Anda di halaman 1dari 13

PRAKTEK DASAR ILMU USLUB : ABDUL QODIR AL-JURJANI

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Uslub

Dosen Pengampu : Mastur,S.Ag.M.Pd

Oleh :

Annisa Ahya Az-zahra (U20183044)

Sitta Choirul Ummah (U20183057)

Kismatur Rohmah (U20183070)

PROGAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, karena berkat nikmat serta
hidayah darinya kami bisa membuat makalah ini hingga selesai. Solawat serta salam
kami haturkan pula kepada Nabi Muhammad saw, berkat jasa beliaulah kami mampu
menikmati agama Islam rohmatan lil’alamin. Makalah yang berjudul “PRAKTEK
DASAR ILMU USLUB : ABDUL QODIR AL-JURJANI “.

Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada yang terhormat Bapak


Mastur. S.A.g.M.Pd. dosen pengampu untuk mata kuliah Ilmu Uslub dan juga kepada
teman-teman yang telah membantu dan mendukung hingga selesai makalah ini .

Kami juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
khususnya bagi sahabat-sahabat mahasiswa/i khususnya di IAIN Jember dan mudah-
mudahan dapat di jadikan sarana untuk meningkatkan keberhasilan belajar di masa
yang akan datang .

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan maupun bahasan materi pada


makalah ini terdapat banyak kekurangan , dengan senang hati kami menanti kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah ini . Akhir kata, semoga
Rahmat Allah SWT dan berkahnya senantiasa tercurahkan kepada kita.

Jember, September 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PEDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG................................................................................iii

1.2 RUMUSAN MASALAH ..........................................................................iii.

1.3 TUJUAN.....................................................................................................iii

BAB II PEMBAHASAN

A). biografi......................................................................................................1

B). Ilmu uslub pada masa modern...................................................................6

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN.......................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Ilmu uslub yang berkembang pada tradisi keilmuan arab bersumber dari ilmu
al balaghah. Bahkan, para ahli menyatakan bahwa al uslubiyyah ibnun syar’iyun li
al balaghah. (uslubiyah adalah anak sah nya dari al balaghah). Karena itu, pada
dasarnya, sejarah al ilmu al uslub adalah sejarah ilmu al balaghah itu sendiri untuk
memperlihatkan alur dan nuansa yang sudah di rintis sejak awal. Meskipun ada
kalangan yang kurang setuju akan apa yang dikaji oleh abdul qodir al-jurjani.

B. Rumusan masalah
1. Siapakah abdul qodir al-jurjani ?
2. Apa yang dikaji oleh al jurjani dalam ilmu al uslub?
3. Bagaimana ilmu uslub dimasa modern ini?

C. Tujuan

1. untuk mengetahui biografi abdul qohir al-jurjani


2. untuk mengetahui kajian ilmu uslub oleh al jurjani
3. mengetahui ilmu uslub pada era modern ini.

iii
iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi abdul qodir al jurjani


Nama lengkapnya abu bakar abdul qodir bin abdur rahman bin Muhammad al
jurjani, wafat tahun 471 hijriyah. Ada yang mengatakan ia wafat 474 hijriyah. Ia
berasal dari Persia. Imam abdul qodir al jurjani mengarang dua kitab besarnya, yaitu
asrar al balaghah dan dalail al I’jaz.

Keduanya menjadi rujukan pokok stilistika dalam tradisi arab. Ia menafsirkan al


nazm dengan penafsiran ilmiah yang akurat, sehingga pertikaian pendapat sekitar kata
dan makna pun pupus dalam kitab dalail al I’jaz, imam al jurjari mengatakan, disebut
al nazm ialah jika anda meletakkan tuturan anda pada suatu setting yang di tuntut oleh
ilmu nahwu(sintaksis), anda mematuhi kaidah-kaidah dan dasar-dasarnya, anda
mengetahui sistem-sistem yang anda terapkan sehingga anda tidak terpisah darinya,
dan anda menjaga rasm-rasm yang ditetapkan bagi anda sendiri, tanpa melewatkan
sedikitpun. Itu dikarenakan kami tidak tahu sedikit pun apa yang di ikut sertakan para
pengarang dengan an nazmnya selain yang terlihat pada setiap bab dan sebabnya1. Jika
demikian, maka an nazm dapat di wujudkan dengan cara mengungkap makna-makna
sintaksis kemudian mengeksploitasinya dalam melakukan seleksi dan penyusunan yang
baik. Berkenaan dengan hal ini ada dua poin yang harus di perhatikan, yaitu:

Pertama, keharusan membedakan antara al- nahw (sintaksis) dalam arti yang telah
tersebar luas dengan makna al nahw (sintaksis) yang dimaksud dengan an nazm. Yang
dimaksud dengan al nahw dalam arti yang sudah tersebar luas adalah al I’rab. Makna
ini tidak cocok dijadikan dasar untuk mengukur keunggulan retorik dan estetik. Sebuah
kalimat tidak mungkin mengungguli kalimat lain hanya karena memiliki bagian yang
mengandung lebih banyak I’rab dari bagian lainnya.

