Mata Kuliah:
Dosen Pengampu
Dr. Saifuddin, M. Ag
Oleh
BANJARMASIN
2020
1
PENDAHULUAN
Umat Islam menjadikan Al-Qur’an sebagai landasan dasar tujuan hidup dan
pedoman hidup. Di dalam Al-Qur’an memuat banyak sekali hukum-hukum yang menjadi
pemecahan bagi permasalahan umat. Tidak hanya menjadi pedoman bagi umat yang
menyaksikan proses penurunan ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri, tetapi ia menjadi pedoman
hingga masa kini. Al-Qur’an dapat dipahami isi kandungannya dengan menggunakan tafsir.
PEMBAHASAN
A. Biografi Penulis
Benih-benih kecintaan dan motivasi awal terhadap al-Qur’an dan bidang studi tafsir
didapatkan oleh Quraish Shihab dari petuah-petuah keagamaan yang bersumber dari al-
Qur’an, disertai hadis dan perkataan sahabat maupun pakar ilmu al-Qur’an yang
disampaikan oleh ayah beliau (Abdurrahman Shihab).3 Dan hal ini menjadi dorongan bagi
beliau ketika belajar di Universitas Al-Azhar, Mesir, beliau rela mengulang studinya
selama satu tahun agar dapat mendalami keilmuan bidang tafsir.4
Adapun riwayat pendidikan formal Quraish Shihab bermula di sekolah dasar yang
dikenal dengan Sekolah Rakyat.5 Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama di Ujung Pandang Makassar.6 Dan ketika ayahnya meminta beliau untuk menimba
ilmu agama ke salah satu pondok pesantren mashur di kota Malang, yakni pondok
pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah yang di asuh oleh Habib Abdul Qadir Bilfaqih. Maka
beliau pun menuruti permintaan tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap ayahnya.7
Setelah itu, beliau melanjutkan pendidikan di sekolah I’dadiyyah Madrasah Aliyah al-
1
Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008),
236.
2
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2007), 19.
3
Badiatul Raziqin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta: E-Nusantara, 2009), 269.
4
Mahfudz Masduki, Tafsir al-Misbah:M. Quraish Shihab, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 9-
11.
5
M. Mahbub Junaidi, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, (Solo: CV. Angkasa Solo, 2011), 29.
6
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2005),
363.
7
M. Mahbub Junaidi, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, 31-33.
3
Azhar, setingkat dengan kelas dua tsanawiyah. Dan di tempat tersebut beliau merajut
pendidikannya sampai tamat tingkat menengah atas. Dengan keseriusan dan semangat, ia
menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar pada fakultas Ushuluddin dengan program
studi Tafsir Hadis. Bahkan setelah lulus dan memperoleh gelar ‘Lc’, beliau melanjutkan
lagi pendidikannya pada tingkat S-2 ditempat dan program studi yang sama sehingga
memperoleh gelar ‘MA’.8
Setelah memperoleh gelar ‘MA’, Quraish Shihab diminta ayahnya untuk kembali ke
tanah air tepatnya kota Ujung Pandang, Makassar. Beliau diminta untuk mengisi aktifitas
intelektual dan akademis di IAIN Alauddin sebagai pembantu Rektor bidang Akademik.
Sebab pada masa tersebut, ayahnya menjabat sebagai Rektor di IAIN Alauddin.10 Selain
itu, beliau juga diamanahi dalam menjalankan tugas pokok lain, yang menduduki jabatan
pembantu pimpinan Kepolisian Indonesia Timur pada bidang pembinaan mental.11
Karena kehausan akan ilmu bagi Quraish Shihab, setelah beberapa tahun
mejalankan tugasnya ia pun kembali megenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar,
Mesir. Beliau mengambil program studi Tafsir al-Qur’an pada fakultas yang sama seperti
sebelumnya. Dalam kurun waktu dua tahun, ia dapat menyelesaikan studinya dengan
predikat summa cumlaude.12
8
Badiatul Raziqin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, 269-270.
9
M. Mahbub Junaidi, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, 36-39.
10
M. Mahbub Junaidi, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, 40.
11
M. Mahbub Junaidi, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, 40.
12
Lufaefi, Tafsir al-Misbah: Tekstualis, Rasionalitas dan Lokalitas Tafsir Nusantara”, Jurnal
Substantia, Vol. 21, No. 1, April 2019, 3.
