Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KAIDAH MA’RIFAT DAN NAKIRAH


MATA KULIAH:

ULUMUL QUR’AN B

DOSEN PENGASUH:

FAKHRI HANIF, S.Th.I, SQ, MA

DISUSUN OLEH:

RAHMAD HIDAYAT : 1301421440

MUHAMMAD NUR YAHYA : 1301421437

FAHMI : 1301421411

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

BANJARMASIN

2015
1
PENDAHULUAN

Banyak sekali Mukjizat yang dimiliki oleh nabi Muhammad SAW namun yang masih dirasakan
oleh semua orang hingga saat ini adalah Al-qur’an. Al qur’an adalah firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril dengan menggunakan bahasa Arab. Oleh karena al-
Qur’an turun dengan bangsa Arab, maka al-Qur’an juga menggunakan bahasa tersebut agar dapat
dipahami dengan mudah oleh orang-orang Arab.

Sebelum melakukan penafsiran terhadap ayat-ayat al-quran ada sejumlah kaidah yang harus
dikuasai oleh seorang mufassir, yang apabila kaidah-kaidah itu tidak dikuasainya, maka kemungkinan
keliru dalam suatu penafsiran menjadi lebih besar. maka dari itu mengkaji hal itu sangatlah penting agar
terhindar dari penafsiran dan pemahaman yang keliru.

Dari beberapa kaidah yang terkandung dalam al-quran, salah satunya adalah kaidah ma’rifah dan
nakirah. ma’rifah dan nakirah disini ada juga menyangkut ilmu nawhu sharaf dan juga ma’rifah dan
nakirah dalam kaidah-kaidah penafsiran. kajian mengenai ma’rifah dan nakirah ini sangat penting
dipelajari oleh seorang mufasir karena pemahaman suatu ayat atau kalimat sering tergantung kepada
penguasaan terhadap kedua komponen tersebut. untuk mengetahui bagaimana penerapan kaidah ma’rifah
dan nakirah didalam al-quran. mudah-mudahan dapat memberikan manfaat kepada kita dalam memahami
isi al-quran dengan benar.

2
PEMBAHASAN
MA’RIFAH DAN NAKIRAH
A. Isim Ma”rifah
Isim ma’rifah ialah isim yang jeninya bersifat khusus atau tertentu, biasanya di tandai dengan huruf
alif lam di awalnya (‫ )الكتاب‬artinya kitab itu, menunjukan kitab yang tertentu, (‫ )المرآة‬artinya perempuan
itu, artinya ditunjukan kepada perempuan yang tertentu. Selain (‫)ال‬, isim ma’rifah juga dikenal dengan
jenis-jenis berikut:1

1. Isim Alam
Isim alam ialah isim yang menunjukan sesuatu nama tertentu.
2. Isim dhomir
Dhomir ialah isim yang termasuk dalam golongan isim ma’rifah. Dhamir (kata ganti)
terbagi dua macam Munfasil (berdiri sendiri) dan muttashil (menimpel)
Isim Dhamir Munfashil berarti terpisah. Hal itu disebabkan karena ia ditulis terpisah
dengan kata yang lainnya. Dhomir munfasil bisa digunakan sebagai kata pengganti dari
subjek. Setiap kata yang ada dhamirnya tidak boleh diberi alif lam.
3. Isim Isyarat (Kata Tunjuk)
Isim isyarat pada dasarnya ada dua macam kata tunjuk:
a. Isim Isyarat yang dekat untuk isim mudzakkar dan untuk muannats
b. Isim Isyarat yang jauh untuk muzdakar dan untuk muannats
4. Idhafat (Kata Majemuk)
Salah satu bagian dari isim ma’rifah adalah idhafat, idhafat adalah rangkaian dua buah
isim atau lebih, satu kata didepannya dalam keadaan nakirah (tapi tanpa tanwin) dinamakan
mudhaf sedangkan yang paling belakang adalah ma’rifah yang dinamaka sebagai mudhaf
ilaihi. Idhafat terdiri dari;
a. Mudhaf yaitu kata yang dilengkapi, biasanya tidak boleh dibaca tanwin atau tidak
boleh dibaca alif lam.
b. Mudahaf ilaihi yaitu kata yang melengkapi, biasanya di baca berbaris kebawah
dan diberi alif lam.

