayat-ayat al-Quran.10
3

Ibnu Athiyyah, Al-Muharra al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz (Beirut: Darr al-Kitab al-Ilmiyah, 2007
M/1428 H), Cet. II, Juz I, h. 3
4
Ibnu Asyur, Al-Tahrir wa al-Tanwir (Tunis: Darr Sahnun li al-Nasyr wa al-Tauziy: tt), Juz I, h. 10
5
Murtadho Al-Zabidi, Taj Arusy (Darr al-Hidayah: tt), Juz 13, h. 323
6
Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Quran (Beirut: Darr al-Fikr, tt), Juz 2, h. 184
7
Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab (Beirut: Darr al-Sadr, tt), Cet. I, Juz V, h. 55
8
Manna Khalil al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Quran (Jakarta: Litera AntarNusa, 2011), Cet. XIV, h. 456
9
Abu Hayyan, Bahr al-Muhit (Beirut: Darr al-Fikr, 1992 M/1412 M), Juz I, h. 26
10
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013), Cet. II, h. 9

Adapaun, tafsir menurut istilah diantaranya sebagai berikut:


a. Menurut Abu Hayyan, tafsir ialah ilmu yang membahas tentang pengucapan lafazlafaz al-Quran, petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri
maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika
tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya.11
b. Menurut Al-Zarkasyi, tafsir ialah ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan
kepada nabi Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan
hukum dan hikmanya.12
c. Menurut al-Zarqani, tafsir adalah ilmu yang membahas al-Quran dari segi
dilalahnya sesuai dengan yang dikehendaki Allah menurut kemampuan manusia. 13
Ketiga definisi di atas memiliki kesesuaian bahwa tafsir adalah ilmu yang
membahas maksud yang diinginkan oleh Allah SWT dalam al-Quran sesuai
kemampuan manusia. Maka ia mencakup setiap sesuatu yang menjadi tempat
bergantungnya pemahaman terhadap makna dan penjelasan yang dimaksudkan.
2. Definisi Tawi>l
Kata tawil ( )secara bahasa berasal dari kata al-Aul ( )yang berarti
( ) , kembali.14 Atas dasar kata ini disebutkan, () , artinya
kembali kepadanya. Dalam kamus Lisan al-Arab disebutkan, kata tawil ( )yang
memiliki tasrif (- ) yang tsulasinya (- )memiliki beberapa arti,
diantaranya ( )memikirkan, ( ) memperkirakan, dan ( ) menafsirkan.15 Ada juga
yang mengatakan, kata Tawil ( ) berasal dari kata Iyalah ( ) yang berarti
( ). Seolah-olah yang melakukan pentawilan menyiasati atau mengatur ucapan
dan menempatkannya pada tempatnya.
Kata Tawil ( )banyak digunakan dalam ayat al-Quran dengan penggunaan
yang berbeda-beda. Diantara ayat-ayat tersebut ialah:16
a. Tawil bermakna tawil sebagaimana penggunaanya dalam tafsir

:
Artinya: Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat
daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. (Q.S. Ali Imran [3]: 7)
b. Tawil bermakna datangnya apa yang diberitakan

:
11

Abu Hayyan, Bahr al-Muhit (Beirut: Darr al-Fikr, 1992 M/1412 M), Juz I, h. 26
Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Quran (Beirut: Darr al-Fikr, 1988 M/ 1408 H), Juz II, h. 33
13
Al-Zarqani, Manahil al-Urfan fi Ulum al-Quran (Kairo, Darr al-Hadis, 2001 M/1422 H), Juz II, h. 7
14
Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Quran (Beirut: Darr al-Fikr, tt), Juz 2, hal 183, Lihat juga Al-Alusi, Ruh
al-Maani (Beirut: Darr al-Fikr, 1994 H/1414 H), Juz I, h. 13,
15
Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab (Beirut: Darr al-Sadr, tt), Cet. I, Juz XI, h. 32
16
Husein al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun terj. Nabbani Idris (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 5-7
12

Artinya: Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka


belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka
penjelasannya. (Q.S. Yunus [10]: 39)
c. Tawil bermakna akibat

:
Artinya: Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. Al-Nisa [4]: 59)
d. Tawil bermakna maksud dari impian

:
Artinya: Dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku inilah tabir mimpiku yang
dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. (Q.S.
Yusuf [12]: 100)
e. Tawil bermakna tujuan suatu perbuatan

