Anda di halaman 1dari 5

STANDAR KOMPETENSI

Mahasiswa dapat menguasai pengertian Stilistika (ilmu al-uslub) dan ruang lingkupnya, serta
mampu mengaplikasikan dalam menganalisis teks-teks Arab.
KOMPETENSI DASAR
1. Pengertian stilistika (ilmu al-uslub)
2. Sejarah stilistika
3. Ranah kajian (ruang lingkup) stilistika
4. Mengidentifikasi perbedaan stilistika, balaghah dan kritik sastra
5. Aplikasi stilistika
BUKU BACAAN
Gorys Keraf: Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004)
Nyoman Kutha Ratna: Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009)
Akhmad Muzakki: Stilistika al-Qur`an: Gaya Bahasa al-Qur`an dalam Konteks Komunikasi
(Malang: UIN Press, 2010)
dll
PENGERTIAN STILISTIKA
Stilistika, (kata style diturunkan dari bahasa Latin, "stilus", yaitu semacam alat untuk menulis
pada lempengan lilin) secara sederhana dapat diartikan sebagai kajian linguistik yang
obyeknya berupa style (gaya bahasa). Sedangkan style adalah cara penggunaan bahasa dari
seseorang dalam konteks tertentu dan untuk tujuan tertentu.
Karena perkembangan makna itu, sehingga style atau gaya bahasa menjadi bagian dari diksi
atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok dan tidaknya pemakaian suatu kata, frase atau
klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu.
Di Yunani ada dua paham tentang style:
Pertama, adalah paham yang terkenal dengan sebutan platonik, yang mengatakan bahwa style
adalah kualitas suatu ungkapan. Karena itu, bagi paham ini kemungkinan adanya style dalam
satu ungkapan bisa ada dan bisa juga tidak.
Kedua, adalah paham yang terkenal dengan sebutan paham Aristoteles. Paham ini
beranggapan bahwa style adalah kualitas yang inhern dalam suatu ungkapan. Karena itu,
setiap karya pasti mengandung style, hanya kualitasnyalah yang berbeda (Zainuddin Fananie,
2001: 26).
Dalam literatur Arab, istilah stilistika dikenal dengan sebutan `ilm al-uslūb. Secara
etimologis, uslūb adalah al-ṭarīq wa al-wajh wa al-madhhab (metode, cara, dan aliran).
Dalam pengertian umum, uslūb adalah cara menulis, atau cara memilih dan menyusun kata
untuk mengungkap makna tertentu sehingga mempunyai tujuan dan pengaruh yang jelas
(Aḥmad al-Shāyib, 1995: 40-59).
Para sastrawan Arab membagi uslūb menjadi tiga:
1) Uslūb khiṭābī, uslūb ini menekankan pada ungkapan yang fasih (ibārah jazlah), kalimat
yang sempurna dan intonasi.
2) Uslūb `ilmī, uslūb ini menekankan pada logika yang kuat, susunan argumentasi, dan dapat
diandalkan dalam menolak keragu-raguan.
3) Uslūb adabī, uslūb ini menggunakan ungkapan yang lembut, penyampaian yang halus
karena bertujuan untuk memuaskan emosi dan membangkitkan rasa.
Berdasarkan penjelasan ini, dipahami bahwa stilistika atau `ilm al-uslūb adalah ilmu yang
mengkaji dan menyelidiki bahasa yang digunakan para sastrawan dalam mengeksploatasikan
dan memanfaatkan unsur-unsur, kaidah, dan pengaruh yang ditimbulkan, atau mengkaji ciri
khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra dan meneliti deviasi dari tata bahasa yang
ditimbulkan.
SEJARAH STILISTIKA
Perkembangan stilistika tidak bisa dilepaskan dengan perkembangan retorika. Barthes
menunjukkan sejumlah praktik sosial yang pernah muncul di Barat sejak abad ke-5 SM
