MAKALAH
Studi Naskah Kitab Tafsi>r
DOSEN PEMBIMBING;
DR. IZZA RAHMAN, MA
DISUSUN OLEH;
HASRUL
(NIM: 21150340000010)
A. PENDAHULUAN
Penafsiran terhadap isi al-Quran senantiasa menarik perhatian dalam setiap generasi
manusia. Kandungannya senantiasa menarik untuk diuraikan dengan harapan petunjuk
dan tuntunannya dapat dipahami dan dipraktikan dalam segala aspek kehidupan.
Metode dan coraknya pun terus berkembang dari setiap masa, mulai dari tafsir
berdasarkan sumber ( )seperti tafsir bi al-Matsur pada zaman Nabi Muhammad Saw
dan para sahabat kemudian disusul tafsir bi al-Rayi, tafsir berdasarkan corak ( )seperti
tafsir fiqih, tafsir sufi, tafsir ilmi, dan lainnya, selanjutnya tafsir berdasarkan langkah
( )seperti tafsir mushafi, tafsir muqaran, dan termasuk tafsir maudhui atau tematis
yang banyak menarik perhatian para mufassir di zaman kontemporer saat ini.1
Pada beberapa generasi sebelumnya, tafsir bi al-matsur dan tafsir bi al-rayi yang
merupakan tafsir berdasarkan sumber penafsiran telah menarik banyak perhatian para
ulama. Termasuk di dalamnya mengenai perdebatan akan esensi dari kedua jenis tafsir
tersebut. Sungguh pun demikian, dalam perkembangannya memunculkan banyak karya
tafsir dari kedua jenis tafsir ini, baik tafsir bi al-matsur maupun tafsir bi al-rayi. Karyakarya tafsir tesebut turut memperkaya cakrawala pemikiran dalam Islam, khsusnya dalam
bidang tafsir. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa juga menghasilkan beberapa tafsir
bi al-Rayi al-Madzmum, yaitu tafsir bi al-Rayi yang tercela.2
Salah satu mufassir yang menaruh perhatian besar terhadap bentuk tafsir bi al-Rayi
dan tafsir bi al-matsur ialah Muhammad al-Syaukani, seorang ulama dan ahli tafsir dari
Yaman. Beliau menuliskan tafsir dengan menggunakan pendekatan bi al-Matsur dan bi alrayi secara bersamaan. Ia pun memberikan nama tafsirnya dengan Fath al-Qadir; AlJami baina Fanny al-Riwayah wa al-Dirayah min Ilmi al-Tafsir.Tafsir ini berusaha
memadukan sumber nash dan peranan rayi dalam tafsirnya. Al-Syaukani sendiri
menegaskan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa para mufassir terpecah menjadi dua
kelompok, kelompok pertama hanya memfokuskan penafsiran mereka pada masalah
riwayat saja. Sedangkankelompok kedua hanya memfokuskan pada sisi bahasa Arab dan
ilmu alat. Beliau ingin menggabungkan antara dua hal tersebut sehingga dapat
menghasilkan tafsir yang lebih sempurna lagi.
Tafsir Imam Al-Syaukani inilah, Fath al-Qadir; Al-Jami baina Fanny al-Riwayah
wa al-Dirayah min Ilmi al-Tafsir yang akan menjadi ulasan dalam makalah ini.
Pemaparannya dimulai dengan sekilas biografi Muhammad Al-Syaukani yang meliputi
latar belakang dan pribadi Al-Syaukani, pandangan mazhab Al-Syaukani, dan karya-karya
Al-Syaukani, kemudian contoh penafsiran Muhammad Al-Syaukani yang menampakkan
aspek bi al-Rayi dan aspek bi al-Matsur, selanjutnya pemaparan terkait metode dan corak
tafsir fath al-Qadir dan hal lain yang bersangkatan dengannya.