:
Artinya: Kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan
yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (Q.S. Yusuf [18]: 78)
Demikianlah beberapa makna tawil dalam al-Quran sebagimana disebutkan
oleh Husein al-Zahabi dalam bukunya, Tafsir wa al-Mufassirun. Adapun menurut
istilah Tawil ( ) mempunyai beberapa makna, di antaranya:
a. Menurut Ulama Salaf/Mutaqaddimin, Tawil ( )adalah sinonim tafsir. Oleh
karenanya, bila dikatakan tafsir al-Quran atau tawil al-Quran, maka pengertiannya
sama. Ibnu Jarir Al-Thabari mengatakan dalam tafsirnya, satu pendapat tentang
tawil firman ini atau ahli tawil berbeda pendapat tentang ayat ini, yang
dimaksud ialah ahli tafsir. Demikian pula ungkapan Mujahid, Bahwasanya ulama
mengetahui tawil al-Quran, maksudnya ialah mengetahui tafsirnya.17
b. Menurut Ulama Mutaakhkhirin yang terdiri dari ulama ahli fiqih, ilmu kalam,
hadis, dan tasawuf. Menurut mereka, Definisi tawil ialah:

.
Memalingkan lafazh dari makna rajih (yang lebih kuat) ke makna marjuh
(dianggap kuat) karena adanya dalil yang mendukungnya.18
Misalnya, kata dalam ayat berikut:
17

Husein al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mafassirun terj. Nabbani Idris (Jakarta: Kalam Mulia, 2009),

18

Husein al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mafassirun, h. 8

h. 7-8

:
Artinya: Tangan (kekuasaan) Allah di atas tangan (kekuasaan mereka).
(Q.S. Al-Fath [48]: 10)
Arti yang kuat (rajih) dari kata ( )adalah tangan, sedangkan makna yang
dianggap kuat (marjuh)-ny adalah kekuasaan. Para mufassir ketika memahami ayat
ini pada umumnya menggunakan tawil, yakni mengalihkan makna rajih (tangan)
kepada makna marjuh (kekuasaan) karena ada alasan bahwa kemustahilan Allah
memiliki tangan dalam arti indrawi. Dengan demikian, makna tawil pada zaman
ini mulai dibedakan dengan makna tafsir. Uraian perbedaannya akan diuraikan pada
bahasan berikutnya secara tersendiri.
c. Menurut Al-Jurjani:


.
Memalingkan suatu lafadh dari makna dhahirnya terhadap makna yang
dikandungnya apabila makna alternatif yang dipandangnya sesuai dengan
ketentuan al-Kitab dan as-Sunnah.
3. Perbedaan antara Tafsir dan Tawil
Tafsir dan tawil adalah adalah dua kata yang berdekatan atau sama maknanya.
Pandangan ini dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin, diantaranya Abu Ubaidah
seperti disebutkan sebelumnya. Oleh karenanya, bila dikatakan tafsir al-Quran atau
tawil al-Quran, maka pengertiannya sama. Termasuk pengertian ini ialah doa
Rasulullah untuk Ibnu Abbas:


Artinya: Ya Allah, berikanlah kepadanya kemampuan untuk memahami agama
dan ajarkanlah kepadanya tawil.19 (H.R. Ibnu Hibban)
Pada perkembangan selanjutnya, tafsir dan tawil mulai dibedakan akan
maknanya masing-masing. Al-Zahabi menyatakan bahwa perbedaan tersebut
berpangkal pada penggunaan kata-kata tawil oleh al-Quran, lalu para ahli ushul fiqih
menggunakan istilah khsusus di dalamnya, ditambah dengan populernya pemakaian
kata tersebut oleh ahli ilmu kalam. Sejak itulah, para ulama mulai berselih tentang
perbedaan tafsir, tawil, dan keterkaitan keduanya. Sampai Ibnu Hubeib al-Naisaburi
berkata; telah muncul pada masa kami para ahli tafsir yang seandainya ditanya
tentang perbedaan tafsir dan tawil, niscaya mereka tidak dapat menjelaskannya. 20
Perbedaan tafsir dan tawil dapat dilihat dari beberapa pandangan ulama di
bawah ini:
1) Menurut Raghib Al-Asfihani, tafsir lebih umum dari tawil. Tafsir kebanyakan
digunakan untuk lafaz sedangkan tawil lebih sering dipakai untuk yang bersifat
maknawi, seperti tawil (tabir) mimpi. Tafsir digunakan pada semua kitab,
termasuk kitab Ilahi, adapun tawil lebih banyak digunakan untuk kitab-kitab Ilahi.
19
20

Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993), Cet. II, Jilid XV, hal. 531
Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Quran (Beirut: Darr al-Fikr, tt), Juz 2, hal 183

