Oleh sebab fungsinya yang sangat vital maka al-Qur’an mesti dipahami
dengan tepat dan benar sehingga nilai asli yang terkandung di dalamnya dapat
tersampaikan dan diaplikasikan dengan baik oleh manusia itu sendiri yang pada
akhirnya akan berdampak positif bagi kehidupannya. Adapun salah satu ilmu
yang perlu dipahami yaitu ilmu Muhkam dan Mutasyabih.
1
PEMBAHASAN
1
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), 209.
2
Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat
dipahami dengan mudah.
2
dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat3. Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat
yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.4
3
Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyābihāt: ayat-ayat yang mengandung
beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah
diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui
seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai
hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.
4
Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 38-40.
3
َِ ت َم ۡحك َٰمت َ ُه َّن َأُم َ ۡٱل ِك َٰتٞ ُهوٱلَّذِيَ َأنزل َعل ۡيك َ َۡٱل ِك َٰتبَ َ ِم ۡنهُ َء َٰاي
َب َوأُخ ُر
َٞ ُمت َٰشبِ َٰه
ت
“Dialah yang menurunkan kepadamu (wahai Nabi Muhammad) al-Kitab;
ada di antara (ayat-ayat)-Nya yang Muhkamāt, itulah induk al-Kitab dan ada
juga selaun itu yang Mutasyābihat” (QS. Ali Imran [3]:7).
Yang dimaksud dengan Mutasyābih pada ayat Ali Imrān ini adalah
“Samar”. Ini adalah pengembangan dari makna keserupaan di atas. Memang
keserupaan dua hal atau lebih, dapat menimbulkan kesamaran dalam
membedakannya masing-masing.
Berbeda-beda definisi para pakar tentang apa yang dimaksud dengan ayat
yang Muhkam, antara lain:
1. Ayat-ayat yang hanya Allah yang tahu kapan terjadi apa yang
diinformasikannya, seperti kapan tibanya Hari Kiamat, atau hadirnya
dābbat (QS. an-Naml [27]: 82).
2. Ayat yang tidak dipahami kecuali mengaitkannya dengan penjelasan.
3. Ayat yang mengandung bnyak kemungkinan makna.
4. Ayat yang Mansukh yang tidak diamalkan karena batal hukumnya.
5. Apa yang diperintahkan untuk diimani, lalu menyerahkan maknanya
kepada Alah.
6. Kisah-kisah dalam al-Qur’an.
4
7. Huruf-huruf alfabetis yang terdapat pada awal beberapa surah, seperti
Alif- Lām-Mīm.
5
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, 210-211.
5
adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman. sedangkan ayat-
ayat mutasyabihat berbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan. 6
Allah swt telah mensifati al-Qur’an dengan ketiga sifat, dilihat dari satu
sisi, al-Qur’an seluruhnya muhkam dan mutasyabih, dilihat sisi lain sebagai
muhkam dan sebagian lagi mutasyabih. Dalam banyak ayat Allah menyebutkan
bahwa seluruh ayat-ayat al-Qur’an adalah muhkam di antaranya:
Alif lām rā, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayat disusun dengan rapi (uhkimat)
serta dijelaskan secara rinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha
Bijaksana Lagi Maha Tahu. (Q.S. 11: 1).
6
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam buku Muhammad Bin Alawi Al-maliki Al-
Hasani, Zubdah Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an (Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur’an; Intisari Kitab Al-
Itqan Fi Ulum Al-Qur’an As-Suyuthi), Terjemah: Rosihan Anwar, (Bandung: Pustaka Setia, 1999),
145.
7
Ahmad ustuhri, dkk, Qawaid Tafsir, (Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo, 2014), 86-87.
8
Abdurrahman Nashir, 70 Kaidah Penafsiran Al-Qur’an Terj. Marsuni Sasaky dan
Mustahab Hasbullah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 72-73
6
Adapun ayat yang menunjukkan bahwa seluruh al-Qur’an itu. Mutasyabih,
ada di dalam surah az-Zumar, dalam firman-Nya:
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur’an yang
serupa (serupa mutu ayat-ayat-Nya). (Q.S. 39: 23).
9
Abdurrahman Nashir, 70 Kaidah Penafsiran Al-Qur’an Terj. Marsuni Sasaky dan
Mustahab Hasbullah, hlm. 73
7
dengan ayat yang muhkamat di tempat lain. Dengan demikian pengertian akan
diperoleh dan segala kemusyrikan hilang.10
C. Kaidah Mutasyābih
8
“bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya”(QS. al-
Baqarah [2]: 189).
Penggalan ayat ini dapat dinilai Mutasyābih, karena redaksinya yan sangat
singkat. Disamping itu, maknanya tidak jelas sehingga diperlukan
pengetahuan menyangkut adat istiadat masyarakat Arab pada masa
Jahiliyah/awal masa Islam, menyangkut cara mereka masuk rumah.11
D. Sikap para ulama terhadap Muhkam dan Mutasyabih
9
menekankan bahwa sebelum memberikan takwil terhadap ayat
mutasyabih tentunya ada dua syarat yang harus dijalankan.
Pertama, makna yang dipilih sesuai dengan hakikat kebenaran
yang diakui oleh mereka yang memiliki otoritas. Kedua, arti yang
dipilih dikenal oleh bahasa Arab klasik.12
12
Ahmad ustuhri, dkk, Qawaid Tafsir,91-92.
10
berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuaannya
sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat
mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap
Allah SWT karena kesadarannya akan ketidak mampuan akalnya
untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
PENUTUP
Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi
dan tidak menimbulkan pertanyaan jika disebutkan. Sedang Mutasyabih adalah
13
Ahmad ustuhri, dkk, Qawaid Tafsir,101-102.
11
ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Ulama berbeda pendapat dalam hal
memahami ayat-ayat mutasyabih, yaitu anatara bisa tidaknya manusia
memahami/memaknai ayat-ayat mutasyabihat. Dan sebab munculnya ayat
muhkam dan mutasyabih terbagi menjadi tiga tinjauan yaitu, Adanya kesamaran
dalam lafadz, kesamaran makna ayat dan kesamaran makna dan ayat. Serta
terdapat hikmah adanya ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat yang secara garis
besar masuk pada tataran pemahaman dan penggunaan logika akal.
DAFTAR PUSTAKA
12
Dahlan, Rahman. Kaidah-kaidah Tafsir. Jakarta: Amzah, 2010.
13