Anda di halaman 1dari 15

STUDI TAFSIR FATH AL-QADI<R;

KARYA MUHAMMAD AL-SYAUKA<NI<

MAKALAH
Studi Naskah Kitab Tafsi>r

DOSEN PEMBIMBING;
DR. IZZA RAHMAN, MA

DISUSUN OLEH;
HASRUL
(NIM: 21150340000010)

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016 M/1437 H

A. PENDAHULUAN
Penafsiran terhadap isi al-Quran senantiasa menarik perhatian dalam setiap generasi
manusia. Kandungannya senantiasa menarik untuk diuraikan dengan harapan petunjuk
dan tuntunannya dapat dipahami dan dipraktikan dalam segala aspek kehidupan.
Metode dan coraknya pun terus berkembang dari setiap masa, mulai dari tafsir
berdasarkan sumber ( )seperti tafsir bi al-Matsur pada zaman Nabi Muhammad Saw
dan para sahabat kemudian disusul tafsir bi al-Rayi, tafsir berdasarkan corak ( )seperti
tafsir fiqih, tafsir sufi, tafsir ilmi, dan lainnya, selanjutnya tafsir berdasarkan langkah
( )seperti tafsir mushafi, tafsir muqaran, dan termasuk tafsir maudhui atau tematis
yang banyak menarik perhatian para mufassir di zaman kontemporer saat ini.1
Pada beberapa generasi sebelumnya, tafsir bi al-matsur dan tafsir bi al-rayi yang
merupakan tafsir berdasarkan sumber penafsiran telah menarik banyak perhatian para
ulama. Termasuk di dalamnya mengenai perdebatan akan esensi dari kedua jenis tafsir
tersebut. Sungguh pun demikian, dalam perkembangannya memunculkan banyak karya
tafsir dari kedua jenis tafsir ini, baik tafsir bi al-matsur maupun tafsir bi al-rayi. Karyakarya tafsir tesebut turut memperkaya cakrawala pemikiran dalam Islam, khsusnya dalam
bidang tafsir. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa juga menghasilkan beberapa tafsir
bi al-Rayi al-Madzmum, yaitu tafsir bi al-Rayi yang tercela.2
Salah satu mufassir yang menaruh perhatian besar terhadap bentuk tafsir bi al-Rayi
dan tafsir bi al-matsur ialah Muhammad al-Syaukani, seorang ulama dan ahli tafsir dari
Yaman. Beliau menuliskan tafsir dengan menggunakan pendekatan bi al-Matsur dan bi alrayi secara bersamaan. Ia pun memberikan nama tafsirnya dengan Fath al-Qadir; AlJami baina Fanny al-Riwayah wa al-Dirayah min Ilmi al-Tafsir.Tafsir ini berusaha
memadukan sumber nash dan peranan rayi dalam tafsirnya. Al-Syaukani sendiri
menegaskan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa para mufassir terpecah menjadi dua
kelompok, kelompok pertama hanya memfokuskan penafsiran mereka pada masalah
riwayat saja. Sedangkankelompok kedua hanya memfokuskan pada sisi bahasa Arab dan
ilmu alat. Beliau ingin menggabungkan antara dua hal tersebut sehingga dapat
menghasilkan tafsir yang lebih sempurna lagi.
Tafsir Imam Al-Syaukani inilah, Fath al-Qadir; Al-Jami baina Fanny al-Riwayah
wa al-Dirayah min Ilmi al-Tafsir yang akan menjadi ulasan dalam makalah ini.
Pemaparannya dimulai dengan sekilas biografi Muhammad Al-Syaukani yang meliputi
latar belakang dan pribadi Al-Syaukani, pandangan mazhab Al-Syaukani, dan karya-karya
Al-Syaukani, kemudian contoh penafsiran Muhammad Al-Syaukani yang menampakkan
aspek bi al-Rayi dan aspek bi al-Matsur, selanjutnya pemaparan terkait metode dan corak
tafsir fath al-Qadir dan hal lain yang bersangkatan dengannya.
Hasrul, Ragam METODE dalam Menafsirkan al-Quran (Posting: Kamis, 14 Mei 2015) dalam
http://www.rul-sq.info/2015/05/ragam-metode-dalam-menafsirkan-al-quran.html
2
Tafsir bi al-Rayi al-Madzmum, yaitu tafsir yang hanya semata-mata menggunakan rayu dan hawa nafsu
tanpa bersandar pada kaidah-kaidah ilmu tafsir, termasuk mengabaikan ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh setiap
mufassir. Tafsir ini juga memiliki kecondongan untuk membela kenyakinan dan mazhab tertentu. (Husein alZahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun terj. Nabbani Idris (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 264.)
1

