yang berkedudukan sebagai mubtada (subjek) diakhiri
dengan harakat dhamah. Pada kalimat kedua kata
5 ].
Adapun amil pada kalimat ketiga adalah haraf jar, yaitu ba ().
Pada kalimat pertama, jika posisi mubtadanya diletakkan
setelah khabar (muakhar) menjadi:
: (
2 )
Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa
Arab, agar kamu memahaminya
Ibnu katsir berkata ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2 di atas: Yang
demikian itu (bahwa Al -Quran diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa
Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena
lagi cocok untuk jiwa manusia.
Jadi, memahami bahasa Arab merupakan bagian dari agama. Dan kajian
tentang sebuah bahasa terutama bahasa Arab bagi Umat Islam menjadi satu
hal yang sangat krusial.
Juwairiyah Dahlan mengatakan bahwa mempelajari bahasa Arab sebagai
bahasa kitab suci al-Quran bagi kaum muslimin di dunia ini merupakan
kebutuhan yang amat utama. Di samping itu mempelajari bahasa Arab artinya
memperdalam pemahaman agama Islam dari sumbernya yang asli.[1]
Oleh karena itu penulis mencoba menyajikan sedikit hal tentang bahasa
tersebut, dengan fokus penekanan pada qa`idahbahasa itu sendiri (i`rab).
Pembahasan tersebut akan dimulai dengan pengertian, Pembagian i`rab dan
pendapat ulama tentangi`rab. Saran dan kritik konstruktif pembaca selalu
penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
B. Pengertian
Apabila kata-kata tersusun dalam bentuk kalimat maka sebagiannya ada
yang berubah harakat huruf akhirnya, disebabkan oleh perbedaan
kedudukannya di dalam kalimat karena perbedaan `amil yang mendahuluinya.
Dan sebagiannya ada yang tidak berubah huruf akhirnya, walaupun beberapa
`amil yang mendahuluinya berbeda-beda. Maka yang pertama - yang
mengalami perubahan - dinamakan mu`rab dan yang kedua - yang tidak
mengalami perubahan - dinamakan mabni. Maka i`rabadalah bekas yang
ditimbulkan oleh `amil pada akhir kata, sehingga akhir kata tersebut marfu`,
mansub, majrur ataumajzum, tergantung `amil yang masuk pada kata
tersebut.[2]
Mahmud Husaini Maalah mengatakan bahwa i`rab adalah berubahnya
harakat akhir kalimat dari rafa` ke nasab atau ke jar, tergantung posisinya
dalam kalimat.[3]
Sejalan dengan pendapat di atas, Salimuddin A. Rahman dkk. Juga
mengatakan bahwa i`rab adalah perubahan akhir kata baik harakat maupun
huruf yang berfungsi untuk menunjukkan kedudukan kata itu sendiri dalam
suatu kalimat.[4]
Sedangkan Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari al-Ahdali dalam al-
Kawakib al-Durriyah (Syarah Matan al-Ajrumiyah), mengatakan bahwa :
. [5]
I`rab adalah berubahnya akhir kalimat (kata) karena berbedanya `amil
yang masuk baik secara lafzhi maupun taqdiri.
Jadi, perubahan yang disebabkan oleh `amil dinamakani`rab dan tidak
adanya perubahan oleh `amil dinamakan bina. Jadii`rab adalah suatu
perubahan di akhir kata yang terjadi disebabkan oleh masuknya `amil. Maka
jadilah harakat akhir dari kata itu dirafa`kan, dinasabkan, dijarkan ataupun
dijazamkan, tergantung kepada apa yang dituntut oleh `amil itu.
Contoh:
Dari kalimat di atas, nampak bahwa kata hilal pertama
berbaris dhommah (marfu`) karena berposisi sebagai fa`il. Sedangkan
kata hilal yang kedua berbaris fathah (mansub) karena berposisi sebagai maf`ul
bih dan pada kata hilal ketiga berbariskasrah (majrur) karena dimasuki oleh
huruf jar.
