• Istilah taraduf
Al-Tara‟duf ( )انزشادفberasal dari akar kata ( )سدفra‟ – dal – fa‟ ( سدف- شدفٚ) yang bentuk
mashdarnya ialah ( (انشدْف
ِ
Ar-Ridf = segala sesuatu yang mengikuti sesuatu lainnya.
At-Tara‟duf = apabila sesuatu mengikuti sesuatu lainnya di belakangnya.
HOMONIM
PENGERTIAN HOMONIM
Secara harfiah: nama yang sama untuk benda lain.
Ungkapan berupa kata, frase atau kalimat untuk hal atau benda lain.
Misal”
• Kata = Mengukur = dapat berasal dari kata “kukur” atau kata “ukur”
• Frase = guru bahasa Inggris. Guru pelajaran bahasa Inggris atau guru orang Inggris.
• Klausa dan antara kalimat =
• Klausa dan antara kalimat
Misalnya:
Baju orang yang pendek itu putih.
Maksudnya:
• (baju orang itu putih dan orangnya pendek)
• (orang yang memakai baju putih itu pendek)
• (baju orang yang pendek itu putih)
• (orang itu memakai baju putih dan pendek)
• (baju putih orang itu pendek)
Homonim adalah kata yang berlainan yang kebetulan bentuknya sama.
Terkait dengan Homonim :
1. Homofoni (lafal)= sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya dan maknanya.
2. Homografi (tulisan)=
Biasanya dibicarakan secara bersama-sama karena kesamaan objek pembicaranya.
Homofoni dalam bentuk bunyi, sementara homografi dalam bentuk tulisan.
• Contoh kata homonim dalam bahasa Indonesia
• Buku = kitab, ruas pada bambu, persendian tulang.
• Bisa = sanggup, racun
• Contoh homofon dan homografi
Homofon:
• „Gang‟ jalan sempitcatau sekelompok orang.
• „Pacar” inai pemerah kuku, atau kekasih.
• „Masa‟ yang berarti waktu, „massa‟ yang berarti kumpulan orang banyak.
Homograf:
• „sangsi‟ yang berarti ragu-ragu, „sanksi‟ yang berarti hukuman.
Karakteristik Homonim
1. Kata-kata yang bentuknya identik dan maknanya berbeda.
2. Dilihat darisegi konstruksi morfologis bersumber dari bentuk kata yang berbeda.
3. Makna-makna dari bentuk kata homonim tidak memiliki hubungan.
POLISEMI
POLISEMI = satuan bahasa (kata-kata, frase) yang maknanya lebih dari satu, sebagai akibat
terdapatnya lebih dari sebuah komponen makna pada kata-kata tersebut.
Polisemi, satu ujaran dalam bentuk kata-kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi
masih ada hubungan dan kaitannya antara makna-makna yang berlainan tersebut.
POLISEMI = satu kata yang memiliki lebih darisatu makna, karena memperoleh satu atau
beberapa makna baru.
Karakteristik polisemi
1. Satu kata memiliki bidang makna yang luas.
2. Dasar konstruksi morfologis dari kata yang berpolisemi adalah sama (bersumber dari
satu kata saja).
3. Biasanya makna-makna yang lahir dari kata yang berpolisemi memiliki kedekaktan
dan keterkaitan, atau satu sama lain identik.
6. Transfer majas
Perpindahan makna kata dari makna aslinya (hakiki) menjadi ke makna metofora (majaz)
dengan kesengajaan.
7. Asosiasi
Antara kata dan hal atau peristiwa lain yang berkaitan dapat menjadikan sebuah kata berubah
makna.
8. Tabu bahasa
Makna sebuah kata yang disucikan atau tidak alamiah, berbahaya, dilarang, tidak bersih.
Terbagi kepada 3 motivasi psikologis yang melatarinya:
1. Tabu karena ketakutan (taboo of fear); ketakutan kepada makhluk adi kodrati.
2. Tabu karena kenyamanan (taboo of delicacy); menghindari hal-hal yang tidak
menyenangkan.
3. Tabu kesopanan (taboo of propreity); karena berbahasa untuk kesopanan.
CONTOH:
1. Kebutuhan akan makna baru. kata (بسحٛ )انغdulu artinya adalah kelompok orang-orang
musafir, sekarang dalam kebuthhan makna baru maka diairtikan "mobil"
2. Perkembangan sosial budaya ()تطور اإلجتماع والثقفي. pada awalnya kata ( )انصهٕادadalah
tempat ibadah orang yahudi, namun setelaha islam datang mensyariat untuk melaksanakan
shalat, maka shalat menjadi suatu peribadatan sebagaimana yang kita kenal sekarang. artinya
konsep awal makna ( )انصهٕادmenjadi berubah setelah adanya perkembangan sosial budaya
masyarakat, dalam hal ini adalah masyarakat islam.
