Anda di halaman 1dari 9

DZIKR DAN HADZF

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Balaghah Yang Tersusun
Dalam Bentuk Makalah
Dosen Pembimbing : Mastur S.Ag., M.Pd.

Yang Disusun Oleh Kelompok 2 :


1. Eka Lutviana N. F : U20171051
2. Inni ‘Arifah : U20171054
3. Novi Ayu lestasi : U20171056
4. Anik Rahmawati A. : U20171057
5. Muslihati : U20171097

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan segalanya, kemudian shalawat beserta salam masih tetap kira alirkan
pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dimana beliau merupakan lentera
atas segala dimensi kegelapan. Sehingga telah memberikan ruang keterbukaan
bagi kita dalam memasuki pintu-pintu keilmuan. Sebagaimana kita dapat
mengenal ilmu balaghah. Dalam hal ini merupakan tugas yang disusun dalam
rangka memenuhi tugas perkuliahan.
Selanjutnya, kami berterima kasih kepada Bapak Mastur S.Ag., M.Pd.
selaku dosen pempimbing yang banyak memberikan dukungan moral sehingga
makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Akhir kata, kami berharap kritik dan saran yang bersifat membangun dapat
memberikan manfaat bagi kita semua demi penyempurnaan makalah selanjutnya.

Jember, 18 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Awal
Kata Pengantar ...................................................................................................ii
Daftar Isi ...........................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................
C. Tujuan Makalah..................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dzikr….............................................................................
B. Pengertian Hadzf …...........................................................................
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan…......................................................................................
B. Penutup...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Bahasa merupakan suatu simbol yang dipergunakan untuk menjalin
hubungan komunikasi. Sejak zaman dahulu bahasa Arab menjadi sorotan
dunia terutama pada syairnya. Ilmu balaghah adalah salah satu sastra Arab
yang memiliki bagian-bagian yang terdiri atas badi’, ma’ani, dan bayan.
Ma’ani terdiri dari
Syair arab mengandung gaya bahasa yang khas. Maka kebahasaan
(balaghah) bahasa arab ini perlu dikaji secara mendalam. Pada pembahasan
ini akan membahas tentang dzikr (menyebutkan) dan hadzf (membuang)
untuk menambah pengetahuan. Dzikr dan hadzf begitu berpengaruh dalam
ushlub balam bahasa arab.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana definisi dari ad-dzikr ?
2. Bagaimana definisi dari al-hadzfu ?
C. Tujuan masalah
Supaya kita mengetahui salah satu bagian dari ilmu balaghah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dzikr
Dzikr secara leksikal bermakna menyebut, sedangkan secara terminology
Ilmu Balaghah ad-dzikr adalah menyebut musnad ilaih. Ad-dzikr adalah kebalikan
dari al-hadzf.1
Ketika mengharapkan pendengar dapat memahami tentang hukum yang
terkandung pada suatu lafadz, dimana lafadz menunjukkan makna di dalamnya,
maka disebut dzikr (menyebut lafadz itu).2
Setiap lafadz yang menunjukkan suatu makna dalam susunan kalimat
adalah patut di sebutkan untuk menyampaikan makna yang di maksudkan. Oleh
karena itu maka musnad ilaihi wajib di sebutkan, sekiranya tidak hal atau qarinah
yang menunjukkannya jika di buang. Apabila tetap di buang dalam kondisi
tersebut, maka kalimat menjadi tidak di mengerti dan justru kabur, juga makna
yang di maksudkan tidak bisa jelas.3
Namun terkadang memang sengaja untuk tetap di sebutkan padahal terdapat
tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinannya musnad ilaihi di buang.
Dalam praktek berbahasa al-dzikr mempunyai beberapa tujuan,4 yaitu:
1. Al-Idhah wa al-takrir (menjelaskan dan mengulang)
Penyebutan musnad ilaih pada suatu kalimat salah satunya
menjelaskan subyek pada suatu nisbah. Jika musnad ilaih tidak disebutkan
maka tidak akan muncul kesan kekhususannya.
Contoh : ‫ون‬PP‫دى من ربهمۙ وأولئك هم المفلح‬PP‫“ اولئك على ه‬Mereka itulah yang
tetap mendapat dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang
beruntung”.(QS. Al-Baqarah:5).
2. Tasjil (Untuk meyakinkan pendengar agar tidak dimungkinkan adanya
pengingkaran). Seperti keterangan yang diajukan hakim kepada saksi :

1
Pengantar Ilmu Ma’ani.pdf, hal.48
2
Hifni Bek Dayyab, dkk, 2002, Kaidah Tata Bahasa Arab, cet.8, Jakarta: DarulUlum Press, hal. 444
3
Zeiburhanus Saleh,SS., M.Pd., dkk, 2012. Ilmu ma’ani, cet.1, Jember: Pustaka Radja, hal.53
4
Ibid. Pengantar Ilmu Ma’ani.pdf, hal.49
‫ذا‬PP‫ه ك‬PP‫أن علي‬PP‫( هل اقر زيد هذا ب‬apakah zaid ini orang yang telah mengakui dia
berbuat itu?), lalu saksi menjawab :‫ذا‬PP‫ه ك‬PP‫(نعم زيد هذا أقر بأن علي‬Ya, Zaid ini
telah mengakui hal itu.)
3. Ghabawah al-mukhattab (menganggap mukhattab bodoh)
Mutakallim yang menganggap mukhattab yang tidak tahu apa-apa, ia
akan menyebut musnad ilaih pada suatu kalimat yang diucapkan. Dengan
menyebut musnad ilaih, mukhattab mengetahui fail, mubtada’, atau fungsi-
fungsi lain yang termasuk musnad ilaih. Demikian juga akan terhindar dari
kesalahpahaman mukhattab ungkapan yang dimaksud.
4. Taladzdzudz (senang menyebutnya)
Seorang mutakallim yang menyenangi sesuatu maka dia akan banyak
menyebutnya. Pepatah mengatakan ‫“من أحب شيئا كثر ذكره‬barang siapa yang
menyenangi sesuatu maka ia pasti banyak menyebutnya”. Jika mutakallim
menyenangi mukhattab ia pasti akan menyebutnya dan tidak akan
membuangnya. Seperti : Sail : ‫ هل حبيبك راض‬Mujawwib: ‫ نعم حبيبي راض‬.