B. Biografi Muhammad Al-Syaukani


1. Latar Belakang dan Pribadi Muhammad Al-Syaukani3
Muhammad Al-Syaukani (17591834 M) adalah seorang ulama besar, Qadhi
(hakim), ahli fikih, dan mujaddid (pembaharu/reformis) dari Yaman. Ia dilahirkan pada
hari Senin tanggal 28 Dzulqaidah 1173 H/1759 M kemudian ia besar di Shana,
Yaman. 4 Ia berasal dari keluarga yang menganut mazhab Syiah Zaidiyah, ayahnya
adalah seorang hakim. Ia menyerukan untuk kembali kepada sumber tekstual dari alQur'an dan Hadits. Ia menghafal Al-Quran dan sejumlah ringkasan matan dari
berbagai disiplin ilmu semenjak kecil.5
Al-Syaukani telah menjadi seorang mufti (pemberi fatwa) pada usia dua puluh
tahun. Lalu, pada usia kurang tiga puluh tahun, ia telah mampu berupaya melakukan
ijtihad sendiri dalam mengungkapkan permasalahan-permasalahan pada masanya. Pada
tahun 1209 H hakim besar Yaman Yahya bin Shalih al-Syajri al-Sahuli meninggal
dunia dan posisinya digantikan oleh Imam Asy-Syaukani pada saat usianya 36 tahun,
hingga wafatnya pada tahun 1250 H/1834 M.6 Metode dan mazhabnya diterima luas di
Yaman, kemudian tersiar di India lewat seorang muridnya yang bernama Abdul Haq
al-Hindi. Al-Syaukn termasuk salah seorang ulama Yaman yang banyak menulis
dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti seperti tafsr, hadts, fiqh, usul fiqh,
sejarah, ilmu kalm, filsafat, balaghah, mantiq, dan lain sebagainya. Imam Al-Syaukani
wafat di Shana pada tahun 1250 H/1834 M pada umur 76 tahun. Ia dimakamkan di
pemakaman Khuzaimah di Shan'a, dan dishalatkan di Masjid Jami' Kabir.7
2. Pandangan Mazhab Muhammad al-Syaukani
Pada ruang lingkup fiqih dan aqidah, al-Syaukani termasuk ulama yang moderat.
Pemikirannya tidak semuanya condong ke dalam satu sekte saja, tetapi dapat mewakili
semua paham yang ada. Pemikiran Al-Syaukani dipengaruhi oleh Dawud az-Zahiri,
Ibnu Hazm, sedangkan ia juga mempengaruhi beberapa ulama, di antaranya
Nashiruddin al-Albani, Muqbil bin Hadi al-Wadii, dan lain-lain.
Imam Ql-Shaukani memiliki sebuah risalah berjudul, at-Tuhaf Fi Madzaahib alSalaf. Di dalam kitabnya ini, beliau mencela habis-habisan ahli kalam (kaum teolog)
dan cara mereka yang lebih mendahulukan akal ketimbang nash-nash al-Quran dan
Hadis serta memuji madzhab Salaf. Terkait ayat-ayat mengenai sifat Allah, ia menolak
tajsiim (menyebut fisik Allah sama dengan fisik manusia). Ketika Allah menyifati diriNya dengan mendengar dan melihat, istiwa dan lain-lain, harus ditetapkan sifat-sifat
tersebut tetapi tidak dengan cara Mumaatsalah atau Musyabahah dengan makhluk.
Imam asy-Syaukani juga telah menetapkan sifat istiwa berdasarkan madzhab
Salaf. Akan tetapi ada juga ayat yang beliau takwilkan tetapi ini lebih disebabkan
faktor lain, yaitu mengikuti al-Qurthubi dan ulama lainnya. Di tempat-tempat yang
Al-Syaukani telah menulis biografi hidupnya sendiri dalam Tarikh al-Hayat yang merupakan sesuatu
yang jarang dalam cakrawala pemikir Islam.
4
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 4
5
https://id.wikipedia.org/wiki/Asy-Syaukani
6
Muqaddimah Al-Syaukani, Nailul Authar Syarah al-Muntaqa al-Akhbar, hlm 1-3.
7
https://id.wikipedia.org/wiki/Asy-Syaukani
3

