Anda di halaman 1dari 29

Sabtu, 23 April 2022

Ujian Perkembangan Hewan

EMBRIOGENESIS AMPHIBIA
“Makalah ini Disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Perkembangan Hewan A
yang dibimbing oleh Dr. Eddyman W. Ferial, M.Si.”

Disusun Oleh:
KELOMPOK 1
Rivaldi Pratama H041201034 Andi Alfito Ardiansyah H041201025
Ainun Amini H041201037 Dzulfaida Rajasa H041201050
Natalia Katappanan H041201006 Iffah Muthiah Firman H041201020
Eka Purnamasari H041201011 Mutmainnah H041201057
Andina Putri Prahara H041201042 Rahmawati H041201008
Dzulkifli H041191021 Fathimah Az-Zahra H041201027
Miftahul Janna H041201039 Muhammad Rizal Udin H041201071
Saeful Musawwir H041201044 Amelia Gabriel K. H041191008
Hayatul Azizah H041201019 Like Ayu Sutrisno H041201030
Hasnawati H041201007

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang sudah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah Nya sehingga penyusunan tugas
makalah yang berjudul Embriogenesis Amphibia ini bisa berjalan lancar.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pentingnya pemahaman terkait
perkembangan individu secara fisiologi yang layak dijadikan sebagai modul
pembelajaran. Tugas ini kami buat untuk memberikan ringkasan tentang
bagaimana perkembangan fisiologi hewan terkhusus pada amphibia mulai dari
masa terbentuknya hingga masa dewasa. Mudah-mudahan makalah yang kami
buat ini bisa membantu memperkaya pengetahuan kita jadi lebih luas lagi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
menyusun makalah ini. Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman yang sudah terlibat dalam
penyelesaian makalah ini. Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan banyak
terima kasih.

Makassar, 23 April 2022

Hormat kami,

Kelompok 1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................0

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................1

I.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

I.2 Rumusan Masalah................................................................................................2

I.3 Tujuan..................................................................................................................3

1.4 Manfaat................................................................................................................3

BAB II.......................................................................................................................4

KAJIAN TEORI........................................................................................................4

II.1 Struktur Tubuh Hewan........................................................................................4

II.2 Amphibia............................................................................................................4

II.3 Fertilisasi Katak..................................................................................................5

II.4 Tipe-tipe Pembelahan Zigot................................................................................8

II.4 Mekanisme Pembelahan Zigot (Embrio) pada Amphibi..................................11

II.4 Embriogenesis dan Blastulasi pada Amphibi...................................................12

II.5 Gastrulasi dan Pembentukan Lapisan Germinal...............................................17

II.6 Tahapan Neurulasi pada Amphibi....................................................................21

II.7 Bumbung Endoderm.........................................................................................26

II.8 Bumbung Mesoderm.........................................................................................27

BAB III....................................................................................................................24

PENUTUP...............................................................................................................24

III.1 Kesimpulan......................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................25

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Species dalam Kelas Amphibia...........................................................3

Gambar 2.2 Proses Fertilisasi Pada Katak...............................................................5

Gambar 2.3 Tipe pembelahan pada katak................................................................8

Gambar 2.4 Pembelahan Zigot................................................................................9

Gambar 2.5 Pembentukan Blastosol .....................................................................11

Gambar 2.6 Daerah Kelabu Atau Grey Crescent................................................11

Gambar 2.7 Pembelahan Kedua.............................................................................12

Gambar 2.8 Pembelahan Ketiga.............................................................................13

Gambar 2.9 Pembelahan Keempat.........................................................................13

Gambar 2.10 Pembelahan Kelima (Morula, kiri) dan Pembelahan Keenam.........14

Gambar 2.11 Peta nasib blastula amphibi..............................................................15

Gambar 2.12 grey crusent pada blastula................................................................15

Gambar 2.13 Indentasi pada blastula.....................................................................16

Gambar 2.14 Gastrulasi Katak...............................................................................17

Gambar 2.15 Epiboli Ektoderm.............................................................................17

Gambar 2.16 Sumbat Yolk....................................................................................18

Gambar 2.17 Induksi Neural Plate dan Neural Fold..............................................19

Gambar 2.18 Pembentukan Neural Tube...............................................................20

Gambar 2.19 Proses neurulasi................................................................................21

Gambar 2.20 Irisan sagital saluran pencernaan.....................................................22

Gambar 2.21 Perkembangan mesoderm embrio katak...........................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Makhluk hidup mempunyai kemampuan untuk menghasilkan keturunan


yang baru yang disebut reproduksi. Reproduksi pada makhluk hidup dapat
dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda, misalnya pada hewan terdapat dua
cara reproduksi yaitu reproduksi aseksual dan seksual. Pada reproduksi aseksual
merupakan reproduksi yang tidak melibatkan fertilisasi dari gamet, sedangkan
pada reproduksi seksual merupakan reproduksi yang melibatkan fertilisasi dari
gamet. Fertilisasi merupakan peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus
atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan
nucleus (Yatim, 1994). Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma
(plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami).
Pada hewan, setelah tahap fertilisasi akan dilanjutkan pada tahap
embriogenesis. Embriogenesis merupakan proses pembentukan dan
perkembangan embrio. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan
di tingkat sel. Sel pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. Secara
umum, sel embriogenik berkembang melalui beberapa fase, antara lain: sel
tunggal (yang telah dibuahi), blastomer, blastula, gastrula, neurula, embrio, dan
janin.
Embriologi berasal dari kata embryo dan logos. Embryo yaitu
pembentukan, pertumbuhan pada tingkat permulaan dan perkembangan embryo.
Sedangkan logos yaitu ilmu. Jadi embriologi yaitu ilmu tentang pembentukan,
pertumbuhan pada tingkat permulaan dan perkembangan embrio. Cakupan ini
meluas kepada masalah persiapan untuk terjadinya pembuahan serta masalah
pembiakan pada umumnya.
Pembelahan mitosis embrio berbeda dengan pembelahan mitosis pada sel
dewasa. Menurut Surjono et. al., (2019), proses pembelahan sel embrio sangat
cepat dan tanpa istirahat (interfase). Periode pertumbuhan embrio terdiri dari
beberapa periode diantaranya yaitu: Periode persiapan, pembuahan, pertumbuhan
awal. Pada periode persiapan kedua induk mempersiapkan diri untuk melakukan
1
perkawinan atau pembiakan. Gamet mengalami proses pematangan sehingga kedua
induk tersebut telah siap untuk melakukan perkawinan. Periode pembuahan, Pada
periode ini setelahkedua induk telah melakukan perkawianan, maka gamet akan
melakukan perjalanan ketempat pembuahan yang kemudian kedua jenis gamet
tersebut melakukan pembuahan. Periode pertumbuhan awal. Setelah melakukan
pembuahan antara kedua gamet tersebut, maka terbentuklah zigot yang akan
menjadi individu baru. Pertumbuhan sejak zigot mengalami pembelahan berulang
kali sampai saat embrio memiliki bentuk primitif yaitu bentuk dan susunan tubuh
embrio yang masih sederhana dan kasar. Bentuk dan susunan tubuh embrio
tersebut umum terdapat pada semua jenis hewan vertebrata. Periode ini terdiri dari
4 tingkatan yaitu: tingkat pembelahan, tingkat blastula, tingkat gastrula, dan tingkat
tubulasi.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja tipe-tipe pembelahan zigot?
2. Bagaimana tipe pembelahan sel embrio pada amphibi?
3. Bagaimana proses embriogenesis dan blastulasi pada amphibi?
4. Bagaimana proses grastulasi dan pembentukan lapisan germinal pada
amphibi?
5. Bagaimana proses neurulasi pada embrio amphibi?

