Anda di halaman 1dari 14

FASHL DAN WASHL

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Balaghah (Stilistika Al-quran)

Dosen Pengampu:

Masna Hikmawati, MA

Oleh:
Ajilni Ilmi Novia N (E03217007)
Ilham Akbar Shalahuddien (E03217020)
Sayyidah Maghfiroh (E93217093)

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah Swt.


yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga pada akhirya penulis
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah tentang Ilmu Balaghah
(Stalistika Al-qur’an) bagian Fashl dan Washl. Tidak lupa sholawat serta salam
penulis haturkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. yang telah mengantarkan
pengikutnya dari zaman kegelapan menuju zaman dimana semua serba ada.

Penulis menyadari, bahwasannya tidak ada yang sempurna di alam ini,


sebab itu semata karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. namun, bukan
berarti dalam proses mengerjakan tugas ini penulis tidak berusaha untuk mencapai
hasil yang sempurna. Oleh karenanya apabila terdapat kesalahan kekurangan
dalam makalah ini, penulis sangat bersedia menerima kritik dan masukan dari
para pembaca. Supaya kedepannya, menjadi perbaikan penulisan makalah yang
selanjutnya. Terakhir, semoga segala ilmu yang telah bersama dipelajari
memberikan dampak yang senantiasa membawa kita semua pada kebaikan yang
di ridho-Nya. Aamiin.

Surabaya, 22 Maret 2019

Penulis
Daftar Isi
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4
BAB II................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................. 5
A. Pengertian............................................................................................................... 5
B. Tempat-tempat kalimat yang wajib fashl dan washl .............................................. 6
BAB III ............................................................................................................................. 13
PENUTUP .................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 13
B. Kritik dan Saran ................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana yang telah terperinci dalam kasus-kasus sebelumnya mengenai
ke stalistikaan Al-qur’an. dengan begitu banyak arah dengan segala aturan yang
berlaku pada setiap tempatnya. Diketahui bahwasannya ilmu balaghoh ini adalah
salah satu sebab atau alasan lahir dengan berpacunya ilmu tersebut pada
keindahan bahasa Al-qur’an itu sendiri.

Dengan begitu selama keindahan bahasa dalam Al-qur’an masih dapat


dipelajari dengan baik dan dapat memberikan esensi yang awalnya tidak mengerti
hingga akhirnya memahami. Perlulah kiranya sebagai generasi masa mendatang
lebih mengantusiasi masalah keingintahuan teruntuk ilmu balaghoh sendiri. yang
mana kita ketahui bahwasannya untuk menjadi seorang mufassir itu, salah satu
syaratnya adalah paham akan ilmu balaghoh itu sendiri.

Fashl dan Washl adalah salah satu bab (ilmu ma’ani) didalam ilmu balaghoh.
Dan untuk memahami tersebut perlulah kiranya kekeliruan itu dibenarkan dengan
bersama-sama. Dimana fashl dan washl ini adalah salah satu lompatan supaya
mengetahui lebih dalam bagaimana memahami stalistika dalam Al-qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari fashl dan washl ?
2. Dimana saja peletakan fashl dan washl ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari fashl dan washl.
2. Untuk mengetahui dimana peletakan fashl dan washl.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Secara Lughat yakni lafadz fashl menurut bahasa yaitu “memisahkan”
atau “memutuskan” dan menurut istilah adalah menggabungkan dua kalimat atau
lebih tanpa adanya huruf ‘athaf.1 Jika washl harus menggunakan huruf (wawu
athaf) maka fashl sendiri itu tidak memerlukan hal tersebut.