4
Sepulangnya dari Mesir dalam memperoleh gelar Doktor, Quraish Shihab kemudian
kembali mengisi tugas dalam hal akademik di tempat yang berbeda, yakni di IAIN
(sekarang UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Beliu menjadi dosen pada Fakultas
Ushuluddin bagian Pascasarjana, dengan fokus bidang tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an
(‘ulum al-Qur’an). Bahkan ia mendapat kepercayaan menduduki jabatan sebagai Rektor
IAIN Syarif Hidayatullah. Sebagaimana sebelumnya, selain aktif sebagai pendidik, ia pun
aktif di berbagai bidang. Seperti di Majelis Ulama Indoesia (MUI) yang menjabat sebagai
ketua, anggota Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an Departemen Agama, anggota Badan
Pertimbangan Pendidikan Nasional, asisten Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim se-
Indonesia (ICMI), dan banyak lagi tugas-tugas lainnya.13
13
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia, 364.
5
10. Mukjizat Alquran Ditinjau dari Berbagai Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan
Pemberitaan Ghaib (1997),
11. Sahur Bersama M. Quraish Shihab di RCTI (1997),
12. Menyingkap Ta’bir Illahi: al-Asma’ al-Husna dalam Prespektif Alquran (1998),
13. Fatwa-Fatwa Seputar Alquran dan Hadist (1999), dan lain-lain.14
C. Tafsir al-Misbah
1. Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Misbah
Memang, hanya dengan demikian membaca al-Qur’an pun sudah merupakan amal
kebaikan yang dijanjikan pahala oleh Allah swt. Namun, sesungguhnya pembacaan ayat-
ayat al-Qur’an semestinya disertai dengan kesadaran akan keagungan al-Qur’an, disertai
dengan pemahaman dan penghayatan (tadabbur). Al-Qur’an, mengecam umat yang tidak
menggunakan akal dan kalbunya untuk berpikir dan menghayati pesan-pesan al-Qur’an,
14
Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Hunafa: Jurnal
Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, Juni 2014, 117.
6
para umat itu dinilai telah terkunci hatinya. Allah berfirman, “Apakah mereka tidak
memikirkan al-Qur’an, ataukah hati mereka telah terkunci.” (QS. Muhammad : 20). Hingga
kini, hati mayoritas umat Islam masih dalam keadaan “terkunci” seperti disindirkan oleh
ayat di atas.
Di antara muslimin masih sangat banyak golongan ummiyun yang tidak mengetahui
al-Kitab kecuali hanya amani (QS. Al-Baqarah : 78). Para ummiyun itu tidak mengetahui
makna pesan-pesan kitab suci, wahai boleh jadi hanya lancar membacanya dan bahkan
menghafalnya. Para umat hanya berangan-angan atau sekadar “amani”. Yang diibaratkan
oleh umat adalah al-Qur’an seperti “keledai yang memikul buku-buku” (QS. Al-Jumu’ah :
5), atau seperti “Pengembala yang memanggil binatang yang tak mendengar selain
panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, (maka sebab itu) mereka tidak
mengerti” (QS. al-Baqarah : 171)
Faktanya masih sangat banyak di antara muslimin yang menjadi ummiyun, atau
“keledai pemikul buku”, atau “Pengembala yang tuli, bisu, dan buta” sebagaimana disindir
oleh ayat-ayat diatas.
Tidak ada orang Islam yang suka atau ingin dimasukkan dalam golongan mahjura’,
namun kenyataan menunjukkan bahwa banyak orang yang tidak memahami al-Qur’an
dengan baik dan benar. Kendati demikian, harus diakui bahwa tidak jarang orang yang
7
berminat mengenalnya menghadapi kendala yang tidak mudah diatasi, seperti keterbatasan
dan kelangkaan buku rujukan yang sesuai.