4. Inovasi dan kreativitas. saya tidak menemukan contoh konkritnya untuk poin 4 ini. yang
hanya hanya kata "root" dalam bahasa Inggris yang maknanya berbeda2 sesuai profesi
penuturnya; petani (akar), ahli matematika (mungkin 'akar' tp beda maksud) dari kata asalnya,
dan ahli bahasa.
5. Perbedaan bidang pemakaian. kata ( )انفشضdalam ilmu bahasa akan berarti hipotesis.
dalam fiqh adalah hukum yang mesti dilakukan. sesuai bidang masing2 maka kata yang
digunakan akan memiliki makna yang berbeda.
6. Transfer majas. kata (ٙ' )سجم انكشعkaki kursi' akan bermakna tergantung sasaran penutur,
ia dapat mengalihkan makna kepada bukan makna asalnya karena ada hubungan fungsi
misalnya.
7. Asosiasi. kata (' )االعزشادخistirahat' dapat bermakna tawaran seorang PSK untuk tidur
bersama sebagai pekerja seks komersial.
8. Tabu bahasa. ketakutan orang menyebut nama makhluk yang menyeramkan atau
penguasa alam. takut menyebut istilah yang kurang nyaman seperti menyogok dengan
sebutan "suap". atau supaya bahasa lebih halus seperti ( )لضبء دبجخuntuk sebutan berak/buang
air besar.
9. Pengalihan dari pengacuan yang konkrit menjadi abstrak. 'menangkap' yang pada
mulanya menggunakan tangan dipakaikan untuk 'menangkap dengan akal'. 'memeluk' dengan
tangan menjadi 'mengikuti ajaran agama'.
kata ( )انفأطartinya adalah 'kapak'. kemudian kata ( )انًطشلخartinya adalah 'palu'. ini jelas untuk
menyebut benda sebagai alat pemukul atau sesuatu yang digunakan untuk menghantam
benda. nah ternyata mereka menggunakannya untuk sesuatu makna yang sangat
jauh/menyimpang, yakni bermakna 'datang'. makanya pemahaman yang mungkin muncul
adalah bahwa kata itu dipakai (dari asalnya menjelaskan benda) menjadi bernttuk
kedattangan seseorang atau kelomp[ok, tentu ada maksud yang hendak disampaikan. dan ini
sangat menyimpang dari makna asal nya. lalu dipahami bahwa 'kedatangan' dengam 'dikapak'
atau 'dipalu' tentu menyiratkan hantaman besar bagi yang didatangi atau kelompok tertentu.
dan kata ini kemudian dipakai ountuk situasi yang semakna dalam komunitas penutur. inilah
yang maksud penyimpangan bahasa.
Contoh analisis yang saya dapat berkenaan dengan penyempitan makna dalam
alquran.
Hizb ( )دضةdalam alquran
Hizb yang akar katanya terdiri dari huruf ba‟, za‟, dan ba‟ memiliki arti dasar
“tertimpa, menyusahkan, menolong dan menghimpun ke dalam kelompok atau golongan.”
Dengan demikian kata tersebut dapat mengandung arti berkumpulnya manusia dalam suatu
kelompok untuk saling menolong dengan tujuan menghilangkan kesusahan.
Dalam Arabic-English Lexicon kata tersebut diartikan dengan a party or company of
men “sebuah partai atau kumpulan dari orang-orang.” Decasa menyimpulkan kata tersebut
mengandung arti a faction, a group of supporters of a man who share his ideas and are readsy
to defend him. “Sebuah faksi, satu kelompok pendukung dari seseorang yang menerima
idenya dan siap untuk mempertahankannya.
Dalam al-Qur‟an kata ini dengan segala bentuknya terulang sebanyak 20 kali, dengan
perincian hizb sebanyak delapan kali, antara lain terdapat pada Q.S al-Maidah/5:56, Q.S al-
Mu‟minun/23:53, Q.S al-Rum/30:32, Q.S al-Mujadilah/58:19 dan 22, Q.S Fathir/35:6. Kata
hizbaini terulang sekali dalam Q.S al-Kahf/18:12, dan al-ahzab bentuk jamak dari hizb
terulang sebanyak sebelas kali.
Kata tersebut dalam al Qur‟an seringkali dirangkai dengan kata lain, misalnya hizb
Allah yang terulang tiga kali, di antaranya adalah Q.S al-Maidah/5: 56
٦٥- ٌَُٕاَّللِ ُْ ُى ْانغَب ِنج
ّ ة َ ٍَ آ َيُُٕاْ فَئِ ٌَّ ِد ْضِٚعٕنَُّ َٔانَّز ّ َز ََٕ َّلٚ ٍَٔ َي
ُ اَّللَ َٔ َس
“Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi
penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.”
