MATA KULIAH
ULUMUL HADIS
DOSEN PENGAMPU
Oleh
BANJARMASIN
2020
1
Pendahuluan
Menurut petunjuk al-Qur’an, Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk semua
umat manusia sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kehadiran Nabi Muhammad
membawa kebajikan dan rahmat bagi seluruh umat manusi dalam segala waktu dan
tempat. Dalam sejarah, Nabi Muhammad berperan dalam banyak fungsi, antara lain
sebagai Rasulullah, kepada Negara, pemimpin masyarakat, panglima perang, hakim,
dan pribadi. Sehingga, hadis yang merupakan sesuatu yang berasal dari mengandung
petunjuk pemahaman dan penerapannya perlu dikaitkan juga dengan peran Nabi
tatkala hadis itu terjadi.
Disamping itu, terjadinya hadis Nabi ada yang bersifat umum dan
khusus.segi-segi yang berkaitan erat dengan diri Nabi dan suasana yang melatar
belakangi ataupun menyebabkan terjadinya hadis tersebut mempunyai kedudukan
penting dalam pemahaman suatu hadis. Mungkin saja hadis tersebut dipahani secara
tersurat maupun tersirat. Untuk pemahaman terdapat sejumlah hadis, pada kajian ini
melalui telaah terhadap bagian dari ma’ani al-hadis, yaitu berupa memahami hadis
dari segi matannya. Dan diharapkan muncul bukti-bukti yang jelas bahwa dalam
berbagai hadis Nabi tergantung ajaran Islam yang bersifat universal, temporal, atau
lokal.
2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ma’anil Hadis
Ma’ani dalam bentuk jamak adalah gambaran suatu daya imajinatif perasaan
seseorang serta persepsi rasional yang terealisasi melalui ungkapan kata. Sehingga
dilihat dari segi kebahasaan bahwa makna dari suatu ungkapan bersumber pada akal
manusia dan berkolerasi kuat dengan perasaan. Jika dilihat dari segi kebalaghahan
tersaji secara khusus yang membahas tentang hakikat ma’ani disajikan dalam bentuk
ta’rif ilmu al-ma’ani.
Ilmu ma’anil hadis secara istilah dapat diartikan sebagai suatu keilmuwan
yang didalamnya mengungkapkan tentang suatu prinsip metodologi dalam
memahami hadis Nabi, sehingga hadis tersebut dapat dipahami kandungannya dengan
benar. Dengan adanya metodologi seperti ini pembaca mampu memahami hadis
dengan melihat konteks zaman dahulu, sehingga pembaca bisa meninjau persamaan
dan perbedaan untuk pengamalan suatu hadis pada zaman sekarang dengan
mengedepankan aspek historis.
1
Esa Agung Gumelar, Memerangi atau Diperangi: Hadis-Hadis Peperangan Sebelum
Kiamat, (Bogor: Guespedia, 2010), 15-18.
3
yang dimilikioleh para sahabat pada masa itu, secara umum para sahabat bisa
langsung menangkap dan memahami sabda yang disampaikan oleh Nabi saw.
Berkaitan dengan pemahaman hadis ketika Rasul wafat, disinilah awal mula
permasalahannya dalam memahami hadis, sebab para sahabat dan generasi
berikutnya ketika ada permasalahan atau kesulitan dalam memahami hadis mereka
sudah tidak bisa bertanya secara langsung lagi kepada Rasul. Sehingga para sahabat
harus memahami hadis itu sendiri sesuai dengan apa yang tertulis, kesulitan dalam
memahami hadis semakin kompleks, terutama ketika Islam sudah menyebar luas
keberbagai belahan penjuru dunia.
Hal ini disebabkan karena para sahabat tidak mengetahui dan memahami
dengan baik tentang gaya bahasa yang digunakan Rasul dalam menyampaikan hadis.
Karena terkadang Rasul menggunakan ungkapan yag bersifat majazi, qiyas, dan
bahkan menggunakan sebuah kata yang gharib (asing), seiring dengan berjalannya
waktu terkadang kata yang dahulu sangat jelas maknanya lambat laun akan tenggelam
karena sudah tidak dipakai lagi dan dianggap asing sehingga sulit untuk dipahami. 2
Hawalik syarat Al-Muwatha karya Imam Malik yang disyarahi oleh Jalaluddin
Abdurohman al-Suyuthi, kitab Fathul Barri syarat kitab Shahih Bukhari yang
disyarahi oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, Kitab Ikmal al-Mu’lim syarah kitab Shahih
Muslim yang disyarahi oleh al-Qadhi Iyadh, Kitab Aunul Ma’bud syarah dari kitab
Sunan Abi Daud yang disyarahi oleh Abu Thayib Muhammad Syams Al-Haqq Al-
Azhim, dan lain sebagainya.