Kitab Tafsir al-Misbah adalah salah satu karya Muhammad Quraish Shihab dari
sekian banyak karya-karyanya. Tafsir al-Misbah ini lahir dari keinginan Quraish Shihab
untuk menjelaskan al-Qur’an, karena banyak kaum muslimin yang membaca surah-surah
tertentu dari al-Qur’an seperti surah Yasin, al-Waqiah, ar-Rahman dan lain-lain. Berat dan
sulit bagi mereka apa yang dibacanya walau telah mengkaji terjemahannya secara berulang-
ulang. Kesalahpahaman tentang kandungan atau pesan surah akan semakin menjadi-jadi
bila membaca hanya beberapa buku yang menjelaskan keutamaan surah-surah al-Qur’an
atas dasar hadis-hadis lemah, misalnya membaca surah al-Waqiah, mengundang kehadiran
rezeki.
Kitab ini juga membantu kalangan pelajar yang masih timbul dugaan keracuan
sistematika penyusunan ayat-ayat dan surah-surah al-Qur’an. Apalagi jika mereka mem
bandingkannya dengan karya-karya ilmiah, banyak yang tidak mengetahui bahwa
sistematika penyusunan ayat-ayat dan surah-surah yang sangat unik mengandung unsur
pendidikan yang amat menyentuh serta keinginannya untuk memperjelas makna-makna
yang dikandung oleh sesuatu ayat, dan menunjukkan betapa serasi hubungan antara kata
dan kalimat-kalimat yang satu dengan yang lainnya dalam al-Qur’an.
Disisi lain, buku tafsir ini juga sebagai tanggapan terhadap kritikan masyarakat yang
menilai karya Muhammad Quraish Shihab sebelumnya “Tafsir al-Qur’an al-Karim”
8
dianggap bertele-tele dalam uraian tentang pengertian kosa kata atau kaedah-kaedah yang
disajikan. Maka, Tafsir al-Misbah ini tidak lagi menguraikan pengertian penekanannya dari
kitab tafsir sebelumnya.15
2. Sistematika Penulisan
NO VOLUME SURAH
1 Volume 1 Surah al-Fatihah dan al-Baqarah
2 Volume 2 Surah Ali-Imran dan an-Nisa
3 Volume 3 Surah al-Maidah
4 Volume 4 Surah al-An’am
5 Volume 5 Surah al-‘Araf, al-Anfal dan at-Taubah
6 Volume 6 Surah Yunus, Hud dan ar-Ra’d
7 Volume 7 Surah Ibrahim, al-Hijr, an-Nahl dan al-Isra’
8 Volume 8 Surah al-Kahfi, Maryam, Thahaa dan al-Anbiya
9 Volume 9 Surah al-Hajj, al-Mu’minun, an-Nuur dan al-
Furqan
10 Volume 10 Surah asy-Syu’ara, an-Naml, al-Qashash, dan
al-Ankabut
11 Volume 11 Surah ar-Rum, Luqman, as-Sajadah, al-Ahzab,
15
Mahfudz Masduki, Tafsir al-Misbah M. Quraish Shihab, 15-20.
9
16
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), 524.
10
a) Keterangan jumlah ayat pada surat tersebut dan tempat turunnya, apakah ia
termasuk surat Makkiyah atau Madaniyyah
b) Penjelasan yang berhubungan dengan penamaan surat, nama lain dari surat
tersebut jika ada, serta alasan mengapa diberi nama demikian, juga keterangan
ayat yang dipakai untuk memberi nama surat itu, jika nama suratnya diambil
dari salah satu ayat dalam surat itu
c) Penjelasan tentang tema sentral atau tujuan surat
d) Keserasian atau Munasabah antara surat sebelum dan sesudahnya
e) Keterangan nomor urut surat berdasarkan urutan mushaf dan turunnya,
disertai keterangan nama-nama surat yang turun sebelum ataupun sesudahnya,
serta munasabah antara surat-surat itu.
f) Keterangan tentang asbab an-Nuzul surat, jika surat itu memiliki asbab an-
Nuzul.
Kegunaan dari penjelasan yang diberikan oleh Quraish Shihab pada pengantar
setiap surat ialah memberikan kemudahan bagi para pembacanya untuk memahami tema
pokok surat dan poin-poin penting yang terkandung dalam surat tersebut, sebelum pembaca
meneliti lebih lanjut dengan membaca urutan tafsirnya.
