TEORI SEMANTIK
Disusun untuk memenuhi tugas mata Dalalah kuliah yang diampu
Oleh Mochammad Faizun, S.S., M.Pd.I
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Umi Nailatus Sangadah 126305201014
Alpiyatu Rohmah Al Munawaroh 126305201024
SEMESTER 3
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB 3A
FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat
kepada umat manusia.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Dalalah dan juga untuk
khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi. Kami menyusun
makalah ini dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin. Namun, kami
menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak
kesalahan serta kekurangan.
Maka dari itu kami meminta kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca
makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Dalalah. Agar kedepannya dapat menjadi bahan
koreksi untuk kami menjadi lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I : PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Makalah 4
BAB II : PEMBAHASAN 5
A. Teori Referensial 5
B. Teori Konseptual 6
C. Teori Behavioristik …………………………………………………….….10
D. Teori Kontekstual 13
E. Teori Medan Makna 17
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi tentang makna seringkali dianggap sebagai studi ilmiah yang banyak menguras
keringat, otak dan keilmuan dari praktisi dan akademisi. Karena objek kajian makna
bagaikan air dilautan yang tak pernah surut meski diserap perut bumi dan berjuta awan di
langit. Disini makna dianggap sebagai sebuah gagasan kompleks dalam sejarah kehidupan,
hal ini tercermin pada sejumlah studi akademik yang bermuara pada kompleksitas gagasan
tersebut. sehingga perhatian terhadap kajian makna tidak hanya menarik perhatian para
linguis dan sastrawan, tetapi juga menarik perhatian dari praktisi filsafat, pragmatik,
semiotik, psikologi, sosiologi dan neurologi. Sehingga dari masing-masing pendekatan yang
digunakan oleh para pemerhati 'makna' yang nantinya melahirkan ciri khas dan keunikan
metodologi tersendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori referensial ?
2. Apa yang dimaksud dengan Teori konseptual ?
3. Apa yang dimaksud dengan Teori behavioristik?
4. Apa yang dimaksud dengan Teori kontekstual ?
5. Apa yang dimaksud dengan Teori medan makna ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang Teori referensial
2. Menjelaskan tentang Teori konseptual
3. Menjelaskan tentang Teori behavioristik
4. Menjelaskan tentang Teori kontekstual
5. Menjelaskan tentang Teori medan makna
BAB II
PEMBAHASAN
Referen atau acuan bisa berupa entitas benda, peristiwa, proses atau kenyataan.
Referen ialah entitas yang ditunujukkan oleh lambang. Jadi, kalau anda mengatakan
kata "Masjid", maka yang ditunjukkan oleh lambang tersebut adalah tempat umat
islam menjalankan aktivitas ibadah, seperti : Sholat dan Dzikir. kata masjid langsung
dihubungkan dengan acuaannya. tidak mungkin muncul asosiasi yang lain.
Penganut teori berusaha membatasi tabiat referen ( mushar ilaih ) kedalam beberapa
kaategori berikut ini :
Ada beberapa pandangan ulama ushul yang bisa dikatakan sama dengan
pandangan para pengikut teori referensial, terutama terkait dengan makna lafad.
وال ينافي كونه للوجود الخارجي وجود استحضار للصور الذهنية،"اللفظ موضوع للموجود الخارجي.
lafad merupakan objek bagi entitas eksternal, keberadaannya bagi wujud eksternal
merupakan wujud nyata dari citra mental.
Jika sesuatu memiliki wujud eksternal dan mental, maka lafad - lafad itu
merupakan objek bagi entitas di dunia nyata. Jika ia tidak memiliki wujud di alam
nyata ( seperti kata (Hantu) dan (Kuntilanak) ) maka lafad tersebut merupakan objek
bagi citra mental.
Menurut teori ini, makna adalah citra mental (şurah al-dha niyyah) yang
dilahirkan oleh kata bagi pendengar, atau citra mental yang dipikirkan oleh penutur.