Keberadaan I’rab ini hanyalah sebagai syarat dasar bagi suatu kalimat, sehingga
bila I’rab tidak ada, kalimat itu akan rusak. Dan keberadaannya merupakan syarat
karena I’rab adalah karakter tuturan arab yang fasih. Adapun tingkat retorik dan estetik
merupakan fase berikutnya setelah fase ini. Contoh, firman Allah Al-baqarah/2:16

1
Abdul qohir al-jurjani, dalail al-I’jaz, h.302 dan Ahmad Darwisy, dirosah Al-Cairo: Dargarib, 1998,h.104

1
‫فما رحبت جتا رهتم وما كنوا مهندين‬

Artinya: perniagaan mereka tidak beruntung.

Ketika I’rab mengurai kata tijaratuhum maka ia akan membatasi posisi letaknya
sebagai fa’il yang marfu’ dengan dhommah yang tampak di idhofahkan (disandarkan)
kepada dhomir (kata ganti) sesudahnya akan tetapi al nazm yang di atasnya di bangun
ilmu al-ma’aniy akan mengurai persoalan itu dari sisi lain. Ia akan mempertanyakan
makna kefai’ilannya dalam kata tijarotuhum. Selama ini kita tahu bahwa fa’il atau
pelaku adalah yang melakuakn aksi (kerja), bagaimana bisa tijarot berbuat hingga
mendapatkan keuntungan. Kata itu tidak bermakna perdagangan yang bisa mendapat
untung atau rugi. Adapun yang bisa beruntung dan bisa rugi pada hakikatnya ada
pemilik perdagangan itu.

Berdasarkan hal ini, lazimnya dalam pengungkapan, dinyatakan :


Maka mereka tidak beruntung dalm perniagaan mereka

Jika demikian, mengapa maknanya berubah dan menjadikan perniagaanya yang


mendapat untung, yaitu memberikan fungsi fa’iliyah kepada attijaroh (perniagaan)?

Disini, dengan bertolak dari lingkaran wilayah makna sintaksis, kita masuk
pembahasan tentang estetika dalam struktur yang diungkapkan melalui majas. Kadang
rahasia penggunaan majas disini ialah menunjukkan kenyataan bahwa dalam lapangan
perniagaan, bagaimanapun juga, harta itu sendiri di kedepankan, sampai pemiliknya
kadang bersembunyi di belakangnya. berdasarkan kenyataan inilah, maka pemberian
fungsi fa’il (pelaku) pada tijarotuhum (perniagaan) ini dan menjadikanya pihak yang
bisa beruntung atau rugi, sesungguhnya hal itu semata ungkapan dari makna sikis
melalui eksploitasi makna-makna sintasis.

Ungkapan ini bisa juga dilihat dari sisi lain; kata tijarah di idhofkan (disandarkan)
kepada dhomir orang ketiga. Fungsi I’rab disini adalah untuk menjelaskan kepada kita
bahwa penyandaran ini menjadikan kata ganti terletak pada posisi jar. Akan tetapi al-
nazm yang menjadi pondasi ilmu ma’aniy-pasti akan mempertanyakn apa perbedaan
antara pernyataan : famaa robihat tijaarotuhum dengan famaa robihat tijaroh. Idhofah
disini adalah makna sintaksis, yang telah dieksploitasi guna mengungkapkan makna

2
psikis. Makna ini sering sekali sesuai kenyataan : lantaran besarnya kebebasan dalam
perniagaan hingga seolah-olah perniagaan itu sendiri yang berlaku sebagai fa’il. Maka
dalam analisi terhadap kedudukanya sebagai fa’il hendaklah diperhatikan pula
pengaruh perniagaan ini baik untung maupun rugi terhadap jiwa pemiliknya.
Permyataan yang mengungkapkan famaa robihat tijarotuhum memantulkan kesan
bahwa kerugian terhadap jiwa mereka lebih banyak dari pada yang di pantulkan oleh
ungkapan famaa robihat tijaroh.

Perbedaan antara dua ungkapan ini timbul dari pemahaman spesifikasi sintaksis,
yaitu spesifikasi fa’iliyah (fungsi pelaku), adanya idhofah (penyandaran pelaku), dan
keberhasilan mengeksploitasi spesifikasi ini dalam penyesuaian dalam makna-makna
psikis.

Kedua : penguasaan cara mengeksploitasi makna-makna ini dalam membangun atau


menjalin ungkapan, dan membentuknya. adapun cara membangun ungkapan dan
mengeksploitasi makna-makna sintaksi didasarkan atas dua tahap yaitu :
Al-ikhtiyar wa al-ta’lif (seleksi dan penyusunan)
Yang dimaksud dengan proses ikhtiyar (seleksi) adalah seleksi kata atau alat yang
bersesuaian dengan makna psikis.