Idhafat disebut juga kata majemuk yaitu du kata yang pengertiannya satu. Kata pertama
menjadi mudhaf dan kata kedua menjadi mudhaf ilaihi. Antara mudhaf fan mudhaf ilaihi
tidak harus memperhatikan kesamaan mufrad dan jamak, muannats dan mudzakar. 2

1
Kamil Ramma Oensyar dan Urea Hasnan Sidik,praktis belajar bahasa arab(Banjarmasin, 2012) , h. 31
2
Kamil Ramma Oensyar dan Urea Hasnan Sidik, praktis belajar … , h. 32

3
5. Isim Maushul
Isim maushul ialah isim yang menunjukkan sesuatu (seseorang) yang tertentu dengan
cara menyebutkan suatu kalimat sesudahnya yang disebut silatul maushul.
B. Isim Nakirah
Isim nakirah adalah setiap isim yang bersifat umum atau tidak tentu. Biasanya ditandai
dengan huruf akhirannya berbaris tanwin. Contoh: ( ‫ا ٌل‬BB‫)زج‬artinya seorang laki-laki yang tidak
ditentukan(bersifat umum) yakni dapat ditunjukan kepada setiap laki-laki atau misalnya ( ٌ‫)كتاب‬
artinya sembarang kitab atu kitab yang tidak ditentukan, yakni dapat ditunjukkan kepada setiap
kertas yang bertulisan sesuatu ilmu. tetapi jika diberi alif lam (‫اب‬BB‫)الكت‬, maka pengertiannya
ditunjukan kepada seorang laki-laki tertentu, tidak bersifat umum sepeti isim nakirah tadi. 3
Isim nakirah (kata benda tak tentu) digunakan untuk beberpa fungsi, antara lain sebagai
berikut:
1. Untuk menujukan isim yang tunggal (satu) contoh : (al-qashash: 20) (dan datanglah s
2. eorang laki-laki dari ujung kota). Maksudnya adalah satu orang laki-laki.
3. Untuk menunjukan ragam atau macam. (Qs. An-nur: 45) (dan Allah menciptakan binatang
dari air) maksudnya setiap jenis hewan dan setiap jenis air dan dari setiap individu hewan
dan setiap individu yang diciptakan dari air mani.
4. Untuk mengagungkan dan memuliakan. (QS. al-baqarah: 96) (jika tiidak kamu lakukan,
ketahui suatu pernyataan perang dari Allah dan Rasulnya) maksudnya adalah dengan
peperangan apa saja. Harb di sini berarti peperangan yang dahsyat atau besar. 4
5. Untuk menunjukan jumlah yang banyak (QS. Asy-Syu’ara 41) ( Setelah ahli sihir datang,
mereka berkata kepada firaun “Apakah kami akan mendapat imbalan bila kami yang
menang) maksudnya adalah yang sempurna yang banyak.
6. Untuk merendahkan (QS. ‘Abasa: 18-19) ( Dari bahan apakah ia menciptakannya? Dari
setitis air mani: ia menciptakannya, lalu membentuknya menurut ukurannya) maksudnya
adalah sesuatu yang hina.
7. Untuk menyatakan jumlah yang sedikit (at-taubah :72) ( Allah menjanjikan kepada orang
beriman, laki-laki dan perempuan, taman-taman surga…. Dan keridhaan Allah lebih besar.
Itulah kemenangan yang gemerlang).Maksudnya keridhaan yang sedikit dari-Nya adalah
lebih besar dari surga-surga. Karena keridhaan-Nya adalah puncak setiap kebahagian. 5
C. Kaidah isim al-ma’rifah dalam al-Qur’an

3
Kamil Ramma Oensyar dan Urea Hasnan Sidik, praktis belajar ... , h. 21
4
Muhammad Chirzin, Al-qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), h.183
5
Jalaluddin As suyuthi, Samudera Ulumul …, cet.1, h.393