Abdullah Yusuf „Ali yang menerjemahkan dengan fellowship (pengikut). Di luar hizb
Allah kata tersebut digunakan al Qur‟an untuk menyebut kelompok yang buruk, antara lain
pertama, kelompok yang suka memecah bela agama. Hal ini diinformasikan dalam
Q.S al-Rum/30:32
ٍ َؼب ً ُك ُّم ِد ْضَُٛ ُٓ ْى َٔكَبَُٕا ِشٍَِٚ فَ َّشلُٕا دِٚ ِيٍَ انَّز-
٢٨- ٌَُٕ ِٓ ْى فَ ِشدْٚ َة ِث ًَب نَذ
“ Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi
beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
golongan mereka”
Kedua, kelompok atau pengikut setan (hizb al-syaitan), dijelaskan dalam Q.S al
Mujadilah/58:19
٩١- ٌَٔبٌ ُْ ُى ْانخَب ِع ُش
ِ طَ ْٛ ش َ طب ٌِ أ َ َال إِ ٌَّ ِد ْض
َّ ة ان َّ اَّللِ أ ُ ْٔ َنئِكَ ِد ْضةُ ان
َ ْٛ ش َ ََطبٌُ فَأ
َّ غب ُْ ْى ِر ْك َش َ ْٛ ش
َّ ِٓ ُى انْٛ َا ْعزَذْ َٕرَ َػه-
“Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat
Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan
syaitan itulah golongan yang merugi.”
Ketiga, kelompok yang berselisih, terdapat dalam Q.S Maryam/19: 37
٢٣- ىٍٛ ْٕ ٍو َػ ِظَٚ ٍَ َكفَ ُشٔا ِيٍ َّي ْش َٓ ِذِٚ ٌم ِ ّن َّهزْٚ َٕ َ ُِ ِٓ ْى فْٛ ف ْاألَدْ ضَ اةُ ِيٍ َث
َ َبخزَه
ْ َف-
“Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar.”
Keempat, persekutuan antara orang-orang musyrik dan munafik. Hal ini
diinformasikan dalam Q.S al Ahzab/33:22
٨٨- ً ًبٛ ًَبَب ً َٔرَ ْغ ِهِٚعٕنُُّ َٔ َيب صَ ادَ ُْ ْى إِ َّال إ َ َٔ ُُّعٕن
َّ َصذَق
ُ اَّللُ َٔ َس َ َ َٔنَ ًَّب َسأَٖ ْان ًُؤْ ِيٌَُُٕ ْاألَدْ ض-
َّ اة لَبنُٕا َْزَا َيب َٔ َػذَََب
ُ اَّللُ َٔ َس
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu
itu, mereka berkata : "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita." Dan
benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada
mereka kecuali iman dan ketundukan.”
Kata hizb terkadang disebut bersamaan dengan qaum dan ummah dalam satu ayat.
Ayat tersebut adalah Q.S al Mu‟min/40:5
ِ ََأ ْ ُخزُُِٔ َٔ َجبدَنُٕا ثِ ْبنجٛعٕ ِن ِٓ ْى ِن
ُذ ِْدضُٕا ثِ ِّ ْان َذ َّك فَأ َ َخزْر ُ ُٓ ْىٛبط ِم ِن ُ ذ ُك ُّم أ ُ َّي ٍخ ثِ َش
ْ ًَّ َْ َٔ ذ لَ ْجهَ ُٓ ْى لَ ْٕ ُو َُٕحٍ َٔ ْاألَدْ ضَ اةُ ِيٍ ثَ ْؼ ِذ ِْ ْى
ْ ََكزَّث
٦- ة ِ ْف َكبٌَ ِػمَب َ ٛفَ َك-
“Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang bersekutu sesudah mereka telah
mendustakan (rasul) dan tiap-tiap umat telah merencanakan makar terhadap rasul mereka
untuk menawannya dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan
kebenaran dengan yang batil itu; karena itu Aku azab mereka. Maka betapa (pedihnya) azab-
Ku?”
Dari pemaparan makna hizb di atas dapat dikatakan bahwa secara umum penggunaan
kata tersebut dalam al Qur‟an mengandung pengertian sebagai kelompok tertentu yang
memiliki militansi dan menyatu dalam satu wadah yang disepakati untuk membendung atau
menanggulangi kesulitan. Atau yang diduga akan menyulitkan kelompok mereka. Dari
pengertian tersebut jelas ada kesamaan antara makna istilah dengan arti yang digunakan
dalam al Qur‟an. Makna ini kemudian berkembang sehingga termasuk juga sebuah kelompok
yang memperjuangkan cita-cita baik atau buruk. Dari sinilah kata tersebut diartikan sebagai
partai politik. Disini terlihat terjadi penyempitan makna dari makna awalnya.
Tidak ada penjelasan dari para ahli bahasa tentang jumlah minimal anggota dari
sebuah hizb, tiga orang pun sudah dapat dikatakan sebagai hizb. Hal ini mengacu kepada Q.S
al Kahf/18:12
َ ْ ٍِْ أَدَٛ٘ ْان ِذ ْضث
٩٨- ًصٗ ِن ًَب نَجِضُٕا أَ َيذا ُّ َ ص ُ َّى ثَؼَضَُْب ُْ ْى ِنَُ ْؼهَ َى أ-
“Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua
golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua
itu).”