Hasrul, Ragam METODE dalam Menafsirkan al-Quran (Posting: Kamis, 14 Mei 2015) dalam
http://www.rul-sq.info/2015/05/ragam-metode-dalam-menafsirkan-al-quran.html
2
Tafsir bi al-Rayi al-Madzmum, yaitu tafsir yang hanya semata-mata menggunakan rayu dan hawa nafsu
tanpa bersandar pada kaidah-kaidah ilmu tafsir, termasuk mengabaikan ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh setiap
mufassir. Tafsir ini juga memiliki kecondongan untuk membela kenyakinan dan mazhab tertentu. (Husein alZahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun terj. Nabbani Idris (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 264.)
1
Zaidiyah ( )adalah salah satu Madzhab Syi'ah, dinamakan menurut Zaid bin Ali. Penganut mazhab
Syiah ini banyak terdapat di Yaman.
12
Mazhab Zhahiri ( ) adalah salah satu mazhab fikih dan akidah yang mencapai masa jayanya
semenjak abad ke-3 hingga ke-8 H. Pengikut mazhab ini mengimani secara harfiah ayat-ayat Al-Quran dan Hadits
sebagai satu-satunya sumber hukum Islam. Mazhab ini menolak adanya permisalan (Qiyas) dan pemikiran pribadi
(Ray) sebagai bagian dari sumber hukum fikih. Selain itu juga tidak menganggap fungsi konsesus Ijma. Dalam
bidang akidah, keyakinan mazhab ini hanya menyifati Allah menurut dengan apa yang ada dan tertulis jelas dalam
Al-Qur-an saja dan menolak dengan keras praktik antropomorfisme (Penyerupaan). Mazhab ini dimulai di Irak
oleh Dawud bin Khalaf (w. 883 M), meskipun karya-karyanya tak dapat dijumpai lagi.
13
Ini sesuai dengan ungkapan Muhammad Abdul Hakim al-Qadhi bahwa hubungan pemikiran antara
Mutazilah dan pemikiran Zaidiyah adalah erat yang dapat diamati dari aspek kesejarahannya. Adalah Al-Qasim
ibn Ibrahim Al-Alawi al-Ziti yang memiliki pengaruh dalam penyebaran ajaran Zaidiyah di Yaman, memiliki
kedekatan khusus dengan ajaran-ajaran Mutazilah.
14
Al-Syaukani, Muqaddimah Fath al-Qadir oleh Muhammad Al-Qadhi (edisi cetakan Da>r El-Hadith)
15
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 49-53
16
Tafsir Tahlili merupakan metode tafsir al-Qur'an yang memaparkan segala aspek yang terkandung
didalam yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya, sesui dengan keahlian
dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
) 51(
) 52(
) 53(
) 54(
) 55(
- :) 56(
Pengelompokan ayat ini sesuai dengan bahasan dalam tafsir Fath al-Qadir. Pemenggalan ayat di atas
mulai dari ayat 51-56. Lihat Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 49-53
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orangorang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu
mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orangorang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah [5]: 51)
Firmannya () , konteknya menunjukkan bahwa ia benarbenar khitab bagi orang-orang beriman. Pendapat lain menyebutkan bahwa
maksudnya adalah orang-orang munafik, adapun disematkan keimanan pada
mereka adalah berdasarkan lahiriahnya mereka yang memang menampakkan
keimanan. Mereka itu mengangkat orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai
pemimpin, maka mereka dilarang. Berdasarkan pendapat pertama berarti ini
adalah khitab bagi setiap orang yang beriman, dan ini mencakup yang tampak
secara lahir dan batin, atau secara lahir saja, sehingga mencakup yang muslim dan
yang munafik. Ini ditegaskan oleh firman-Nya ( ) , Maka
:
Artinya: Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam
hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani),
seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana." Mudah-mudahan Allah
akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari
sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka
rahasiakan dalam diri mereka. (Q.S. Al-Maidah [5]: 52)
Firmannya (
) , penyakit di dalam hati
adalah kemunafikan dan keraguan terhadap agama. Fa di sini adalah fa sababiyyah
yang menunjukka sebab akibat. Khitab ini bisa jadi untuk Rasul Saw, atau bagi
siapa saja yang cocok dengan khitab ini, yakni pengangkat pemimmpin yang
mereka lakukan, dan kekufuran yang mereka alami itu disebabkan oleh penyakit
kemunafikan dalam hati mereka. Bersegera ( ) berada dalam posisi nashab
karena sebagai maful tsani bila diartikan dengan penglihatan hati atau sebagai
hal bila diartikan dengan penglihatan mata.21
Pendapat lain menyebutkan bahwa ini maushul, sedangkan mafulnya adalah
dengan anggapan dibuangnya mashdar, yakni bila tidak dibuang
menjadi (
) . Dikarena dibuang, maka
fiilnya menjadi marfu, seperti ungkapan berikut ini:22
10
Firmannya (
) , merupakan sanggahan terhadap mereka atas
kekhawatiran yang mereka kemukakan. Kata dalam kalam Allah berarti jannji
yang benar dan tidak akan diingkai. Al-Fath adalah menangnya Nabi Saw atas
orang-orang kafir, di antaranya hukuman mati atas pemerangan Bani Quraizhah,
penawanan kaum wanita dan anak-anak mereka, serta penundukan Bani Nadhir.