4
Kaidah isim al-ma’rifah dalam al-Qur’an mempunyai beberapa fungsi yang berbeda
sesuai dengan konteks ayat (siyaq al-kalam). Penggunaan isim al-ma’rifah ini dapat dilihat dari
pembagiannya, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Diantara kaidah-kaidah isim al-
ma’rifah dalam al-Qur’an antara lain:
Pertama, ta’rif dengan dhomir6 (kata ganti, pronominal) karena keadaan menghendaki
demikian baik kata ganti untuk orang pertama (dhomir mutakallim), orang kedua (dhomir
mukhattab) maupun orang ketiga (dhomir ghaib).
Kedua, ta’rif dengan ism’alam (nama diri) yang memiliki beberapa fungsi, diantaranya: 7
1. Menghadirkan pemilik nama itu dalam hati pendengarnya dengan menyebutkan namanya
yang khas, seperti dalam QS. al-Ikhlas/112:1-2
       
“ Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa  Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. (QS. al-Ikhlas/112: 1-2)
2. Menunjukkan arti memuliakan, seperti firman Allah SWT dalam QS. al-Fath/48:29:
         
…           
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat
mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, … (QS. al-Fath/48:29)

3. Menunjukkan arti menghinakan dan meremehkan, seperti firman Allah SWT dalam QS. al-
Lahab/111: 1:
     

“binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan binasa” (QS. al-
Lahab/111:1)

Ketiga, ta’rif dengan isim al-isyarah (kata tunjuk),8 baik isim isyarah yang menunjukkan
makna dekat (ism al-isyarah Li al-qarib) maupun jauh (ism al-isyarah Li al-ba’id). Diantara
fungsi ta’rif degan isim isyarah adalah:

1. Menjelaskan bahwa suatu yang ditunjuk itu dekat, seperti firman Allah AWT dalam QS.
Lukman/31:11
6
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Mudzakir, (Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa, 2013), cet. 16, h. 284.
7
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h. 284
8
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h.284

5
               

“Inilah ciptaan Allah, Maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan
oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah. sebenarnya orang- orang yang zalim itu
berada di dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Lukman/31:11)

2. Menjelaskan keadaaannya dengan meggunakan ‘kata tunjuk jauh’, seperti firman Allah QS.
al-Baqarah/2:5
         
“mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-
orang yang beruntung.” (QS. al-Baqarah/2:5)
3. Menghinakan dengan menggunakan kata tunjuk dekat, seperti firman Allah QS. al-
Ankabut/29:64:
          
      
“dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senada gurau dan main-main. dan
Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”(QS.
al-Ankabut/29:64)
4. Memuliakan dengan menggunakan kata tunjuk jauh, seprti firman Allah swt dalam QS. al-
Baqarah/2:2

         

“Kitab(Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”
(QS. al-Baqarah/2:2)

5. Mengungatkan (tanbih) bahwa sesuatu yang ditunjuk (musyar ‘alaih) yang diberi beberapa
sifat itu sangat layak dengan sifat yang disebutkan sesudah isim isyarah tersebut. Seperti
firman Allahh swt dalam QS. al-Baqarah/2:2-5:

           


       
          
          
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. 
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.  dan mereka yang beriman

6
kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah
diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.  mereka
Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang
beruntung. (QS. al-Baqarah/2:2-5)
Keempat, ta’rif dengan ism al-maushul (kata ganti penghubung), 9 yang berfungsi sebagai:
1. Tidak disukainya menyebutkan nama sebenarnya, baik hal ini untuk menutupinya,
menghinakan, atau disebabkan hal lain, seperti firman Allah swt QS. al-Ahqof/46:17

          
 

“dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya,
Apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan,
Padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku".( QS. al-Ahqof/46:17)

2. Untuk menunjukkan arti umum, sebagai firman Allah swt dalam QS. al-Ankabut/29:69:

          

“dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.”( QS. al-Ankabut/29:69)

3. Untuk meringkas kalimat, sebab, jika nama-nama orang yang dimaksud disebutkan, maka
pembicaraan (kalimat) itu akan semakin panjang, seperti pada QS. al-Ahzab/33:69:

         


       

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang
menyakiti Musa; Maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka
katakan. dan adalah Dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah.”
(QS. al-Ahzab/33:69)

Kelima, ta’rif dengan alif-lam, yang memiliki beberapa fungsi diantaranya untuk: 10