I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tipe-tipe pembelahan zigot.
2. Untuk mengetahui pembelahan sel embrio pada amphibi.
3. Untuk mengetahui proses embriogenesis dan blastulasi pada amphibi.
4. Untuk mengetahui proses grastulasi dan pembentukan lapisan germinal
pada amphibi.
5. Untuk mengetahui proses neurulasi pada ampbihi

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui tipe-tipe pembelahan zigot.
2. Dapat mengetahui pengertian pembelahan sel embrio.
3. Dapat mengetahui proses embriogenesis dan blastulasi pada amphibi.

2
4. Dapat mengetahui proses grastulasi dan pembentukan lapisan germinal
pada amphibi.
5. Dapat mengetahui proses pembentukan organogenesis turunan ektoderm
dan organogenesis turunan mesoderm.
BAB II

KAJIAN TEORI

II.1 Struktur Tubuh Hewan


Hewan terdiri dari ribuan, jutaan, bahkan triliunan sel yang tepat
terorganisasi menjadi jaringan yang kompleks dan organ. Transformasi dari zigot
ke kondisi multisel ini benar-benar fenomenal. Keteraturan dan ketepatan yang
diperlukan di setiap langkah, dan keduanya jelas ditampilkan dalam dua fase utama
pertama perkembangan embrio: pembelahan dan gastrulasi (Reece et al., 2012).

II.2 Amphibia
Amphibia merupakan hewan yang memiliki habitat hidup di dua alam yaitu
air dan darat. Selama siklus hidupnya, Amphibia berada dalam air dan bernapas
dengan insang sedangkan setelah dewasa hidup di darat dan bernapas dengan paru-
paru dan kulit. Amphibia dibagi atas 3 Ordo yaitu Caudata (Urodela), Sesilia
(Gymnophiona) dan Anura (Salienta) (Brotowidjoyo, 1994). Ketiga ordo
Amphibia yang ditemukan di dunia hanya 2 Ordo yang terdapat di Indonesia yaitu
Anura dan Sesilia. Ordo Anura merupakan Ordo Amphibia yang terbesar dan
sangat beragam, terdiri dari lebih 4.100 species. 30 familia Anura yang telah
dikenal, sepuluh terdapat di Indonesia (450 species) (Iskandar, 2018).

Gambar 2.1 Species dalam Kelas Amphibia


(Sumber: Iskandar, 2018)

3
Habitat utama Amphibia adalah hutan primer, hutan sekunder, hutan rawa,
sungai besar, sungai sedang, anak sungai, kolam dan danau (Mistar 2003). Iskandar
(1998) menyatakan bahwa Amphibia selalu hidup berasosiasi dengan air sesuai
namanya yaitu hidup pada dua alam (di air dan di darat). Selanjutnya dijelaskan
bahwa sebagian besar Amphibia didapatkan hidup di kawasan hutan karena
disamping membutuhkan air juga membutuhkan kelembaban yang cukup tinggi
(75-85%) untuk melindungi tubuh dari kekeringan. Amphibia juga membutuhkan
suhu
tertentu untuk mendapatkan pertumbuhan yang maksimum berkisar 26 0C– 330C
dan suhu air 200C–350C (Berry (1975) dalam Sardi, Erianto, dan Siahaan, 2013).

II.3 Fertilisasi Katak

Fertilisasi merupakan peleburan sperma dengan sel telur atau lebih dikenal
juga dengan pembuahan. Fertilisasi terdiri dari fertilisasi internal dan fertilisasi
eksternal. Fertilisasi eksternal banyak ditemui pada beberapa spesies dari kelas
Pisces dan Amfibia (misalnya katak). Fertilisasi eksternal biasanya sel telur (ovum)
dibentuk dalam jumlah besar/banyak, karena kemungkinan terjadinya fertilisasi
lebih kecil dari pada pembuahan secara internal dan dapat pula terjadi karena
hewan tersebut tidak memiliki alat kelamin luar. Fertilisasi eksternal memerlukan
media air atau tempat yang basah.
Pada katak, saat akan melakukan fertilisasi, katak jantan akan menempel
pada punggung betina sambil menekan perut betina dengan menggunakan kaki
bagian depan dan merangsang pengeluaran telur kedalam air. Setiap telur yang
dikeluarkan diseliputi oleh selaput telur (membran vitelin). Hal tersebut dikenal
dengan amplexus. Bersamaan dengan itu, katak jantan akan mengeluarkan sperma
untuk membuahi sel telur tersebut, sehingga terjadilah fertilisasi. Sel telur katak
termasuk tipe telolesital (yolk banyak dan tersebar tidak merata. Sedangkan sel
sperma yang kepalanya berbentuk lonjong.

