Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur'an memiliki banyak aspek i'jaz, salah satunya adalah dari


aspek bahasa dan uslubnya. Ia merupakan mukjizat terbesar yang diturunkan
dengan menggunakan susunan bahasa yang sangat tinggi nilai
kesusastraannya. Ilmu balaghah merupakan salah satu persyaratan penting
bagi orang yang hendak menjadi mufassir, karena terkadang satu ayat baru
bisa dimengerti dengan ilmu balaghah. Salah satu pembahasan yang penting
dalam ilmu balaghah adalah kajian tentang taqdim dan ta’khir.

Taqdim (mendahulukan kata) dan ta’khir (mengakhirkan kata)


termasuk salah satu kajian yang penting dalam pembahasan ilmu ma'ani.
Adapun tujuan merubah posisi kata tidak lain adalah karena kata yang
didahulukan lebih penting dan lebih diperhatikan keberadaannya. Makalah ini
akan membahas tentang pengertian taqdim dan ta’khir, faktor-faktor yang
meliputinya, beserta tujuan dan sebab-sebab nya. Selain itu makalah ini juga
sedikit membahas tentang kriteria taqdim dan ta’khir.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi taqdim dan ta’khir ?
2. Apa saja faktor, sebab, tujuan taqdim dan ta’khir ?
3. Apa saja kriteria taqdim dan ta’khir ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian taqdim dan ta’khir
2. Untuk mengetahui faktor, sebab, tujuan taqdim dan ta’khir
3. Untuk mengetahui kriteria taqdim dan ta’khir

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Taqdim dan Ta’khir


Taqdim dan Ta’khir merupakan dua bentuk kata mashdar yang saling

berkaitan dan saling melengkapi. Taqdim dan Ta’khir (‫التأخير‬ ‫)التقديم و‬


berasal dari wazan fa’ala (‫ )فعّل‬ditambah tasydid pada ‘ain fi’ilnya, yaitu:

(‫تقديما‬ - ‫ يقدّم‬- ‫)قدّم‬. Dengan demikian taqdim menurut bahasa artinya

mendahulukan atau memprioritaskan, mengutamakan. 1


ّ ‫ (أ‬juga
Sedangkan ta’khir )‫ (التأخير‬berasal dari kata ‘Akhara (‫خر‬

dengan penambahan tasydid pada kha’, menjadi ( ‫ ) أ ّخر يؤ ّخر تأخيرا‬yang


berarti penundaan, pengunduran atau penangguhan.
Dengan demikian, taqdim secara etimologis adalah lawan dari ta’khir,
sehingga taqdim berarti: mendahulukan dan ta’khir berarti: penangguhan atau
mengakhirkan.2 Dalam al-Qur’an taqdim dan ta’khir disebutkan sebanyak 43
kali, dengan lafadz taqdim sebanyak 35 kali dan lafadz ta’khir sebanyak 8
kali, baik beentuk fi’il madly, fi’il mudlari, serta fi’il ‘amar.
Sedangkan taqdim dan ta’khir menurut terminologis, sebagaimana
dikemukakan oleh Imam Az-Zarkasyi (w. 794 H) dalam kitabnya Al-Burhan,
mengatakan bahwa taqdim dan ta’khir ialah: 3

‫ فانهم أتوابه داللة على تمكنهم فى الفصاحة وملكتهم‬,‫هو احد اساليب البالغة‬
.‫ وله فى القلوب أحسن مواقع وأعذب مذاق‬,‫فى الكالم وانقياده لهم‬
Artinya :

1
Hasbullah Diman, Jurnal “Taqdim dan Ta’khir dalam Pandangan Ulama”, hlm. 1
2
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997), hlm. 12 dan 1098
3
Az-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulumil Qur’an Jilid 3, (Beirut: Dar Al-Fikr), hlm. 273

2
“Dia adalah salah satu uslub (gaya bahasa) balaghah, karena itu para ulama
Balaghah menggunakannya untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam
fashahah, dan kemahiran mereka dalam percakapan serta menjadi bagian
yang patuh kepada mereka. Dan dia mempunyai tempat yang indah di hati
serta perasaan yang menyenangkan.”
Tetapi ada sebagian ulama dalam hal ini menyebutnya salah satu
bentuk Majaz. Dan sebagian yang lain menyatakan bukan majaz akan tetapi
salah satu bagian dari uslub balaghah, sebagaimana diungkapkan oleh Az-
zarkasyi dengan definisi lain, yaitu:4