9
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h. 284-285
10
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h.285

7
1. Menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui karena telah disebutkan (ma’hud dzikri) seperti
dalam beberapa firman Allah berikut ini:

           


…        

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah
seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di
dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,.. (QS.
an-Nur /24:35)

… …          

… sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir'aun.- Maka
Fir'aun mendurhakai Rasul itu,… (QS. al-Muzammil/73: 16-16)

Menurut Ibn al-Khasysyab bahwa ayat ini termasuk dalam kategori al-jinsiyah, dengan
alasan bahwa ”orang yang bermaksiat kepada seorang Rasul maka sesungguhnya ia telah
bermaksiat pula kepada Rasul secara keseluruhan. Disis lain ada sebagiian ulama yang
mensyaratkan bahwa lafazh yang diulang tidak harus disebutkan terlebih dahulu, seperti
dalam QS. al-Baqarah/2:13:

         
          

“ apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain


telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah Kami sebagaimana orang-orang
yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang
bodoh; tetapi mereka tidak tahu.” (QS. al-Baqarah/2:13)

2. Menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui bagi pendengarnya (ma’hud dzihni), firman
Allah swt QS. at-Taubah/9:40

         
           


“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah


menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari

8
Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di
waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya
Allah beserta kita.” (QS. at-Taubah/9:40)

3. sesuatu yang sudah diketahui karena ia hadir pada saat itu (‘ahdi al-Hudhuri). Seperti
terdapat dalam firman Allah swt QS. al-Maidah/5:3:

         
 

“pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS. al-
Maidah/5:3).

4. Untuk mencakup semua satuannya (istighraq al-afrad), seperti firman Allah QS. al-
Ashr/103:2:

         
      

“demi masa.  Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,  kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”(QS. al-
Ashr/103:2)

5. Untuk menghabiskan segala karakteristik jenis, seperti firman Allah swt dalam QS. al-
Baqarah/2:2:

         

“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa.” (QS. al-Baqarah/2:2)
Maksudnya adalah bahwa al-Qur’an merupakan kitab yang sempurna
petunjuknya dan mencakup semua isi kitab yang diturunkan dengan segala
karakteristiknya.
6. Untuk menerangkan esensi, hakikat dan jenis. Seperti firman Allah dalam QS. al-
Anbiya/21:30:

      

9
“dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.”( QS. al-Anbiya/21:30)

Maksudnya adalah kami (Allah) pada mulanya menjadikan segala sesuatu yang
hidup dari satu jenis, yaitu air.

D. Kaidah ism al-Nakirah dalam al-Qur’an


Sebagaimana ism al-ma’rifah, penggunaan ism al-nakirah dalam al-Qur’an juga memiliki
fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan konteksnya, yaitu:
Pertama, untuk menunjukkan arti satu (iradah al-wahdah),11 seperti firman Allah dalam
QS. Yasin/36: 20, yang bebunyi:
…      
“dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas … (QS. Yasin/36:
20)

Lafazd rajulun yang terdapat dalam ayat tersebut berarti ‘seorang laki-laki’ yaitu Habib al-
Hajjar, yang datang kepada nabi Musa untuk memberi nasihat kepadanya agar supaya keluar dari
kota, kerena pembesar kota hendak membunuhnya.
Kedua, untuk menunjukkan macam (iradah al-Nau’),12 seperti firman Allah dalam QS. al-
Baqarah/2: 96, yang berbunyi:
…     
“dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan
(di dunia),.. “(QS. al-Baqarah/2: 96)

Lafazh hayatun yang terdapat pada ayat di atas berarti sesuatu macam dari macam-macam
kehidupan, yaitu mencari tambahan untuk masa depan, sebab keinginan itu bukan terhadap masa
lalu atau masa sekarang saja. Contoh lainnya seperti dalam QS. Shad/38: 49, berikut:
       