Dan ada juga yang berkata, maksudnya adalah penaklukkan kota Makkah.
c. Tafsir al-Maidah Ayat 53
Firmannya (
) ,
Abu Amr, Ibnu Abu Ishaq, dan para qurra
24
Kufah membacanya dengan menetapkan wawu. Imam yang lain membacanya
dengan membuang wawu.
Berdasarkan qiraat pertama, dengan mengrafa-kan kalimat ( ),
maka
redaksi ini sebagai mubtada yang dikemukakan sebagai penjelasan mengenai
kejadian yang dialami oleh golongan tersebut. Sedangka menurut qiraat nashab,
Imam Asim termasuk imam qiraat yang berasal dari Kufah, membaca dengan itsbat wawu, yaitu ( ).
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 50.
26
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 51.
27
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 51.
24
25
11
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang
tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Mereka berjihad di jalan Allah
dengan tidak takut celaan dalam membela agama. Bahkan mereka sangat teguh
dan tidak peduli dengan apapun yang dilakukan oleh para musuh yang hendak
menghancurkan agama.30
Dalam firman-Nya (
) , kata ( )itulah
menunjukkan sifat-sifat, keutamaan, kelembutan, dan kebaikan yang telah
disebutkan potongan ayat sebelumnya, yang dikhususkan Allah untuk mereka.
e. Tafsir al-Maidah Ayat 55
:
28
Berdasarkan bacaan Imam-imam dalam Qiraat Sabah, Nafii bin Abi Naim (70-169 H merupakan
imam qiraat yang berasal dari Madinah, dan Abdullah ibn Amir (21-118 H) merupakan imam qiraat yang
berasal dari Syam. Lihat Ahsin Sakho, Manba al-Barakah (Jakarta: IIQ Press, 2010), cet. I, h. 7.
29
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 51.
30
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 51.
12
orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya
mereka tunduk (kepada Allah). (Q.S. Al-Maidah [5]: 55)
) ,
berada pada posisi rafa sebagai sifat dari kalimat () , atau
sebagai badal darinya. Bisa juga menjadi nashab sebagai pujian. Sementara itu,
firmannya ( ) ,
adalah jumlah haliyah tentang fail kedua fiil sebelumnya.
Maksud ruku di sini adalah khusyu dan tunduk, yakni mendirikan shalat dan
mennunaikan zakat dalam kondisi khusyu dan tunduk serta tidak sombong.31
f. Tafsir al-Maidah Ayat 56
) , bahwa Allah
Firmannya (
SWT menjanjikan kepada orang-orang yang menjadikan Allah, rasul-Nya dan
orang-orang beriman sebagai penolong, bahwa mereka adalah golongan yang
menang terhadap musuh-musuh mereka. Ini merupakan penempatan yang nyata
pada posisi tersembuyi dan menempatkan para pengikut Allah pada posisi dhamir
dari orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman sebagai penolong. Kata ( )
adalah golongan dari mansuia. Ini berasal
dari ungkapan () , yakni mewakilinya demikian. Seakan-akan orang-orang
yang saling bergabung itu berkumpul, seperti berkumpulnya anggota perwakilan
yang diwakili.32
Apa yang dijanjikan Allah kepada para wali-nya, rasul-Nya, dan hambahamba-Nya yang beriman telah terjadi, yaitu kemenangan terhadap musuh mereka,
karena mereka bisa mengalahkan orang-orang Yahudi dengan menawan,
membunuh, dan menundukkan mereka, serta memungut upeti dari mereka sampai
mereka (orang-orang Yahudi) dilaknat Allah sebagai orang-orang kafir yang hina
dan sangat lemah. Bahkan masih terus dalam kungkungan kaum muslimin yang
menekan mereka sesuai kemauan kaum mukminin. Mereka dihinakan sebagaimana
yang dikehendaki semenjak diutusnya nabi Muhammad Saw hingga seperti itu.