Sejatinya, teori ini merupakan penjabaran konsep bapak linguistik modern,
Ferdinand de Saussure, yang berpandangan bahwa tanda bahasa itu terjalin oleh
konsep penanda (signifiant) dan petanda (signifie). Penganut teori ini beranggapan
bahwa persoalan makna - jika dilihat dari satu sisi- sama dengan prinsip-prinsip
dengan berbagai metodologi dan dasar-dasar penerapannya. Salah satu indikator
yang memperkuat asumsi ini adalah istilah istilah yang digunakan dalam studi
makna, seperti "konsep", "ci tra mental", "relasi pikiran", dan seterusnya."
Teori ini memiliki beberapa istilah lain, yaitu: teori ideasional, teori intensional,
dan teori mentalistik. Teori ini beranggapan bahwa setiap makna adalah konsep, dan
konsep ini harus ada di benak penutur. Selanjutnya penutur mengekspresikan konsep
tersebut melalui medium gambaran bahasa (citra akustik kata) yang diterima oleh
pendengar. Lalu pendengar menerima citra akustik tersebut. Perhatikan ilustrasi
berikut :
konsep penutur
citra bahasa
konsep pendengar
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa makna yang dimaksud kan oleh teori
konseptual bersifat mentalistik, yang mengasumsikan entitas makna berada di
pikiran penutur bahasa. Dengan demikian, teori ini mengaitkan makna dengan
kegiatan menyusun dan menyampaikan gagasan melalui bahasa (bagaimana
menyampaikan makna melalui struktur kebahasaan tanpa mengabaikan keselarasan
hubungannya dengan realitas). Misalnya, katali tidak hanya bermakna pena, namun
memiliki arti yang lebih luas yang digambarkan oleh pikiran, yaitu alat yang
digunakan untuk menulis, dan sebagainya.
b. Teori Konseptual Menurut John Locke
Teori ini berporos pada pemikiran filsuf berkebangsaan Ing gris, John Locke
(abad ke-19). Dia mengatakan: "Penggunaan kata-kata harus menjadi referen yang
bisa diindra oleh pikiran, dan ide-ide yang mewakili itu adalah signifikansi secara
langsung"." Dalam pandangan Locke, makna itu memiliki entitas mandiri di dalam
benak manusia yang berupa citra mental, sebagai hasil dari diversifikasi indra di
dalam otak. Dengan demikian, Locke sebenarnya menganggap bahasa sebagai
pengemban makna untuk mengkomunikasikan gagasan (konsep).
Teori ini juga menganggap bahwa bahasa sebagai sarana mengkomunikasikan ide
atau representasi eksternal - internal makna dari situasi internal. Beberapa peneliti
menyebut teori ini sebagai teori pemikiran, karena menurut teori ini setiap kata
mengacu pada gagasan dalam pikiran dan ide yang dimaksudkan di sini adalah arti
dari kata tersebut.
C.K. Ogden dan L.A. Richard dalam bukunya yang berjudul The Meaning of
Meaning (1923) ialah ilmuwan pertama yang mengembangkan Terori Referensial
(al - nazariyyah al - ishariyyah ) atau Teori Denotational, yang terpresentasikan
dalam segi tiga (semantic tringle). Menurut Ogden dan Richards, kata itu mencakup
dua bagian: pertama, suatu bentuk yang terkait dengan fungsinya sebagai simbol.
Kedua, hal terkait dengan konsep pikiran."
Melalui segi tiga makna tersebut, kita bisa mengetahui tiga istilah kunci dalam
karya Ogden dan Ricards: simbol (al-ramz), reference (al-fikrah), dan referent
(mushār ilaih). "Simbol" merupa kan unsur internal linguistik, sedangkan referent
merupakan en titas yang ada di alam nyata, sementara "konsep" adalah persepsi.
Menurut teori tersebut, tidak ada hubungan langsung antara simbol bahasa dan
referennya (antara bahasa dan entitas ekster nal), hubungan keduanya semata-mata
melalui konsep atau per sepsi pikiran manusia."
Konsep segi tiga antara penanda dan petanda di atas juga menjadi bahan
pembicaraan linguis-linguis Arab klasik. Fakhr al Rāzi (w. 606 H) misalnya,
beliau menyatakan:
واأللفاظ المفردة ما وضعت للموجودات الخارجية بل.إن اللفظ ال يتغير بحسب تغير الصورة في الذهن
للمعاني الذهنية.
