EMBRIOGENESIS AMPHIBIA
“Makalah ini Disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Perkembangan Hewan A
yang dibimbing oleh Dr. Eddyman W. Ferial, M.Si.”
Disusun Oleh:
KELOMPOK 1
Rivaldi Pratama H041201034 Andi Alfito Ardiansyah H041201025
Ainun Amini H041201037 Dzulfaida Rajasa H041201050
Natalia Katappanan H041201006 Iffah Muthiah Firman H041201020
Eka Purnamasari H041201011 Mutmainnah H041201057
Andina Putri Prahara H041201042 Rahmawati H041201008
Dzulkifli H041191021 Fathimah Az-Zahra H041201027
Miftahul Janna H041201039 Muhammad Rizal Udin H041201071
Saeful Musawwir H041201044 Amelia Gabriel K. H041191008
Hayatul Azizah H041201019 Like Ayu Sutrisno H041201030
Hasnawati H041201007
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang sudah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah Nya sehingga penyusunan tugas
makalah yang berjudul Embriogenesis Amphibia ini bisa berjalan lancar.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pentingnya pemahaman terkait
perkembangan individu secara fisiologi yang layak dijadikan sebagai modul
pembelajaran. Tugas ini kami buat untuk memberikan ringkasan tentang
bagaimana perkembangan fisiologi hewan terkhusus pada amphibia mulai dari
masa terbentuknya hingga masa dewasa. Mudah-mudahan makalah yang kami
buat ini bisa membantu memperkaya pengetahuan kita jadi lebih luas lagi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
menyusun makalah ini. Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman yang sudah terlibat dalam
penyelesaian makalah ini. Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan banyak
terima kasih.
Hormat kami,
Kelompok 1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................0
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
I.3 Tujuan..................................................................................................................3
1.4 Manfaat................................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................4
KAJIAN TEORI........................................................................................................4
II.2 Amphibia............................................................................................................4
BAB III....................................................................................................................24
PENUTUP...............................................................................................................24
III.1 Kesimpulan......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................25
i
DAFTAR GAMBAR
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tipe-tipe pembelahan zigot.
2. Untuk mengetahui pembelahan sel embrio pada amphibi.
3. Untuk mengetahui proses embriogenesis dan blastulasi pada amphibi.
4. Untuk mengetahui proses grastulasi dan pembentukan lapisan germinal
pada amphibi.
5. Untuk mengetahui proses neurulasi pada ampbihi
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui tipe-tipe pembelahan zigot.
2. Dapat mengetahui pengertian pembelahan sel embrio.
3. Dapat mengetahui proses embriogenesis dan blastulasi pada amphibi.
2
4. Dapat mengetahui proses grastulasi dan pembentukan lapisan germinal
pada amphibi.
5. Dapat mengetahui proses pembentukan organogenesis turunan ektoderm
dan organogenesis turunan mesoderm.
BAB II
KAJIAN TEORI
II.2 Amphibia
Amphibia merupakan hewan yang memiliki habitat hidup di dua alam yaitu
air dan darat. Selama siklus hidupnya, Amphibia berada dalam air dan bernapas
dengan insang sedangkan setelah dewasa hidup di darat dan bernapas dengan paru-
paru dan kulit. Amphibia dibagi atas 3 Ordo yaitu Caudata (Urodela), Sesilia
(Gymnophiona) dan Anura (Salienta) (Brotowidjoyo, 1994). Ketiga ordo
Amphibia yang ditemukan di dunia hanya 2 Ordo yang terdapat di Indonesia yaitu
Anura dan Sesilia. Ordo Anura merupakan Ordo Amphibia yang terbesar dan
sangat beragam, terdiri dari lebih 4.100 species. 30 familia Anura yang telah
dikenal, sepuluh terdapat di Indonesia (450 species) (Iskandar, 2018).
3
Habitat utama Amphibia adalah hutan primer, hutan sekunder, hutan rawa,
sungai besar, sungai sedang, anak sungai, kolam dan danau (Mistar 2003). Iskandar
(1998) menyatakan bahwa Amphibia selalu hidup berasosiasi dengan air sesuai
namanya yaitu hidup pada dua alam (di air dan di darat). Selanjutnya dijelaskan
bahwa sebagian besar Amphibia didapatkan hidup di kawasan hutan karena
disamping membutuhkan air juga membutuhkan kelembaban yang cukup tinggi
(75-85%) untuk melindungi tubuh dari kekeringan. Amphibia juga membutuhkan
suhu
tertentu untuk mendapatkan pertumbuhan yang maksimum berkisar 26 0C– 330C
dan suhu air 200C–350C (Berry (1975) dalam Sardi, Erianto, dan Siahaan, 2013).