4
Gambar 2.2 Proses Fertilisasi Pada Katak
(Sumber: Wahid, Zaenal. Bio Fun Learning.2015)

Tahap-tahap fertilisasi pada amphibia atau pada katak melipusi beberapa


proses diantaranya sebagai berikut:
1. Sel telur dikeluarkan oleh katak betina ke dalam air, disusul oleh sel sperma
yang dikeluarkan katak jantan. Fertilisasi dikutub animal dari sel telur katak.
Tepatnya di ventral embrio.
2. Sel seperma bergerak dalam air mencari sel telur. Lapisan gel yang khas pada
sel telur hewan air akan menstimulasi sel sperma bergerak ke arahnya, seperti
hubungan magnet.
3. Sel sperma menemukan sel telur, dan begitu melakukan kontak dengan lapisan
gel sel telur, sel sperma menguraikan membran akrosomnya, membuka jalan
bagi akrosom (semacam enzim hidrolitik=mucinase). Akrosom akan mengurai
lapisan gel ini sehingga membuka jalan ke membran vitelin yang ada di sebelah
dalam. Tahap ini disebut reaksi akrosomal. Akrosom bersifat spesifik spesies,
artinya hanya dapat bekerja atau membuka lapisan gel spesiesnya saja, sehingga
jika sel sperma katak bertemu dengan sel telur spesies lain, misal ikan, maka
akrosomnya tidak akan bisa mebuka lapisan gel sel telur ikan, begitu juga
akrosom sel sperma ikan tidak akan bisa mebuka lapisan gel sel telur katak.
4. Setelah lapisan gel terbuka dan sel sperma menerobos ke bagian yang lebih
dalam, membran vitelin menjadi "pagar yang berkunci" bagi sel sperma.
Reseptor protein khusus spesies ada di sepanjang vitelin, yang mengenali hanya
protein dari mikrotubula sel sperma spesiaenya saja. Sel sperma akan
menjulurkan mikrotubulanya (juluran sitoplasma) untuk berikatan dengan

5
reseptor pada vitelin sel telur. Nampaknya akrosom juga merusak lapisan vitelin
sehingga vitelin terbuka.
5. Vitelin terbuka, dan kepala sel sperma kini kontak langsung dengan membran
sel telur. Kontak ini mengawali fusi membran keduanya. Fusi membran sel
sperma dan sel telur memicu reaksi listrik mulai dari tempat fusi ke seluruh
bagian sel telur, semacam depolarisasi membran, selama 1 hingga 3 detik,
mencegah lebih dari satu sel sperma yang masuk ke dalam sel telur
(polispermia). Peristiwa ini disebut pemblokiran cepat terhadap polispermia.
6. Fusi sel juga memicu reaksi kortikal di sepanjang membran sel telur. Mulamula
garnula kortikal di bawah membran sel telur yang melepaskan isinya (berupa
enzim) ke ruang perivitelin, memicu masuknya air ke ruangan itu. Sehingga
ruang perivitelin menjadi tebal dan keras yang disebut membran fertilisasi. Hal
ini mencegah polispermia, namun dalam tempo yang lambat, sehingga disebut
pemblokiran lambat terhadap polispermia.
7. Nukleus sel sperma masuk menemui nukleus sel telur, sementara bagian lain
dari sel sperma dilepaskan di luar dan tidak ikut masuk ke sitoplasma sel telur.
Peleburan nukleus keduanya terjadi 20 menit setelah fusi sel, terbentuklah zigot
yang diploid.
8. Pembelahan pertama terjadi setelah fusi nukleus, diawali dengan replikasi DNA.
9. Telur katak tipe telolesital, artinya telur katak, mempunyai yolk banyak dan
terkonsentrasi di kutub vegetal, sehingga pigmen lebih banyak di kutub animal.
Fertilisasi terjadi di kutub animal dari sel telur katak. Tempat masuknya sperma
pada sel telur untuk menentukan sumbu dorsal-ventral embrio. Tempat
masuknya sperma merupakan bagian ventral embrio sedangkan kutub yang
berlawanan merupakan bagian dorsal. Ketika sperma memasuki sel telur,
sitoplasma akan berotasi 30 derajat berlawanan arah jarumjam, sehingga arah
berlawanan dengan masuknya sperma akan menjadi lebih terang dan disebut
dengan grey cressent atau sabit kelabu.
Kesimpulannya, fertilisasi pada katak terjadi secara eksternal, reaksi
akrosomal mencegah sel sperma spesies lain masuk ke sel telur katak, dan reaksi
listirk dan reaksi kortikal mencegah dari satu sel sperma yang masuk ke dalam sel
telur (polispermia). Hasil akhir dari fertilisasi adalah zigotyang diploid, sehingga

6
dapat disimpulkan bahwa fertilisasi adalah fusi sel gamet untuk menghasilkan
zigot.