Tafsir juga lebih banyak digunakan untuk kosa kata, sedangkan tawil
penggunaannya untuk susunan kalimat.21
2) Menurut Al-Maturidi, tafsir adalah memastikan bahwa yang dimaksud oleh lafaz
ini adalah makan ini. Jika didukung dengan dalil yang qathi, maka ia shahih. Jika
tidak, maka ia adalah tafsir bi al-rayi yang dilarang. Sedangkan tawil ialah
mertarjih salah satu dari beberapa kemungkinan tanpa memastikan dan bersaksi
kepada Allah.22
3) Menurut Husein al-Zahabi, tafsir adalah kembali kepada riwayat, sedangkan tawil
kembali kepada dirayah. Tafsir adalah mengungkap dan menjelaskan tentang apa
yang dimaksud oleh Allah. Pengungkapan dan penjelasan tersebut tidak dapat
dipastkan ketetapannya kecuali jika penjelasan itu datang dari Raslullah Saw atau
datang dari sahabat yang menyaksikan turunnya wahyu. Adapun tawil adalah
mentarjih (mengunggulkan/menguatkan) salah satu makna dari beberapa
kemungkinan makna yang ditujukan lafaz dengan dalil. Prosesnya yang melalui
tarjih merupakan bagian dari ijtihad yang dicapai melalui pengetahuan tentang
perbendaharaan lafaz, makna-maknanya dalam bahasa arab, penggunaannya dalam
struktur kalimat, pengetahuan mengenai susunan dan gaya bahasa arab serta
penyimpulan makna-makna darinya.23
Untuk memberikan kejelasan akan perbedaan tafsir dan tawil, perhatikan
contoh dibawah ini:

:
Artinya: sesungguhnya Tuhanmu
[89]: 14)

benar-benar mengawasi. (Q.S. Al-Fajr

Tafsirnya adalah, kata ( berasal dari kata () . Dikatakan (),


maknanya sayamengawasi dia. Tawilnya ialah, peringatan agar tidak meremehkan
perintah Allah dan mempersiapkan diri untuk menghadap dengan-Nya.24

21

Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Quran (Beirut: Darr al-Fikr, tt), Juz 2, hal 183
Al-Zarqani, Manahil al-Urfan fi Ulum al-Quran (Kairo, Darr al-Hadis, 2001 M/1422 H), Juz II, hal. 9
23
Husein al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mafassirun terj. Nabbani Idris (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 13.
24
Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Quran, h. 183.
22

C. Definisi Al- Dakhl dan isriliyyt


1. Definisi al-Dakhl
Kata al-dakhl (
) merupakan shigah mubalagah ( ) yang berasal
dari kata (





) yang merupakan lawan dari kata () .
Beberapa arti dari kata al-dakhl ( )menurut bahasa ialah makar, rekayasa, aib,
kerusakan, tamu, yang datang dari luar dan orang asing. 25 Ibnu Mandzur mengartikan
kata al-dakhl dengan setiap kalimat atau bahasa yang dimasukkan ke dalam bahasa
Arab dan bukan berasal dari bahasa Arab.26 Fairuzzabaadi dalam al-Muhit
mendefinisikan kata al-dakhl sebagai sesuatu yang masuk ke dalam tubuh manusia
ataupun akalnya berupa penyakit atau sesuatu yang jelek. 27 Selain itu, Ragb AlAsfhn dalam kitabnya Al-Mufradat f Griib Al-Quran, mengemukakan bahwa
yang dimaksud dengan (
) secara etimologis adalah burung yang masuk didalam
pepohonan yang rimbun, yang dililitkan, dan dikumpulkan jadi satu. 28
Tinjauan lain dikemukakan oleh Ibrahim Abdurrahman Khalifah, beliau
mengartikan al-dakhl sebagai sesuatu yang masuk ke dalam tubuh ataupun akal
manusia, berupa penyakit atau sesuatu yang jelek.29 Adapun Ali Mukhaimir
mengartikannya sebagai setiap unsur asing yang masuk dan tidak sesuai dengan
koridor-koridor lingkungan setempat, baik dari tutur kata dan lain semacamnya.30
Semua pengertian tersebut menggambarkan kerusakan pada materi yang dimasukinya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sekilas makna al-dakhl yang telah dikemukakan,
semuanya mengarah pada satu titik temu bahwa kata al-dakhl tidak keluar dari
sesuatu yang masuk dari luar yang tidak memiliki asal sedikitpun dalam objek yang
dimasukinya.
Berangkat dari pengertian diatas, al-Dakhl juga diartikan sebagai bagian luar
yang menyimpang, tidak ada keterkaitan dengan yang ada di dalam, dan yang di dalam
juga tidak mencakup yang diluar itu, seperti seseorang yang berada diluar pintu, dia
tidak berkaitan dengan apa yang ada di dalamnya, karena dia mempunyai bidah
tertentu yang menyebabkannya terhalangi dari sifat keterkaitan. 31 Akibat kerahasiaan
(kesamaran) yang masuk tersebut, maka usaha untuk mengungkapkannya
membutuhkan suatu pemikiran yang serius.
Sedangkan secara istilah, al-dakhl ( )menurut ulama tafsir sebagaimana
yang telah didefinisikan Ibrahim Abdurrahman Khalifah adalah penafsiran al-Quran
yang tidak memiliki sumber yang jelas dalam Islam, baik itu tafsir yang menggunakan
riwayat-riwayat dari hadis dhoif (lemah) dan palsu, ataupun menafsirkannya dengan
tafsiran yang sesat dari sang penafsir itu sendiri karena lalai atau ada unsur
kesengajaan.32 Abdul Wahab Fayad memaknai al-dakhl ( )dengan menafsirkan
25

A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 392-393.


Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab (Beirut: Darr al-Sadr, tt), Cet. I, Juz XI, h. 239-242, Lihat Juga Ibrahim
Musthafa, Al-Mujam Al-Wasith (T.tp: Darr al-Nasr, t.t), Juz I, h. 275-276.
27
Fairuzzabaadi, Al-Kamus Al-Muhit (T.tp: tp, tt), Juz I, h. 1290-1291.
28
Raghib Al-Asfihani, Al-Mufradat fi Gariib al-Quran (Beirut: Darr al-Ilm, 1412 H), Juz I, h. 309.
29
Ibrahim Abdurrahman Khalifah, al-Dakhl fi al-Tafsr, (Jamia al-Azhar, ttp, tt.), Juz I, h. 20.
30
Ali Mukhaimir, al-Dakhl fi al-Tafsr, (Jamia al-Azhar, ttp, tt.), h. 15.
31
Abdul Wahhab Fayad, Al-Dakhl f TafsrAl-Qurn Al-Karm (Mesir: Mabaah Hasan, 1978), h. 13.
32
Ibrahim Abdurrahman Khalifah, al-Dakhl fi al-Tafsr, Juz I, h. 20-22.
26

al-Quran dengan metode dan atau dengan cara yang bukan dari Islam. 33 Sedangkan
Jumah Ali Abdul Qadir mendefinisikan al-dakhl ( )dengan penafsiran yang
tidak memiliki orisinalitas agama dari sisi pemaknaan karena ada unsur kecacatan
dalam penafsiran al-Quran yang ditafsiri secara tiba-tiba (kesengajaan), lalai atau
kontemporisasi penafsiran yang disesuaikan dengan situasi kondisi kejadian setelah
wafatnya nabi Muhammad Saw.34
Berdasarkan pengertian di atas, maka al-dakhl ( )dalam tafsir adalah suatu
aib atau cacat yang bersumber dari pemikiran rusak atau unsur asing yang sengaja
disisipkan ke dalam beberapa bentuk tafsir al-Quran. Dalam ruang lingkup tafsir, kata
al-dakhl ( )berlawanan dengan kata al-Ashil (). Menurut bahasa, al-Ashil
( )adalah sesuatu yang memiliki asal yang kuat dalam objek yang dimasukinya.
Sedangkan menurut istilah, al-Ashil adalah Tafsir yang berlandaskan kepada al-Quran
dan al-Sunnah atau pendapat sahabat dan tabiin, atau berdasarkan ijtihad dan royu
yang sesuai dengan kaidah bahasa arab dan kaidah-kaidah dalam penafsiran.35
2. Definisi isriliyyt
Kemunculan al-dakhl dalam penafsiran disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya pengaruh khabar atau berita-berita israiliyyat. Secara bahasa, Isriliyyt
( ) adalah bentuk jamak dari kata isriliyyat ( ( merupakan isim yang
dinisbatkan pada kata Israil yang berasal dari kata Ibrani.36 isriliyyat ( ( terdiri
dari dua kata, yaitu Isra ( ) berarti hamba, dan i>l ( )berarti Tuhan, yang jika
digabungkan akan bermakna hamba Tuhan.37 Dalam perspektif historis, Israil
berkaitan erat dengan Nabi Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim a.s di mana keturunan beliau
yang berjumlah dua belas itu disebut Bani Israil.38
Sedangkan Isriliyyt menurut istilah para Ulama adalah perkataan atau ucapan
yang mengarah pada cerita-cerita dan legenda-legenda yang dikaitkan dengan asal usul
Yahudi ataupun Nashrani yang sebagian besar cerita didalamnya mengandung mitos
tentang apa yang terjadi pada orang-orang terdahulu. Seperti halnya cerita-cerita
tentang para Nabi dan Rasul. Isriliyyt mayoritas berasal dari Taurat dan Injil.
Sehingga sering kali ditemukan absurditas dan pertentangan dengan Al-Qurn,
mengingat keberadaan keduanya yang tidak bisa dilepaskan dari tahrf.39 Sementara
itu, Ahli Tafsr dan ad berpandangan bahwa Isriliyyt secara terminologis adalah
kisah atau peristiwa yang diriwayatkan dari sumber Isrilyat.40
Abdul Wahhab Fayad, Al-Dakhl f Tafsr al-Qurn Al-Karm (Mesir: Mabaah Hasan, 1978), h. 14.
Jumah Ali Abdul Qadir, Al-Dakhil Fi al-Dirasah al-Manhajiyah wa al-Namadij al-Tatbiqiyah (Kairo:
Al Azhar Press, 2006), h. 15.
35
Muhammad Said Muhammad Athiyyah Aram, Al-Sabil ila Marifat al-Ashil wa al-Dakhil fi al-Tafsir
(Zaqaziq: Misr, 1998 M/1419 H), Jilid I, h. 45.
36
Khalf Muhammad Al-Husain, Al-Yahdiyyah bain Al-Masihiyyah wa Al-Islm (Mesir: Al-Muassasah
Al-'Ammah, 1964), h. 14.
37
Muhammad Farid Wajd, Dirah Al-Ma'rif, juz I (Beirut: Dr Al-Ma'rifah, 1971), h. 14.
38
Husein Al-ahabi, Al-Isr'iliyt f Al-Tafsr wa Al-ad (Kairo: Majma' Al-Buus Al-Islmiyyah,
1971), h. 20.
39
Mihjah Glib Abdurrahman, Dirsah Mauiyyah wa Tabqiyyah f Ad-Dakhl(Kairo: Jamiah AlAzhar, 1998), h. 15.
40
Ahmad Muhammad Syakir, Umdah At-Tafsr an Al-Hafiz Ibn Kasir (Mesir: Dr Al-Marif, 1956),
jilid I, h. 138.
33
34