C. Rukun I`rab
Dalam i`rab mesti ada empat hal atau yang disebut juga dengan
rukun i`rab,[6] yaitu:
1. ``amil, yaitu yang memberi hukum pada salah satu tanda i`rab. Seperti
huruf jar yang memajrurkan isimatau huruf jazam yang menjazamkan fi`il
mudhari`
2. Ma`mul, yaitu kalimat yang dipengaruhi oleh ``amil atau yang memiliki
tanda i`rab.
3. Mauqi`, bayan tentang posisi kalimat - maudhi` al-i`rab -
seperti fa`il atau maf`ul bih atau majrur.
4. `Alamah, harakat yang ada pada ma`mul.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini :
Kata yanfazu adalah fi`il mudhari` (ma`mul)
yang mansubdengan lan (``amil). Dan tanda nashabnya
adalah fathah(alamah) zhahirah di akhirnya. dan jumlah fi`liyah tersebut
menempati posisi rafa` (mauqi`) karena khabar dari mubtada.
D. Macam-Macam I`rab
I`rab ada empat macam,[7] yaitu :
1. Rafa`, Adapun rafa` mempunyai empat tanda, yaituDhommah, Wau,
Alif dan Nun.
2. Nasab, Adapun Nasab mempunyai lima tanda, yaituFathah, Alif, Kasrah,
Ya dan Hazaf Nun.
3. Jar / Khafadh, Adapun Jar/Khafadh mempunyai tiga tanda, yaitu Kasrah,
Ya dan Fathah
4. Jazam, Adapun Jazam mempunyai tiga tanda, yaituSukun, Membuang huruf
akhir dan Membuang Nun.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel berikut :
(
)
, , , ,
, , , ,
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa :
1. Kata benda tunggal (Isim Mufrad), i`rabnya adalah:
- dirafa`kan dengan dhammah
- dinashabkan dengan fathah
- dikhafadkan atau dijarkan dengan kasrah
2. Kata benda jamak yang tidak beraturan (jamak taksir), i`rabnya adalah:
- dirafa`kan dengan dhammah
- dinashabkan dengan fathah
- dikhafadkan atau dijarkan dengan kasrah
3. Kata benda jamak perempuan (Jamak Muanas Salim), i`rabnya adalah:
- dirafa`kan dengan dhammah
- dinashabkan dengan kasrah
- dikhafadkan atau dijarkan dengan kasrah
4. Kata benda yang menunjukkan dua (Isim Musanna), i`rabnya adalah:
- dirafa`kan dengan alif
- dinashabkan dengan ya
- dikhafadkan atau dijarkan dengan ya
5. Kata benda jamak laki-laki (Jamak Muzakkar Salim), i`rabnya adalah:
- dirafa`kan dengan waw
- dinashabkan dengan ya
- dikhafadkan atau dijarkan dengan ya
6. Kata benda yang lima (al-Asma al-Khamsah), i`rabnya adalah:
- dirafa`kan dengan waw
- dinashabkan dengan alif
- dikhafadkan atau dijarkan dengan ya
7. Lima pola kata kerja mudhari` (al-Af`al al-Khamsah), i`rabnya adalah:
- dirafa`kan dengan nun
- dinashabkan dengan membuang nun
- dijazamkan dengan membuang nun
8. Kata kerja mudhari` yang ujungnya tidak bertemu dengandhamir tasniyah, ya
muannas mukhatabah, nun taukid saqilah, nun taukid khafifah, i`rabnya
adalah:
- dirafa`kan dengan dhammah
- dinashabkan dengan fathah
- dijazamkan dengan sukun
9. Kata kerja mudhari` yang ujungnya huruf ilat, i`rabnya adalah:
- dirafa`kan dengan taqdiri
- dinashabkan dengan taqdiri
- dijazamkan dengan membuang huruf ilat.
E. Pembagian I`rab
I`rab terbagi kepada beberapa bagian,[8] yaitu :
1. I`rab Lafzhi ( )
Yang dimaksud dengan i`rab lafzhi adalah bekas yang nyata pada akhir suku
kata yang disebabkan oleh `amil.I`rab lafzhi terdapat pada kata-kata yang
dapat dii`rab, yang huruf akhirnya tidak berupa huruf `ilat (bukanmu`tal akhir)
Contoh:
2. I`rab Taqdiri ) )
Yang dimaksud dengan i`rab taqdiri adalah bekas yang tidak kelihatan pada
akhir kata yang disebabkan oleh adanya `amil. Maka harakatnya menjadi
diperkirakan karena harakat tersebut tidak dapat dilihat. I`rab taqdiriterdapat
pada kata-kata mu`rab yang mu`tal akhir dengan huruf alif, wawu dan ya. Dan
pada kata yangmudhaf pada ya mutakallim.