II.4 Tipe-tipe Pembelahan Zigot


Pembelahan adalah suksesi cepat dari pembagian sel yang menghasilkan
bola sel (embrio multiseluler) dari zigot. Nutrisi yang tersimpan dalam telur
memelihara sel-sel membagi. replikasi DNA, mitosis, dan sitokinesis terjadi
dengan cepat, tapi transkripsi gen hampir mati dan beberapa protein baru disintesis.
Embrio tidak membesar secara signifikan; sebaliknya, pembelahan akan membagi
sitoplasma zigot yang bersel satu menjadi banyak sel yang lebih kecil, masing-
masing dengan inti sendiri (Reece et al., 2012). Pembelahan zigot merupakan
langkah awal dari embriogenesis, yaitu suatu proses perkembangan zigot sehingga
terbentuk individu primitif (belum memiliki bentuk dan rupa yang spesifik) yang
terjadi setelah terbentuk zigot pada proses fertilisasi. Selama pembelahan, embrio
membagi berulang kali untuk mengkonversi massa sitoplasma yang besar, menjadi
sel-sel dengan massa yang lebih kecil. Tidak ada pertumbuhan terjadi selama
periode ini, hanya subdivisi massa, yang berlanjut sampai ukuran sel somatik yang
normal dicapai (Hickman et al., 2008).
Bidang yang ditempuh selama proses pembelahan memiliki arah
pembelahan yang berbeda-beda. Ada empat macam bidang pembelahan menurut
Puja, et al. (2010) yaitu meridian, vertikal, rkuator, dan longitudinal. Keempat pola
pembelahan tersebut diuraikan sebagai berikut.
1. Meridian, adalah bidang pembelahan yang melewati poros kutub, yang
mengakibatkan dihasilkannya dua blastomer dengan ukuran yang sama.
2. Vertikal, adalah bidang pembelahan yang cenderung lewat tegak sejak dari
animal pole sampai vegatal pole.
3. Ekuator, adalah bidang pembelahan yang tegak lurus dengan animal
polevegatal pole. Bidang pembelahan ini membelah embrio menjadi empat
anakan dan empat blastomer vegetal.
4. Lotitudinal, adalah bidang pembelahan yang mirip dengan bidang ekuator,
tetapi terjadi sejajar.
Adapun hubungan tipe sel telur dan pembelahan yaitu banyaknya jumlah
kuning telur dan penyebarannya dalam sitoplasma sangat mempengaruhi pola dari
pembelahan sehingga semakin banyak kuning telur maka pembelahan semakin
7
lambat. Ada dua tipe pembelahan berdasarkan kandungan yolk, yaitu tipe
Meroblastik dan Holoblastik. Pembelahan meroblastic terjadi di telur telolecithal
dan centrolecithal (Hickman, et al., 2008). Pembelahan meroblastik (meroblastic
cleavage) adalah pembelahan tidak sempurna pada sel telur yang kaya kuning
telur. Pada sel telur yang kaya yolk (misal sel telur aves), pembelahan hanya terjadi
pada cakram kecil sitoplasma bebas yolk yang terletak dalam satu daerah kecil dari
lingkaran besar yolk. Pada meroblastik tidak disertai pembagian yolk inti dan
sitoplasma (Puja, et al., 2010). Pembelahan holoblastik (holoblastic cleavage)
berarti pembelahan sempurna (seluruh bagian sel telur) pada sel telur yang
mempunyai yolk sedikit dan sedang (Puja, et al., 2010). Pembelahan holoblastic
terjadi pada telur isolecithal dan terjadi dalam echinodermata, tunicates,
cephalochordates, nemerteans, dan sebagian moluska, serta pada mamalia
marsupial dan plasenta, termasuk manusia. telur Mesolecithal juga membelah
holoblastically, tapi pembelahan berlangsung lebih lambat dengan adanya yolk,
menyisakan zona vegetal yang sedikit luas dimana yolk-memenuhi sel, sedangkan
zona animal memiliki banyak sel-sel kecil (Hickman et al., 2008). Amphibi,
contohnya katak merupakan organisme yang memiliki telur tipe Mesolesital
dengan tipe pembelahan Holoblastik yaitu secara radial (Hickman et al., 2008).

Gambar 2.3 Tipe pembelahan pada katak


(Sumber : Hickman et al., 2008)

II.4 Mekanisme Pembelahan Zigot (Embrio) pada Amphibi


Pembelahan mitosis embrio berbeda dengan pembelahan mitosisi pada sel
dewasa. Menurut Surjono, et al., (2001), proses pembelahan sel embrio sangat
cepat dan tanpa istirahat (interfase). Dengan demikian sel-sel hasil pembelahan
(blastomer) tidak sempat tumbuh, sehingga blastomer menjadi berukuran
kecilkecil. Pada stadium pembelahan ini total volume blastomer relatif tidak

8
berbeda dengan volume sel semula (zigot). Kemudian menurut Sudarwati (1990),
ciri khas stadium pembelahan adalah bahwa pembelahan berlangsung tanpa
istirahat, dan rasio inti sitoplasma bertambah kecil. (Sudarwati, 1990). Pasca
fertilisasi, zigot mulai membuat suatu organisme multiseluler, dimulai dengan
proses pembelahan mitosis membagi volume telur menjadi banyak sel-sel kecil.
Sel-sel pada tahap pembelahan inidisebut blastomer (Sudarwati, 1990). Dari kedua
pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelahan zigot berlangsung
cepat membentuk sel-sel yang berukuran lebih kecil.
Pada amphibi seperti katak, fertilisasi diikuti oleh pembelahan atau
segmentasi zigot, yang holoblastic tetapi tidak merata karena memiliki yolk dalam
jumlah besar. Pembelahan pertama adalah secara meridional, melewati vertikal
dari kutub animal ke kutub vegetal. Membagi berbentuk sabit abu-abu dan zigot
menjadi dua sel yang sama dan simetris, disebut blastomer, yang mewakili sisi
kanan dan kiri dari embrio di masa mendatang dan dewasa. Pembelahan kedua
dimulai pada saat proses membelahnya sitoplasma yolky dari belahan vegetal
secara meridional (vertikal), melewati kutub. Tetapi pada sudut kanan bidang
pembelahan pertama, menghasilkan empat blastomer yang sama. Pembelahan
ketiga adalah garis lintang (horizontal) tapi juga di atas garis tengah menuju kutub
animal, memproduksi delapan blastomer dari dua jenis yang berbeda (Kotpal,
2009).

Gambar 2.4 Pembelahan Zigot (Sumber : Kotpal, 2009)

Pembelahan blastomer terdiri atas pembelahan inti (kariokinesis) yang


kemudian diikuti oleh pembelahan sel (sitokinesis), dan alur pembelahannya sama
dengan bidang metafase dari fase mitosis yang telah dialaminya. Pada suatu waktu
tertentu, embrio yang aktif membelah akan membuat suatu rongga tengah (rongga

9
blastula) dan memasuki stadium blastula (Sudarwati, 1990). Setelah stadium blastula,
embrio tidak berhenti membelah, melainkan meneruskan pada tahap selanjutnya yaitu
gastrulasi. Tahap gastrulasi akan berlanjut pada tahap neurulasi.