Fertilisasi merupakan peleburan sperma dengan sel telur atau lebih dikenal
juga dengan pembuahan. Fertilisasi terdiri dari fertilisasi internal dan fertilisasi
eksternal. Fertilisasi eksternal banyak ditemui pada beberapa spesies dari kelas
Pisces dan Amfibia (misalnya katak). Fertilisasi eksternal biasanya sel telur (ovum)
dibentuk dalam jumlah besar/banyak, karena kemungkinan terjadinya fertilisasi
lebih kecil dari pada pembuahan secara internal dan dapat pula terjadi karena
hewan tersebut tidak memiliki alat kelamin luar. Fertilisasi eksternal memerlukan
media air atau tempat yang basah.
Pada katak, saat akan melakukan fertilisasi, katak jantan akan menempel
pada punggung betina sambil menekan perut betina dengan menggunakan kaki
bagian depan dan merangsang pengeluaran telur kedalam air. Setiap telur yang
dikeluarkan diseliputi oleh selaput telur (membran vitelin). Hal tersebut dikenal
dengan amplexus. Bersamaan dengan itu, katak jantan akan mengeluarkan sperma
untuk membuahi sel telur tersebut, sehingga terjadilah fertilisasi. Sel telur katak
termasuk tipe telolesital (yolk banyak dan tersebar tidak merata. Sedangkan sel
sperma yang kepalanya berbentuk lonjong.
4
Gambar 2.2 Proses Fertilisasi Pada Katak
(Sumber: Wahid, Zaenal. Bio Fun Learning.2015)
5
reseptor pada vitelin sel telur. Nampaknya akrosom juga merusak lapisan vitelin
sehingga vitelin terbuka.
5. Vitelin terbuka, dan kepala sel sperma kini kontak langsung dengan membran
sel telur. Kontak ini mengawali fusi membran keduanya. Fusi membran sel
sperma dan sel telur memicu reaksi listrik mulai dari tempat fusi ke seluruh
bagian sel telur, semacam depolarisasi membran, selama 1 hingga 3 detik,
mencegah lebih dari satu sel sperma yang masuk ke dalam sel telur
(polispermia). Peristiwa ini disebut pemblokiran cepat terhadap polispermia.
6. Fusi sel juga memicu reaksi kortikal di sepanjang membran sel telur. Mulamula
garnula kortikal di bawah membran sel telur yang melepaskan isinya (berupa
enzim) ke ruang perivitelin, memicu masuknya air ke ruangan itu. Sehingga
ruang perivitelin menjadi tebal dan keras yang disebut membran fertilisasi. Hal
ini mencegah polispermia, namun dalam tempo yang lambat, sehingga disebut
pemblokiran lambat terhadap polispermia.
7. Nukleus sel sperma masuk menemui nukleus sel telur, sementara bagian lain
dari sel sperma dilepaskan di luar dan tidak ikut masuk ke sitoplasma sel telur.
Peleburan nukleus keduanya terjadi 20 menit setelah fusi sel, terbentuklah zigot
yang diploid.
8. Pembelahan pertama terjadi setelah fusi nukleus, diawali dengan replikasi DNA.
9. Telur katak tipe telolesital, artinya telur katak, mempunyai yolk banyak dan
terkonsentrasi di kutub vegetal, sehingga pigmen lebih banyak di kutub animal.
Fertilisasi terjadi di kutub animal dari sel telur katak. Tempat masuknya sperma
pada sel telur untuk menentukan sumbu dorsal-ventral embrio. Tempat
masuknya sperma merupakan bagian ventral embrio sedangkan kutub yang
berlawanan merupakan bagian dorsal. Ketika sperma memasuki sel telur,
sitoplasma akan berotasi 30 derajat berlawanan arah jarumjam, sehingga arah
berlawanan dengan masuknya sperma akan menjadi lebih terang dan disebut
dengan grey cressent atau sabit kelabu.
Kesimpulannya, fertilisasi pada katak terjadi secara eksternal, reaksi
akrosomal mencegah sel sperma spesies lain masuk ke sel telur katak, dan reaksi
listirk dan reaksi kortikal mencegah dari satu sel sperma yang masuk ke dalam sel
telur (polispermia). Hasil akhir dari fertilisasi adalah zigotyang diploid, sehingga
6
dapat disimpulkan bahwa fertilisasi adalah fusi sel gamet untuk menghasilkan
zigot.