Husein Al-ahab, mengemukakan pengertian Isriliyyt sebagai kisah dan


dongeng klasik atau kuno yang masuk ke dalam tafsr dan ad, yang asal
periwayatannya dari sumber Yahudi, Nasrani atau yang lain.Sebagian Ahli tafsr dan
ad memperluas lagi pengertian Isriliyyt ini sehingga mencakup pula cerita-cerita
yang sengaja deselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsr dan ad, yang
tidak dijumpai sama sekali dasarnya dalam sumber-sumber lama.41 Definisi yang
cukup komperehensif tentang Isriliyyt, juga dikemukakan oleh Ahmad Khall,
bahwa Isriliyyt adalah kisah-kisah dan riwayat-riwayat yang berasal dari Ahli Kitab,
baik yang ada hubungannya dengan ajaran agama mereka maupun tidak.42
Walaupun kata Isriliyyt pada lahirnya merujuk pada riwayat yang bersumber
pada kalangan Yahudi, namun demikian dalam realitas, peristilahan ahli tafsr dan
ad mencakup juga riwayat yang bersumber dari kalangan Nasrani. Lebih populer
dan dominannya unsur Yahudi, dengan meminjam istilah Husain A-ahab, maka
penisbatan istilah Isriliyyt hanyalah min bb al-taglb. Dominasi unsur Yahudi ini
bisa jadi disebabkan karena sebagian besar mereka yang meriwayatkan kisah-kisah itu
terdiri dari orang Yahudi yang memeluk Islam atau juga karena menonjolnya peranan
mereka terhadap kaum Muslimin yang sudah sedemikian dekat semenjak permulaan
Islam.43
3. Hubungan al-Dakhl dengan Isriliyyt
Setelah makna al-Dakhl dan makna Isriliyyt masing-masing terpaparkan
dengan jelas sebagaimana diatas, maka konklusi mengenai hubungan antara keduanya
terletak pada pengertian relenvansional bahwa al-Dakhl memiliki arti lebih luas dan
umum dari pada Isriliyyt. Karena al-Dakhl memuat Isriliyyt didalamnya, dan halhal lainnya seperti ad-ad yang af, dan Mau. Begitu juga memuat tawltawl yang tidak bertendensikan pada sanad yang ahh, dan menyeleweng dari ayatayat Al-Qurn baik berupa penyelewengan maknanya yang hakiki, dan dengan
menggunakan dalil-dalil yang tidak sesuai dengan kebenaran maknanya. Begitu juga
syaht para Sufi dalam penafsiran mereka merupakan bagian dari al-Dakhl. Semua
itu disebut dengan al-Dakhl.44
Sehingga kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa Isriliyyt merupakan
bagian dari bagian-bagian yang dimiliki oleh al-Dakhl. Dengan pengertian lain
bahwa setiap Isriliyyt adalah al-Dakhl, namun setiap al-Dakhl itu belum tentu
Isriliyyt. Hubungan antara keduanya, al-Dakhl dan Isriliyyt adalah hubungan
mengenai hal yang umum mutlaq dengan yang khusus spesifik. Sehubungan
banyaknya ahli tafsir yang mengaitkan penafsirannya dengan israiliyyat, Yusuf
Qardhawi mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat dua sebab dalam hal ini.45
Sebab pertama berdasarkan hadis Nabi:
41
Husein Al-ahabi, Al-Isr'iliyt f At-Tafsr wa Al-ad(Kairo: Majma' Al-Buus Al-Islmiyyah,
1971), h. 20.
42
Ahmad Khall, Dirsat f Al-Qurn (Mesir: Dr Al- Maarif, 1972), h.113.
43
Amin Al-Khull, Manhij At-Tajdd(Kairo: Dr Al-Marifah, 1961), h. 277.
44
Mihjah Glib Abdurrahman, Dirsah Mauiyyah wa Tabqiyyah f Ad-Dakhl,h. 16.
45
Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan al-Quran terj. Abdul hayyie al-Kattani dari judul asli Kaifa
Nataamalu maa al-Quran al-Azhim (Jakarta: Gema Insani Pers, 1999), h. 496-497.