Sesungguhnya lafad itu tidak dapat berubah sampai ada perubahan konsep
dalam pikiran. Kata-kata tunggal tidak ditunjukkan pada referen di luar bahasa,
akan tetapi mengacu pada makna-makna terkonsep dalam otak manusia.
Dari penjelasan Syarif al-Jurjani di atas dapat dipahami bahwa kata sebagai
simbol telah merepresentasikan status dal, ada citra mental adalah referent (hal yang
ditandakan), atau entitas dunia luar. Adapun yang menghubungkan antara keduanya
pun untuk menghasilkan makna ialah persepsi yang dimaksudkan, lalu
ditransformasi pikiran untuk mengetahui identitas sesuatu yang dimaksudkan
melalui hal verbal saja, tanpa menggesernya ke sesuatu yang lain (yang berada di
luar).
Secara filosofis, teori ini memang hebat dan handal, terutama dalam mengurai
keterkaitan antara bahasa dan pikiran ma nusia selaku user tunggal bahasa. Namun,
dalam studi kebahasaan, teori ini masih banyak menyisahkan persoalan.
Ketidaktuntasan teori ini dalam mengkaji dan mengeksplorasi bahasa sebagai relasi
sistem dan fenomena sosial hingga ke akar-akarnya mengakibatkan ia harus rela jadi
santapan kritik ahli bahasa, sebagaimana yang saya uraian berikut :
a. Kita tahu bahwa ada banyak sekali kata yang tidak bisa menerima konsep, bahkan
tidak jarang juga di antara kata kata itu tidak memiliki konsep akal yang ada di
luar dirin ya. Misalnya, huruf-huruf Arab yang memiliki signifikasi, demikian
juga kata-kata abstrak, misalnya: demokrasi, so sial, ekonomi, sejarah, dan
sebagainya.
b. Teori ini mengkaji bahasa di luar wilayah bahasa itu sendiri.
c. Teori ini bagaikan pisau yang dijadikan alat untuk men guak hal-hal mentalistik
yang ada di pikiran manusia, bukan aspek-aspek internal bahasa itu sendiri,
akibatnya seorang linguis sering kali menghadapi jalan terjal yang sulit dilalui,
terutama di dalam menentukan batasan-batasan bahasa yang sudah tereduksi oleh
inter subjektifitas subjek. Karena yang menjadi garapan seorang linguis bukan
semata-mata cara kerja psikis dan rasio manusia, tapi elemen dan sistem internal-
for mal bahasa, meskipun harus diakui bahasa tidak dapat dipisahkan dari
keduannya.
S r....................s R
(2) Otak Jill bekerja mulai dari melihat apel hingga berkata ke pada Jack.
(3) Perilaku atau kegiatan Jill sewaktu berkata kepada Jack (r = .(استجابة لغوية/respons
Bahasa
(4) Bunyi-bunyi atau suara dikeluarkan Jill waktu berbi cara kepada Jack.
(5) Perilaku atau kegiatan Jack sewaktu mendengarkan bunyi bunyi atau suara yang
dikeluarkan Jill (s = stimulus bahasa)
(6) Otak Jack bekerja mulai dari mendengar bunyi suara Jill sam pai bertindak.
(7) Jack bertindak memanjat pohon, memetik apel, dan mem berikan kepada Jill (R =
respons aksi/),
Nomor (3), (4), dan (5) yaitu (r...s) adalah lambang atau perilaku berbahasa (speech
act) yang dapat diobservasi secara fisiologis, sedangkan yang dapat diamati atau
diperiksa secara fisik hanyalah nomor (4).
Berdasarkan keterangan di atas maka yang menjadi data linguistik bagi teori
Bloomfield adalah perilaku berbahasa atau lambang bahasa (r...s) dan hubungannya
dengan makna (S dan R). Dalam pandangan Bloomfield apa yang terjadi di dalam
otak Jill mulai dari (1) hingga (2) sampai dia mengeluarkan bunyi tidaklah penting,
begitu juga dengan proses yang terjadi di dalam otak Jack setelah ia mendengar
bunyi-bunyi itu yang membuatnya bertindak (5 dan 6) adalah juga tidak penting,
karena keduanya tidak dapat diamati. Akibatnya studi makna kurang diperhatikan
oleh aliran Bloomfieldean. Unsur-unsur linguistik diterangkan berdasarkan distribusi
unsur - unsurnya dalam lingkungan, di mana unsur - unsur itu berada.