Dari pemaparan al Qur‟an juga diketahui bahwa kata hizb berkonotasi netral,
tergantung kata yang mengikutinya, meskipun penggunaannya dalam al Qur‟an lebih banyak
yang berkonotasi buruk. Namun demikian al Qur‟an hanya membagi ke dalam dua kelompok
saja yaitu hizb Allah dan hizb al-syaitan.
Pergeseran makna adalah berubahnya atau bergesernya makna suatu kata menjadi
atau memiliki makna baru.
Dalam beberapa referensi antara pergeseran, perpindahan dan perubahan makna dapat
disebut istilah yang berbeda dengan pemahaman yang kurang lebih sama.
Dalam perspektif ilmu bahasa, fleksibilitas makna cenderung termanifestasi ke dalam
lima bentuk: perluasan makna, penyempitan makna, peningkatan status makna, penurunan
status makna, dan pergeseran (kedekatan) makna.
Fenomena pergeseran (kedekatan) makna, atau dalam istilah teknis disebut
metonimia, yang terjadi di dalam al-Qur‟an, metonimia lebih banyak ditemukan dalam
bahasa sinkronik (mencocokkan dengana waktu tertentu) dibandingkan dengan empat kasus
lainnya yang lebih bersifat diakronik (menjelajah waktu), selain juga metonimia memiliki
wilayah kajian yang lebih luas dibandingkan dengan empat jenis makna yang lain.
“Bahasa bergerak terus sepanjang waktu membentuk dirinya sendiri.Ia mempunyai
gerak mengalir…. Tak satupun yang sama sekali statis. Tiap kata, tiap unsure gramatikal, tiap
peribahasa, bunyi dan aksen merupakan konfigurasi yang berubah secara pelan-pelan,
dibentuk oleh getar yang tidak tampak dan impersonal, yang merupakan hidupnya bahasa”.
Contoh yang disebutkan "aqua" adalah contoh majaz dalam hal ini adalah
menyebutkan sesuatu, tetapi bukan itu yang dimaksudkan. aqua itu adalahl brand minuman
air mineral, maksudnya adalah air untuk diminum.
kata " "ضاللdapat berarti kesalahan dalam sikap (sinkronik), apabila melihat kepada
diakronik maka arti dhalal iru adalah sesat dalam keyakinan bertuhan.
dalam beberapa pembahasan terdahulu hal ini juga dikutif oleh beberapa tulisan.
inilah mengapa saya menyimpulkan ada beberapa istilah yang maknanya menjadi kurang
lebih.
majaz adalah sebutan dalam ilmu balaghah, dimana menyebutkan sesuatu kata yang
memiiliki makna, namun bukan makna itu yang dimaksud. sedang dalam ilmu semantik,
yang dibicarakan adalah penggunaan maknanya itu, karena semantik/ ilm dalalah adalah ilmu
tentang makna suatu kata. Jadi ketika kita melihat kepada bagaimana cara mengungkapkan
kata, dapat disebut sebagai ilmu balaghah, sedang jika tentang bagaimana makna yang
dikehendaki dalam ungkapan kata itu, maka merupakan ranah kajian semantik. yah, kurang
lebih sisi berbeda dalam melihat bahasa
Ada beberapa proses perpindahan makna kata dalam bidang penggunaannya
didasarkan pada hubungan-hubungan yang bersifat figuratif (majāzi), atau penggunaan kata
bukan dalam pengertian sebenarnya:
1. Hubungan sababiyyah, yakni menggunakan ungkapan yang menjadi penyebab,
sementara yang dimaksudkan adalah hasil atau akibat dari apa yang diungkapkan (iṭlāq as-
sabab wa irādah al-musabbab), seperti ungkapan “شٛخ انغٛ( ” سػذ انًبشhewan ternak
merumput). Kata “شٛ ” انغdalam ungkapan ini tentu tidak bisa diartikan dengan pengertian
sebenarnya sebab secara leksikal kata tersebut kurang lebih berarti “( ” انًطشhujan). Ini
mengindikasikan bahwa makna kata tersebut bergeser ke makna kata lain yang memiliki
kedekatan hubungan, misalnya kata “ ” انُجبد.
Dalam ayat:
ُ ص ٕۡ ۟ا َس
(ًَخٛعٕ َل َس ِثّ ِٓ ۡى فَأ َ َخزَْ ُۡى أ َ ۡخزَحࣰ َّسا ِث َ )فَ َؼ
Artinya:
"Maka mereka mendurhakai utusan Tuhannya, Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang
sangat keras."
Kata أخزAsalany maknanya mengamngil, namun di sini berubah menjadi menyiksa.
Sebab berubah maknanya: Akibat ciri dasar dasar yang dimiliki oleh unsur internal
bahasa. Makna kata selain dapat memiliki hubungan yang erat dengan kata lainnya.
Jenis-jenis konteks
1. Konteks linguistik
2. Konteks emosional
3. Konteks situasi
4. Konteks sosial budaya
Kata “بقٛ ”عberasal dari “ ”ط ٔ قberarti “ ”انززبثغsaling mengikuti, atau “ئٛ”دزٔ انش
menggiring sesuatu.