II.4 Embriogenesis dan Blastulasi pada Amphibi


Blastula adalah bentuk lanjutan dari morula yang terus mengalami
pembelahan. Blastulasi merupakan proses pembentukan blastula. Blastula dapat
dibedakan dari morula, karena blastula terdapat suatu ruangan atau rongga yang
disebut Blastosul yang didalamnya berisi cairan. Cairan tersebut bersifat zat putih
telur yang timbul dari sel-sel di sekitarnya. Pada katak pembelahan sel yang tidak
setara (kuning telur tidak merata pada zigot katak ) menyebakan blastosol terletak
didalam hemisfer animal (champbell, 2012 ).
Periode pembelahan dan blastulasi embrio amfibia berlangsung sangat
cepat umumnya berakhir dalam kurang 24 jam. Tipe-tipe pembelahan embrio
amfibia adalah holoblastik radial. Pembelahan pertama bersifat meridional dimulai
dari kutub animal membelah “gray crescen” (Gambar 2.2A) (Surjono, dkk.,
2001).Pada daerah vegetal luar pembelahan terjadi sangat lambat, karena di daerah
ini banyak mengandung yolk. Kalau pada kutub animal alur pembelahan terbentuk
1 mm/menit, maka pada kutub vegetal melambat menjadi 0,02-0,03 mm/menit
(Surjono, dkk., 2001).
Dalam blastula, para blastomers yang harus membentuk lapisan germinal
yang berbeda dan berbagai organ katak dewasa memiliki perwakilan mereka di
permukaan luar blastula. Nasib setiap jenis blastomere telah diamati dengan
metode pewarnaan buatan vital Voght dan daerah organ calon peta atau peta nasib
telah disiapkan untuk katak blastula. Peta-peta ini baru saja dikonfirmasi oleh
pemindaian mikroskop elektron dan pewarna teknik injeksi. Seluruh area
berpigmen di sekitar tiang hewan ektoderm calon terdiri dari dua bidang
epidermal, ektodermyang menjadi epidermis kulit menempati sisi antero ventral
blastula, neural ektoderm bersama sisi dorsal masa embrio berkembang menjadi
sistem saraf pusat. Bahan untuk organ-organ indera juga terkandung di kedua
daerah. Di dalam area ectodermsaraf terjadi suatu subarea kecil yang berkembang
menjadi mata embrio. (Sastry, 1997).
Pada saat pembelahan pertama masih berlangsung, pembelahan kedua
sudah dimulai pada daerah animal dengan bidang meridional tegak lurus dengan
10
bidang pembelahan pertama. Pembelahan ketiga bersifat horizontal dekat ke kutub
animal, sehingga terbentuk 4 mikromer di kutub animal dan 4 makromer di kutub
vegetal (Surjono, dkk., 2001).

Gambar 2.5 Pembentukan Blastosol


(Sumber: Surjono, dkk., 2001)
Pembelahan selanjutnya berjalan cepat dan terjadi secara sinkron. Namun
di kutub animal sel-sel membelah lebih daripada di kutub vegetal. Hal ini
menyebabkan daerah animal sel-selnya lebih padat daripada di kutub vegetal.
Embrio terdiri atas 16-64 blastomer berbentuk morula dan 128 blastomer
berbentuk blastula, karena embrio sudah mulai berongga. Stadium blastula ini
bertahan sampai embrio tersusun atas 10.000-15.000 blastomer, dimana proses
blastrulasi mulai terjadi (Surjono, dkk., 2001). Rongga blastula (blastosoel)
terbentuk pada saat pembelahan pertama terjadi, alur pembelahan di kutub animal
melebar dan membentuk rongga antar sel yang berukuran sempit dan dibatasi oleh
tight junction. Rongga ini semakin membesar pada proses pembelahan lebih lanjut
dan pada akhirnya akan membentuk rongga blastula (blastosoel) (Surjono, dkk.,
2001).

11
Gambar 2.6 Daerah Kelabu Atau Grey Crescent
(Sumber: Surjono, dkk., 2001)

Tipe telur katak adalah telolesithal, sehingga pembelahannya adalah total


dan tidak ekual. Blastomeryang dihasilkan tidak sama besar. Setelah telur katak
difertilisasi, maka terbentuklah daerah yang berwarna lebih muda atau kelabu yang
disebut daerah kelabu atau grey crescent yang bentuknya seperti bulan sabit. Hal
ini terjadi karena ada pigmen yang terbawa masuk dengan masuknya sperma,
sehingga lapisan pigmen yang berada bertentangan dengan tempat masuknya
sperma akan bergeser ke atas (Yatim, 1994).
Pada gambar 5, telah terjadi proses pembelahan pertama, yaitu pembelahan
regional melalui kutub animal dan vegetatif dan membelah daerah kelabu. Daerah
kelabu sangat penting dalam proses pembelahan. Para ahli telah melakukan
beberapa riset mengenai pembelahan pada telur katak dengan membelah telur yang
telah difertilisasi di daerah di luar daerah kelabu, dan hasilnya pembelahan tidak
terjadi. Pada pembelahan kedua, pembelahan lewat bidang meridian juga, tapi
tegak lurus pada bidang pembelahan pertama (Yatim, 1994).

Gambar 2.7 Pembelahan Kedua


(Sumber: Puja, 2010)

Pada pembelahan ke 3 (pada gambar 7) pembelahan terjadi secara


horizontal dan tegak lurus pada bidang satu dan dua hanya letaknya lebih kearah
kutub animal, sehingga blastomer yang dihasilkan tidak sama besar, yaitu 4
mikromer di daerah animal dan 4 makromer di daerah vegetatif (Yatim, 1994).

12
Gambar 2.8 Pembelahan Ketiga
(Sumber: Puja, 2010)

Pembelahan ke 4 (lihat gambar 8) lewat bidang-bidang meridian, yang


serentak membagi dua kedelapan sel sehingga terbentuk 16 sel yang terdiri dari 8
mikromer dan 8 makromer. Setelah itu terjadi pembelahan ke 5 terjadi secara
ekuatorial pada bidang atas dan bawah secara serempak. Akhirnya pada
pembelahan ke 5 terbentuklah blastomer yang terdiri dari 32 sel. Sel-sel mikromer
dan makromer kini terdiri dari dua lapis masingmasing. Sel-sel makromer lapis
bawah lebih besar dari pada lapis atas (Yatim, 1994).

Gambar 2.9 Pembelahan Keempat


(Sumber: Puja, 2010)

Pembelahan ke 5 dan 6 (pada gambar 9) dan selanjutnya gumpalan sel-sel


membesar berbentuk seperti buah pir, disebut morula. Bagian dalam morula tak
berongga. Sedangkan pada tahap blastula, telah memiliki rongga yang disebut
blastocoel (Yatim, 1994).