Contoh:
;e-74.-4OE_ ELgN jgj4O eELE_
p;4N O@O^_` }g` 4g-^4`
NOOgu+- 4g)-E= .OgOg
-44 W
3. I`rab Mahalli ) )
Yang dimaksud dengan I`rab Mahalli adalah anggapan perubahan yang
disebabkan oleh `amil. Maka perubahan tersebut tidak tampak dan juga tidak
diperkirakan tandaharakatnya. I`rab mahalli itu terdapat pada
kata mabni .I`rab mahalli ini juga terdapat dalam hikayat .
Contoh:
F. Pendapat Ahli Tentang I`rab
Perbedaan pendapat ahli nahu tentang i`rab berkisar seputar
pertanyaan; Apakah harakat yang ada pada akhir kalimat(kata) merupakan
tanda beragamnya makna?. Atau ia merupakan bagian dari kalimat itu sendiri?.
Para ahli nahu Arab kecuali Abu Ali Muhammad Bin Mustanir, yang
dikenal dengan Quthrub (w.206H) berpendapat bahwa harakat
pada i`rab menunjukkan pada makna yang berbeda, yang tergambar pada isim,
fa`il, maf`ul bih, idhafah dan sebagainya.[9]
Az-Zujaji berkata: Asal i`rab itu ada pada isim dan asal binaada
pada fi`il dan huruf. Karena i`rab sesungguhnya masuk ke dalam kalimat untuk
membedakan antara fa`il dangan maf`ul, malik dengan mamluk,
mudhaf dan mudhaf ilaih. Semua itu merupakan gambaran isim yang punya
beberapa makna dan itu tidak terjadi pada fi`il-fi`il dan tidak juga pada
huruf.[10]
Ibn faris juga berkata: adapun i`rab bertujuan untuk membedakan
makna, sehingga tercapai tujuan yang diinginkan pembicara. Apabila kita
berkata dengan ungkapan tanpa i`rab, maka tidak akan terwujud
pesan yang disampaikan. Tetapi apabila dikatakan:
Dijelaskan dengan i`rab tentang makna yang diinginkannya. Dan inilah yang
dilakukan orang Arab dalam menyampaikan maksudnya, mereka memberikan
pemahaman yang berbeda melalui harakat dan lainnya.[11]
Contoh kalimat berikut ini, apabila suatu kalimat tidak
memakai i`rab maka akan memberikan makna yang beragam. Tetapi apabila
kalimat tersebut menggunakan i`rab maka akan nampak jelas makna yang
dimaksud.
/ / / !
Adapun Quthrub punya pandangan sendiri tentang harakat ini.
Menurutnya harakat merupakan bagian dari kalimat, untuk membebaskan
(menghindarkan) kalimat apabila bertemu dua huruf yang sukun, ketika
menyambung kalimat. Dia berkata: sesungguhnya kalam Arab itu beri`rab,
karena isim pada kondisiwaqaf (berhenti) biasanya sukun. Walaupun disambung
dia juga akan disukunkan. Karena biasanya isim itu sukun baik dalam keadaan
berhenti maupun bersambung...., kalaupun akan diberi harakat maka itu
hanyalah sebagai akibat dari sukun.[12]
Ini adalah pendapat Quthrub, dan tidak ada pendapat sebelumnya
sebagaimana yang kita ketahui dan tidak ada yang mengikuti pendapatnya
baik dari kalangan linguis maupun ahli nahu. Sampai pada akhirnya
pendapatnya ini mempengaruhi pola pikir Ibrahim Anis.
Dan setelah Ibrahim Anis mempelajari bahasa Arab danlahjahnya secara
terinci dan mendalam. Lalu ia tampil dengan pandangan (pendapat) baru dalam
menjelaskan indikasi i`rabbahasa Arab. Di antara pandangannya adalah sebagai
berikut:
1. Harakat i`rab itu tidak bisa dijadikan dalil. Jadi harakati`rab tidak
menunjukkan fa`il, maf`ul, idhafah dan sebagainya.