Sebelum muncul kitab syarah, para ulama sudah meletakan dasar ilmu ma’anil
al-hadis salah satunya adalah ilmu gharib hadis, yaitu ilmu yang membahas tentang
hadis-hadis yang memiliki matan yang asing dan sulit dipahami,terutama pada
generasi pasca sahabat, di mana pada masa itu islam sudah berkembang luas
keseluruh penjuru dunia. Munculnya istilah ilmu ma’anil al-hadis dimaksudkan agar
mampu meringkas displin ilmu-ilmu hadis yang terkait dengan objek kajian matan
suatu hadis, yang mana sudah digunakan para ulama dalam ilmu gharib hadis, nasik
mansukh, mukhtaliful hadis, tarikhul mutun, asbab al-wurud dan sebagainya.3
mampu mengungkap kata-kata yang gharib dalam ungkapan hadis. Hal ini pernah
diingatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal ketika beliau ditanya perihal kata-kata
yang gharib di dalam ungkapan suatu hadis Nabi SAW. “bertanyalah kalian kepada
seorang di antara mereka yang memiliki keahlian dalam dalam kata-kata yang gharib
karna sesungguhnya aku tidak menyukai bila (dipaksa) untuk membicarakan
mengenai suatu hadis Rasulullah SAW hanya sebatas persangkaan saja”. Berkat
adanya ilmu ma’anil al-hadis akan mampu menafsirkan dan menjelaskan atas
ungkapan-ungkapan yang ada dalam sebuah hadis. 4
7
M. Syuhudi Ismail, Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-Hadits
tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal, 14.
8
M. Syuhudi Ismail, Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-Hadits
tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal, 21.
7
d. Bahasa percakapan atau dialog, yaitu hadis yang berisi percakapan Nabi dan
masyarakat sekitar. Contoh:
ُ ُ َم ُْن ُ َسلَ َُم ُامل ْسلِم ْو َُن ُ ِم ُْن ُلِ َسانُِِه ُ َويَ ِدُهِ ُ(متفق ُعليه ُعن ُأ:ُ ضل؟ ُقال
ُىب َ ْاإلس ََلُِم ُأف
ْ ُ ُ ُأي,ُرسول ُهللا
َُ ُ ُاي:ُ قالو
)ُموسىُ األشعرى
)ُأىبُذر
perang, hakim, tokoh masyarakat, suami dan pribadi. Berikut contoh hadis
Nabi yang dihubungkan dengan fungsi-fungsi Nabi tersebut.
ُ ُص ِورْو َُنُ(رواهُالبخارىُوُمسلمُوُغريمهُاُع ُنُعبد
)ُهللاُبنُمسعود ِ ِ ُِ ُابُعِنْ َُد ُِ أشدُُالن
َ هللاُيَ ْوَُمُالقيَ َام ُةُامل ًُ اسُ َع َذ َ ُإ ُْن
11
M. Syuhudi Ismail, Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-Hadits
tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal, 36.
9
Ada yang menempuh satu cara dan ada yang menempuh lebih dari satu cara
dengan urutan yang berbeda-beda. Istilah-istilah yang banyak dijumpai dalam
hal ini antara lain:
a. Al-tarjih, yaitu meneliti dan menentukan petunjuk hadis yang memiliki
argumen yang lebih kuat.
b. Al-jam’u, al-taufiq atau al-talfiq, yaitu kedua hadis yang tampak
bertentangan dikompromikan, atau sama-sama diamalkan sesuai
konteksnya.
c. Al-naskh wa al mansukh, yaitu petunjuk hadis yang satu dinyatakan
sebagai penghapus, sedang yang lain sebagai yang dihapus.
d. Al-tawaqquf, yaitu menunggu sampai ada petunjuk atau dalil lain yang
dapat menjerihkan dan menyelesaikan pertentangan.12
F. Metode Kajian Ilmu Ma’anil Hadis
Dalam memahami sebuah hadis, terdapat dua unsur penting yang tidak
bisa dipisahkan, yaitu sanad dan matan. Dalam permasalahan yang timbul
mengenai sanad hadis, maka muncullah diskusi yang panjang tentang otentisitas.
Sedangkan dalam permasalahan mengenai matan hadis melahirkan beberapa
pendekatan dan metode untuk memecahkan permasalahan tersebut. Beberapa
metode yang dimaksud antara lain:
1. Takhrij Hadis
12
Abdul Mufid, Moderasi Beragama Perspektif Yusuf Qardhawi: Kajian Interdispliner
tentang Wacana Penyatuan Hari Raya, (Banyumas: CV Pena Persada, 2019), 30.
10
Pendekatan model ini sebenarnya sudah dirintis oleh para ulama hadis
sejak dulu, yaitu dengan munculnya ilmu Asbabul al-Wurut yaitu suatu ilmu yang
menerangkan sebab-sebab mengapa Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masa
Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masa Nabi menuturkannya. Atau ilmu yang
berbicara mengenai peristiwa-peristiwa atau pertnyaan-pertanyaan yang terjadi
pada hadis disampaikan oleh Nabi.
13
Said Agil Husin Munawwa dan Abdul Mustaqim, Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan
Sosio-Historis-Kontekstual Asbabul Wurud, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 26-27.
11
PENUTUP
Ilmu ma’anil hadis merupakan suatu kajian matan akan suatu hadis itu sendiri
dan memahaminya, sehingga ketika menyampaikan suatu hadis harus mampu
menghubungkan teks hadis tersebut dengan konteks masa kini, hal ini agar mampu
memperoleh pemahaman yang relatif tepat, tanpa harus kehilangan relevansinya
dengan konteks masa kini. Sejarah perkembangan ilmu ma’anil hadis ini karena para
sahabat tidak mengetahui dan memahami dengan baik tentang gaya bahasa yang
digunakan Rasul dalam menyampaikan hadis. Karena terkadang Rasul menggunakan
ungkapan yag bersifat majazi, qiyas, dan bahkan menggunakan sebuah kata yang
gharib (asing).
DAFTAR PUSTAKA
Agil Husin Munawwar, Said dan Mustaqim, Abdul, Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan
Sosio-Historis-Kontekstual Asbabul Wurud, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Ismail, M. Syuhudi, Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al
Hadits tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal, Jakarta:
Bulan Bintang, 1994.