“ ”اَغبلذ ٔرغبٔلذ اإلثم رغبٔلبberarti “ ”ارا رزبثؼذ أ٘ كبٌ ثؼضٓب رغٕقunta itu saling mengikuti, yaitu
antara unta yang satu dengan yang lain saling mengikuti
Memang begitu berdasarkan ilmu sharaf. runtutannya begini:بقٛ عitu berasal dari kara
( عٕقsa-wa-qa), masdarnya menjadi ( عٕاقsu-wa-q), kemudian huruf waw diganti dengan
huruf ya karena didahului huruf sin yang berharakat kasrah. sehingga menjadi بقٛ( عsi-ya-q).
Medan makna adalah ruangan yang didalamnya memuat makna-makna. betul ini.
lahirnya makna itu dengan membuat kata leksikal yang mewakili makna dalam ruang
tersebut, setelah terbentuk kata leksikalnya kemudian berbalik atau kembali ke ruang itu
untuk memuat makna yang dimaksud.
Adapun mengenai konteks yang seperti unta yang saing mengikuti, karena pada
gilirannya sebuah kata yang mewakili makna akan terus dipakai dalam ujaran bahasa.,
akhirnya setiap kaya yang diungkapkan akan mengarah kepada situasi atau lingkup tertentu
yang dicakup oleh kata tersebut. inilah yang dimaksud dengan unta yang saling mengikuti.
makna asal dari bahasa siyaq di dalam bahasa arab.
نسوق
Surah maryam ayat 86
Surah as-sajadah ayat 27
سيك
Surah az-zumar ayat 71 dan 73
سائك
Surah Qaf ayat 21
Konteksnya adalah orang durhaka akan digiring ke neraka dalam keadaan kehausan
seperti unta. kehausan tapi tidak diberi minum dan tetap harus berjalan ke tujuan.
Konteks adalah suatu unsur lingual (suatu bunyi, kata, atau frase) dan unsur non
lingual (situasi, kondisi, gestur, isyarat dan sebagainya) yang mendahului dan mengikuti
suatu unsur bahasa dalam ujaran.
Konsep situasi merupakan poros yang mengitari semantik deskriptif yang terkonstruk
di atas dimensi sosial dari tiga dimensi makna:
1. Dimensi hubungan sosial (خٛ)انؼهمبد اإلجزًبػ
2. Dimensi kejadian ()انؼهمبد االدذاس
3. Dimensi situasi sosial (خٛ)انؼهمبد انظشٔف اإلجزًبػ
Pada tataran leksikal, konteks dapat membatasi makna suatu kata. Dapat membedakan
hubungan sighat polisemi, homonimi dan homofoni. Konteks dan kondisi kata dalam
struktur bahasa dapat membatasi makna kata secara akurat. Sehingga multi makna dan
potensi ambiguitas dapat terhindar melalui konteks.
Pada tataran sighat, konteks membatasi signifikansi sighat morfologi yang memiliki
wazan terbatas namun signifikansi terhadap makna yang dimaksudkan beragam.
morfologi itu bahasa yang nyaman buat kita adalah sharaf (ilmu tashrif). nah dalam
hal ini, "kata" dalam bahasa ujaran, tidak semuanya ada wazannya dalam tashrif. bahkan
dalam masdar sima'iy dalam ilmu sharaf tidak didasarkan atas wazan yang terpola, melainkan
mengikuti kebiasaan orang arab.dalam menggunakan kata, -meskipun akhirnya sebagiannya
dibuatkan wazan untuk qiyas kepada kata yang lain.
Mari kembali ke materi kita yang terdahulu tentang polisemi, homonimi dan
homofoni.
Polisemi = satuan bahasa yang mempunyai makna lebih dari satu. misalnya ذٛث
"rumah", kantor, sarang, kemah, kandang, liang dst.
homonimi= kata yang sama untuk makna yang berbeda. misalnya: عبػخdapat berati waktu,
jam atau malah kiamat.
Homofoni = penekanan bunyi dalam ujaran kata atau frase yang menyebabkan
berbeda makna. "Ali makan ayam mati". tergantung di mana penekanan kata di sini maka
maknanya akan berbeda atau berubah.
Jenis-jenis konteks:
1. Konteks linguistik
2. Konteks emosional
3. Konteks situasi
4. Konteks sosial budaya
ketiga istilah ini dipahami dalam satu kata dalam bahasa indonesia dengan sebutan
"kata serapan".
istilah yang paling umum dalam bahasan semantik bahasa arab untuk istilah ini adalah
at-ta'rib atau al-mu'arrab.
Al-Mu’arrab disebut juga dengan istilah at-ta‟rib ( تٚ ) انزؼشad-dakhil ( مٛ ) انذدal-
muwallad( ) انًٕنّذ
Al-Mu‟arrab adalah kosa kata –kosa kata tertentu yang digunakan oleh orang Arab
untuk ditempatkan dalam bahasanya, atau kosakata yang diserap oleh orang arab ke dalam
bahasanya.