‫تقديم ما رتبه ااتأخير كالمفعول وتأخير مارتبه التقديم كالفاعل نقل كل واحد‬
.‫منهما عن رتبه وحقه‬
Artinya :” Taqdim ialah mendahulukan yang posisinya di akhir seperti:
maf’ul (obyek), dan ta’khir ialah mengakhirkan yang posisinya di awal
kalimat, seperti: fa’il (subyek), dan dipindahkan salah satu dari keduanya,
sesuai dengan posisi dan kedudukannya.”
B. Faktor, Sebab dan Tujuan Taqdim Ta’khir
Dalam kitab Qawaid al-Lughah al-Arabiyah yang diterjemahkan oleh
Dr. Chatibul Umam dalam sebuah buku yang berjudul “Kaidah Tata Bahasa
Arab” bahwa didahulukannya suatu kata atau kalimat didorong oleh faktor-
faktor tertentu, di antaranya yaitu:5
a. Membuat ingin tahu kepada kata yang di akhirkan jika yang didahulukan
itu menunjukkan keasingan. Seperti:
‫س ۢنبُلَ ٖة‬
ُ ‫سنَا ِب َل ِفي ُك ِّل‬ َ ‫ٱَّللِ َك َمث َ ِل َحبَّ ٍة أ َ ۢنبَت َ ۡت‬
َ ‫س ۡب َع‬ َّ ‫سبِي ِل‬ َ ‫َّمث َ ُل ٱلَّذِينَ يُن ِفقُونَ أَمۡ َٰ َولَ ُه ۡم فِي‬
َّ ‫شا ٓ ُۚ ُء َو‬
َ ‫ٱَّللُ َٰ َو ِسع‬
‫ع ِليم‬ َ َ‫ف ِل َمن ي‬
ُ ‫ض ِع‬ َّ ‫ِ ّماْئَةُ َحب ٖ َّٖۗة َو‬
َ َٰ ُ‫ٱَّللُ ي‬

4
Ibid.,
5
Hasbullah Diman, Jurnal “Taqdim dan Ta’khir dalam Pandangan Ulama”, hlm. 1 Hasbullah Diman,
Jurnal “Taqdim dan Ta’khir dalam Pandangan Ulama”, hlm. 5-8

3
261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
b. Mendahulukan yang menggembirakan atau yang buruk. Seperti:
‫ر ِ ّمن لَّبَ ٖن لَّ ۡم يَت َغَي َّۡر‬ٞ ‫ر ِ ّمن َّمآءٍ غ َۡي ِر َءا ِس ٖن َوأ َ ۡن َٰ َه‬ٞ ‫ونَ فِي َها ٓ أ َ ۡن َٰ َه‬ َۖ ُ‫َّمث َ ُل ۡٱل َجنَّ ِة ٱلَّتِي ُو ِعدَ ۡٱل ُمتَّق‬
‫ص ّٗفّ َۖى َولَ ُه ۡم فِي َها ِمن ُك ِّل‬ َ ‫س ٖل ُّم‬ َ ‫ر ِ ّم ۡن‬ٞ ‫ش ِر ِبينَ َوأ َ ۡن َٰ َه‬
َ ‫ع‬ َّ َٰ ‫ر ِ ّم ۡن خَمۡ ٖر لَّذَّ ٖة ِلّل‬ٞ ‫طعۡ ُم ۥهُ َوأ َ ۡن َٰ َه‬
َ
‫ط َع أَمۡ َعا ٓ َء ُه ۡم‬
َّ َ‫سقُواْ َما ٓ ًء َح ِم ّٗيما فَق‬ ِ َّ‫ فِي ٱلن‬ٞ‫ة ِ ّمن َّر ِبّ ِه َۡۖم َك َم ۡن ُه َو َٰ َخ ِلد‬ٞ ‫ت َو َم ۡغ ِف َر‬
ُ ‫ار َو‬ ِ ‫ٱلث َّ َم َٰ َر‬
15. (Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada
orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air
yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang
tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka
memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari
Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi
minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?
c. Yang didahulukan itu menjadi sebab
َّ ‫ٱَّللِ فَ َال يَ ۡأ َم ُن َم ۡك َر‬
َ‫ٱَّللِ إِ َّال ۡٱلقَ ۡو ُم ۡٱل َٰ َخس ُِرون‬ ُۚ َّ ‫أَفَأ َ ِمنُواْ َم ۡك َر‬
99. Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak
terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-
orang yang merugi.

d. Menyatakan keumuman atau kekhususan, seperti :


َ ‫ُك ُّل َم ۡن‬
ٖ َ‫علَ ۡي َها ف‬
‫ان‬
26. Semua yang ada di bumi itu akan binasa.
e. Mengkhususkan, contohnya:

4
ُ ‫ِإيَّاكَ نَعۡ بُدُ َوإِيَّاكَ ن َۡست َ ِع‬
‫ين‬
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah
kami meminta pertolongan.