“ini adalah kehormatan (bagi mereka). dan Sesungguhnya bagi orang-orang yang
bertakwa benar-benar (disediakan) tempat kembali yang baik,” (QS. Shad/38: 49)
Yang dimaksud denganlafazh dzikrun pada ayat diatas adalah macam-macam dari dzikir
(kehormatan).
Ketiga, untuk menunjukkan makna ‘’satu’’ dan ‘’macam’’ secara sekaligus. 13 Sebagaimana
firman Allah swt dalam QS. al-Nur/24: 45:
11
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h.283
12
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h. 283
13
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h. 283

10
…       
“dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air,…” (QS. al-Nur/24: 45)
Maksudnya adalah setiap macam dari segala macam binatang melata itu berasal dari satu
macam dari macam-macam air, dan setiap individu binatang itu berasal dari nuthfah.
Keempat, untuk membesarkan (memulyakan) keadaan (li al-ta’zhim). 14 Sebagaimana
firman Allah dalam QS. al-Baqarah/2: 279:
        …
“ Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu…” (QS. al-Baqarah/2: 279)
Maksud kata harbin pada ayat diatas adalah peperangan yang amat besar lagi dasyat.

Kelima, untuk menunjukkan arti banyak.15 Sebagaimaaa firman Allah dalam QS. al-
A’raf/7: 113:
           
“dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir'aun mengatakan: "(Apakah) Sesungguhnya
Kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?”(QS. al-A’raf/7: 113)
Maksud lafazh ajran pada ayat di atas adalah pahala (upah) yang banyak.
Keenam, membesarkan dan menunjukkan banyak (gabungan no. 4 dan 5). 16 Sebagaimana
firman Allah dalam QS. al-Fathir/35: 4:
            
“dan jika mereka mendustakan kamu (sesudah kamu beri peringatan) Maka sungguh telah
didustakan pula Rasul-rasul sebelum kamu. dan hanya kepada Allahlah dikembalikan
segala urusan.” (QS. al-Fathir/35: 4)
Maksud kata rusulan pada ayat diatas adalah rasul-rasul yang mulia dan jumlahnya bayak.
Ketujuh, untuk meremehkan (al-tahqir). 17 Seperti firman Allah QS. ‘Abasa/80: 18-19,
berikut:
         
“dari Apakah Allah menciptakannya?  dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu
menentukannya.” (QS. ‘Abasa/80: 18-19)

Maksudnya adalah dari sesuatu yang hina, rendah dan remeh.

14
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h. 283
15
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h. 283
16
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h. 283
17
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h. 283

11
Kedelapan, untuk menyatakan sedikit (al-taqlil).18 Seperti dalam firman Allah dalam QS.
al-Taubah/9: 72:
        
           
     
“Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat)
surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan
(mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih
besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. al-Taubah/9: 72)
Maksudnya adalah bahwa keridhaan yang sedikit dari Allah itu lebih besar dari pada surga,
karena keridhaan itu pangkal segala kebahagiaan.
E. Pengulangan kata benda (al-ism)
Apabila isim disebutkan dua kali, maka dalam hal ini ada empat kemungkinan, yaitu
1. Keduanya dalah ism al-ma’rifah
2. Keduanya dalah isim al-nakirah
3. Yang pertama ism nakirah sedangkan yang kedua isim ma’rifah
4. Yang pertama ism al-ma’rifah sedang yang kedua adalam ism al-nakirah

Untuk jenis yang disebutkan pertama ( kedua duanya ism al-ma’rifah ) pada umumnya
kaidah yang berlaku adalah bahwa yang kedua pada hakikatnya adalah yang pertama. Seperti
firman Allah:

       


     

“Tunjukilah Kami jalan yang lurus, - (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat”. (QS. al-Fatihah/1:6-7).

Lafazh shirath (jalan) yang terdapat pada ayat diatas terulang dua kali, pertama dalam
ism al-ma’rifah yang ditandai dengan memberi kata sandang alif-lam ma’rifah (al); dan yang
kedua dalam bentuk ma’rifah juga, yang ditandai dengan susunan idhafah (shirath al-ladzina).
Berdasarkan kaidah yang pertama ini, maka yang dimaksud dengan shirath (jalan) yang kedua
sama dengan yang pertama. Penggunaan ism al-ma’rifah pada ayat tersebut berfungsi sebagai
kategorisasi. Artinya, bahwa lewat ism al-ma’rifah tersebut ditunjukkan dua kategori jalan
(shirath). Pertama adalah jalan yang lurus (al-mustaqim). Jalan ini adalah jalan orang-orang yang

18
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu … h. 284

12
diberi nikmat dari Allah. Kategori yang kedua adalah jalan (shirath) bagi orang-orang yang
dimurkai (al-maghdhub ‘alaihim), atau jalan orang-orang yang sesat (al-dhallin).