Menurut Rabi faktor-faktor khusus yang menyebabkan timbulnya serapan (al-taʻrib
adalah :
1. Adanya kebutuhan yang mendesak (keadaan darurat) seperti penyerapan nama-nama
hewan dan tumbuh-tumbuhan, hasil-hasil teknologi modern serta hasil penelitian yang baru.
2. Adanya keinginan untuk membanggakan diri dan terkenal.
3. Kekaguman sekelompok orang (umat) terhadap kelompok (umat) yang lain.
4. Keringanan/kemudahan kosa kata bahasa sumber. Bahasa Asing lebih mudah/ringan
pengucapannya dari bahasa Arab sehingga kosa kata tersebut terpakai dan tersebar.
Barangkali saya dapat memberi komentar: bahwa yang dimaksud membanggakan diri
adalah, bahwa sebuah kata baru, tentu memiliki daya tarik bahasa bagi komunikan (lawan
berkomunikasi), karena itu maka kata yang baru selain memenuhi keperluan akan kata yang
baru, juga memberikan rasa bangga karena mampu mengemukakan sesuatu yang aktual. hal
ini adalah menurut sudut pandang perkemangan bahasa.
Ulama berbeda pendapat tentang ada-tidaknya kata-kata serapan (al kalimaat al
mu`arrobah) di dalam Al Qur`an antara menerima dan menolak. Dalam hal ini mereka terbagi
menjadi 4 Kelompok:
1) Golongan pertama Kelompok yang menolak adanya kata-kata yang diarabkan (al kalimaat
al mu`arrobah) di dalam Al Qur`an, mereka adalah mayoritas ulama besar diantaranya adalah
Imam As Syafi`i, Abu Ubaidah, Al Qodhi Abu Bakar, dan Ibnu Faris.
2) Golongan kedua Mereka adalah golongan yang beranggapan bahwa ada kata-kata asing
dalam Al Quran, dan mereka adalah salafus shalih dari kalangan sahabat dan para tabi`in,
diriwayat dari Ibnu Abbas, Mujahid dan Ikrimah bahwa di dalam Al Quran terdapat kata-kata
asing yang diarabkan (arabisasi).
3) Golongan ketiga Golongan ini mengatakan ada kesamaan bahasa diantara bangsa-bangsa
ketika itu, sebagaimana Ibnu Jarir At Thabari mengatakan bahwa: kata-kata asing dalam Al
Quran bukanlah asing dalam sebenarnya, namun itu adalah fenomena kesamaan bahasa,
dimana bangsa Arab, Persia, dan Habasyah berbicara dengan bahasa yang satu.
4) Golongan keempat
Mereka adalah kelompok pemikir-pemikir Islam termasuk di antaranya adalah Imam Suyuthi,
golongan ini bisa dikatakan sebagai penengah dari kubu pro dan kontra.
Dalam pandangan kelompok ini (kelompok 4). Polarisasi ta‟rib dibagi menjadi dua
macam, yaitu ta'rib makna dan ta'rib isti'mal.
1) Ta'rib makna: membuat isim Arabi sebagai pengganti isim a'jami. Ini ta'rib yang masyhur
dan mudah dipahami, dan dilakukan oleh kamus-kamus dan lembaga-lembaga bahasa. Ini
pula yang terlintas dalam pikiran orang banyak kala mendengar kata ta'rib. Misalnya,
Windows diarabkan menjadi انُٕافزdan Microsoft menjadi كٛف انذلٛانهط
2) Ta'rib isti'mal: penggunaan isim 'ajam dalam pola arab. Yakni memprosesnya menurut
cara bahasa Arab, membentuknya dan memperlakukannya menurut wazan, bunyah, dan
kaidah-kaidahnya hingga bercorak dan bertabiat Arab yang fasih, sekalipun berasal dari
'ajam. Ta'rib seperti ini banyak dalam bahasa Arab misalnya lafadz-lafadz dalam al-Qur`an
yang mempunyai asal-usulnya sendiri dalam bahasa 'ajamnya seperti istabraq, lijam, sundus
dll.
Untuk ta'rib isti'mal ini benar lah contohnya seperti televisi diarabisasi menjadi
ٌٕٚ انزهفضbapa ?
ya bisa dh contoh seperti itu.
Secara etimologi al-mu„arrab merupakan bentuk ism maf„ul dari fi„il al-muda„af hasil
derivasi dari kata „arraba-yu„arribu ( ؼشةٚ
ّ ،ػشة
ّ ) yang berarti diarabkan atau menjadikan
bahasa Arab.
Secara istilah, kata-kata yang diserap oleh bahasa Arab dari bahasa-bahasa lain
disebut dengan al-mu‟arrab, dan tentunya melalui proses perpindahan serta perubahan yang
disebut dengan al-ta‟rib atau pengaraban.
Istilah al-mu„arrab dalam bahasa Indonesia selalu disejajarkan dengan Serapan.