Demikian yang diungkap dalam kitab tersebut, bahwa tidak disebutkan faktor-
faktor khusus baik taqdim atau ta’khir, karena apabila salah satu unsur
kalimat didahulukan, berarti yang lain diakhirkan, karena kedudukan satu
kalimat dengan kalimat lainnya saling berkaitan dan diperlukan. 6
Namun, ada beberapa sebab dimajukan atau diakhirkan lafadz-lafadz itu
dalam suatu kalimat dan alasannya yaitu:

Pertama : Asalnya di awal kalimat ( ‫) ان يكون اصله التقديم‬. Didahulukan

( ‫ )التقديم‬karena tidak terdapat hal yang menghalanginya dimajukan atau


sebaliknya. Seperti didahulukannya fa’il (subjek) dari maf’ulnya (objek). Juga
mendahulukan mubtada’ dari khabarnya, atau shahibul-hal dari hâl-nya.
Contoh : ( ‫ ( )جاء زيد راكبا‬Zaid datang berkendaraan).

Kedua : Diakhirkan (‫ )التأخير‬untuk menjelaskan kerancuan makna ( ‫ان‬

‫)يكون فى التأخير إخالل ببيان المعنى‬. Maka didahulukan khabarnya. Seperti


terdapat dalam firman Allah SWT dalam surat Ghafir : 28

‫ٱَّللُ َو َق ۡد‬
َّ ‫ي‬ َ ّ‫ع ۡونَ يَ ۡكت ُ ُم إِي َٰ َمنَ ٓهۥُ أ َت َۡقت ُلُونَ َر ُج ًال أَن يَقُو َل َر ِب‬
َ ‫ن ِ ّم ۡن َءا ِل فِ ۡر‬ٞ ‫ل ُّم ۡؤ ِم‬ٞ ‫َوقَا َل َر ُج‬
‫ض ٱلَّذِي‬ ُ ۡ‫ُص ۡب ُكم بَع‬ َ ُ‫ت ِمن َّر ِبّ ُك َۡۖم َوإِن يَكُ َٰ َكذِبّٗ ا فَعَلَ ۡي ِه َك ِذبُ َۖۥهُ َوإِن يَك‬
ِ ‫صاد ِّٗقا ي‬ ِ َ‫َجا ٓ َء ُكم بِ ۡٱلبَ ِيّ َٰن‬
ٞ َّ‫ف َكذ‬ٞ ‫ٱَّللَ َال يَهۡ دِي َم ۡن ُه َو ُم ۡس ِر‬
‫اب‬ َّ ‫يَ ِعدُ ُك َۡۖم ِإ َّن‬

28. Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut


Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: "Apakah kamu akan

6
Hifni Bek Dayyab, Qawaid Al-Lughah Al-Arabiyah (Kaidah Tata Bahasa Arab Nahwu, Sharaf,
Balaghah, Bayan, Ma’ani, Badi’), diterjemahkan oleh Dr. Chatibul Umam, (Jakarta: Darul Ulum
Press), hlm. 448-451

5
membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: "Tuhanku ialah
Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-
keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang
menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya
sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu".
Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas
lagi pendusta.

Dilihat dari ayat di atas, bahwa kalimat ‫وقال رجل مؤمن من ال فرعون‬

) ‫)يكتم إيمانه‬. bila diakhirkan lafazh (‫ ) من ال فرعون‬dalam ayat di atas, setelah

kalimat (‫)يكتم إيمانه‬, maka tidak difahami kalau sebenarnya orang yang
menyembunyikan imannya itu adalah di antara pengikut Fir’aûn. Maka
didahulukan lafazh (‫) من ال فرعون‬.