Pengertian dari Washl ini berarti menyambung, menghubungkan,


menggabungkan.2 Sedangkan menurut istilah adalah menggabungkan dua kalimat
dengan menggunakan huruf ‘athaf. Washl bisa diartikan juga dengan
mengumpulkan antara dua jumlah dengan menggunakan huruf wawu secara
khusus. Sebab ada hubungan antara keduanya dalam bentuk dan makna atau bisa
dikatakan menolak kesamaran.3

Menurut istilah ulama’ ahli balaghah yakni, mengathofkan suatu kalimat


pada kalimat yang lain dengan huruf ‘athaf wawu dan semisalnya.4 Namun dalam
hal ini pembahasan ilmu Ma’ani adalah mengathofkan dengan “wawu” secara
khusus, bukan dengan huruf athaf yang lain.

Syarat mengathofkan dengan menggunakan huruf athaf wawu itu, antara


dua jumlah yaitu; terdapat makna yang memadukan, seperti kesesuaian makna.
Contohnya; ‫ب َي ْق َرأ‬
ُ ُ ‫َو َ ْكت‬ artinya (ia membaca dan menulis). Seperti halnya

perlawanan makna ‫حكُ َو َي ْب ِك ْى‬ ْ ‫ َي‬artinya (ia tertawa dan menangis).


َ ‫ض‬

1
Robit Hasyim Yasin, Skema dan Tabel Al-Jauhar Al-Maknun, (Cirebon:Yayasan Tunas Partiwi
Kebon Jambu,2017)hal.75
2
A.W.al-Munawir, Kamus al-Munawir,1562
3
Syaikh Haris Alaikum bin Dimyathi bin Abdullah Bin Abdul Manan Al-Tarmasiy, Syarh Al-
Jauhar Al Maknun,Intisari Ilmu Balaghah (Yoyakarta: Lentera Kreasindo, cet II 2016), 129 (Penj.
Abi Fatih Machfuzhi Al-Qandaniy )
4
‘Ali al-Jarumi, Mustafa Amin, al-Balaghotu al-Wadhihah, 230.
B. Tempat-tempat kalimat yang wajib fashl dan washl

Adapun fashl terbagi menjadi 5 tempat dalam pembagiannya sebagai berikut:

1. ‫ كمال اإلتصال‬yaitu antara kalimat yang pertama dan kedua terdapat hubungan
erat (kesatuan makna yang sempurna) hal ini terjadi apabila kalimat yang
kedua adalah taukid, bayan dan badal dari kalimat pertama.5
a. Kedudukan kalimat kedua berkedudukan sebagai badal dari kalimat
pertama, contoh:6
132. Dan bertakwalah kepada Allah yang Telah menganugerahkan
kepadamu apa yang kamu ketahui.
133. Dia Telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang
ternak, dan anak-anak,( QS. Syuara : 132-133)
b. Keberadaan jumlah kedua sebagai bayan kesamaran dari jumlah yang
pertama7, seperti firman Allah Ta’ala:
‫ش َج َر ِة اَل ُح ْل ِد‬ َ َ‫ش ْي َطا نُ قَا َل َيا آ َد ُم َه ْل أَ ُدلُّك‬
َ ‫ع َلى‬ َّ ‫س إلَ ْي ِه ال‬ ْ ‫فَ َو‬
َ ‫س َو‬
120. Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan
berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon
khuldi(Q.S Thaha :120)

Jumlah ‫ قَا َل يَا آ َد ُم‬itu sebagai bayan untuk sesuatu yang dibisikkan setan
kepada Nabi Adam.8

c. Keberadaan jumlah sebagai taukid bagi jumlah pertama, dengan sesuatu


yang menyerupai taukid lafzhi atau maknawi9. Seperti firman Allah
Ta’ala:
‫فَ َم ِه ِل اْلكَا ِف ِر ْينَ أ ْم ِه ْل ُه ْم ُر َويْدا‬
17. Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu beri
tangguhlah mereka itu barang sebentar. (Q.S Thariq:17)