2. Harakat-harakat itu untuk membebaskan (menghindarkan) kalimat apabila
bertemu dua huruf yang sukun ketika menyambung kalimat.
3. Ada dua tanda yang masuk dalam membatasi harakat ketika bertemu dua
huruf yang sukun. Pertama, pengaruh sebagian huruf terhadap harakat secara
jelas, seperti pengaruh huruf halaq terhadap baris fathah. Kedua,
kecenderungan kepada harakat yang sejenis secara berurutan, atau disebut
juga dengan Vowel Harmony.
4. Para ahli Nahu klasik mendengar harakat tetapi mereka salah dalam
menafsirkannya apakah itu berbentuk fa`ilatau maf`ul dan lain-lain. Dan ketika
tidak ditemukan harakat untuk menyambung beberapa kalimat.
5. Ketika para ahli nahu yakin bahwa harakat merupakani`rab, mereka memberi
harakat akhir kata yang tidak ada harakatnya, untuk pengembangan qawaid.
Seperti ungkapan mereka : Arrajulu Qaim dengan dhommah lampada
kata Arrajulu. Padahal cukup dengan mengatakanArrajul
Qaim dengan sukun pada huruf lam, ketika tidak ada dharurah yang
membutuhkan harakat.
6. Ada kondisi-kondisi yang tidak butuh kepada harakat akhir kata, seperti yang
ada pada nasar dan syiir.
7. Adapun kalimat yang mu`rab dengan huruf, setiap qabilah punya perbedaan
masing-masing, tetapi para ahli nahu mengeneralisir masalah ini.[13]
Ini adalah pandangan (pendapat) Dr. Ibrahim Anis dalam
menjelaskan i`rab bahasa Arab fusha. Ibrahim Anis mengatakan bahwa kamu
tidak akan mampu untuk menjelaskan perbedaanlahjah Arab ketika berhenti
(waqaf). Seperti lahjah Azd as-Sirah, orang-orang yang apabila mereka waqaf
selalu marfu`. Mereka mengucapkan dengan dhommah dan memanjangkannya,
seolah-olah ada waw. Dan apabila kasrah, mereka membaca kasrah dengan
panjang, seolah-olah ada ya.
Contoh:
Mereka membaca dengan . Dan membaca dengan ,
ketika mereka ingin waqaf.
Ibrahim Anis adalah orang yang termasuk meragukan hakikat i`rab selain
Quthrub. Sebagaimana yang sudah disinggung di awal bahwa Quthrub
berpendapat bahwa i`rab tidak masuk ke dalam bahasa Arab sebagai dalil
untuk membedakan makna. Sesungguhnya dia hanya masuk secara takhfifi ke
dalam lisan. Dan kita melihat bahwa para linguist menolak pendapat ini, dan
tidak ada satupun di antara mereka yang menerimanya.
Perbedaan pendapat tentang harakat akhir (i`rab) ini bukan hanya terjadi
di kalangan ahli nahu dan linguist Muslim, tetapi juga terjadi di kalangan
orientalis. Di antara orientalis yang meragukan hakikat i`rab sebelum Anis,
ketika mengkaji bahasa Arab fusha terutama karakteristiknya (dalam hal i`rab)
yaitu: Karl Vollers dan Paul E. Kahle, Ia berpendapat bahwa teks al-Quran yang
asli telah ditulis dengan salah satu lahjah (dialek) suku yang ada di hijaz. Pada
teks ini tidak ditemukan adanya i`rab.
Sedangkan orientalis yang mengakui adanya i`rab dalam bahasa Arab di
antaranya adalah Th. Noldeke dan G. Bergstrasser.