Untuk jenis yang disebutkan kedua, - kedua (duanya ismal-nakirah ) maka kaidah yang
biasa berlaku adalah bahwa yang kedua bukanlah yang pertama. Seperti firman Allah:

              
           


“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan
(kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu)
sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-
Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa”(QS. al-Rum/30:54).

Lafazh dhu’f pada ayat diatas ism al-nakirah, ditandai dengan ketiadaannya kata sandang
(al, alif-lam ma’rifah). Dalam hal ini Allah telah mengulang lafazh tersebut sebanyak tiga kali.
Kaidah kedua ini menyatakan bahwa apabila ada dua ism al-nakirah yang terulang dua kali maka
yang kedua pada hakikatnya bukanlah yang pertama. Dengan demikian, ketiga lafazh dhu’f
tersebut memiliki makna yang berbeda-bedda. Lafazh dhu’f yang disebutkan pertama berarti
seperma (al-nuthfah). Sedangkan lafazh dhu’f yang disebutkan kedua berarti masa bayi (al-
thufuliyah). Sementara itu, lafazh dhu’f yang disebutkan terakhir berarti masa lanjut usia (al-
syaikhukhah).

Untuk jenis yang disebutkan ketiga ( pertama ism al-nakirah dan kedua ism al-ma’rifah )
kaidah yang berlaku adalah sama seperti kaidah yang pertama, yaitu isim yang disebutkan kedua
pada hakikatnya adalah yang pertama. Allah berfirman:

…        

“… sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir'aun. Maka
Fir'aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa Dia dengan siksaan yang berat”. (QS. al-
Muzammil/73:15-16)

Pada ayat diatas kata rasul terulang sebanyak dua kali, pertama dengan menggunakan ism
al-ma’rifah dan kedua ism al-nakirah yaitu dengan menambahkan alif-lam ma’rifah pada lafazh
rasul. Berdasarkan kaidah yang ketiga ini, maka yang dimaksud dengan rasul pada penyebutan
yang kedua adalah sama dengan yang pertama, yaitu Musa.

13
Sementara itu, untuk jenis yang disebutkan terakhir –(pertama ism al-ma’rifah dan kedua
ism al-nakirah ) maka kaidah yang berlaku adalah yang tergantung kepada indikatornya (al-
qarinah) adakalanya indikator menunjukkan bahwa keduanya memiliki makna yang berbeda.
Hal ini seperti ditunjukkan oleh firman Allah:

           
 

“dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "Mereka
tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". seperti Demikianlah mereka
selalu dipalingkan (dari kebenaran)”. (QS.ar-Rum/30:55)

Lafazh al-sa’ah pada ayat diatas terulang sebanyak dua kali, yang pertama menunjukkan
ism al-ma’rifah sedangkan yang kedua menunjukkan ism al-nakirah. Dalam kasus ini lafazh
sa’ah yang disebutkan kedua pada hakikatnya bukanlah yang pertama. Pengertian ini dapat
diketahui dari syaq al-kalam. Lafazh al-sa’ah yang disebutkan pertama berarti hari kiamat (yaum
al-hisab), sedangkan lafazh sa’ah yang disebutkan kedua lebih terkait pada waktu.

Disisi lain ada juga indikator yang menyatakan bahwa keduanya adalah sama. Hal ini
seperti ditunjukkan oleh firman Allah:

         
         

“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini Setiap macam
perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. - (ialah) Al Quran dalam bahasa Arab
yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa”.(QS. az-
Zumar/39:27-28)

Lafazh qur’an pada ayat diatas juga terulang sebanyak dua kali, yaitu pertama dalam
bentuk ism al-ma’rifah dan yang kedua dalam bentuk ism al-nakirah. Dalam kasus ini yang
dimaksud dengan qur’an yang disebutkan kedua sama hakikatnya dengan qur’an yang
disebutkan pertama.19

F. Perbedaan Contoh Ma’rifah dan Nakirah


1. (Ash-shaf:7)

19
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Mudzakir, (Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa, 2013), cet. 16, h. 283-286.