Serapan merupakan istilah yang dikenal dalam bahasa Indonesia. Secara definisi serapan
adalah kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah diintegrasikan ke dalam suatu bahasa
dan diterima pemakaiannya secara umum.
Al-Mu„arrab menurut Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd adalah proses penyerapan
kata asing dengan cara adaptasi berdasarkan aturan bahasa Arab dan kebiasaan tutur kata
orang Arab atau dengan cara adaptasi dari segi tasrif.
Menurut Emil Badi Ya‟qub, al-mu„arrab adalah kosa-kata asing yang telah diubah
orang Arab „menjadi bahasa mereka‟ dengan cara pengurangan „al-naqs, penambahan „al-
ziyadah‟, dan pembalikan „al-qalb.
Menurut al-Jawaliqi al-mu„arrab sebagai kata serapan yang terdapat di dalam al-
Qur‟an, Hadis, Asar, syair, dan nasr klasik. Yang mana merupakan hasil proses penyerapan
bahasa asing ke dalam bahasa Arab yang dilakukan penuturnya yang fasih pada masa
sebelum atau saat keempat sumber tersebut mulai ada. Masa ini disebut juga masa ihtijaj atau
istisyhad yang rentang waktunya dibedakan sesuai domisili orang Arab, yaitu mereka yang
tinggal di suku Badui dan perkotaan.
Masyarakat Arab Badui dianggap sebagai penutur bahasa Arab yang fasih sampai
abad ke-4 hijriah, sedangkan kefasihan masyarakat Arab yang tinggal di perkotaan hanya
bertahan sampai akhir abad ke-2 hijriah. Dan proses perpindahan tersebut melalui pergantian
huruf, dan perubahan pola asing dalam bahasa Arab yang mana harus disesuaikan dengan
makhraj yang digunakan bangsa Arab baik dari segi wazn-nya dan fonetiknya.
Berangkat dari definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa al-mu„arrab merupakan
lafal-lafal asing yang digunakan bangsa Arab yang diserap dari bahasa asing dalam bahasa
Arab yang mana disesuaikan dengan tutur orang Arab dan apa yang dikehendakinya tentunya
dengan adaptasi dari segi fonetik dan tasrif melalui proses perpindahan yaitu arabisasi.
Al-Mu‘arrab juga disebut al-ta„rib dan al-dakhil.
Upaya tanzih (membersihkan alquran dari segala bentuk kekurangan karena ia adalah
kalam allah) selalu diupayakan oleh para ulama. salah satu sudut bahasan dipersepsi oleh
ulama yang lain sebagai penafian atas kesempurnaan alquran. namun di sisi yang lain justru
bahasan2 baru dianggap sebagai nilai baru dalam menemukan kehebatan alquran (sbg kalam
allah). karena itu, selayaknya bagi kita yang berada di lingkup akademik yang berjibaku
dengan pendekatan terhadap alquran mampu memahami kedua sisi ini. untuk selanjutnya
dapat memposisikan diri dalam posisi yang proporsional. bahasan kita ini adalah dalam
rangka menggali pemahaman baru tersebut (meskipun dalam keterbatasan yang banyak)
diharapkan menjadi salah satu upaya membuka kran pemahaman tersebut. kita menerima
terhadap upaya baru ini.
Memang sedianya bahasan ini adalah bahasan sudut pandang bahasa, atau tepatnya
sudut pandang makna bahasa (semantik). namun saya berkeyakinan bahasan ini akan sangat
membantu kita dalam memahami bahasa alquran. setidaknya dengan pengetahuan tentang
kata serapan ini, maka orientasi pemahaman akan lebih berbentuk karena ungkapan kata yang
dipakai alquran sebagiannya dapat dimengerti melalui sudut pandang ini.
Al-ta„rib bagian dari Al-mu„arrab yang merupakan masdar secara terminologi adalah
proses netralisasi bahasa-bahasa serapan dalam bahasa Arab atau penggunaan kosa kata
asing, dengan mengikuti pola-pola bahasa Arab dan tabiat percakapan bangsa Arab, sehingga
lafal-lafal tersebut dikehendaki bangsa Arab. Dan lafal itu tidak menyulitkan bangsa Arab
sendiri dalam menyebutkan lafal tersebut. Ini memberikan kontribusi kepada perkembangan
bahasa Arab dengan penambahan kosakata baru. Terutama dari kata khusus seperti nama-
nama tumbuhan, nama-nama hewan, nama-nama benda, nama-nama peralatan. Begitu juga
nama pakaian, nama makanan dan minuman.
Pengertian lainnya al-ta„rib adalah proses perubahan kata asing dalam bahasa Arab
agar mendekati dengan bahasa Arab yang asli baik dari segi fonetiknya yang melambangkan
suara dan segi bentuknya yang melambangkan dengan tulisannya. Sebagian ahli linguis
cendrung menyamakan antara al-mu„arrab dan al-ta„rib. Jika diteliti kedua istilah ini
digunakan mereka pada masa klasik dan masa modern untuk membahas permasalahan
peminjaman bahasa asing dalam bahasa Arab. Akan tetapi dalam hal ini al-ta„rib lebih kepada
prosesnya dan al-mu„arrab merupakan lafalnya yang sudah mengalami proses arabisasi.