Ada beberapa poin penting, dan sekaligus sebagai kritik atas prinsip stimulus dan
respons yang diusung Bloomfield yang ditu angkan dalam anekdot di atas terhadap
makna, di antaranya se bagai berikut :
Keberadaan stimulus dan respons sebagai senjata penting untuk menghasilkan
makna masih banyak menyisahkan per soalan yang tidak kunjung selesai, karena
banyak sekali kata kata yang ada di sekitar kita tidak dapat dipahami dengan model
analisis Bloomfield tersebut. Jika memang k (lapar) dapat dianalisis secara fisik
dengan adanya ras perut, maka bagaimana dengan kata-kata yang tidak de hami
secara fisik?! Seperti, (cinta) (benci), i keb) الجهل,(ilmu) العلم,(kesedihan) زنYYالح,
(bahagiaan (kebaikan) dan (keburukan), dan segud lainnya.
Adanya kemungkinan beberapa stimulus di balik sa pan, misalnya 'aku lapar' yang
diucapkan seorang boleh jadi karena anak itu memang lapar, atau ka tidur, atau
karena ia ingin bermain-main.
Tidak selamanya para penutur bahasa itu terikat oleh si tuasi tertentu, bahkan di
antara mereka banyak sekali yang mengucapkan kata 'apel' misalnya, meskipun saat
itu tidak ada apel sama sekali.
Sistem bahasa adalah sistem relasi antar unit, yang bekerja secara serempak untuk
melahirkan makna. Analisis sistem ini selalu inklusif, dapat diinovasi, dan menerima
perubahan, baik dalam struktur leksikal maupun struktural. Jadi, mengidentifika si
makna kata perlu menentukan seperangkat konteks nyertainya. Konsep inilah yang
diusung oleh teori kontekstual. Teori yang dikembangkan oleh John Rupert Firth (1890-
1960) menolak dengan tegas makna-makna struktur bahasa dak dikemas dalam konteks.
Bahkan secara ekstrim Martini r ngatakan "kata yang berada di luar konteks belum
memenuhi untuk memiliki makna". yang ti me syarat yang mengatakan "kata yang
berada di luar konteks belum memenuhi syarat untuk memiliki makna".
b. Kerangka Teoritik
Medan makna (semantic field atau lexical field) merupakan seperangkat atau
kumpulan kata yang maknanya saling berkaitan. Dalam teori ini kita juga harus
memahami sekumpulan kosakata yang maknanya berhubungan agar memahami
makna suatu kata. Sebagai contoh misalnya nama warna ( )األلوانmembentuk medan
makna tertentu, misalnya:فرYYر – أزرق – أصYYر – أبيض أحمYY أخض-dan begitupula nama
perabot dapur dan seterusnya.
Menurut teori ini, untuk memahamai makna kata harus memahami pula
serangkaian kata yang secara semantis saling berhubungan. Dalam mengurai bidang
makna para penganut teori ini menyepakati berapa prinsip dasar berikut:
1) Tidak ada unik fleksikal (lexeme) yang memiliki lebih dari satu bidang
semantik.
2) Tidak ada unik lexikal yang tidak bisa berkembang kecuali dalam bidang
tertentu.
3) Tidak boleh mengabaikan peran konteks ketika kata atau kalimat
dihadirkan sesuai konteks yang meliputinya.
(melihat-mata) عين-يري
(mendengar- أذن-يسمع
telinga)
(memukul- يضرب – يد
tangan)
(berjalan-kaki) رجل-يمشي
Demikianlah makalah ini yang kami buat, kami menyadari tentunya makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, masih banyak kesalahan-kesalahan baik berupa
kesaahan tulisan atau kesalahan materi. Karena itulah kritik dan saran yang membangun dari
segenap pembaca dan dosen pengampu senantiasa kami harapkan, demi kesempurnaan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buku rujukan dari dosen pengampu mata kuliah ad dalalah format pdf scan dari buku cetak