10

Artinya: Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat dan bicaralah apa
saja tentang Bani Israil tanpa ada larangan, dan siapa yang berdusta atas namaku
dengan sengaja maka bersiap-siaplah untuk mengambil tempatnya di neraka.46 (H.R.
al-Bukhari)
Ibnu Katsir menyebut hadis ini di dalam mukaddimah tafsirnya sebagai dalil
bolehnya berbicara tentang isriliyyt mengenai masalah yang tidak didustakan dalam
agama Islam. Sebab kedua, banyak berita mengenai isriliyyt yang berkaitan dengan
masalah-masalah yang tidak dibicarakan oleh Islam dan tidak ada nash shahih yang
ada di tengah kaum Muslimin yang membenarkan atau menolak berita itu.
Muhammad Abdurrahim menyebutkan yang beliau kutip dari Ibnu Taimiyah bahwa
penuturan riwayat-riwayat isriliyyt itu diperbolehkan hanya sekedar sebagai
pelengkap (istisyhad), bukan untuk diyakini (Itiqad).47
Namun, pada periode tabiin seringkali terjadi penafsiran atau periwayatan yang
tidak selektif dalam artian bahwa banyak periwayatan hadis tidak melalui jalur kode
etik metodologi penelitian ilmu-ilmu Hadis, dengan tanpa menuliskan sanadnya
secara lengkap. Akibatnya, banyak muncul periwayatan dalam penafsiran al-Quran
yang terkena infiltrasi (tasarrub) isriliyyt. Tokoh penting yang banyak meriwayatkan
isriliyyt pada periode ini, di antaranya Kaab al Akhbar dan Wahb bin Munabbih.48
Keberagaman kitab tafsir yang memuat israiliyyahhasrn berbeda kuantitas dan
kualitasnya antara satu kitab dengan kitab lainnya. Ada yang memberikan komentar
dan ada juga yang tidak memberikan komentar. Dalam hal ini, Al-Dzahabi telah
mengklasifikasikan kitab tafsir yang memunculkan kisah-kisah isriliyyt:49
a. Tafsir yang meriwayatkan isriliyyt lengkap dengan sanad dan beberapa kritikan
terhadapnya. Tafsir yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah tafsir Al-Thabari
(w.310 H) yang berjudul Jami al-Bayan fi Tafsir al-Quran.
b. Tafsir yang meriwayatkan isriliyyt lengkap dengan sanad tapi kemudian
menjelaskan kebatilan yang ada dalam sanad tersebut. Termasuk dalam klasifikasi
ini adalah tafsir Ibnu Katsir (w.774 H) yang bernama Tafsir al-Quran al-Azhim.
c. Tafir yang meriwayatkan isriliyyt dengan menyajikannya tanpa member
komentar, atau tidak menjelaskan mana riwayat riwayat yang benar dan mana yang
salah. Tafsir yang termasuk dalam jenis ini ialah tafsir Muqatil ibn Sulayman (w.
150 H).
d. Tafsir yang meriwayatkan isriliyyt tanpa sanad, dan kadang-kadang
menunjukkan kelemahannya atau menyatakan dengan tegas ketidakshahihannya.
Tetapi dalam meriwayatkan, terkadang tidak memberikan kritik sama sekali kendati
riwayat tersebut bertentangan dengan syariat Islam.
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari (Kairo: Darr al-Syaab, 1407 H/1987 M), Cet. I, Juz IV, h. 207.
Muhammad Abdurrahim, Penafsiran al-Quran Perspektif Nabi Muhammad Saw terj. Rosihon Anwar
dari Judul Asli Al-Tafsir al-Nabawi: Khashaishuhu wa mashadiruhu (Bandung: Pustaka Setia, 1999), Cet. I,
h. 80
48
Zainun Hasan Rifai, Kisah Isriliyyt dalam Penafsiran al-Quran, dalam Ulum al-Quran; Studi
Khasanah Ilmu al-Quran/editor Sukardi K.D (Jakarta: Lentera, 2002), Cet. I, h. 280.
49
Zainun Hasan Rifai, Kisah Isriliyyt dalam Penafsiran al-Quran, h. 281-282
46
47