5
Ibid.,
6
Syaikh Haris Alaikum, ter. Abi Fatih Machfuzhi Al-Qandaniy,(Yogyakarta: Lentera
Kreasindo,2015), 130
7
Ibid.,hal.131
8
Ibid.,
9
Ibid.,
2. ‫ كمال النقطاع‬antara kalimat yang pertama dan kalimat yang kedua terdapat
perubahan yang legkap10.Yaitu seperti :
a. Berbeda dalam bentuk bentuk khobar dan insya’-nya.
‫حضر األمير حفظهاهلل‬
Sang raja telah hadir, semoga Allah menjaganya.
b. Tidak ada keserasian makna antara kedua kalimat tersebut, tetapi masing-
masing berdiri sendiri.
‫علي كاتب الحمام طائر‬
Ali adalah penulis, burung merpati terbang

Contoh tersebut tidak ada persesuaian antara menulisnya Ali dan


terbangnya burung merpati.

Dan seperti penyair:


‫ كل امرئ رهن بما لديه‬# ‫إنمالمرءبأصغريه‬
Dan sesungguhnya seseorang itu hanya dengan kedua anggota kedua
anggota kecilnya ( otak dan hati), setiap orang tergadaikan dengan
apa yang ada disisinya.
Yang menjadi penghalang dari mengathafkan di tempat ini adalah perkara
yang bersifat dzati yang tidak mungkin dihindari sama sekali, yaitu perbedaan
antara dua jumlah.Oleh karenanya, wajib fashl dan meninggalkan athaf, sebab
mengathafkan itu hanya untuk menghubungkan, sedangkan jika tidak ada
hubungan antara dua jumlah yang sangat berbeda dan sama sekali terputus.11
3. ‫ شبه كمال االتصال‬Kalimat yang kedua memiliki hubungan yang sangat
kuat dengan kalimat pertama, sebab kalimat yang kedua merupakan jawaban dari
kalimat yang pertama.12

َ ‫س ََل َ َّم‬
ُّ ‫ارةٌ بِال‬
.. ‫س ْو ِء‬ ُ ‫َو َما أُبَ ِر‬
َ ‫ئ نَ ْفسِى ۚ إِنَّ النَّ ْف‬
10
Robit Hasyim Yasin, Skema dan Tabel Al-Jauhar Al-Maknun, (Cirebon:Yayasan Tunas Partiwi
Kebon Jambu,2017)hal.75
11
Syaikh Haris Alaikum, ter. Abi Fatih Machfuzhi Al-Qandaniy,(Yogyakarta: Lentera
Kreasindo,2015)hal.134
12
Robit Hasyim Yasin, Skema ... hal.75
53. Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan. (Q.S
Yusuf:53)

Jumlah

sangat erat hubungannya dengan jumlah pertama,
karena merupakan jawaban dari pertanyaan yang timbul dari jumlah
pertama. Hubungan antara dua jumlah yang sangat kuat ini menjadi
penghalang dari mengathofkan, maka menyerupai kesatuan dua jumlah.13

4. ‫ شبه كمال اإلنقطاع‬Kalimat yang ke tiga di athofkan pada kalimat yang pertama,
namun tidak sah jika diathofkan pada kalimat yang ke dua. Maka dari itu, gaya
bahasa fashl harus digunakan untuk menghindari kesalahpahaman.14
‫ بدال أرها فى الضّالل تهيم‬# ‫وتظن سلمى أنّنى أبغى بها‬
ّ

ّ
Jumlah ‫أرها‬. itu bisa diathafkan kepada jumlah ‫تظن‬, akan tetapi hal ini

dicegah oleh adanya kesalahpahaman mengathafkan kepada jumlah ‫ أبغى بها‬yang


mengakibatkan jumlah kedua termasuk dugaannya salma, padahal tersebut
buknlah yang dimaksud. Oleh karenanya, dilarang mengathafkan secara pasti dan
wajib fashl.15

5. ‫ التوسط بين الكما لين‬antara kalimat yang pertama dan kalimat yang kedua
terdapat keserasian makna dan juga memiliki hubungan yang sangat kuat, namun
ada penghalang yang mencegah penggunaan gaya bahas washl, yaitu kedua
kalimat tersebut tidak bisa disamakan hukum i’rabnya. 16