lain dari kitabnya, beliau membantah pendapat az-Zamakhsyari, tokoh mutazilah


karena bertentangan dengan ahlussunnah wal jamaah. 8 Terkait hal ini, perlu
dikemukakan bahwa walaupun Al-Syaukani termasuk salah satu ulama yang
berlatarbelakang mazhab Syiah Zaidiah, ternyata ia lebih memiliki kesamaan
pandangan kepada Ahl al-Sunnah, baik dalam penggalian hukum seperti al-Quran,
Hadits, Qiyas dan lain sebagainya.
Muhammad Abdul Hakim Al-Qadhi dalam sambutannya dalam tafsir Fath alQadir cetakan Da>r El-Hadith yang ditahqiq oleh Ibrahim shadiq menyebutkan bahwa
Al-Syaukani hidup dalam lingkungan Zaidiyah, namun tidak terpengaruh oleh
pemikiran tersebut, apalagi pemikiran mutazilah, bahkan ia mendiskusikan,
mencermati, dan membantah pemikirannya. 9 Oleh karenanya, Al-Syaukani tidak
cenderung pada satu firqah saja, termasuk kepada syiah Zaidiyah dimana ia tumbuh
dan besar di dalamnya. Ia melakukakn diskusi dan kompromi di antara berbagai
pandangan. Bahkan setelah melihat berbagai buku yang ia tulis, Al-Syaukani Nampak
sebaga ulama yang berasal dari mazhab Sunni. Hal ini disebabkan beragam
pendapatnya dalam berbagai disiplin ilmu selaras dengan pandangan Sunni.
3. Karya Tulis Muhammad al-Syaukani
Al-Syaukani memiliki banyak karya-karya tulis, mayoritas dari kitab tersebut
telah tersebar pada masa hidupnya. Terdapat 240-an buku yang masih berbentuk
manuskrip, sedangkan yang sudah tercetak baru mencapai sekitar 40-an judul.
Karyanya yang paling terkenal adalah:10
a. Dalam Tafsir Al-Qur'an, Fathul Qadir al-Jami baina Fann ar-Riwayat wad
Dirayat fit Tafsir (5 jilid)
b. Dalam Fiqih, As-Sailul Jarar al-Mutadaffiq ala Hadaiqil Azhar (4 jilid), yaitu
syarah al-Azhar fi Fiqhi aalil Bayti.
c. Dalam Hadits, Nailul Authar syarh Muntaqal Akhbar (4 jilid).
Kemudian karya-karyanya yang lain:
a. Ad-Durarul Bahiyyah fil Masailil Fiiqhiyah. (1 jilid), sebuah kitab fiqih ringkas
b. Ad-Dararil Mudhiyyah Syarah ad-Duraril Bahiyah (2 jilid), kitab syarh dari kitab
Ad-Durarul Bahiyyah
c. Irsyadul Fuhul ila Tahqiqil Haq min Ilmil Ushul (1 jilid), sebuah kitab tentang
pembahasan Ushul fiqih
d. Al-Badru ath-Thali bi Mahasin man bada al-Qarni as-Sabi (2 jilid).
e. Al-Fawaidil Majmuah fil Ahaditsil Maudhuah (1 jilid), Koleksi kumpulan
hadits-hadits palsu
f. Tuhfatudz Dzakirin bi Iddatil Hishnil Hashin (1 jilid), Syarh dari koleksi hadits
Adzkar, karya Ibnul Jazari (w. 833H).
g. Adabu Thalib wa Muntahal Arib. Kitab tentang adab dalam menuntut ilmu
Al-Najdy, al-Qawl al-Mukhtasar, h. 52
Al-Syaukani, Muqaddimah Fath al-Qadir oleh Muhammad Al-Qadhi (edisi cetakan Da>r El-Hadith)
10
https://id.wikipedia.org/wiki/Asy-Syaukani, Lihat juga Mani Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir;
Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir terj. Faisal Saleh dan Syahdianor dari judul asli Manhaj alMufassirin (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006), cet. I, h. 188-189
8
9

h. Al-Qaulul Mufid fi Adillatil Ijtihad wat Taqlid. Penjelasan mengenai anggapan


mazhab-mazhab tentang hukum Taqlid
i. Risalah al-Bhugyah fi Masalati al-Ru'yati, yaitu tentang mazhab-mazhab
ahlussunnah mengenai perkara melihat Allah di akhirat
j. Irsyadus Tsiqot ilaa Ittifaaqi al-Syara'ii 'alaa al-Tauhiidi wa al-Ma'aadi wa alNubuwwati, berkenaan dengan Rabi besar Yahudi, Maimonides
k. At-Tuhaf fil Irsyad ila Mazhab as-Salaf,
l. dan lain sebagainya.
Menurut keterangan al-Syaukani, penulisan tafsr Fath al-Qdr ini
dilatarbelakangi oleh keinginan al-Syaukn untuk menjadikan al-Quran sebagai
jawaban bagi penentang, menjadi penjelas bagi yang ragu, dan menjelaskan dan sesuatu
yang halal dan haram.
C. Metode dan Corak Tafsir Fath al-Qadir
Tafsir Fath al-Qadr al-Jmi Bain Fanna al-Riwyah wa al-Diryah min Ilm alTafsr karya Muhammad bin Al bin Muhammad al-Syaukn termasuk sumber utama
dalam bidang tafsir dan referensi penting. Karena tafsir ini menggabungkan antara
diryah dan riwyah, membahas secara komprehensip masalah-masalah diryah dan
riwyah. Metode riwyah adalah metode yang menjelaskan maksud-maksud dari alQuran menggunakan ayat-ayat al-Quran, hadis-hadis Rasulullah, dan pendapat para
sahabat. Dan metode diryah adalah metode yang menggunkan kaidah-kaidah
kebahasaan dalam menganalisa ayat-ayat al-Quran.
1. Corak Tafsir Fath al-Qadir
Dalam penyusunannya, Al-Syaukani merujuk kepada beberapa ulama, di
antaranya Abu Jafar al-Nuhas, Atiyyah al-Dimasyqi, Ibnu Atiyyah al-Andalusi,
Qurtubi, Zamakhsyari dan ulama-ulama lainnya. Al-Dzahabi dalam al-Tafsr wa alMufassirn menyebut kurang lebih 13 kitab yang membahas tentang Syiah
Imamiah, dan 1 kitab tafsir tentang Syiah Zaidiyah yakni Fath al-Qadr. Selain itu,
al-Dzahabi juga menyebut 6 kitab yang bercorak fiqhi, satu dari sekian banyak itu
adalah karya Imam al-Syaukn. Sekalipun demikian, nampak bahwa al-Syaukani
dalam berbagai pendapatnya lebih moderat dan lebih rasional dalam berfikir,
sehingga dalam karya-karyanya sedikit sekali yang menunjukkan bahwa ia
dilatarbelakangi Syiah Zaidiyah, maupun aspek fiqih dari Zhahiriyah.
Dari uraian di atas, dipahami bahwa Fath al-Qadr al-Jmi Bain Fanna alRiwyah wa al-Diryah min Ilm al-Tafsr tidak memiliki corak yang dominan,
karena beberapa penafsirannya yang nampak dalam ayat-ayat tentang kalam
memiliki pandangan yang serupa dengan Sunny. Walaupun, terdapat juga tang
mengatakan bahwa Fath al-Qadir memiliki corak kalam, yaitu Zaidiyah11 dan corak
fiqih dari mazhab Zhahiri12 yang dapat diamati dari beberapa penafsirannya terkait
11