Ketiga : Didahulukan karena, jika diakhirkan akan menyebabkan


ketidakserasian susunan kalimat.) ‫) ان يكون فى التأخير إخالل بالتناسب‬. Dengan
dimajukan terdapat kesamaan syakl (harakat) serta keserasian kata terakhir.
Sebagaimana terdapat dalam QS. Fushilat: 37, yang berbunyi ( ‫واسجدوو هللا‬

‫)الذى خلقهن ان كنتم اياه تعبدون‬. Dimajukan kata (‫ )اياه‬sebelum kata (‫)تعبدون‬
untuk menjaga keserasian kata terakhir. Sebagaimana terdapat dalam surat
Thaha ayat 67 yang berbunyi :

َ ‫س فِي ن َۡف ِسِۦه ِخيفَ ّٗة ُّمو‬


‫س َٰى‬ َ ‫فَأ َ ۡو َج‬

67. Maka Musa merasa takut dalam hatinya.

Sesungguhnya jika di akhirkan lafadz (‫ )في نفسه‬setelah lafadz (‫)موسى‬,


maka hilang keserasian fashilah nya. Demikian karena keserasian fashilah
dilihat dari ayat sebelumnya yang berbunyi (‫)يخيل اليه من سحر هم أنها تسعى‬

6
“Terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap lantaran sihir mereka” dan
ayat setelahnya berbunyi (‫“ )إنك انت األعلى‬Kamulah yang paling unggul”.
Dan keserasian itu akan terlihat indah di akhir setiap kalimat.

Keempat: Untuk mengagungkan dan perhatian (‫)لعظمه وإلهتمام به‬. Kebiasaan

bangsa Arab, jika mengabarkan sesuatu yang berhubunngan dengan hokum


setelah dikaitkan, dengan menghubungkan (athaf) satu kata dengan kata yang
lainnya, yaitu dengan menggunakan huruf wawu. Dengan ini bangsa Arab
mendahulukan kata yang lebih penting untuk dijelaskan dari yang penting.
Menurut Sibawaih, dimajukan suatu kalimat atau diakhirkan melihat adanya
kepentingan, yaitu penjelasan maksud dan tujuan yang lebih penting
meskipun semua itu penting. 7

Berbicara mengenai tujuan, maka taqdim dan ta’khir mempunyai tujuan


tertentu. Di antara tujuan taqdim dan ta’khir khususnya dalam al-Qur’an
adalah :

1) Bertujuan untuk memfokuskan pembicaraan ke dalam satu masalah.


Contohnya seperti dalam kata isim yang mabni ,)‫“ )ز يد ضربته‬Si Zaid
yang aku pukul”. Dalam contoh di atas, pokok yang dibicarakan adalah
Zaid, maka harus terdapat dhamir ha’ yang menyertai kalimat fi’ilnya
‫ ضربته‬, dan dhamir tersebut bertujuan sebagai penekanan serta perhatian,
sebagaimana juga mendahulukan maf’ul bih sebelum fi’ilnya. Contoh :
‫زيدا ضربته‬
2) Bertujuan menguatkan hukum serta penekanan makna (taqwiyah dan
ta’kid). Tentu hal ini terdapat dalam uslub kinayah. Karena uslub kinayah
lebih luas pengertiannya daripada uslub sharih, karena uslub kinayah ialah
kebenaran yang haqiqi atau nyata disertakan dengan dalil serta keputusan

7
Az-Zarkasyi, op.cit, hlm. 274-275

7
yang disertai dengan bukti-bukti. Contoh-contoh dengan uslub kinayah

misalnya mendahulukan misl (‫ ) مثل‬dengan ghair (‫ )غير‬dari fi’ilnya.

Contoh dalam kalimat (‫“ )مثلك اليبخل‬Selain kamu tidak ada yang bakhil”,
maksud pembicaraan hanya ditujukan kepada mukhatabah (orang kedua)
bukan kepada orang lain, dengan uslub kinayah menafikan sifat bakhil
kepada selain mukhatab. Contoh lain dari uslub kinayah adalah ( ‫غيرك ال‬

‫“ )يجود‬selain kamu tidak ada yang lebih baik”. Menafikan kebaikan


kepada semua orang selain mukhatabah, yaitu bahwa mukhatab-lah lah
satu-satunya orang yang terbaik.
C. Kriteria Taqdim dan Ta’khir
Sebagaimana diungkapkan di atas, kedudukan mubtada’ adalah di
depan kalimat karena dia sebagai mahkum ‘alaih (subyek). Karena itu
mubtada’ mempunyai posisi dimuka dan terletak lebih dahulu dari khobar.
Dengan demikian mubtada’ harus didahulukan dalam suatu kalimat pada
empat situasi atau kriteria, yaitu:

Pertama, apabila mubtada’ atau subyek terdiri dari lafadz-lafadz yang berada
di awal kalimat seperti:

a. Harful istifham (‫ )حرف اإلستفهام‬yaitu lafadz yang digunakan untuk bertanya


kepada seseorang. Seperti : ‫ ( من فى البيت ؟‬siapa di dalam rumah?) Maka lafadz
‫ من‬sebagai mubtada’ wajib didahulukan.
b. Untuk menyatakan keheranan dengan ma ’at taajubiyah ) ‫ )ما التعجبية‬misalnya:
‫( وما احسن األدب‬alangkah indahnya sastra) dan huruf ( ‫ ) ما‬harus didahulukan.
c. Sebagai syarath (syarat), seperti : ‫( ومن يطلب يجد‬dan siapa yang berusaha akan
memperoleh). Kata man (‫ )من‬adalah ism-syarath, maka harus didahulukan.
d. Lafadz (‫ )كم‬kam-khobariyah misalnya: ‫( و كم عبيد لى ؟‬betapa banyaknya hamba
sahaya?), maka kata (‫ )كم‬harus didahulukan, juga isim maushul (kata sambung

8
yang dihubungkan dengan fa’)‫ فاء‬, sebagaimana contoh: ‫الذى ينجح أول التالميذ فله‬
‫ جائزة‬maka kata sambung (‫ )الذى‬harus didahulukan.

Kedua, apabila mubtada’ (subyek) terbatas pada khobar, dalam hal ini
mubtada’ didahului dengan adatul qasr (alat qasar). Contohnya : ‫إنما الحديد صلب‬
(sesungguhnya besi itu adalah keras) dan mubtada’ dibatasi sifatnya dengan harf-
qashar (‫)إنما‬. Maka mubtada’ itu harus didahulukan.

Ketiga, apabila khobar (predikat) dalam bentuk jumlah fi’liyah (kalimat


verbal) yang pelakunya adalah dhomir yang ditujukan kepada mubtada’nya.
Contoh : ‫ ( اإلحسان يسترق اإلنسان‬perbuatan baik mendatangkan simpati manusia),
juga contoh lain: (‫“ )يعلو الحق‬kebenaran itu tinggi kedudukannya”. Maka mubtada’
yang terdapat dalam kata (‫الحق‬, ‫ ) اإلحسان‬wajib didahulukan.

Keempat, apabila mubtada’ dan khobar sejenis baik berbentuk nakirah


atau ma’rifat dan tidak terdapat perantara antara keduanya yang menjelaskan
kedudukannya. Seperti : ‫( كتابى رفيقى‬bukuku adalah temanku). Bahwa lafadz ‫كتابى‬
sebagai mubtada’ dan ‫ رفيقى‬sebagai khabar keduanya sejenis dan di antara
keduanya tidak terdapat kata pembantu sebagai penjelas kedudukan satu dari yang
lainnya karena ia sudah ma’rifat.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Taqdim dan ta’khir secara etimologi berarti mendahulukan dan
mengakhirkan, sedangkan secara terminology ialah mendahulukan sesuatu
yang di akhir sperti obyek, dan mengakhirkan sesuatu yang di awal seperti
subyek.
Faktor dan tujuan taqdim dan ta’khir antara lain:
1. Membuat rasa penasaran atau ingin tahu
2. Mendahulukan hal yang menggembirakan atau sebaliknya
3. Yang didahulukan berupa sebab

10
4. Menyatakan keumuman atau kekhususan
5. Pengkhususan atau pengutamaan
6. memfokuskan pembicaraan ke dalam satu masalah
7. menguatkan hukum serta penekanan makna

Kriteria taqdim dan ta’khir:

1. apabila mubtada’ atau subyek terdiri dari lafadz-lafadz yang berada di


awal kalimat seperti: Harful istifham, ma ’at taajubiyah, syarath, dan
kam-khobariyah maka harus didahulukan
2. apabila mubtada’ (subyek) terbatas pada khobar, maka wajib
didahulukan
3. apabila khobar (predikat) dalam bentuk jumlah fi’liyah (kalimat
verbal) yang pelakunya adalah dhomir yang ditujukan kepada
mubtada’nya. Maka mubtada’ wajib didahulukan
4. apabila mubtada’ dan khobar sejenis baik berbentuk nakirah atau
ma’rifat dan tidak terdapat perantara antara keduanya yang
menjelaskan kedudukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Az-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulumil Qur’an Jilid 3, Beirut: Dar Al-Fikr

Bek Dayyab, Hifni, Qawaid Al-Lughah Al-Arabiyah (Kaidah Tata Bahasa Arab

Nahwu, Sharaf, Balaghah, Bayan, Ma’ani, Badi’), diterjemahkan oleh Dr. Chatibul

Umam, Jakarta: Darul Ulum Press

Diman, Hasbullah, Jurnal “Taqdim dan Ta’khir dalam Pandangan Ulama”,

Warson Munawwir, Ahmad, 1997, Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, Surabaya:


Pustaka Progressif

11

Anda mungkin juga menyukai