13
Syaikh Harish Alaikum, ter. Abi Fatih Machfuzhi Al-Qandaniy,Intisari ... hal.132
14
Robit Hasyim Yasin, Skema ... hal.75
15
Syaikh Harish Alaikum, ter. Abi Fatih Machfuzhi Al-Qandaniy,Intisari ... hal.134
16
Robit Hasyim Yasin, Skema...hal.75





ُ ‫ستَه ِْز‬
‫ئ ِب ِه ْم‬ ْ ‫اط ْي ِن ِه ْم قَالُ ْوا إنَّا َم َع ُك ْم إنَّ َما نَحْ نُ ُم‬
ْ ‫) هللاَ َي‬14( َ‫سته ِْز ُء ْون‬ َ ‫َوإذَا َخلَ ْو إلَى‬
ِ ‫ش َي‬
).(

14. ُ dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka,


mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan
kamu, kami hanyalah berolok-olok."

15. Allah akan (membalas) olok-olokan mereka.(Q.S Al


Baqarah:14-15)

Dan tidak sah juga di-athafkan pada jumlah ‫ قالوا‬supaya tidak diduga
adanya persamaan dalam taqyid dengan zharaf dan sesungguhnya
pembalasan olok-olokan dari Allah di-taqyidi dengan keadaan mereka
yang kembali kepada setan-setannya. Padahal kenyataanya bahwa balasan
olok-olokan Allah kepada orang-orang munafik itu tidak dibatasi dengan
apapun. Oleh karenanya wajib menjadikan fashl.17

Washl ini dikatakan wajib apabila menempati tiga keadaan dibawah ini:

a. Mempersekutukan dua jumlah dalam segi I’rab )‫ (اشتراك الجملتين فى اإلعراب‬ketika


menyamakan kalimat yang kedua dengan kalimat yang pertama dari segi i’rob
nya, serta tidak adanya penghalang yang mencegah penggunaan gaya bahasa
washl. Contohnya; ‫علي يَقُ ْو ُل َويَ ْفعَ ُل‬
ُّ persamaan dua jumlah dalam hukum i’rab itu
mewajibkan washl, mengapa? Karena jumlah ‫ يَقُ ْو ُل‬itu dalam mahal rafa’ adalah
sebagai khobar mubtada’, pun jumlah ‫ َويَ ْفعَل‬di-athafkan kepada jumlah ‫ يَقُ ْول‬dan
menyamainya. Karena ia dalam mahal rafa’ sebagai khabar keduanya
mubtada’.

17
Syaikh Haris Alaikum, ter. Abi Fatih Machfuzhi Al-Qandaniy,Intisari ... hal.133
b. Memilki tujuan menghilangkan kesalahpahaman pada jawaban yang
dikehendaki. (‫) القصد لرفع إيهام خالف المراد من الجواب‬. Artinya, ketika ada dua jenis
kalimat yang berbeda, yaitu kalam khabar dan insya’, yang mana ketika
dipisah maka akan menyebabkan kesalahan makna yang dikehendaki (kesalah
fahaman yang menyalahi makna semula). Contoh: ‫شفَا ُه هللا‬
َ ‫( الَ َو‬belum, dan
semoga Allah menyembuhkannya). Ketika tidak di-athofkan ( ‫ش َفا ُه هللا‬
َ ‫ ) الَ َو‬akan
bisa menimbulkan kesalahan asumsi pemahaman: mendoakan agar ali tidak
diberi kesembuhan oleh Allah Swt. padahal tujuan tersebut adalah mendoakan
Ali. Jadi, jika tidak ada kekhawatiran yan terjadi pada asumsi ini, maka kedua
jumlah itu harus di washl. Sebab, jenisnya benar-benar berbeda antara kalam
insya’ dan khabar.18

c. Ketika kalimat yang pertama dan kalimat yang kedua sama-sama kalam khabar
atau Insya’ , baik dari segi lafadz dan maknanya atau dari segi maknanya saja.
Di antara kedua kalimat tersebut juga harus terdapat keserasian makna (baik
dalam musnad ilaihnya, musnadnya, atau musnad dan musnad ilahnya) dalam
hal ini, keserasian tersebut dibagi menjadi tiga bagian: pertama, keserasian dari
segi akal, kedua keserasian dari segi perkiraan; ketiga, keserasian dari segi
khayalan. Kemudian syarat terakhir adalah tidak adanya penghalang yang
mencegah penggunaan gaya bahasa washl.