Tahap berikutnya yang dilakukan oleh Quraish Shihab adalah membagi atau
mengelompokkan ayat-ayat dalam suatu surat ke dalam kelompok kecil terdiri atau
beberapa ayat yang dianggap memiliki keterkaitan erat. Dengan membentuk kelompok ayat
tersebut akhirnya akan kelihatan dan terbentuk tema-tema kecil di mana antar tema kecil
yang berbentuk dari kelompok ayat tersebut terlihat adanya saling keterkaitan.
Dalam kelompok ayat tersebut, selanjutnya Quraish Shihab mulai menuliskan satu,
dua ayat, atau lebih yang dipandang masih ada kaitannya. Selanjutnya dicantumkan
terjemahan harfiah dalam bahasa Indonesia dengan tulisan cetak miring.
makna kata-kata kunci ini sangat penting karena akan sangat membantu kepada
pemahaman kandungan ayat. Tidak ketinggalan, keterangan mengenai munasabah atau
keserasian antar ayat pun juga ditampilkan.
Dari uraian tentang sistematika di atas terlihat bahwa pada dasarnya sistematika
yang digunakan oleh Quraish Shihab dalam menyusun kitab tafsirnya, tidaklah jauh
berbeda dengan sistematika dari kitab-kitab tafsir yang lain.17
3. Sumber penafsiran
17
Mahfudz Masduki, Tafsir al-Misbah M. Quraish Shihab, 22-25.
12
karya al-Suyuți; at- Tabrir wa at-Tanwir karya Muhammad Tharir Ibnu Asyur; Ihya"
Ulumuddin, Jawahir al-Qur 'an karya Abu Hamid al-Ghazali; Bayan I'jaz al-Qur'an karya
al-Khottobi; Mafātih al- Ghaib karya Fakh al-din ar-Razi; al-Burhan karya al-Zarkashi;
Asrar Tartībal- Qur'an, dan AlI-Itqan karya as-Suyuți; al-Naba' al-Azim dan al-Madkhal
ila al-Qur 'an al-Karim karya Abdullah Darraz; al-Mannar karya Muhammad Abduh dan
Muhammad Rasyid Rido; dan lain-lain."18
Adapun langkah penafsiran yang dilakukan oleh Quraish Shihab, pada setiap awal
surah ia memberikan penjelasan yang berfugsi pengantar surah, sebelum menafsirkan ayat-
ayatnya. Di dalamnya memuat keterangan jumlah ayat, golongan surah (makkiyah atau
madaniyah), penamaan surah disertai nama lainnya, tema surah, munasabah surah sebelum
dan sesudahnya, nomor urut surah, serta sebab turun (asbab an-nuzul) surah apabila ada.
18
Mahfudz Masduki, Tafsir Al-Misbah M. Quraisy Shihab, 37-38.
19
Abd Hayy al-Farmawi, Pengantar Ilmu Tafsir Maudh’i, Terj.Sufyan A. Jamrah, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1994), 12.
20
Hemlan Elhany, “Metode Tafsir Tahlili dan Maudhu’i”, Jurnal Metro Univ, 3.
21
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, T.T), 104-105.
13
Hal ini dimaksudkan agar pembaca lebih mudah dalam memahami tema pokok dan poin-
poin penting dari surah.22
Quraish Shihab juga melakukan analisis pada setiap kosa kata dalam al-Qur’an
dengan aspek bahasa dan makna. Analisis dari aspek bahasa meliputi pada keindahan
susunan kalimat, i’jaz, badi’, ma’ani, haqiqat, majaz, dan lain sebagainya. Sedangkan
analisis dari aspek makna meliputi sasaran yang dituju oleh ayat, seperti hukum, akidah,
moral, perintah, larangan, hikmah serta munasabah ayat sebelum dan sesudahnya.23
Pembahasan latar belakang turunnya (asbab an-nuzul) ayat pun disajikan dalam
tafsiran ini. Yang mana hal tersebut diambil dari berbagai sumber, seperti sabda Nabi,
perkataan para sahabat dan tabi’in, serta pendapat dari para mufassir.24
Corak tafsir al-Mishbah adalah adabi ijtima’i, yaitu corak penafsiran yang
menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan ketelitian ungkapan-ungkapan yang disusun
dengan bahasa yang lugas dan menekankan tujuan pokok Al-Qur’an, lalu
mengorelasikannya dengan kehidupan sehari-hari, seperti pemecahan masalah umat dan
22
Kajian tentang Tafsir al-Misbah, dalam digilib.uinsby.ac.id, diakses pada 06 April 2020.