2.
31
32
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 51.
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 51.
13
Abdullah bin Ubay bin Salul. Berkenaan dengan Ubadah ibn Al-Walid dan Abdullah
bin Ubay bin Salul inilah diturunkan ayat (
)
) , yaitu surat al-Maidah ayat 51-56.33
hingga (
Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibn Abbas, ia berkata: Abdullah ibn Ubay
ibn Salulmenyatakan masuk Islam, kemudian ia berkata, sesungguhnya antara aku
dengan bani Quraizhah dan bani Nadhir pernah terjadi persekutuan, dan aku khawatir
terjadi kehancuran. Tetapi kemudian ia kembali menjadi kafir. Sementara Ubadah
ibn al-Walid berkata, Aku berlepas diri kepada Allah dari persekutuan dengan
dengan bani Quraizhah dan bani Nadhir, serta bergabung kepada Allah dan
Rasulnya. Lalu turunlah ayat tersebut.34
Ibn Jarir meriwayatkan dari Ibn Abbas mengenai () , ia berkata,
ini berkenaan dengan dukungan, barangsiapa mendukung agama suatu kaum, maka
ia termasuk mereka. Abdu bin Humaid meriwayatkan dari Hudzaifah, ia berkata,
Hendaklah tiap-tiap orang dari kalian berhati-hati bahwa ia telah menjadi Yahudi
atau Nasrani, sedangka ia tidak menyadarinya. Hudzaifah lalu membacakan ayat
() ,
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Ibn Jarir, Ibn
Mundzir, dan Ibn Abu Hatim meriwayatkan dari Athiyah, ia berkata, ayat (
) , yaitu orang-orang munafik seperti Abdullah bin Ubay, ( )
bersegera mendekati mereka dari Yahudi dan Nasrani untuk berada di bawah
kepemimpinan mereka.35
Ibn Jarir meriwayatkan dari Syuraih ibn Ubaid, ketika Allah menurunkan
ayat() , Umar berkata, apakah itu aku dan kaumku wahai
Rasulullah? Beliau menjawab: , bukan, tetapi ini dan kaumnya, yakni
Abu Musa Al-Asyari, yaitu warga Yaman. Al-Bukhari dalam tarikhnya, Ibn Abu
Hatim, dan Abu Al-Syaikh meriwayatkan dari Ibn Abbas mengenai ayat ini, ia
berkata, mereka adalah suatu kaum dari warga Yaman, kemudian Kindah, kemudian
tinggal di sana.36
Qatadah berkata, kami saling berbincang dan menyatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar dan para sahabatnya, yaitu ayat (
14
DAFTAR PUSTAKA
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, Juz 2, Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M.
Al-Najdy, al-Qawl al-Mukhtasar.
https://id.wikipedia.org/wiki/Asy-Syaukani.
Al-Syaukani, Nailul Authar Syarah al-Muntaqa al-Akhbar.
Husein al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun terj. Nabbani Idris, Jakarta: Kalam
Mulia, 2009.
Ahsin Sakho, Manba al-Barakah, Jakarta: IIQ Press, 2010.
Mani Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir; Kajian Komprehensif Metode Para
Ahli Tafsir terj. Faisal Saleh dan Syahdianor dari judul asli Manhaj al-Mufassirin, cet. I,
Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006.
15