( ‫( اتفاق الجملتن قي اَلسلوب الخبرى واإلنشائى مع االتصال‬. Dijelaskan juga bahwa


keserasian makna yang sempurna (munasabah tammah) tersebut tidak ada hal-
hal yang mengharuskan keduanya di-fashl-kan. Contoh:

ْ ُ ‫قَا َل إِنِى أُش ِْهد ُْوا هللاَ َوا أَنِى بَ ِرى ٌء ِم َّما ت‬
)54( َ‫ش ِر ُك ْون‬
Huud menjawab; Sesungguhnya, Aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah
olehmu sekalian bahwa sesungguhnya, Aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan. (Qs. Hud:54)

18
Syarh Hilyatul Lubbi Mashum, 125
Ayat diatas ditafsiri oleh: ‫ إِنِى أُش ِْهد ُْوا هللاَ َوأُش ِْه ُد ُك ْم‬. Maka jumlah kedua
dalam kalimat tersebut adalah kalam insyaiyah secara lafadz, tetapi kalam
khabariyah secara makna.19

)4( ‫ار لَ ِفى َج ِحي ِْم‬ َ ‫إِنَّ اَلَب َْر‬


َ ‫) َوإن اْلفُ َّج‬3( ‫ار لَ ِفى نَ ِع ْي ْم‬

Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam


surga yang penuh kenikmatan. Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka
benar-benar berada dalam neraka. (Qs. Al-Infithar: 14).

Sama-sama kalam 1 Dari segi lafadz ‫َّار َل ِفى‬ َ ‫إِنَّ اَلَب َْر‬
َ ‫ار لَ ِفى نَ ِع ْي ْم َوإن اْلفُج‬
Khobar dan maknanya ‫ج َِحي ِْم‬

2 Dari segi makna ‫"وأش ِْه ُد ُك ْم‬ ْ ( ‫إَنَّى أُش ِْهدُهللا َوشْهد ُْوا‬
َ ‫أي‬
nya saja )"

Sama-sama kalam 1 Dari segi lafadz َ ‫َوا ْعبُد ُْوا هللاَ َو َال تُش ِْرك ُْوا بِ ِه‬
‫شيْئا‬
insya’ dan maknanya

2 Dari segi makna ْ ‫ِإ ْذ َه ْب ِإلَى َزيْد َوتَقُ َل لَهُ َكذَا‬


ُ‫(أي "قُ ْل لَه‬
nya saja )"‫َكذَا‬

1 Musnad ilaih saja ‫سعُ ُر َز ْي ٌد َويَ ْكت ُُب‬


ْ َ‫ي‬

Yang diharuskan 2 Musnad saja ‫َز ْي ٌد يَ ْكت ُُب َوا َ ُخ ْوهُ يَ ْكت ُُب‬
serasi, adalah:
3 Musnad dan ‫أمسِى َو قَا َم َز ْى ٌد أ ْمسى‬
ْ ‫قَا َم َز ْي ٌد‬
Musnad ilah

1 Ittihad= tunggal ‫ب َوه َُو شَا ِع ٌر (اتحاد) َز ْي ٌد‬


ٌ ِ‫كَات‬
jenis (genus) atau
Keserasian dari
tunggal nau’

19
M. Zamroji, dkk. Mutiara Balaghah Jauharul Maknun (dalam ilmu Ma’ani, Bayan, dan Badi’)
(Kediri: Santri Salaf Press, 2014. Cet.II 2017), 266
segi akal (spesies)

2 Tamatsul = sama )‫ع ْم ٌر شَا ِع ٌر (تماثل‬ ٌ ِ‫َز ْي ٌد كَات‬


َ ‫ب َو‬
hakikatnya, beda
sifatnya.