hingga abad ke-19 M, yaitu:
a) retorika sebagai teknik, sebagai seni persuasi;
b) retorika sebagai seni mengajar;
c) retorika sebagai ilmu;
d) retorika sebagai sistem moral;
e) retorika sebagai praktik sosial;
f) retorika sebagai parodi dan alusi;
Pada awal perkembangannya retorika Yunani Kuno digunakan dalam ruang pengadilan.
Aristoteles membedakan antara puitika dan retorika sebagai asal-usul stilistika. Puitika
adalah teori sastra dalam kaitannya dengan epik, drama dan lirik. Esensi puisi adalah imitasi,
sedang esensi retorika adalah persuasi.
Tujuan retorika adalah efektivitas praktis, sedang tujuan puitika adalah keindahan. Retorika
memberikan perhatian pada penalaran, sedang puitika pada penciptaan.
Abad pertama, sejak lahirnya agama Kristen retorika digunakan untuk khotbah dan
pelaksanaan religius lainnya. Selama abad pertengahan perjalanan retorika mengalami dua
fase, tiga abad pertama mengalami kemajuan karena didukung pengaruh agama Kristen, dan
tujuh abad kedua mengalami kemunduran karena dipicu oleh perkembangan ilmu
pengetahuan teoritis, adanya kecendrungan cara-cara yang aneh yang pada gilirannya
memicu digunakannya stilistika.
Kelahiran zaman baru, renaissance sebagai kelahiran kembali zaman klasik, yaitu zaman
Yunani dan Romawi Kuno, maka pada masa itu ditandai dengan kelahiran retorika humanis,
sebagai reaksi terhadap tradisi skolastisisme dan teologi abad pertengahan.
Pada abad ke-18 hingga ke-20 retorika mengalami kemunduran, menurut Gorys Keraf salah
satu indikatornya adalah terjadinya pergeseran dari tradisi lisan ke tulis sebagai akibat
ditemukannya mesin cetak.
Dengan adanya tradisi tulis, retorika modern jelas didominasi oleh bahasa tulis. Dari sini
kemudian istilah stilistika berkembang menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang mendapat
perhatian penuh.
PERBEDAAN STILISTIKA DAN BALAGHAH
1) Balāghah termasuk rumpun ilmu bahasa lama yang statis, ia hanya memperhatikan
macam-macam pengungkapan yang sesuai dengan tuntutan keadaan (muqtaḍā al-ḥāl), dan
terpaku pada masa dan ragam bahasa tertentu. Sedangkan stilistika termasuk ilmu bahasa
baru yang dinamis dan berkembang. Ia mengkaji fenomena-fenomena bahasa dari dua arah:
a) Arah horizontal, yaitu mendeskripsikan hubungan fenomena-fenomena bahasa antara
yang satu dengan yang lainnya dalam satu kurun waktu.
b) Arah vertikal, yaitu mengakji perkembangan suatu fenomena bahasa dalam beberapa
masa.
2) Kaidah-kaidah ilmu balāghah bersifat statis, tidak mengalami perubahan, sehingga kalimat
yang tidak sesuai dengan kaidah tersebut dianggap suatu kesalahan. Berbeda dengan
stilistika, ia mengkaji bahasa dengan melihat dan menjelaskan perubahan-perubahan beserta
fenomena-fenomenanya berdasarkan maksud penutur dan kesan pendengar atau pembaca,
tanpa menghakimi apakah fenomena bahasa tersebut salah atau benar.
Karena stilistika selalu mengedepankan dua teori, yaitu preferensi dan deviasi maka
implikasinya, ketika menyimak suatu teks pemilihan dan penyimpangan kata atau kalimat
yang ada di dalamnya dapat diungkapkan.
3) Balāghah menggunakan istilah muqtaḍā al-ḥāl, sedangkan stilistika menggunakan istilah
mauqīf. Istilah mauqīf dalam stilistika lebih rumit dari pada istilah muqtaḍā al-ḥāl dalam ilmu