8
berbeda dengan volume sel semula (zigot). Kemudian menurut Sudarwati (1990),
ciri khas stadium pembelahan adalah bahwa pembelahan berlangsung tanpa
istirahat, dan rasio inti sitoplasma bertambah kecil. (Sudarwati, 1990). Pasca
fertilisasi, zigot mulai membuat suatu organisme multiseluler, dimulai dengan
proses pembelahan mitosis membagi volume telur menjadi banyak sel-sel kecil.
Sel-sel pada tahap pembelahan inidisebut blastomer (Sudarwati, 1990). Dari kedua
pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelahan zigot berlangsung
cepat membentuk sel-sel yang berukuran lebih kecil.
Pada amphibi seperti katak, fertilisasi diikuti oleh pembelahan atau
segmentasi zigot, yang holoblastic tetapi tidak merata karena memiliki yolk dalam
jumlah besar. Pembelahan pertama adalah secara meridional, melewati vertikal
dari kutub animal ke kutub vegetal. Membagi berbentuk sabit abu-abu dan zigot
menjadi dua sel yang sama dan simetris, disebut blastomer, yang mewakili sisi
kanan dan kiri dari embrio di masa mendatang dan dewasa. Pembelahan kedua
dimulai pada saat proses membelahnya sitoplasma yolky dari belahan vegetal
secara meridional (vertikal), melewati kutub. Tetapi pada sudut kanan bidang
pembelahan pertama, menghasilkan empat blastomer yang sama. Pembelahan
ketiga adalah garis lintang (horizontal) tapi juga di atas garis tengah menuju kutub
animal, memproduksi delapan blastomer dari dua jenis yang berbeda (Kotpal,
2009).
9
blastula) dan memasuki stadium blastula (Sudarwati, 1990). Setelah stadium blastula,
embrio tidak berhenti membelah, melainkan meneruskan pada tahap selanjutnya yaitu
gastrulasi. Tahap gastrulasi akan berlanjut pada tahap neurulasi.
11
Gambar 2.6 Daerah Kelabu Atau Grey Crescent
(Sumber: Surjono, dkk., 2001)
12
Gambar 2.8 Pembelahan Ketiga
(Sumber: Puja, 2010)
13
Gambar 2.10 Pembelahan Kelima ( Morula, kiri) dan Pembelahan Keenam
(Blastula, kanan) (Sumber: Puja, 2010)
14
Gambar 2.11 Peta nasib blastula amphibi
(Sumber: Champbell, A., et al. 2008)
15
Gambar 2.13 Indentasi pada blastula
(Sumber: Champbell, A., et al. 2008)
16
Gambar 2.14 Gastrulasi Katak
(Sumber: Gilbert. 2010)
Keterangan Gambar 14: (A) pembentukan bibir dorsal, lateral dan ventral
blastoporus. Ketika bibir ventral blastoporus selesai terbentuk, sel-sel endoderm
masuk ke dalam embrio (B) epiboly sel-sel ectoderm dan involusi sel-sel
mesoderm ke blastoporus dan selanjutnya dibawah permukaan. Endoderm dibawah
bibir blastoporud (yolk pulg) tidak mengalami pergerakan.
17
Gambar 2.16 Sumbat Yolk
(Sumber: Champbell, A., et al. 2008)
18
dibandingkan dengan pertumbuhan ektoderm neural, mengakibatkan lapisan neural
plate menjadi tertekan dan mangalami pelekukan ke bagian dalam (invaginasi).
Kedua bagian tepi keping neural melipat menjadi lipatan neural, mengapit keping
yang melekuk yaitu lekuk neural. Bagian Pelekukan inilah yang disebut sebagai
neural fold (Sugiyanto, 1996). Terbentunya neural fold atau lebih sederhananya
adalah pematang neural yang merupakan lipatan dari kedua sisi lempeng neural
secara bersamaa akan didiringi dengan terbentuknya neural groove, atau parit
neural. Yaitu bagian paling dasar dari lipatan ektoderm neural itu sendiri. Kedua
lipatan neural akan bertemu dan berfusi di bagian mediodorsal embrio sehingga
terbentuk bumbung neural seperti tampak pada tahap-tahap pembentukan bumbung
neural (Surjono, 2003).