G. Kesimpulan
I`rab adalah suatu perubahan di akhir kata yang terjadi disebabkan oleh
masuknya `amil. Maka jadilah harakat akhir dari kata itu dirafa`kan,
dinasabkan, dijarkan ataupun dijazamkan, tergantung kepada apa yang dituntut
oleh `amil itu. Rukun
Dalam i`rab itu mesti ada empat hal, yaitu:
`amil, Ma`mul,Mauqi` dan `Alamah. Dan i`rab ada empat macam, yaitu
: rafa`,nasab, Jar / Khafadh, Jazam. I`rab terbagi kepada beberapa bagian,
: I`rab Lafzhi, I`rab Taqdiri, I`rab Mahalli
Perbedaan pendapat ahli nahu tentang i`rab berkisar seputar
pertanyaan; Apakah harakat yang ada pada akhir kalimat(kata) merupakan
tanda beragamnya makna?. Atau ia merupakan bagian dari kalimat itu sendiri?.
Pendapat pertama dianut oleh sebagian besar ulama nahu seperti az-
Zujaji,. Ibn Faris dan sebagainya. Sedangkan pendapat kedua didukung oleh
Quthrub, Ibrahim Anis dll.
Perbedaan pendapat tentang harakat akhir (i`rab) ini bukan hanya terjadi
di kalangan ahli nahu dan linguist Muslim, tetapi juga terjadi di kalangan
orientalis. Di antara orientalis yang meragukan hakikat i`rab adalah Karl Vollers
dan Paul E. Kahle. Sedangkan yang mengakui adanya i`rab dalam bahasa Arab
di antaranya adalah Th. Noldeke dan G. Bergstrasser.
PRINSIP UMUM PENERJEMAHAN
Menggunakan kalimat pendek. 30-45 kata per kalimat lebih dari cukup
Menghilangkan kata mubazir.
Singkat, simpel, langsung bisa dipahami.
Menghindari bahasa yang sulit dipahami. Jika ada, disertai maknanya.
Membebaskan diri dari ikatan penerjemahan konvensional yang biasanya dipengaruhi kaidah
tatabahasa Arab.
Tidak mengulang-ulang kata yang sama
Kata bervariatif.
Tak terpengaruh struktur asing (Bahasa Sumber)
PERSIAPAN SEBELUM MENERJEMAH
1- Membaca buku terjemahan sebagai pembanding
Variasikan terjemahan dengan buku yg Anda baca (Beda pengarang, penerjemah, penerbit)
Buku pembanding bagai pengawal dalam proses penerjemahan
Kata atau Susunan Kata yang indah dalam buku pembanding, tolong catat untuk
menambah mufradat dan keindahan berbahasa
2- Meraba Calon Pembaca
Perabaan/Pendeteksian calon pembaca sangat penting. Kosa kata, ketebalan buku, dan
penyajian isi buku harus disesuaikan dengan calon pembaca dan keinginan penerbit
Jika calon pembaca diprediksi anak-anak, Anda harus tahu diri. Kosa kata jangan muluk-muluk.
Ketebalan diminimalisir. Jangan sajikan banyak ikhtilaf.
Benar, kita tak berhak merampas hak pengarang. Tapi, kita pun harus menyikapi kenyataan.
Jangan karena idealisme, buku diterjemahkan apa adanya.
3- Mempersiapkan Alat Kerja
Alat Tulis
laptop, komputer, printer, bolpoint, kertas, dll.
Buku Pembantu
kamus, ensiklopedi, buku pembanding, e-book, dll.
Membuat Target
jadwal dan target
Ruang Kerja
letakkan semua alat kerja berdekatan. Usahakan hemat 5 hal : (waktu tenaga ruang gerak biaya).
SAAT MENERJEMAH
1- Bacalah dari awal hingga akhir
Baca tema pertema, atau pasal perpasal. Lebih baik, baca satu tema tertentu dari awal sampai
akhir.
Jangan menerjemah kalimat perkalimat. Bikin lama jika kita ketemu kata sulit.
Dengan membaca keseluruhan tema tertentu, sama halnya kita telah menjelajahi medan
bertanding. Jadi, kita tahu titik-titik kelemahan.
Tandai atau tulis kata-kata/bahasan yang sulit pertema
2- Selesaikan dari yang mudah
Kata sulit, berilah tanda dengan pena/spidol/stabello.
Jika kesulitan seolah tak bisa diatasi, baca kembali buku-buku pembanding yang telah
dipersiapkan.
Jangan sungkan bertanya kepada yang lebih paham. Bila perlu diskusikan dengan banyak orang.
Tapi, jangan ditunda-tunda.