B. Pengertian Hadzf
Al-Hadzf secara leksikal bermakna membuang. Sedangkan maksudnya
dalam terminology ilmu balaghah adalah membuang musnad ilaih. Al-Hadzf
merupakan kebalikan dari ad-dzikr.5 Lafadz yang sudah diketahui dalam kalam,
karena adanya petunjuk dari kalam lain pada lafadz tersebut maka disebut hadzif
(membuang lafadz itu).6
Dalam prakter berbahasa al-Hadzf memiliki beberapa tujuan7:
1. Untuk meringkas atau karena sempitnya konteks kalimat.
Contoh: umpama saat sakit, ‫قال لى كيف انت قلت عليل سهر دائم وحزن طويل‬
(Dia berkata padaku : “Bagaimana kabarmu?” Lalu aku menjawab :
“Sakit, selalu tidak tidur malam, dan sedihku yang berkepanjangan”).
Membuang musnad ilaih yaitu ‫انا‬.

5
Ibid, Pengantar Ilmu Ma’ani.pdf. hal.51
6
Ibid, Kaidah Tata Bahasa Arab, cet.8, hal. 444
7
Ibid, Pengantar Ilmu Ma’ani.pdf. hal.51
Dan bisa juga karena takut kehilangan kesempatan, contoh
perkataan seorang pemburu :‫(خزال‬Rusa!). membuang musnad ilaih yaitu
‫( هذا‬karena takut kehilangan buruan).
2. Menyamarkan kata pada selain mukhattab (yang diajak bicara).
contoh :‫(أقبل‬telah datang) yang dimaksud umpama Ali, kalau seumpama
disebutkan : ‫أقبل علي‬, maka hal tersebut bukan merupakan samaran lagi.
3. Menyatakan keumuman secara singkat.
Contoh :‫(وهللا يدعو الى دارالسالم‬Allah menyeru ketempat perdamaian).
Maksudnya menyeru semua hamba-Nya, karena membuang ma’mul
menunjukkan arti keumuman.
4. Terpeliharanya lisan ketika menyebutnya.
contoh: ‫ار حامية‬PP‫ه – ن‬PP‫ا أدراك ماهي‬PP‫وم‬Pada ayat kedua terdapat lafazh yang
dibuang, yaitu kata ‘‫ ’هى‬yang kedudukannya sebagai musnad ilaih.
Kalimat lengkapnya adalah: ‫هى نار حامية‬
5. Li al-hujnah (merasa jijik jika menyebutnya) Jika seseorang merasa jijik
menyebut sesuatu apakah nama orang atau benda -ia pasti tidak akan
menyebutkannya atau mungkin menggantikannya dengan kata-kata lain
yang sebanding.
6. Li al-ta’mîm (generalisasi) Membuang musnad ilaih pada suatu kalimat
juga mempunyai tujuan untuk mengeneralkan pernyataan. Suatu
pernyataan yang tidak disebut subjeknya secara jelas akan menimbulkan
kesan banya pesan itu berlaku untuk umum (orang banyak).
7. Ikhfâu al-amri ‘an ghairi al-mukhâthab. Kadang-kadang seorang
mutakallim ingin merahasiahkan musnad ilaih kepada selain orang yang
diajak bicara (mukhâthab). Untuk itu ia membuang musnad ilaih, sehingga
orang lain tidak mengetahui siapa subjeknya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dzikr secara leksikal bermakna menyebut, Ketika mengharapkan pendengar
dapat memahami tentang hukum yang terkandung pada suatu lafadz, dimana
lafadz menunjukkan makna di dalamnya, maka disebut dzikr (menyebut lafadz
itu). Apabila tetap di buang dalam kondisi tersebut, maka kalimat menjadi tidak di
mengerti dan justru kabur, juga makna yang di maksudkan tidak bisa jelas.
Faktor-faktor dzikr : Al-Idhah wa al-takrir, Tasjil, Ghabawah al-
mukhattab.
Al-Hadzf secara leksikal bermakna membuang. Sedangkan maksudnya
dalam terminology ilmu balaghah adalah membuang musnad ilaih. Faktor-faktor
hadzf : Untuk meringkas atau karena sempitnya konteks kalimat, Menyamarkan
kata pada selain mukhattab (yang diajak bicara), Menyatakan keumuman secara
singkat, dll.
DAFTAR PUSTAKA

Dayyab, Hifni Bek, dkk, 2002, Kaidah Tata Bahasa Arab, cet.8, Jakarta: Darul
Ulum Press.
Pengantar Ilmu Ma’ani.pdf.

Anda mungkin juga menyukai