balāghah, karena ia berkaitan dengan psikologi (Syihabuddin Qalyubi, 1997: 30).
PERBEDAAN STILISTIKA DAN KRITIK SASTRA
Stilistika dan kritik sastra memiliki persamaan, keduanya sama-sama mengkaji berbagai
ragam karya sastra. Stilistika mengkaji karya sastra pada aspek-aspek yang tampak
(intrinsik), seperti pemilihan kata, kalimat, fonologi, dan sebagainya. Sementara kritik sastra
bukan saja mengkaji aspek-aspek yang tampak, tetapi aspek-aspek yang tidak tampak juga
menjadi pembahasan (ekstrinsik).
RANAH KAJIAN STILISTIKA
Khafājī (1992:11) berpendapat , kajian stilistika di antaranya adalah persoalan-persoalan
yang terkait dengan: 1) ṣawtīyah (fonologi), 2) jumlīyah (macam-macam struktur kalimat), 3)
mu`jamīyah (leksikologi), dan 4) balāghīyah (seperti penggunaan gaya bahasa, seperti gaya
bahasa metafor, hipalase, mitonimi, dan sebagainya).
Wahbah al-Zuhailī (2005: 35) berpendapat, karakteristik uslūb al-Qur`ān di antaranya: 1)
Susunan kalimatnya indah, berirama, dan bersajak yang mengagumkan sehingga dapat
membedakan dengan ungkapan-ungkapan lainnya, baik dalam bentuk syair, prosa maupun
pidato. 2) Pemilihan lafaẓ, struktur, dan ungkapannya yang indah. 3) Kelembutan suara di
dalam menyusun huruf. 4) Kesesuaian lafaẓ dan makna.
Al-Zarqānī (2004: 446), karena al-Qur`ān sebagai mukjizat dan pedoman hidup umat
manusia, maka karakteristik uslūb al-Qur`ān meliputi: 1) keindahan aspek fonologinya, 2)
memuaskan kalangan tertentu dan orang-orang awām, 3) memuaskan akal dan rasa, 4)
keindahan susunan al-Qur`ān dan hukum yang dikandungnya, 5) keindahan dalam
memalingkan ungkapan dan kaya dalam variasinya, 6) ungkapan al-Qur`ān adakalanya
bersifat global dan terinci, dan 7) kesesuaian lafaẓ dan makna.
Al-Rāfi`ī (t.t.: 212), ia menyebut lebih ringkas dan simple: 1) sifat-sifat fonetis, 2) susunan
huruf dalam rangkaian kata, 3) susunan kata dalam rangkaian kalimat, dan 4) struktur
kalimat.
Ṣalāh Faḍal (1998: 115), karena uslūb terkait dengan jiwa seseorang, maka uslūb adalah
orang itu sendiri (al-nās nafsuh), sehingga wajar apabila masing-masing orang mempunyai
obyek kajian stilistika yang berbeda. Namun, analisis teks dengan menggunakan pendekatan
stilistika tidak bisa dilepaskan dari tiga unsur pokok, yaitu: 1) al-unṣūr al-lughawī (unsur
bahasa), 2) al-unṣūr al-naf`ī, seperti pengarang, pembaca, konteks historis, dan seterusnya,
dan 3) al-unṣūr al-adabī (unsur keindahan sastra).
Dapat disimpulkan bahwa obyek atau ranah kajian stilistika meliputi:
1) al-aṣwāt (fonologi),
2) ikhtiyār al-lafẓ (preferensi kata),
3) ikhtiyār al-jumlah (preferensi kalimat),
4) al-uslub (gaya bahasa), termasuk di dalamnya masalah inhiraf (deviasi).

F. Jenis-Jenis Uslub Al-Quran


Dalam buku-buku ilmu tafsir kita menjumpai beberapa pembahasan yang apabila kita teliti
pembahasan tersebut dapat digolongkan pada pembicaraan tentang uslub. Karena itu
pembahasan uslub-uslub Al-Quran ini meliputi:[10]

1. Amtsalul-Quran (perumpamaan dalam Al-Quran)

2. Jadadul-Quran (pembantahan dalam Al-Quran)

3. Aqsamul-Quran (sumpah-sumpah dalam Al-Quran)

4. Qasasul-Quran (kisah-kisah dalam Al-Quran)

5. Balaghatul-Quran.

Anda mungkin juga menyukai