3 Tadhoyuf = )‫َز ْي ٌد َط ِو ْي ٌل َوع َْم ٌر قَ ِصي ٌْر (تضايف‬


perbandingan

1 Syibh at-tamatsul = ُ‫ص ْف َرة‬ ُ ‫ض ِة يَ ْذ َه‬


ُ ‫ب اْلغَ َّم َو‬ َّ ‫اض اْل ِف‬
َ َ‫بَي‬
tampak seakan- ُ ‫ب ت َ ْذ َه‬
)‫ب ال َه َّم (شبه التماثل‬ ِ ‫الذَّ َه‬
akan tamatsul

2 Tadhood = )‫ان نُ ْو ٌر َواْلك ْف ُر ُظ ْل ٌم (تضاد‬


ْ ‫اْ ِإل ْي َم‬
kontradiksi

3 Syibh at-tadhood = ُ ‫س َما ُء َم ْرفُ ْوعَةٌ لَنَا َواَْل َ ْر‬


‫ض‬ َّ ‫ال‬
tampak seakan- )‫َم ْوض ُْوعَةٌ لَنَا (شبه التضاد‬
akan kontradiksi

Keserasian dari segi khayalan (fantasi/angan- ‫اْلقلَ ُم ِع ْن ِدى َواد ََّواةُ ْع َد َز ْيد‬
angan)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Arti dari keduanya adalah berbeda, dimana fashl sendiri memiliki arti ;
‘memisahkan’ dan menurut arti (istilah) nya yakni, menggabungkan dua kalimat
atau lebih, tanpa menggunakan huruf ‘athaf. Sedangkan Washl adalah
‘menggabungkan’ dimana memang hal tersebut adalah lawan arti dari fashl. Yang
menurut istilahnya adalah mengabungkan dua kata atau lebih dengan
menggunakan huruf ‘athaf.

Memiliki masing-masing tempat dimana ketersangkut pautannya dengan


keindahan Al-qur’an. Fashl memiliki lima tempat pada peletakannya, sedangkan
washl memiliki tiga tempat pada peletakannya. Dijelaskan sedikit oleh para
ulama’ ilmu Ma’ani bahwasannya bab ini merupakan batasan ilmu atau definisi
Balaghoh, hingga sebagian ulama pernah ditanya tentang Balaghoh, dan mereka
menjawab. “ Balaghoh ialah mengetahui fashl dan washl.

B. Kritik dan Saran


Manusia tidak selamanya tepat pertimbangannya, adil sikapnya, kadang-
kadang manusia berbuat yang tidak masuk akal. Oleh karena itu, manusia perlu
sekali tahu mengenai diri. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat
jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan makalah ini, baik yang penulis sengaja maupun yang tidak disengaja.
Maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca, demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan berbagai
kekurangan yang ada ini tidak mengurangi nilai-nilai dan manfaat dari
mempelajari Ilmu Balaghoh.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan Al-Tarmasiy bin Dimyathi bin Abdullah Bin Syaikh Haris
Alaikum, 2016, Syarh Al-Jauhar Al Maknun,Intisari Ilmu Balaghah.
Yoyakarta: Lentera Kreasindo. (terj. Abi Fatih Machfuzhi Al-Qandaniy )

Al-Jarumi, Ali dkk. al-Balaghotu al-Wadhihah

Al-Munawir, A.W, Kamus al-Munawir

Yasin, Robit Hasyim, 2017, Skema dan Tabel Al-Jauhar Al-Maknun, Cirebon :
Yayasan Tunas Pertiwi Kebon Jambu

Zamroji, M. 2017. Mutiara Balaghoh Jauharul Maknun dalam ilmu Ma’ani,


bayan, dan Badi’. Kediri : Santri Salaf Press.

Anda mungkin juga menyukai