11

e. Tafsir yang meriwayatkan isriliyyt tanpa sanad dan bertujuan menjelaskan


kepalsuan dan kebatilannya. Tafsir yang termasuk klasifikasi ini adalah tafsir alAlusi (w. 1270 H) yang berjudul Ruh al-Maani fi Tafsir al-Quran wa al-Sab alMatsani
f. Kitab tafsir yang mengomentari dengan pedas para mufassir yang menyajikan
israiliyyah dalam tafsirnya. Komentar-komentar tersebut berupa tuduhan yang
tidak selayaknya pada pembawa kisah isriliyyt ini, sebab di antara mereka terdiri
dari sahabat-sahabat terpilih dan para tabiin. Meskipun demikian, pengarang kitab
ini juga terperangkap dalam situasi serupa dalam artian tanpa disadari dia
menampilkan kisah isriliyyt dalam tafsirnya. Termasuk dalam klasifikasi ini
adalah tafsir susunan Rasyid Ridha (w. 1354 H) yang bernama Tafsir al-Manar.
4. Kitab-kitab tentang al-Dakhl
Kitab-kitab induk yang dijadikan kajian sekaligus rujukan dalam studi AdDakhl saat ini yaitu Ad-Dakhl f at-Tafsr karya Ibrhim Khalfah, Ushl Ad-Dakhl
fTafsr A at-Tanzl karya Abdul Wahhb An-Najjr, Ad-Dakhl fi Tafsr Al-Qurn
Al-Karm karya Abdul Wahhb Fai, Ad-Dakhl f Tafsr Al-Qurn Al-Karm karya
Abdul Fath Khaar, Al-Kasyfu wa al-Baynu an ad-Dakhl fi Tafsr A Al-Qurn
karya Abdurrahman, Ad-Dakhl f at-Tafsr karya Mukhtr Marzq, Ad-Dakhl f AtTafsr karya Husain Sayyid Ridwn, Ad-Dakhl fi at-Tafsr karya Abdul Muhaimin,
dan Asbb al-Kha f at-Tafsr karya Mahmd Muhammad Yaqb.50
Selain kitab-kitab di atas, terdapat beberapa karya referensional lainnya dalam
bidang al-dakhl fi al-tafsir, yaitu Al-Ittijht al-Munarifah fi Tafsr Al-Qurn AlKarm karya Muhammad Husain A-ahb, munculnya karya ini setelah terbitnya
Al-Itiijaht karya Ramz Nannah. Nannah menulis karyanya tersebut setelah
Husein A-ahb menulis artikel Bida At-Tafsir f al-Mai wa al-Hir, sebagai
referensi dalam menulis kitabnya.51 Masih terdapat beberapa kitab yang sekilas
membahas kajian al-Dahkil fi al-Tafsir, namun belum spesifik seperti yang
disebutkan di atas dan juga masih menyatu dengan pembahasan kaidah-kaidah tafsir
atau ulumul Quran pada umumnya.

SEKIAN

50

Mohamad Sobirin, Makalah Tradisi Kritik Tafsir; Studi al-Dakhil (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2013), h. 6-7.
51
Mohamad Sobirin, Makalah Tradisi Kritik Tafsir; Studi al-Dakhil, h. 7.