Zaidiyah ( )adalah salah satu Madzhab Syi'ah, dinamakan menurut Zaid bin Ali. Penganut mazhab
Syiah ini banyak terdapat di Yaman.
12
Mazhab Zhahiri ( ) adalah salah satu mazhab fikih dan akidah yang mencapai masa jayanya
semenjak abad ke-3 hingga ke-8 H. Pengikut mazhab ini mengimani secara harfiah ayat-ayat Al-Quran dan Hadits

ayat-ayat tentang sifat-sifat Allah. Al-Dzahabi menyebut bahwa Syiah Zaidiyah


lebih dekat kepada Jamaah Islamiyah (Suni-Asyariyah), namun dalam masalah
aqidah, Zaidiyah sesuai dengan Mutazilah. 13 Di antara kelebihan tafsir ini,
sebagaimana disebutkan oleh al-Syaukani sendiri yaitu ditemukan penyebutan
sahih, hasan, daif, bahkan ditemukan kritik, komparasi dan penunjukkan pendapat
yang paling kuat.
Corak bahasa (lughawi) sangat kental dalam tafsir Fath al-Qadr khususnya
aspek Qiraat. Al-Syaukani banyak menyajikan kajian kebahasaan sebelum
menafsirkan ayat. Baik makna kata, implikasi qiraat terhadap makna, penyebutan
syair-syair terkait kandungan kata atau kalimat dan lain-lain. Dengan demikian,
terdapat tiga corak yang dapat ditemukan dalam tafsir ini, yaitu corak kalam, corak
fiqih, dan corak lughawi.
Selain itu, Al-Syaukani dalam ilmu Hadis dan dan dirayah-nya merupakan
fenomena yang tidak bisa diingkari, ia memiliki kesungguhan yang tidak boleh
dilupakan. Ia juga banyak berguru Hadis kepada para ulama yang memiliki
keluhuran, seperti Hasan ibn Ismail al-Maghribi. Ia banyak menelaah Bulugh alMaram, Syarah Muslim karya Al-Nawawi, Sunan Abu Daud, dan sebagian dari
Syarah al-Maalim karangan Al-Khaththabi.14 Atas keseriusannya tersebut, ia juga
menulis beberapa kajian hadis, yang paling populer ialah kitabnya, Nail al-Authar.
Atas latar belakang ini, Al-Syaukani dalam tafsir Fath al-Qadir pun banyak
mengutip hadis-hadis Nabi untuk menjelaskan ayat-ayat al-Quran. Dan hal ini sudah
selayaknya karena metode tafsirnya memadukan antara bi al-Rayi dan bi al-Matsur
yang peranan Hadis tidak dapat dihindari.
2. Metode dan Langkah Penyusunan Fath al-Qadir
Tafsir Fath al-Qadr al-Jmi Bain Fanna al-Riwyah wa al-Diryah min Ilm
al-Tafsr ditulis dengan gaya khas yang berbeda dengan penulisan tafsir pada
umumnya. Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa tafsir ini memadukan sumber
riwayah (Matsur) dengan dirayah (Rayu), disamping berupaya untuk mencari
objektifitas. Al-Syaukani sendiri menegaskan di dalam muaqaddimah tafsirnya
bahwa seorang mufasir hendaknya memadukan antara kedua metode tersebut, dan
tidak hanya mencukupkan kepada salah satu metode saja. Dan inilah tujuan yang
hendak saya tempuh, dan metode yang senantiasa saya cita-citakan untuk
menempuhnya.15

sebagai satu-satunya sumber hukum Islam. Mazhab ini menolak adanya permisalan (Qiyas) dan pemikiran pribadi
(Ray) sebagai bagian dari sumber hukum fikih. Selain itu juga tidak menganggap fungsi konsesus Ijma. Dalam
bidang akidah, keyakinan mazhab ini hanya menyifati Allah menurut dengan apa yang ada dan tertulis jelas dalam
Al-Qur-an saja dan menolak dengan keras praktik antropomorfisme (Penyerupaan). Mazhab ini dimulai di Irak
oleh Dawud bin Khalaf (w. 883 M), meskipun karya-karyanya tak dapat dijumpai lagi.
13
Ini sesuai dengan ungkapan Muhammad Abdul Hakim al-Qadhi bahwa hubungan pemikiran antara
Mutazilah dan pemikiran Zaidiyah adalah erat yang dapat diamati dari aspek kesejarahannya. Adalah Al-Qasim
ibn Ibrahim Al-Alawi al-Ziti yang memiliki pengaruh dalam penyebaran ajaran Zaidiyah di Yaman, memiliki
kedekatan khusus dengan ajaran-ajaran Mutazilah.
14
Al-Syaukani, Muqaddimah Fath al-Qadir oleh Muhammad Al-Qadhi (edisi cetakan Da>r El-Hadith)
15
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 49-53