19
Mekanisme pelekukan dan pelipatan juga dipengaruhi konstriksi
mikrofilamen di puncak (aspeks) sel. Konstriksi tersebut mengakibatkan sel-sel
alas menjadi baji (wedge saped) yang disebut “median hinge” (MH) atau engsel.
sehingga terjadi pelekukan di bagian atas tersebut. Pada sisi dorsolateral terdapat
dorsolateral hinge (DLH) atau engsel dorsolateral juga menyebabkan pelekukan
dan membantu bersatunya kedua lipatan hingga terbentuk bumbung neural.
Rongga didalam bumbung neural dinamakan neurosoel. Saluran ini untuk
sementara berhubungan dengan arkenteron melalui satu saluran pendek yang yang
disebut kanalis neurenterikus.
Kedua saluran pada kanalis neurenterikus yang masih terbuka disebut
neurophorus anterior dan neurophrus superior. Neurophorus anterior akan
membentuk otak dan bagian- bagiannya dan neurophrus superior akan membentuk
fleksura atau lipatan yang terdapat dalam otak, dan berperan dalam menentukan
daerah-daerah otak. Saluran ini kemudian akan menutup rongga saluran neural dan
rongga arkenteron terpisah satu sama lain (Surjono, 2003). Pada akhir
pembentukan bumbung neural, embrio sudah memanjang dan dapat dibedakan
menjadi bagian kepala dan badan. Pemisahan bumbung neural dengan ektoderm di
atasnya disebabkan karena E-chaderin yang dihasilkan oleh ektoderm permukaan
dan bumbung neural terhenti. Pada bumbung neural akan digantika oleh N-
chaderin yang mengikat antarsel bumbung neural (Lestrari, et al., 2013).
Nerulasi pada katak merupakan neurulasi primer (Lestrari, et al., 2013).
Dimana neural tube terbentuk akibat adanya proses pelekukan atau invaginasi dari
lapisan ektoderm neural yang diinisiasi oleh nothocord. Cara ini paling umum
ditemukan diantara berbagai kelompok hewan, yaitu amfibia, reptilia, aves dan
mamalia termasuk manusia.
20
Gambar 2.19 Proses neurulasi
(Jessell, dan Sanes, 2002)
23
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan di atas, dapat
dijabarkan sebagi berikut:
1. berdasarkan tipe yolk, pembelahan zigot terbagi menjadi pembelahan secara
meroblastik dan holoblastik. Pada apmhibi, pembelahan secara holoblastik
dengan pola radial.
2. tahapan pembelahan pada amphibi dimulai dari pasca ferilisasi masuk tahap
blastulasi, kemudian gastrulasi, neurulasi dan terakhir organogenesis.
3. blastulasi merupakan proses pembentukan blastula yang menghasilkan sel-sel
blastoderm akan terdiri dari neural, epidermal, dan mesodermal.
4. gastrulasi merupakan fase yang menghasilkan tiga lapisan lembaga yaitu
ektoderm sebagai lapisan paling luar, endoderm sebagai lapisan dalam dan
mesoderm yang merupakan lapisan diantara keduanya melalui proses
invaginasi sel-sel botol dan involusi pada bibir blastoporus.
5. tahapan neurulasi pada amphibi menghasilkan system saraf pusat yang
termasuk jenis neurulasi primer. Bumbung neural bagian depan akan
berkembang menjadi otak dan bagian belakang akan menjadi sum-sum tulang
belakang.
24
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil .A., J.B. Reece., L.A. Urry., dkk. 2008. Biologi Edisi Kedelapan
Jilid 3. Erlangga : Jakarta.
Jessell, dan Sanes. 2002. Principles of Neuroscience 4th edition. New York : E.
Kandel editor Kotpal, R.L. 2009. Modern Text Book Of Zoology
Vertebrates (Animal Diversity). New Delhi : Rastogi Publications.
Lestari, U., Tenzer, A., Handayani, N., dan Gofur, A. 2013. Struktur dan
Perkembangan Hewan II. Malang : Universitas Negeri Malang.
O’day, D. H. 2010. Neurulation: making the brain and spinal cord. Toronto :
University of Toronto.
Reece, J.B., Taylor, M.R., Simon, E.J., dan Dickey, J.L. 2012. Campbell Biology
Concepts & Connections Seventh Edition. Sun Francisco : Pearson
Education, Inc.
Surjono, Dr. Tien Wati, M.S, dkk., 2001. Buku Materi Pokok Perkembangan
Hewan. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
25