14
2. (al-an’am; 21)
3. (al-‘a’raf:37)
4. (Yunus: 17)
Ayat-ayat di atas beredaksi mirip tetapi memiliki perbedaan. Namun yang menjadi
pembahasan disini ialah lafal (al-kaziba) dengan memakai (alif lam), ini disebut ma’rifah dan
lafal (kaziban) tanpa memakai (alif lam) ini disebut nakirah. Di dalam redaksi yang di kutip di
atas terlihat dengan jelas, lafal (al-kazibi) hanya disebut satu kali dalam bentuk ma’rifah, yaitu di
dalam ayat pertama; semantara pada ayat kedua dan seterusnya juga membawa lafal tersebut tapi
dalam bentuk nakirat. 20
G. Analisis Redaksi yang Mirip
Setelah diteliti, ternyata perbedaan itu disebabkan bedanya konteks ayat-ayat tersebut.
Ayat pertama misalnya merupakan gambaran lebih lanjut dari sikap Yahudi yang mendustakan
ayat-ayat Allah dan Rassul-Nya. Karena itulah ayat pertama tersebut membawa lafal( ‫ذب‬BB‫)االك‬
dengan memaki alif-lam sebagai isyarat Allah atas kedustaan yang telah mereka lakukan
sebelumnnya karena alif lam di dalam struktur bahasa Arab dapat berfungsi sebagai ‘ahd al-dzikir
(menunjukkan bahwa kata tersebut sudah disebut sebelumnya secara eksplisit, atau sebagai ‘ahd
al-dzhn (menunjukkan bahwa makna kata itu telah disebut sebelumnya) 21

20
Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an (Anggota IKAPI,2002), h.234
21
Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran … h.234

15
PENUTUP
KESIMPULAN

Ma’rifah dan nakirah adalah seuatu bidang ilmu yang terdapat di dalam nahwu sharaf dan juga
ada pada kaidah-kaidah penafsiran. Ma’rifah didalam al-Qur’an terdapat beberapa macam, yaitu:

 ta’rif dengan dhomir


 ta’rif dengan ism’alam
 ta’rif dengan isim al-isyarah
 ta’rif dengan ism al-maushul
 ta’rif dengan alif-lam

dan nakirah didalam al-Qur’an juga terdapat beberapa macam, yaitu:


 untuk menunjukkan arti satu
 untuk menunjukkan macam
 untuk menunjukkan makna ‘’satu’’ dan ‘’macam’’ secara sekaligus
 untuk membesarkan (memulyakan) keadaan (li al-ta’zhim)
 untuk menunjukkan arti banyak
 membesarkan dan menunjukkan banyak (gabungan no. 4 dan 5)
 untuk meremehkan (al-tahqir)
 untuk menyatakan sedikit (al-taqlil)
lalu apabila isim disebutkan dua kali maka aka ada empat kemungkinan yang bisa terjadi:
1. apabila kedua duanya ma’rifah maka pada umumnya yang kedua hakekatnya adalah yang
pertama.
2. Jika kedua-duanya nakirah, maka yang kedua biasanya bukan yang pertama.
3. Jika yang pertama nakirah dan yang kedua adalah ma’rifah maka yang kedua hakekatnya dalah
yang pertama.
4. Jika yang pertama ma’rifah sedang yang kedua nakirah, maka apa yag dimaksudkan brgantung
pada qarinah.

16
DAFTAR PUSTAKA

As suyuthi Jalaluddin, Samudera Ulumul Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu, 2006

Baidan Nashruddin, Metode Penafsiran Al-Qur’an, Anggota IKAPI, 2002

Chirzin Muhammad, Al-qur’an dan Ulumul Qur’an , Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1998

Khalil Manna’ al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Mudzakir,
Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2013.

Oensyar Kamil Ramma dan Urea Hasnan Sidik, praktis belajar bahasa arab, Banjarmasin, 2012

17

Anda mungkin juga menyukai