Metode yang digunakan Al-Syaukani dalam tafsirnya ini ialah menggunakan


metode tahlili.16 Melalui pendekatan ini, Al-Syaukani juga menyajikannya dengan
cara yang berbeda dengan tafsir yang telah ada sebelumnya. Langka-langka yang
ditempuh Al-Syaukani tersebut ialah:
a. Pemenggalan ayat berdasarkan pesan yang dikandungnya (lihat hal. 4);
b. Menguraikan makna lughawiyyah dari suatu ayat, kemudian jenis qiraat dari
ayat yang bersangkutan agar terlihat implikasi pemaknaannya masing-masing,
serta mengutip syair untuk menguatkan makna yang dimaksud;
c. Menyajikan sekilas intisari pesan umum dari ayat yang dibahas;
d. Mencantumkan Hadis terkait ayat yang dibahas, termasuk Asbab al-Nuzul ayat,
serta sumber-sumber matsur lainnya;
Demikianlah gambaran umum terkait metode dan langka dalam tafsir Fath alQadr al-Jmi Bain Fanna al-Riwyah wa al-Diryah min Ilm al-Tafsr. Dari
langkah-langkah yang disajikan di atas, poin 1 sampai 3, termasuk bahasan dirayah
(Rayu), dan poin 4 termasuk bahasan riwayah (Matsur). Dengan demikian,
berdasarkan langkah-langkah tersebut dapat dibuktikan bahwa Al-Syaukani dalam
tafsir ini memadukan antara kedua metode tersebut.
3. Sumber Utama Penukilan dalam Fath al-Qadir
Tafsir Fath al-Qadr al-Jmi Bain Fanna al-Riwyah wa al-Diryah min Ilm
al-Tafsr juga tidak luput dari beberapa penukilan yang bersumber dari para mufassir
sebelumnya. Di antara ulama yang banyak dikutip pendapatnya oleh Al-Syaukani
dalam Fath al-Qadir ialah:
a. Al-Nuhhas, yaitu Ahmad bin Muhammad ibn Ismail Al-Nuhhas Abu Jafar yang
berasal dari Mesir;
b. Ibn Athiyah, yaitu Abdullah ibn Athiyah ibn Abdillah ibn Habib Abu Muhammad
Al-Mukri Al-Mufassir;
c. Ibn Athiyah, Abd Al-Haq ibn Ghalib ibn Athiyah;
d. Al-Qurthubi, yaitu Abu Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Abi Bakar ibn
Faraj Al-Anshary Al-Qurthubi.

16

Tafsir Tahlili merupakan metode tafsir al-Qur'an yang memaparkan segala aspek yang terkandung
didalam yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya, sesui dengan keahlian
dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.

D. Penafsiran Muhammad Al-Syaukani dalam Fath al-Qadir


1.

Q.S. al-Maidah Ayat 51-5617 (Kajian bi al-Rayi)

) 51(


) 52(






) 53(












) 54(




) 55(


- :) 56(

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-

orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka


adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka
kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang
munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: Kami
takut akan mendapat bencana. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan
kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena
itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri
mereka. Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: Inikah orang-orang yang
bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar
beserta kamu? Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orangorang yang merugi. Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang
murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah
mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang
berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah
Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya penolong kamu
hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa
mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya,
maka sesungguhnya pengikut (agama) Allahitulah yang pasti menang. (Q.S. AlMaidah [5]: 51-56)
17

Pengelompokan ayat ini sesuai dengan bahasan dalam tafsir Fath al-Qadir. Pemenggalan ayat di atas
mulai dari ayat 51-56. Lihat Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 49-53

a. Tafsir al-Maidah Ayat 51

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orangorang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu
mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orangorang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah [5]: 51)
Firmannya () , konteknya menunjukkan bahwa ia benarbenar khitab bagi orang-orang beriman. Pendapat lain menyebutkan bahwa
maksudnya adalah orang-orang munafik, adapun disematkan keimanan pada
mereka adalah berdasarkan lahiriahnya mereka yang memang menampakkan
keimanan. Mereka itu mengangkat orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai
pemimpin, maka mereka dilarang. Berdasarkan pendapat pertama berarti ini
adalah khitab bagi setiap orang yang beriman, dan ini mencakup yang tampak
secara lahir dan batin, atau secara lahir saja, sehingga mencakup yang muslim dan
yang munafik. Ini ditegaskan oleh firman-Nya ( ) , Maka

kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya.18


Firman-Nya (
) , adalah alasan larangan tersebut. Maknanya
adalah sebagian kaum Yahudi adalah pemimpin bagi sebagian yang lain di
kalangan mereka, dan sebgaian kaum Nasrani adalah pemimpin bagi sebagian lain
di kalangan mereka. Jadi yang dimaksud dengan sebagian ini bukan berarti salah
satu golongan Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin bagi golongan lainnya,
karena di antara mereka terjadi permusuhan dan perpecahan sebagaimana
digambarkan dalam firman-Nya (










). Pendapat lain menyebutkan bahwa maksudnya adalah, setiap
golongan dari kedua golongan itu memimpin, mendukung, dan membela golongan
lain dalam memusuhi Nabi Saw dan memusuhi apa-apa yang beliau bawakan,
walaupun di antara mereka sendiri terjadi konflik. 19

Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka


sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka ()
, bahwa
janganlah kalian mengikuti perbuatan mereka sehingga kalian menjadi seperti
mereka. Ini merupakan ancaman keras, karena kemaksiatan yang menyebabkan
kekufuran adalah puncak dari segalanya yang tidak ada puncak setelahnya.