13
Gambar 2.10 Pembelahan Kelima ( Morula, kiri) dan Pembelahan Keenam
(Blastula, kanan) (Sumber: Puja, 2010)

II.5 Gastrulasi dan Pembentukan Lapisan Germinal


Tahapan selanjutnya dari perkembangan embrio setelah pembelahan dan
blastulasi adalah tahap gastrulasi. Gastrulasi merupakan tahap yang sangat kritis
selama periode embrio, karena sel sel akan diletakkan di tempat semestinya.
Selama tahap gastrulasi, embrio mempunyai kemampuan untuk melakukan
gerakan morfogenik, sehingga akan terjadi reorganisasi pada sel sel dalam embrio
dan terbentuk lapisan lembaga. Akibat dari lapisan morfogenik ini adalah saling
mendekatnya sel sel yang semula berjauhan sehingga dapat saling berinteraksi,
interaksi yang sifatnya merangsang pembentukan sistem organ organ tubuh.
(Lestari, Umie., et al. 2013).
Pada amphibi, gastrulasi tidak dimulai dari kutub vegetatif karena
terhambat oleh banyaknya yolk (tipe telur telolesital) yang terdapat di dalam sel sel
yolk atau makromer di daerah vegetatif (Surjono, 2003). Bakal mesoderm lebih
banyak pada sel sel di lapisan dalam, sedangkan bakal ektoderm dan endodrm berasal
dari lapisan permukaan dari embrio. Daerah kutub animal merupakan bakal epidermis
dan keping neural. Dua daerah ini akan menjadi lapisan luar dari gastrula (lapisan
lembaga ectoderm). Bagian dalam daerah marginal atau tengah akan menjadi
lapisan mesoderm dan bakal notokord. Notokord merupakan sumbu tubuh embrio.
Notokord berfungsi sebagai penyokong embrio, yang ketika dewasa notokord ini
akan hilang. Daerah kutub vegetal akan merupakan bakal endoderm. (Lestari,
Umie., et al. 2013).

14
Gambar 2.11 Peta nasib blastula amphibi
(Sumber: Champbell, A., et al. 2008)

Menurut Lestari, Umie., et al (2013) Proses gastrulasi pada amphibi terdiri


tahap, yaitu:
1) Invaginasi sel-sel otot
Gastrulasi pada katak dimulai pada bakal sisi dorsal tubuh embrio, yaitu
tepat dibawah daerah ekuator amphibia ditandai dengan terbentuknya sobekan
yang disebut indentasi di daerah kelabu (grey cresent). Sel sel endoderm
berinvaginasi membentuk blastoporus yang membentuk celah, tepi blastoporus
disebut bibir dorsal blastoporus. Sel sel ini kemudian berubah bentuk menjadi
langsing dan panjang, berbentuk botol. Sel sel botol akan masuk ke dalam embrio
sambil sel tersebut tetap menempel pada sel sel permukaan, membatasi bakal
daerah yang akan menjadi arkenteron atau usus primitive

Gambar 2.12 grey crusent pada blastula


(Sumber: Champbell, A., et al. 2008)

15
Gambar 2.13 Indentasi pada blastula
(Sumber: Champbell, A., et al. 2008)

2) Involusi pada bibir blastoporus


Tahap selanjutnya dari gastrulasi meliputi involusi sel sel daerah marginal,
dan sel sel daerah animal berepiboli dan konvergensi di blastoporus. Sebelum
terbentuk sel sel botol akan terjadi pengaturan sel sel pada bagian dalam embrio.
Sel sel bagian atas dari dasar blastosol terdorong ke arah animal. Ketika migrasi sel
sel marginal masih berlangsung dan membentuk bibir dorsal blastoporus, sel
tersebut akan membelok masuk/ involusi dan berjalan sepanjang permukaan dalam
dari sel sel belahan animal/ atap blastosol. Hal tersebut menyebabkan sel sel
menyusun bibir dorsal blastoporus selalu berganti. Sel sel yang pertama kali
menyusun bibir dorsal blastoporus dan masuk ke dalam embrio adalah endoderm
bakal faring dari usus depan (termasuk sel sel botol). Sel sel yang berinvolusi
selanjutnya adalah sel sel bakal lempeng prekorda (bakal mesoderm kepala) yang
diikuti sel sel kordamesoderm, yang kemudian menjadi notokord.
Dengan masuknya sel-sel ke dalam embrio, blastosoel bergeser kearah
berlawanan dengan bibir dorsal blastoporus. Selain itu bibir blastoporus meluas ke
lateral dan ventral. Meluasnya bibir blastoporus ke arah lateral dan ventral
menyebabkan terbentuknya bibir lateral dan bibir ventral blastoporus , tempat
lewatnya bakal mesoderm dan endoderm. Terbentuknya bibir ventral blastoporus
menjadi berbentuk cincin yang mengelilingi sel-sel endoderm yang tetap diluar
pada daerah vegetal yang disebut sumbat yolk. Dan akhirnya seluruh bakal
endoderm berada di dalam tubuh embrio yang sebelah luar dibungkus oleh ektoderm
dan mesoderm berada diantaranya.

16
Gambar 2.14 Gastrulasi Katak
(Sumber: Gilbert. 2010)

Gambar 2.15 Epiboli Ektoderm


(Sumber: Gilbert. 2010)

Keterangan Gambar 14: (A) pembentukan bibir dorsal, lateral dan ventral
blastoporus. Ketika bibir ventral blastoporus selesai terbentuk, sel-sel endoderm
masuk ke dalam embrio (B) epiboly sel-sel ectoderm dan involusi sel-sel
mesoderm ke blastoporus dan selanjutnya dibawah permukaan. Endoderm dibawah
bibir blastoporud (yolk pulg) tidak mengalami pergerakan.