Kata al-dakhil berasal dari kata kerja dakhala yang berarti masuk.
Menurut Ibrahim Muhammad Abu Sikin al-mu„arrab sinonim dengan ad-dakhil
sebagaimana istilah al-mu„arrab, juga dikatakan al-dakhil yaitu lafal-lafal yang digunakan
orang Arab, yang di ambil dari bahasa asing yang digunakan pada makna tertentu.
Namun terdapat pendapat yang membedakan antara keduanya. Para ahli linguis
membedakan antara al-mu„arrab dan al-dakhil adalah Abdul Al-Hamid al-Syalqani, Sya‟aban
Abd al-Azim, dan Ahmad Abdul. Rahman Hammad hal yang membedakan di antara
keduanya adalah jika sesuatu kata yang berasal dari bahasa asing mengikut pola bahasa Arab
serta dituturkan mengikuti sigah bahasa Arab, maka kata itu dinamakan al-mu„arrab.
Contohnya kata ( دسْىdirham), sebagai kata pinjaman dikiaskan dengan perkataan Arab ْجشع
. Sebaliknya jika kata asing tersebut tidak mengikuti pola-pola yang digunakan bangsa Arab
maka dinamakan al-dakhil dalam mu‟jam al-wasit memaparkan bahwa al-dakhil adalah lafal
asing yang masuk kedalam bahasa Arab tanpa melakukan sebuah perubahan. Contohnya kata
ٍٛجٛ ) )االكغoksigen dan ( ٌٕفٛ ) انزهtelepon.
Jadi al-dakhil adalah lafal-lafal asing yang digunakan di dalam bahasa Arab yang
mana tidak mengalami proses perubahan sama sekali dan tidak mengikuti pola bahasa Arab.
Dari pemaparan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan perbedaan istilah yang ada.
Dalam hal ini al-mu„arrab cendrung disinonimkan dengan al-ta„rib, sedangkan al-dakhil lebih
kepada lafal-lafal asing yang masuk ke dalam bahasa Arab yang mana tidak mengikuti pola
bahasa Arab sedangkan al-mu„arrab dan al-ta„rib mengikuti ketentuan yang ditetapkan.
Meskipun memiliki perbedaan diantara keduanya akan tetapi ada yang menyamakan di antara
al-mu„arrab dan al-dakhil.
Alasannya karna proses arabisasi atau al-ta„rib memiliki kaedah yang sama dengan al-
dakhil yaitu menyesuaikan dengan tuturkata bahasa Arab.
1. Gabungan huruf yang tidak mungkin terjadi dalam kata-kata Arab asli:
a) Gabungan huruf ta ( ‟)دdan tha‟ ( )طsebagaimana dalam kata al-tast (“)طغذkata tersebut
merupakan kata serapan karena terdapat gabungan huruf ta‟ dan ta‟ yang tidak akan pernah
terjadi dalam bahasa Arab.
b) Gabungan huruf jim dan ta‟. Al-Jauhari> sebagaimana dalam kata al-jibt (( )انججذberhala)
dikatakan, “kedua huruf ini tidak akan pernah bisa bergabung dalam sebuah kata Arab tanpa
disertai huruf zilaqi (ٌ,و,ل,ف,س,)ة
c) Gabungan huruf jim dan shad Misalnya, kata al-jishsh} ( ) انجصyang berarti plaster, al-
shanjah ( ) انصُجخyang berarti alat musik dan al-shaulajan ( ٌ ) انصٕنجبyang berarti tongkat.
d) Gabungan huruf jim dan tha. Misalnya, kata al-thajin ( ٍ ) انطبجyang berarti kuali.
Gabungan huruf yang lazim namun urutannya tidak sesuai dengan aturan bahasa Arab
asli:
a) Posisi huruf nun sebelum huruf ra‟. Misalnya, kata al-narjis ()انُشجظ
b) Posisi huruf zay‟ setelah huruf dal Misalnya, kata al-hindaz ( ( ) انُٓذصmengatur)
c) Posisi huruf syin setelah huruf lam. Misalnya, kata al-aqlasy ( ( ) األلهشpenipu)
d) Posisi huruf dzal‟ setelah huruf dal. Misalnya, kata Bagdadz ()ثغذار
e) Huruf pada posisi fa‟ al-fi„il sama dengan huruf pada posisi „ain al-fi„il. Misalnya, kata al-
qaquzah ()انمبلضح
4. Tidak memiliki indikasi bagian dari derivasi kosa kata bahasa Arab.
Sebagian kata-kata serapan dalam bahasa Arab secara morfologis menunjukkan ketidak
mungkinannya menjadi produk derivasi bahasa Arab. Misalnya, kata al-suradiq ( ) انغشادق
yang berarti tenda besar.