) , yakni terjerumusnya mereka ke
Kemudian firman-Nya (
dalam kekufuran disebabkan oleh tidak adanya petunjuk Allah SWT bagi orang
yang zhalim terhadap dirinya, seperti halnya orang yang menjadikan orang-orang
kafir sebagai pemimpin. 20
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 49-53.
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 49-53.
20
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 49-53.
18
19

b. Tafsir al-Maidah Ayat 52

:


Artinya: Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam
hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani),
seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana." Mudah-mudahan Allah
akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari
sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka
rahasiakan dalam diri mereka. (Q.S. Al-Maidah [5]: 52)

Firmannya (
) , penyakit di dalam hati
adalah kemunafikan dan keraguan terhadap agama. Fa di sini adalah fa sababiyyah
yang menunjukka sebab akibat. Khitab ini bisa jadi untuk Rasul Saw, atau bagi
siapa saja yang cocok dengan khitab ini, yakni pengangkat pemimmpin yang
mereka lakukan, dan kekufuran yang mereka alami itu disebabkan oleh penyakit
kemunafikan dalam hati mereka. Bersegera ( ) berada dalam posisi nashab
karena sebagai maful tsani bila diartikan dengan penglihatan hati atau sebagai
hal bila diartikan dengan penglihatan mata.21
Pendapat lain menyebutkan bahwa ini maushul, sedangkan mafulnya adalah
dengan anggapan dibuangnya mashdar, yakni bila tidak dibuang
menjadi (
) . Dikarena dibuang, maka
fiilnya menjadi marfu, seperti ungkapan berikut ini:22

Ingtalah, siapa pun pencelaku, berarti telah memunculkan pertentangan.


Maksudnya adalah, pristiwa-pristiwa zaman itu terus berulang dari satu
kaum ke kaum lainnya.
Firman-Nya (
) , adalah redaksi kalimat yang

mencakup alasan kesegeraan mengangkat mereka sebagai pemimpin (penolong),
yakni rasa takut inilah yang mendorong mereka bersegara melakukan itu. Pedapat
lain menyebutkan bahwa redaksi kalimat ini adalah hal dari dhomir Bersegera
( ) . ( ) adalah sesuatu yang dibenci dari peredaran masa. Artinya, kami
takut bila orang-orang kafir itu mengalahkan Muhammad Saw, sehingga
kekuasaan berada di tangan mereka dan membumihanguskan kekuasaan beliau,
lalu kami terkena bencana dari mereka. Contoh pemaknaan ini adalah ucapan
penyair berikut ini:23

Dielakkan darimu taksir yang telah ditetapkan,


Padahal petaka-petaka masa kan terus berputar
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 49-50.
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 50.
23
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 50.
21
22

10



Firmannya (
) , merupakan sanggahan terhadap mereka atas

kekhawatiran yang mereka kemukakan. Kata dalam kalam Allah berarti jannji
yang benar dan tidak akan diingkai. Al-Fath adalah menangnya Nabi Saw atas
orang-orang kafir, di antaranya hukuman mati atas pemerangan Bani Quraizhah,
penawanan kaum wanita dan anak-anak mereka, serta penundukan Bani Nadhir.
Dan ada juga yang berkata, maksudnya adalah penaklukkan kota Makkah.
c. Tafsir al-Maidah Ayat 53

Artinya: Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-

orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka


benar-benar beserta kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka
menjadi orang-orang yang merugi. (Q.S. Al-Maidah [5]: 53)

Firmannya (
) ,
Abu Amr, Ibnu Abu Ishaq, dan para qurra
24
Kufah membacanya dengan menetapkan wawu. Imam yang lain membacanya
dengan membuang wawu.
Berdasarkan qiraat pertama, dengan mengrafa-kan kalimat ( ),
maka
redaksi ini sebagai mubtada yang dikemukakan sebagai penjelasan mengenai
kejadian yang dialami oleh golongan tersebut. Sedangka menurut qiraat nashab,

maka sebagai athaf pada kalimat (


), ada juga berkata sebagai athaf (
).
Pendapat pertama lebih tepat, karena redaksi ini terlontar dari orang-orang
beriman, saat tampaknya penyesalan dari orang-orang kafir, bukan saat datangnya
kemenangan.25
Adapun berdasarkan qiraah yang membuang huruf wawu (... ) , maka
redaksi ini adalah redaksi kalimat permulaan sebagai jawaban (penimpal) atas
)menunjukkan kepada orangpertanyaan yang diperkirakan. Kata petunjuk (
orang munafik, yakni orang-orang beriman berkata kepada orang-orang Yahudi

dengan menunjuk kepada orang-orang munafik (

) , Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah,
bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu? dengan memberikan pertolongan
dan dukungan dalam peperangan? Atau, sebagian orang beriman berkata kepada
orang sebagian lain sambil menunjuk kepada orang-orang munafik.26
) maksudnya adalah rusak. Redaksi ini termasuk
Firman-Nya (
kelanjutan dari perkataan orang-orang beriman, atau sebagai kalimat permulaan,
dan yang mengatakannya adalah Allah SWT. Adapun amal yang dimaksud adalah
amal yang mereka perbuat dalam bekerjasama dengan golongan musuh, atau setiap
amal yang mereka lakukan.27

Imam Asim termasuk imam qiraat yang berasal dari Kufah, membaca dengan itsbat wawu, yaitu ( ).

Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 50.
26
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 51.
27
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 51.
24

25

11

d. Tafsir al-Maidah Ayat 54

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang


murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah
lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang
kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al-

Maidah [5]: 54)


Firmannya () , para Qurra Madinah dan Syam
membaca ( ) dengan dua huruf da>l ( ) 28, dengan membuka idgham-nya. Ini
merupakan logat (aksen dan dialek) bani Tamim. Ulama lain membacanya dengan
idgham. Ayat ini menjelaskan hukum orang yang murtad, setelah ayat sebelumnya
menjelaskan bahwa bila orang Islam mengangkat orang kafir sebagai
pemimpinnya, maka itu adalah tindak kekufuran dan merupakan salah satu bentuk

kemurtadan. Maksud (

), adalah Abu Bakar dan

pasukannya dari kalangan sahabat dan tabiin yang memerangi golongan murtad,
kemudian orang-orang setelah mereka yang memerangi golongan murtad pada
setiap zaman. 29
Selanjutnya, Allah menyandingkan sifat-sifat agung yang luhur kepada
mereka yang teguh di jalan Allah dalam memerangi orang-orang murtad, yaitu
mereka mencintai Allah dan Allah mecintai mereka () . Mereka juga

adalah orang-orang (

) , yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang

bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang
tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Mereka berjihad di jalan Allah

dengan tidak takut celaan dalam membela agama. Bahkan mereka sangat teguh
dan tidak peduli dengan apapun yang dilakukan oleh para musuh yang hendak
menghancurkan agama.30


Dalam firman-Nya (

) , kata ( )itulah

menunjukkan sifat-sifat, keutamaan, kelembutan, dan kebaikan yang telah
disebutkan potongan ayat sebelumnya, yang dikhususkan Allah untuk mereka.
e. Tafsir al-Maidah Ayat 55

:
28

Berdasarkan bacaan Imam-imam dalam Qiraat Sabah, Nafii bin Abi Naim (70-169 H merupakan
imam qiraat yang berasal dari Madinah, dan Abdullah ibn Amir (21-118 H) merupakan imam qiraat yang
berasal dari Syam. Lihat Ahsin Sakho, Manba al-Barakah (Jakarta: IIQ Press, 2010), cet. I, h. 7.
29
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 51.
30
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 51.

12

Artinya: Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan

orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya
mereka tunduk (kepada Allah). (Q.S. Al-Maidah [5]: 55)

) , maksudnya bahwa setelah Allah menjelaskan orang


Firman-Nya (
yang tidak layak diangkat menjadi penolong, kemudian menjelaskan siapa
penolong yang memang harus dijadikan penolong. Kalimat (

) ,

berada pada posisi rafa sebagai sifat dari kalimat () , atau
sebagai badal darinya. Bisa juga menjadi nashab sebagai pujian. Sementara itu,
firmannya ( ) ,
adalah jumlah haliyah tentang fail kedua fiil sebelumnya.
Maksud ruku di sini adalah khusyu dan tunduk, yakni mendirikan shalat dan
mennunaikan zakat dalam kondisi khusyu dan tunduk serta tidak sombong.31
f. Tafsir al-Maidah Ayat 56

Artinya: Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang


yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah
itulah yang pasti menang. (Q.S. Al-Maidah [5]: 56)


) , bahwa Allah
Firmannya (

SWT menjanjikan kepada orang-orang yang menjadikan Allah, rasul-Nya dan
orang-orang beriman sebagai penolong, bahwa mereka adalah golongan yang
menang terhadap musuh-musuh mereka. Ini merupakan penempatan yang nyata
pada posisi tersembuyi dan menempatkan para pengikut Allah pada posisi dhamir
dari orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman sebagai penolong. Kata ( )
adalah golongan dari mansuia. Ini berasal
dari ungkapan () , yakni mewakilinya demikian. Seakan-akan orang-orang
yang saling bergabung itu berkumpul, seperti berkumpulnya anggota perwakilan
yang diwakili.32
Apa yang dijanjikan Allah kepada para wali-nya, rasul-Nya, dan hambahamba-Nya yang beriman telah terjadi, yaitu kemenangan terhadap musuh mereka,
karena mereka bisa mengalahkan orang-orang Yahudi dengan menawan,
membunuh, dan menundukkan mereka, serta memungut upeti dari mereka sampai
mereka (orang-orang Yahudi) dilaknat Allah sebagai orang-orang kafir yang hina
dan sangat lemah. Bahkan masih terus dalam kungkungan kaum muslimin yang
menekan mereka sesuai kemauan kaum mukminin. Mereka dihinakan sebagaimana
yang dikehendaki semenjak diutusnya nabi Muhammad Saw hingga seperti itu.
2.