Jika belum terselesaikan, shalat dan minta pertolongan kepada Allah SWT. Mintalah pertolongan dengan
perantaraan sabar dan shalat (QS. Al Baqarah [2]:153)
PASCA MENERJEMAH
1- Baca hasil terjemahan
Baca kembali hasil terjemahan Anda!!
Ringkas kalimat yang panjang.
Ejaan dibetulkan.
Kosa kata atau huruf yang hilang, tambahkan.
Kekeliruan, benarkan.
Bahasa indah jangan ditinggalkan.
Kesalahan buku, selain dari diri kita, juga dari software laptop Anda. Telitilah!
Jangan mengulang baca hanya sekali. Bila perlu berkali-kali. Jaga reputasi Anda!
2- Coba persilahkan orang lain membaca karya terjemahan Anda
Berbahagialah Anda, jika ada orang lain mau membaca dan mengoreksi terjemahan Anda. Sebab, ia lebih
cermat mendeteksi kesalahan Anda.
Ucapkan terima kasih kepada siapa saja yang memberi saran konstruktif proporsional!!
Jangan patah semangat. Belajar dari pengalaman dan kesalahan adalah petualangan terindah dalam
menghasilkan karya.
Sebuah karya adalah kepuasan yang tak ternilai harganya. Teruslah menerjemah dan berkarya
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Materi Kuliah
DAFTAR RUJUKAN
Dahlan, Juwairiyah, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab,Surabaya: al-Ikhlas, 1992
al-Ghulayaini, Mustafa, Jami` ad-Durs al-Arabiyah, Beirut: al-Maktabah al-`Asriyah, 2000
Maalah, Mahmud Husaini, An-Nahwu asy-Syafi, Amman, Jordan: Daar al-Bashir, tt.
Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari al-Ahdali, al-Kawakib al-Durriyah - Juz 1 Syarah
Matan al-Ajrumiyah-,Semarang: Usaha Keluarga, tt.
Rahman, Salimuddin A. dkk., Tata Bahasa Arab Untuk Mempelajari al-Quran, Bandung:
Sinar Baru, 1990
at-Tawab, Ramadhan Abd., Fushul fi Fiqh al-Lughah, Kairo: Maktabah al-Khanji, 1979
Ya`qub, Emil Badi`, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah Wakhasaaisuha, Beirut: Daaru al-
Saqafah, al-Islamiyah, 1979
[1] Juwairiyah Dahlan, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab,(Surabaya:
al-Ikhlas, 1992), h. 20
[2] Mustafa al-Ghulayaini, Jami` ad-Durs al-Arabiyah, (Beirut: al-
Maktabah al-`Asriyah, 2000), h. 18
[3] Mahmud Husaini Maalah, An-Nahwu asy-Syafi, (Amman, Jordan: Daar
al-Bashir, 1991), h. 27
[4] Salimuddin A. Rahman dkk., Tata Bahasa Arab Untuk Mempelajari al-
Quran, (Bandung: Sinar Baru, 1990), h. 63
[5] Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari al-Ahdali, al-Kawakib al-Durriyah
-Syarah Matan al-Ajrumiyah- Juz 1, (Semarang: Usaha Keluarga, tt), h. 12-13
[6] Mahmud Husaini Maalah, op.cit, h.28
[7] Mustafa al-Ghulayaini, op.cit, 20-21
[8] Ibid, h. 22-27
[9] Ramadhan Abd at-Tawab, Fushul fi Fiqh al-Lughah, (Kairo: Maktabah
al-Khanji, 1979), h. 371
[10] Ibid, h. 371-372
[11] Ibid, h.372
[12] Emil Badi` Ya`qub, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah Wakhasaaisuha,
(Beirut: Daaru al-Saqafah, al-Islamiyah, tt), h. 132-133. baca juga Ramadhan
Abd at-Tawaab, fushul fi fiqh al-Lughah. H. 372-373
[13] Ramadhan Abd at-Tawwab,op.cit, h. 374-375
Diposkan oleh KAMARUL ZAMAN, MA di 22:52
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
ARSIP BLOG
2012 (1)
o Mei (1)
Al-I`rab Fi Al-Nahw
MENGENAI SAYA
KAMARUL ZAMAN, MA
Ana Is My Self