23
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta: T.P, 2009), 143-144.
24
Abd Hayy al-Farmawi, Pengantar Ilmu Tafsir Maudh’i, 12.
25
Ali Genio Berutu, “Tafsir al-Misbah: Muhammad Quraish Shihab”, Jurnal IAIN Salatiga, 01
Desember 2019, 9.
14
Ada tiga karakter yang harus dimiliki oleh sebuah karya tafsir yang bercorak adabi
ijtima’i, yaitu: 1) menjelaskan petunjuk ayat Al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan
kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu kitab suci yang kekal
sepanjang zaman; 2) penjelasan-penjelasannya lebih tertuju pada penanggulangan penyakit
dan masalah-masalah yang sedang mengemuka dalam masyarakat; dan 3) disajikan dalam
bahasa Arab yang mudah dipahami dan indah didengar. Tafsir al-Mishbah memenuhi
ketiga persyaratan tersebut.28
26
Atik Wartini, Tafsir Feminis M. Quraish Shihab, Jurnal Palastren Vol. 6 No. 2, Desember 2013,
484.
27
Muhaimin, dkk, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta:Kencana, 2007), 120.
28
Ali Genio Berutu, “Tafsir al-Misbah: Muhammad Quraish Shihab”, Jurnal IAIN Salatiga, 01
Desember 2019, 17.
29
Lufaefi, Tafsir al-Misbah: Tekstualis, Rasionalitas dan Lokalitas Tafsir Nusantara”, Jurnal
Substantia, Vol. 21, No. 1, April 2019, 32.
15
perhitungan awal bulan ramadhan dan juga kajian selisihnya bulan Hijriah dan Masehi.
Terkait keringanan qadha puasa dihari lain, Quraish Shihab berpandangan bahwa tujuannya
agar puasa 29 Atau 30 hari tersebut dapat terpenuhi. Ia melanjutkan ayat di atas merupakan
penjelasan tentang hokum berpuasa Ramadhan,keistimewaan,manfaat, waktu dan
bilangannya. Kewajiban berpuasa sangat jelas, karena jika ada halangan yang menundanya
wajib baginya untuk menggantikan puasa ramadhan tersebut. Quraish Shihab menutup
penafsirannya dengan uraian Hadis qudsi; Puasa untuk-Ku dan Aku yang akan memberi
ganjarannya.30
7. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir al-Mishbah
Sebagai sebuah karya manusia biasa, Tafsir Al-Mishbah tentu saja memiliki
kelebihan-kelebihan, sekaligus juga terdapat kekurangan-kekurangan di dalamnya.
Di antara kelebihan tafsir al-Mishbah adalah:
a. Tafsir Al-Mishbah kontekstual dengan kondisi ke-Indonesiaan. Di dalamnya
banyak merespon hal-hal yang aktual di dunia Islam Indonesia, bahkan dunia
internasional.
b. Tafsir Al-Mishbah kaya akan referensi dari berbagai latar belakang referensi,
yang disuguhkan dengan ringan dan dapat dimengerti oleh seluruh pembacanya.
c. Tafsir Al-Mishbah sangat kental dalam mengedepankan korelasi antar surat,
antar ayat, dan antar akhir ayat dan awal surat. Hal ini membantah anggapan tak
mendasar para orientalis, seperti W Mongontwery Watt, yang menyatakan bahwa
al-Quran antar satu ayat dengan ayat yang lainnya kacau balau, tidak
berkesinambungan.31
Sedangkan kekurangannya adalah:
a. Dalam berbagai riwayat dan kisah-kisah yang dituliskan Quraish Shihab dalam
tafsirnya, terkadang tidak menyebutkan perawinya. Hal ini membuat sulit bagi
pembaca, terutama para pengkaji ilmu, untuk merujuk dan berhujjah dengan
30
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesandan Keserasian Al-Qur’an, Vol. 1, 403-40.
31
Mafri Amin dan Lilik Umi Katsum, Literatur Tafsir Indonesia, 254.