Q.S. al-Maidah Ayat 51-56 (Kajian bi al-Matsur)


Ibn Ishaq, Ibn Jarir, Ibn Al-Mundzir, Ibn Abi Hatim, Abu Al-Syaikh, Ibnu
Mardawaih, dan Al-Baihaqi dalam al-Dalai>l, serta Ibn Asakir, dari Ubadah ibn AlWalid bin Ubadah ibn al-Shamit, ia menuturkan, ketika bani Qainuqa mengobarkan
peperangan terhadap Rasulullah Saw, Abdullah bin Ubay bin Salul berlepas diri dari
mereka, sementara Ubadah bin al-Shamit pergi menemui Rasulullah Saw untuk
membersihkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya, serta menyatakan berlepas diri dari
persekutuan dengan mereka. Ubadah adalah salah seorang bani Auf bin Khazraj, yang
mempunyai ikatan perjanjian dengan kaum Yahudi bani Qainuqa, seperti halnya

31
32

Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 51.
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 51.

13

Abdullah bin Ubay bin Salul. Berkenaan dengan Ubadah ibn Al-Walid dan Abdullah
bin Ubay bin Salul inilah diturunkan ayat (
)
) , yaitu surat al-Maidah ayat 51-56.33
hingga (
Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibn Abbas, ia berkata: Abdullah ibn Ubay
ibn Salulmenyatakan masuk Islam, kemudian ia berkata, sesungguhnya antara aku
dengan bani Quraizhah dan bani Nadhir pernah terjadi persekutuan, dan aku khawatir
terjadi kehancuran. Tetapi kemudian ia kembali menjadi kafir. Sementara Ubadah
ibn al-Walid berkata, Aku berlepas diri kepada Allah dari persekutuan dengan
dengan bani Quraizhah dan bani Nadhir, serta bergabung kepada Allah dan
Rasulnya. Lalu turunlah ayat tersebut.34
Ibn Jarir meriwayatkan dari Ibn Abbas mengenai () , ia berkata,
ini berkenaan dengan dukungan, barangsiapa mendukung agama suatu kaum, maka
ia termasuk mereka. Abdu bin Humaid meriwayatkan dari Hudzaifah, ia berkata,
Hendaklah tiap-tiap orang dari kalian berhati-hati bahwa ia telah menjadi Yahudi
atau Nasrani, sedangka ia tidak menyadarinya. Hudzaifah lalu membacakan ayat
() ,
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Ibn Jarir, Ibn
Mundzir, dan Ibn Abu Hatim meriwayatkan dari Athiyah, ia berkata, ayat (
) , yaitu orang-orang munafik seperti Abdullah bin Ubay, ( )
bersegera mendekati mereka dari Yahudi dan Nasrani untuk berada di bawah
kepemimpinan mereka.35
Ibn Jarir meriwayatkan dari Syuraih ibn Ubaid, ketika Allah menurunkan
ayat() , Umar berkata, apakah itu aku dan kaumku wahai
Rasulullah? Beliau menjawab: , bukan, tetapi ini dan kaumnya, yakni
Abu Musa Al-Asyari, yaitu warga Yaman. Al-Bukhari dalam tarikhnya, Ibn Abu
Hatim, dan Abu Al-Syaikh meriwayatkan dari Ibn Abbas mengenai ayat ini, ia
berkata, mereka adalah suatu kaum dari warga Yaman, kemudian Kindah, kemudian
tinggal di sana.36
Qatadah berkata, kami saling berbincang dan menyatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar dan para sahabatnya, yaitu ayat (

hingga akhir ayat. Adapun terklait firman-Nya (


) ,
)

Ibn Jarir dan Ibn Abu Hatim meriwayatkan dari Athiyah bin Saad bahwa
sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ubadah bin al-Shamit. Abd alRazzaq, Abd ibn Humaid, Ibn Jarir, Abu Al-Syaikh, Ibn Mardawaih meriwayatkan
dari Ibn Abbas, ia berkata, Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali ibn Abu
Thalib. Ibn Mardawaih meriwayatkan serupa itu dari Ammar. Dan juga Al-Thabrani
meriwayatkan serupa itu dalam Al-Ausath dengan sanad yang mengandung beberapa
orang yang tidak dikenal.37
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 52.
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 52.
35
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 52.
36
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 52.
37
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 53.
33
34

14

DAFTAR PUSTAKA
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, Juz 2, Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M.
Al-Najdy, al-Qawl al-Mukhtasar.
https://id.wikipedia.org/wiki/Asy-Syaukani.
Al-Syaukani, Nailul Authar Syarah al-Muntaqa al-Akhbar.
Husein al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun terj. Nabbani Idris, Jakarta: Kalam
Mulia, 2009.
Ahsin Sakho, Manba al-Barakah, Jakarta: IIQ Press, 2010.
Mani Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir; Kajian Komprehensif Metode Para

Ahli Tafsir terj. Faisal Saleh dan Syahdianor dari judul asli Manhaj al-Mufassirin, cet. I,
Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006.

15

Anda mungkin juga menyukai