17
Gambar 2.16 Sumbat Yolk
(Sumber: Champbell, A., et al. 2008)

II.6 Tahapan Neurulasi pada Amphibi


Neurulasi berasal dari kata “neuro” yang berarti saraf. Neurulasi adalah
proses pembentukan canalis neuralis atau bumbung neural yang berasal dari
ektoderm neural (Lestari, et al., 2013). Neurulasi sering disebut sebagai proses
awal pembentukan sistem saraf yang melibatkan perubahan sel-sel ektoderm bakal
neural, dimulai dengan pembentukan keping neural atau neural plate, lipatan
neural atau neural folds serta penutupan lipatan ini untuk membentuk neural tube,
yang terbenam dalam dinding tubuh dan berdesiferensiasi menjadi otak dan korda
spinalis dan berakhir dengan terbentuknya bumbung neural (Surjono, 2003).
Pada amphibi, neurulasi diawali dengan terbentuknya notochord dari
mesoderm bagian dorsal diatas arkenteron. Adanya induksi bakal notocord
(sebagai induktor) terhadap ektoderm yang terletak tepat di atasnya yaitu ektoderm
neural yang berperan sebagai jaringan. Induksi paling awal disebut sebagai induksi
primer yang akan membentuk neural plate atau keping neural. Sel ektoderm
berubah menjadi panjang dan tebal daripada sel disekitarnya atau disebut juga
dengan proliferasi menjadi neural plate. sel-sel ektoderm neural meninggi menjadi
silindris dan berbeda dari sel-sel ektoderm bakal epidermis yang berbentuk kubus.
Perubahan sel-sel melibatkan pemanjangan mikrotobul yaitu salah satu komponen
sitoskeleton. Meningginya sel-sel keping neural menyebabkan keping neural
menjadi sedikit terangkat dari ektoderm di sampingnya. Sebagai respon terhadap
induksi, sel-sel keping neural mensintesis RNA baru untuk berdifferensiasi
menjadi bakal sistem saraf pusat. Pembentukan ini terletak pada bagian dorsal
embrio tepatnya di daerah kutub animal (Sugiyanto, 1996)
Setelah neural plate terbentuk diikuti dengan penebalan bagian neural plate.
Karena pertumbuhan dan perbanyakan sel ektoderm epidermis lebih cepat

18
dibandingkan dengan pertumbuhan ektoderm neural, mengakibatkan lapisan neural
plate menjadi tertekan dan mangalami pelekukan ke bagian dalam (invaginasi).
Kedua bagian tepi keping neural melipat menjadi lipatan neural, mengapit keping
yang melekuk yaitu lekuk neural. Bagian Pelekukan inilah yang disebut sebagai
neural fold (Sugiyanto, 1996). Terbentunya neural fold atau lebih sederhananya
adalah pematang neural yang merupakan lipatan dari kedua sisi lempeng neural
secara bersamaa akan didiringi dengan terbentuknya neural groove, atau parit
neural. Yaitu bagian paling dasar dari lipatan ektoderm neural itu sendiri. Kedua
lipatan neural akan bertemu dan berfusi di bagian mediodorsal embrio sehingga
terbentuk bumbung neural seperti tampak pada tahap-tahap pembentukan bumbung
neural (Surjono, 2003).

Gambar 2.17 Induksi Neural Plate dan Neural Fold


(Sumber: O’day, 2010)

Gambar 2.18 Pembentukan Neural Tube


(Sumber: O’day, 2010)

19
Mekanisme pelekukan dan pelipatan juga dipengaruhi konstriksi
mikrofilamen di puncak (aspeks) sel. Konstriksi tersebut mengakibatkan sel-sel
alas menjadi baji (wedge saped) yang disebut “median hinge” (MH) atau engsel.
sehingga terjadi pelekukan di bagian atas tersebut. Pada sisi dorsolateral terdapat
dorsolateral hinge (DLH) atau engsel dorsolateral juga menyebabkan pelekukan
dan membantu bersatunya kedua lipatan hingga terbentuk bumbung neural.
Rongga didalam bumbung neural dinamakan neurosoel. Saluran ini untuk
sementara berhubungan dengan arkenteron melalui satu saluran pendek yang yang
disebut kanalis neurenterikus.
Kedua saluran pada kanalis neurenterikus yang masih terbuka disebut
neurophorus anterior dan neurophrus superior. Neurophorus anterior akan
membentuk otak dan bagian- bagiannya dan neurophrus superior akan membentuk
fleksura atau lipatan yang terdapat dalam otak, dan berperan dalam menentukan
daerah-daerah otak. Saluran ini kemudian akan menutup rongga saluran neural dan
rongga arkenteron terpisah satu sama lain (Surjono, 2003). Pada akhir
pembentukan bumbung neural, embrio sudah memanjang dan dapat dibedakan
menjadi bagian kepala dan badan. Pemisahan bumbung neural dengan ektoderm di
atasnya disebabkan karena E-chaderin yang dihasilkan oleh ektoderm permukaan
dan bumbung neural terhenti. Pada bumbung neural akan digantika oleh N-
chaderin yang mengikat antarsel bumbung neural (Lestrari, et al., 2013).
Nerulasi pada katak merupakan neurulasi primer (Lestrari, et al., 2013).
Dimana neural tube terbentuk akibat adanya proses pelekukan atau invaginasi dari
lapisan ektoderm neural yang diinisiasi oleh nothocord. Cara ini paling umum
ditemukan diantara berbagai kelompok hewan, yaitu amfibia, reptilia, aves dan
mamalia termasuk manusia.

20
Gambar 2.19 Proses neurulasi
(Jessell, dan Sanes, 2002)

Diferensiasi dari bumbung neural membentuk sistem saraf pusat terjadi


secara bersamaan dalam tiga cara yang berbeda. (1) Pada tingkat anatomis,
bumbung neural menonjolan dan penyempittan lumen untuk membentuk bilik otak
dan sumsum tulang belakang. (2) Pada tingkat jaringan, populasi sel dalam dinding
tabung saraf mengatur ulang sel-selnya untuk membentuk wilayah fungsional yang
berbeda dari otak dan sumsum tulang belakang. Akhirnya, (3) pada tingkat sel, sel
neuroepithelial berdiferensiasi menjadi berbagai jenis neuron dan sel pendukung
(glia) dalam tubuh (Sugiyanto, 1996).
Pembentukan bumbung neural dimulai dari anterior dan berbentuk lurus.
Ketika bagian anterior ini mulai membentuk otak , pada posteriornya belum
mmbentuk bumbung neural. Otak ini akan berkembang menjadi prosensefalon
yang akan terbentuk penonjolan menjadi vesikula optik yang disertai proses
penutupan bagian posterior bumbung neural. Prosenfalon akan menjadi
telensefalon di bagian arterior, berkembang menjadi otak besar (serebrum) dan
diensefalon di bagian posterior, berkembang menjadi epifise. Metensefalon dan
21
mielensefalon sulit dibedakan pada katak. Rhombensefalon akan menjadi
serebelum (otak kecil) (Lestari, et al., 2013).