18
kisah-kisah tersebut. Sebagai contoh misalnya sebuah riwayat dan kisah Nabi
Saleh dalam menafsirkan QS. Al-A’raf: 78.
b. Beberapa penafsirannya yang tergolong berbeda dengan mayoritas mufasir,
seperti tentang ketidakwajiban berhijab, membuatnya dicap liberal.
c. Penjelasan penafsiran Quraish Shihab dalam Al-Mishbah tidak dibubuhi dengan
penjelasan dalam footnote. Sehingga, tafsiran-tafsirannya terkesan semuanya
merupakan pedapat pribadi. Hal ini tentu bisa saja menimbulkan kliam bahwa
tafsir Al-Mishbah tidak ilmiah.
Tafsir Al-Misbah ini tentu saja tidak murni hasil penafsiran (ijtihad) Quraish Shihab
saja. Sebagaimana pengakuannya sendiri, banyak sekali ia mengutip dan menukil pendapat-
pendapat para ulama, baik klasik maupun kontemporer.32
Yang paling dominan tentu saja kitab Tafsîr Naz}m al-Durar karya ulama abad
pertengahan Ibrahim ibn ‘Umar al-Biqa‘i (w. 885/1480). Ini wajar, karena tokoh ini
merupakan objek penelitian Quraish ketika menyelesaikan program Doktornya di
Universitas Al-Azhar. Muhammad Husein Thabathab’i, ulama Syi‘ah modern yang menulis
kitab Tafsîr al-Mîzân lengkap 30 juz, juga banyak menjadi rujukan Quraish dalam tafsirnya
ini. Dua tokoh ini kelihatan sangat banyak mendapat perhatian Quraish Shihab dalam Tafsir
Al-Mis}ba>h-nya. Selain al-Biqa‘i dan Thabathaba’i, Quraish juga banyak mengutip
pemikiranpemikiran Muhammad at-Thantawi, Mutawalli as-Sya‘rawi, Sayyid Quthb dan
Muhammad Thahir ibn Asyur.33
32
Muhammad Iqbal, “Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab”, Jurnal TSAQAFAH, Vol.
6, No. 2, Oktober 2010, 260.
33
Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 2008), 10.
19
PENUTUP
Tafsir al-Misbah ini lahir dari keinginan Quraish Shihab untuk menjelaskan Al-
Qur’an, karena banyak kaum muslimin yang membaca surah-surah tertentu dari al-Qur’an.
Kitab ini juga membantu kalangan pelajar yang masih timbul dugaan keracuan sistematika
penyusunan ayat-ayat dan surah-surah Al-Qur’an, buku tafsir ini juga sebagai tanggapan
terhadap kritikan masyarakat yang menilai karya Muhammad Quraish Shihab sebelumnya
“Tafsir Al-Qur’an al-Karim” dianggap bertele-tele dalam uraian tentang pengertian kosa
kata atau kaedah-kaedah yang disajikan.
Kelebihan dari tafsir ini yaitu, kontekstual dengan kondisi ke-Indonesiaan, kaya
akan referensi, sangat kental dalam mengedepankan korelasi antar surat, antar ayat, dan
antar akhir ayat dan awal surat. Sedangkan kekurangannya yaitu, dalam berbagai riwayat
20
Daftar Pustaka
al-Farmawi, Abd Hayy, Pengantar Ilmu Tafsir Maudh’i, Terj.Sufyan A. Jamrah, Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1994.
Berutu, Ali Genio, “Tafsir al-Misbah: Muhammad Quraish Shihab”, Jurnal IAIN Salatiga,
01 Desember 2019, 9.
Elhany, Hemlan, “Metode Tafsir Tahlili dan Maudhu’i”, Jurnal Metro Univ.
Ghafur, Saiful Amin, Profil Para Mufassir al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008.
Junaidi, M. Mahbub , Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, Solo: CV. Angkasa Solo,
2011.
Kajian tentang Tafsir al-Misbah, dalam digilib.uinsby.ac.id, diakses pada 06 April 2020.
Lufaefi, Tafsir al-Misbah: Tekstualis, Rasionalitas dan Lokalitas Tafsir Nusantara”, Jurnal
Substantia, Vol. 21, No. 1, April 2019.
Raziqin, Badiatul, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, Yogyakarta: E-Nusantara, 2009.
Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Bandung: Mizan, 2007.
Shihab, Quraish, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung: Mizan,
2008.
Wartini, Atik, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Hunafa:
Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, Juni 2014