12

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahim, Muhammad. Penafsiran al-Quran Perspektif Nabi Muhammad Saw terj.
Rosihon Anwar dari Judul Asli Al-Tafsir al-Nabawi: Khashaishuhu wa mashadiruhu, Cet.
I, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Abdurrahim, Muhammad. Penafsiran al-Quran Perspektif Nabi Muhammad Saw terj.
Rosihon Anwar dari Judul Asli Al-Tafsir al-Nabawi: Khashaishuhu wa mashadiruhu, Cet.
I, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Abu Hayyan, Bahr al-Muhit, Beirut: Darr al-Fikr, 1992 M/1412 M
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Cet. I, Kairo: Darr al-Syaab, 1407 H/1987 M
Al-Burhan; Jurnal Kajian Ilmu dan Pengembangan Budaya al-Quran, Volume XIII,
No. 1, Jakarta: Institut PTIQ, Oktober 2013
Al-Husain, Ahmad Muhammad Syakir. Umdah al-Tafsr an Al-Hafiz Ibn Kasir,
Mesir: Dr Al-Marif, 1956
Al-Husain, Khalf Muhammad. Al-Yahdiyyahbain Al-Masihiyyah wa Al-Islm
(Mesir: Al-Muassasah Al-'Ammah, 1964
Ali Mukhaimir, al-Dakhl fi al-Tafsr, (Jamia al-Azhar, ttp, tt.), h. 15.
Al-Khull, Amin. Manhij At-Tajdd, Kairo: Dr Al-Marifah, 1961
Al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-ilmu al-Quran terj. Mudzakir dari judul asli
Mabahis fi Ulum al-Quran, Cet. XIV, Bogor: Pustaka LiteraAntarNusa, 2011
Al-Shabuny, Al-Tibyan fi Ulum al-Quran terj. Aminuddin, Cet. I , Bandung: Pustaka
Setia,
Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Quran, Beirut: Darr al-Fikr, tt
Al-Zabidi, Murtadho. Taj Arusy, Darr al-Hidayah: tt
Al-Zahabi, Husein. Al-Tafsir wa al-Mafassirun, terj. Nabbani Idris, Jakarta: Kalam
Mulia, 2009
Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Quran, Beirut: Darr al-Fikr, 1988 M/ 1408 H
Al-Zarqani, Manahil al-Urfan fi Ulum al-Quran Kairo: Darr al-Hadis, 2001 M/1422 H
Aram, Muhammad Said Muhammad Athiyyah. Al-Sabil ila Marifat al-Ashil wa alDakhil fi al-Tafsir (Zaqaziq: Misr, 1998 M/1419 H), Jilid I, h. 45.
Asyur, Ibnu. Al-Tahrir wa al-Tanwir, Tunis: Darr Sahnun li al-Nasyr wa al-Tauziy: tt
Athiyyah, Ibnu. Al-Muharar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz, Cet. II, Beirut: Darr alKitab al-Ilmiyah, 2007 M/1428 H
Fairuzzabaadi, Al-Kamus Al-Muhit (T.tp: tp, tt), Juz I, h. 1290-1291.
Fayad, Abdul Wahhab. Al-Dakhl f TafsrAl-Qurn Al-Karm (Mesir: Mabaah
Hasan, 1978
13

Hasan Rifai, Zainun. Kisah Israiliyah dalam Penafsiran al-Quran, dalam Ulum alQuran; Studi Khasanah Ilmu al-Quran/editor Sukardi K.D, Cet. I, Jakarta: Lentera, 2002
Husain Az-ahabi, Al-Isr'iliyt f -At-Tafsr wa Al-ad, Kairo: Majma' Al-Buus
Al-Islmiyyah, 1971
Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, Cet. II, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993
Izzan, Ahmad. Metodologi Ilmu Tafsir, Cet. II, Bandung: Tafakur, 2009
Khalifah, Abdurrahman Khalifah. al-Dakhl fi al-Tafsr, Jamia al-Azhar, ttp, tt.,
Khall, Ahmad. Dirsat f Al-Qurn, Mesir: Dr Al- Maarif, 1972
Mandzur, Ibnu. Lisan al-Arab, Cet. I, Beirut: Darr al-Sadr, tt
Mandzur, Ibnu. Lisan al-Arab, Cet. I, Beirut: Darr al-Sadr, tt
Mihjah Glib Abdurrahman, Dirsah Mauiyyah wa Tabqiyyah f Ad-Dakhl
Kairo: Jamiah Al-Azhar, 1998
Mohamad Sobirin, Makalah Tradisi Kritik Tafsir; Studi al-Dakhil, Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga, 2013
Mohamad Sobirin, Makalah Tradisi Kritik Tafsir; Studi al-Dakhil, Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga, 2013
Muhammad Farid Wajd, Dirah Al-Ma'rif, Beirut: Dr Al-Ma'rifah, 1971
Munawwir, A.W.. Kamus Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997, h. 392393.
Qadir, Jumah Ali Abdul. Al-Dakhil Fi al-Dirasah al-Manhajiyah wa al-Namadij alTatbiqiyah (Kairo: Al-Azhar Press, 2006), h. 15.
Qardhawi, Yusuf. Berinteraksi dengan al-Quran terj. Abdul Hayyie al-Kattani dari
judul asli Kaifa Nataamalu maa al-Quran al-Azhim, Jakarta: Gema Insani Pers, 1999
Raghib Al-Asfihani, Al-Mufradat fi Gariib al-Quran, Beirut: Darr al-Ilm, 1412 H
Rifai, Zainun Hasan. Kisah Israiliyah dalam Penafsiran al-Quran, dalam Ulum alQuran; Studi Khasanah Ilmu al-Quran/editor Sukardi K.D, Cet. I, Jakarta: Lentera, 2002
Shihab, Quraish. Kaidah Tafsir; syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Diketahui
dalam Memahami Ayat-ayat al-Quran, Cet. II, Tangerang: Lentera Hati, 2013

14

Anda mungkin juga menyukai