II.7 Bumbung Endoderm


Bumbung endoderm arkentron menjadi lumen endoderm yang akan
membina metenteron (saluran pencernaan primitif). Gastrosoel atau arkenteron
adalah rongga hasil gastrulasi yang merupakan bakal saluran pencernaan embrio.
Gastrocoel mulanya akan membentuk usus primitive embrio yaitu bagian fore gut
(usus depan), mid gut (usus tengah), hind gut (usus belakang). Selanjutnya
gastrocoel akan memanjang sehingga bagian tengah dan posteriornya mengecil,
sedangkan dinding anteriormya menipis dan hanya tersusun oleh selapis sel.
Bagian usus depan akan membentuk faring dan dari bagain ventral faring akan
evaginasi membentuk hati dan saat ini celah insang terbentuk. Ketika itu bagian
posterior gastrocoel membentuk usus paling posterior dan tampak adanya
proctodeum. Ketika embrio siap untuk menetas, pada bagian anterior arkenteron
menjadi besar dan memanjang, dimana pada bagian ini jantung mulai terbentuk.
Sedangkan bagian paling posterior dari sistem pencernaan berupa anus.

Gambar 2.20 Irisan sagital saluran pencernaan


(Sumber: Lestari,et al, 2017)

II.8 Bumbung Mesoderm


Lapisan mesoderm pada tahap neurula embrio dapat dibagi menjadi lima
bagian, yang pertama yaitu korda mesoderm, memebentuk notokord yang
berfungsi sebagai inductor dalam proses pembentukan bumbung neural dan
merupakan sumbun tubuh embrio. Yang kedua yaitu mesoderm dorsal (paraksial),
membentuk somit atau epimer (mesoderm segmental) yang berbentuk padat dan
22
bersegmen-segmen. Somit ini kan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu dermatom,
miotom, dan sklerotom. Mesoderm ini terletak di kanan kiri bumbung neural,
nantinya berkembang menjadi tulang, otot,rawam dan dermis. Ketiga yaitu
mesoderm intermediet atau mesomer membentuk sistem urogenital. Keempat
mesoderm lateral atau hipomer, terbagi menjadi dua yaitu mesoderm somatic dan
mesoderm splanknik dengan coelom atau bakal rongga tubuh diantaranya.
Lapisan mesoderm somatic dengan lapisan ectoderm di luarnya disebut
lapisan somatopleura (parietal), sedangkan mesoderm splanknik dengan lapisan
endoderm disebut mesoderm splanknopleura (visceral). Mesoderm ini nantinya
membentuk jantung, pembuluh darah, sel-sel darah dari sistem peredaran darah.
Selain itu juga melapisi rongga tubuh dan sebagai penyusun komponen mesoderm
anggota gerak kecuali ototnya. Kelima yaitu mesoderm kepala, membentuk
jaringan ikat dan otot wajah.
Gambar 2.21 Perkembangan mesoderm embrio katak
(Sumber: Studyforce.com)

23
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan di atas, dapat
dijabarkan sebagi berikut:
1. berdasarkan tipe yolk, pembelahan zigot terbagi menjadi pembelahan secara
meroblastik dan holoblastik. Pada apmhibi, pembelahan secara holoblastik
dengan pola radial.
2. tahapan pembelahan pada amphibi dimulai dari pasca ferilisasi masuk tahap
blastulasi, kemudian gastrulasi, neurulasi dan terakhir organogenesis.
3. blastulasi merupakan proses pembentukan blastula yang menghasilkan sel-sel
blastoderm akan terdiri dari neural, epidermal, dan mesodermal.
4. gastrulasi merupakan fase yang menghasilkan tiga lapisan lembaga yaitu
ektoderm sebagai lapisan paling luar, endoderm sebagai lapisan dalam dan
mesoderm yang merupakan lapisan diantara keduanya melalui proses
invaginasi sel-sel botol dan involusi pada bibir blastoporus.
5. tahapan neurulasi pada amphibi menghasilkan system saraf pusat yang
termasuk jenis neurulasi primer. Bumbung neural bagian depan akan
berkembang menjadi otak dan bagian belakang akan menjadi sum-sum tulang
belakang.

24
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil .A., J.B. Reece., L.A. Urry., dkk. 2008. Biologi Edisi Kedelapan
Jilid 3. Erlangga : Jakarta.

Gilbert, S.F. 2010. Developmental Biology. 6 ed Sinauer Associates, Inc.


Massachusetts.

Jessell, dan Sanes. 2002. Principles of Neuroscience 4th edition. New York : E.
Kandel editor Kotpal, R.L. 2009. Modern Text Book Of Zoology
Vertebrates (Animal Diversity). New Delhi : Rastogi Publications.

Lestari, U., Tenzer, A., Handayani, N., dan Gofur, A. 2013. Struktur dan
Perkembangan Hewan II. Malang : Universitas Negeri Malang.

O’day, D. H. 2010. Neurulation: making the brain and spinal cord. Toronto :
University of Toronto.

Puja, I Ketut et al. 2010. Embriologi Modern. Denpasar: Udayana University


Press.

Reece, J.B., Taylor, M.R., Simon, E.J., dan Dickey, J.L. 2012. Campbell Biology
Concepts & Connections Seventh Edition. Sun Francisco : Pearson
Education, Inc.

Sastry, K.V.1997. Embryogenesis of Frog. Developmental biology.

Sudarwati, Sri & Lien A. Sutasurya. 1990. Dasar-Dasar Perkembangan Hewan.


Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Teknologi Bandung.

Sugiyanto. 1996. Perkembangan Hewan. Yokyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Surjono, Dr. Tien Wati, M.S, dkk., 2001. Buku Materi Pokok Perkembangan
Hewan. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Surjono, W. T. 2003. Perkembangan Hewan. Malang : Universitas Terbuka.


Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embyologi. Bandung: Tarsito.

25

Anda mungkin juga menyukai