Adapun yang dimaksud dengan al-ta’lif (penyusunan) adalah peletakan setiap kata
pada tempat yang sesuai dengan kata al-nahw (sintaksis). Demikian juga persoalan
dalam dua ungkapan yang berdekatan terkadang untuk menyesuaikan ungkapan itu,
diperlukan penyambung berupa huruf a’thof (huruf sambung) yang berbeda-beda
sesuai konteks dan makna seperti wawu atau fa atau yang lainnya. Penerapan cara-cara
ini membuat satu atau dua kalimat mampu mengungkapkan gagasan yang sesuai
dengan konteks2.

Adapun pemikiran lainnya tentang an nazm atau stilistika adalah sebagai berikut:

1. Nazm adalah saling keterkaitannya antar unsur kalimat. Setiap unsur dicantumkan
atas unsur lainnya, dan salah satu unsur ada disebabkan ada unsur lainnya.
2. Dalam kata nazm mengikuti makna, dan kalimat itu tersusun dalam ujaran karena
maknanya sudah tersusun terlebih dahulu dalam jiwa3.
3. Kata harus diletakkan sesuai dengan kaidah.

2
Ahmad darwisy, h.107
3
Abdul qohir al-jurzani, kitab dala’il al-I’jaz, (cairo : maktabah al-khanji 2004), hlm.55-56

3
4. Huruf-huruf yang menyatu dengan makna, dalam keadaan terpisah misalnya, huruf
ma diletakkan untuk makna mengasih dalam konteks sekarang, huruf la diletakkan
untuk makna dalam konteks kala mendatang.
5. Kata bisa berubah dalam bentuk definit, indefinit, inversi, non inversi, ellipsis, serta
repetisi.4
6. Keistimewaan kata bukan dalam banyak sedikitnya makna tetapi peletakannya
sesuai dengan makna dan tujuan.5

Apa yang dikemukakan al-jurjani adalah sebagian kecil dari maha karyanya
yang tersebar dalam berbagai buku. Didalamnya, diterangkan tentang pemilihan huruf,
pemilihan kata, dan fungsinya dalam kalimat.

Jika diperhatikan cara kerja analisisnya, khususnya dalam bab dala’il al I’jaz,
akan di dapati cara kerja analisis ilm al-uslub yang sangat cermat.

Misalnya firman Allah dalam Maryam/19:4

‫واستعل الرأس شيبا‬

Yang artinya: dan kepalaku telah di tumbuhi uban

Sebagaimana di maklumi, menurutnya, dari segi makna kata isyta’ala (menyala


atau hebat) berhubungan kata syaiba (uban) sekalipun secara struktur berhubungan
dengan kata ar-ra’s (kepala). Sebagai bandingannya, kalimat lain berbunyi thoobu
zaidun nafsan. Dari segi kata makna taba(wangi) berhubungan dengan nafs (badan)
sekalipun kata ini berhubungan dengan kata zaid. Kata isyta’ala bisa di rangkai
langsung dengan kata syaiba sehingga menjadi isyta’ala syaiba ar-ra’si(menyala/lebat
uban di kepala).

Rahasia dari gaya ayat tersebut adalah disamping terdapat makna uban mengkilap
dikepala, juga mengandung makna menyeluruh diseluruh bagian kepala dalam jumlah
yang banyak sehingga tak sehelai pun rambut hitam tumbuh. 6
Apa yang dijelaskan oleh al-jurani di atas merupakan bahasan dalam ilmu al-
uslub modern. Ia telah mendahului teori-teori stilistika yang dikemukakan oleh carles
4
Ibid., hlm.82
5
Ibid., hlm. 87
6
Abd Al- Qodir al-jurjani, h. 100-101.

4
bally (1865-1947) atau ahli stilistika barat lainnya sehingga tidak berlebihan jika abdul
qodir al jurhani (w.471H ). Disebut sebagai peletak ilmu al-uslub.
Selain itu, sebenarnya tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa al jurjani
adalah orang pertama dalam menanamkan dasar-dasar stilistika secara universal.
Adapun carles bally, pembangun pertama stilistika-sebagaimana dikemukakan oleh
para ahli. Stilistika barat datang jauh dikemudian hari. Antara bally dan Al-jurjani
berjarak sekitar 800 tahun. Meskipun demikian, untuk mengatakan bahwa carles bally
pernah membaca atau dipengaruhi teori al-nazm al-jurjani diperlukan analisis yang
serius.
Jika demikian, maka Abdul Qodir adalah perumus teori al nazm atau stilistika
dalam istilah modern. Memang ia bukanlah pencetus pertama konsep al nazm, akan
tetapi ada usaha keras kearah itu sebelumnya yang dilakukan para linguis arab yang
tidak di ragukan lagi telah dibaca oleh abdul qohir dan ia mengambil manfaat dari
yang mereka kemukakan. Lalu ia formulasikan sehingga menjadi teori al nazm yang
utuh.
Masa al jurjani dipandang sebagai masa keemasan dalam sejarah ilmu al uslub,
lalu dilanjutkan al zamakhsyari dan al sakkaki. Kedua tokoh ini melanjutkan apa yang
telah di prakarsai al jurjani namun, setelah itu masuk pada masa kemunduran dalam
analisis ilmu al uslub dan analisis sastra arab secara keseluruhan.

B. Ilmu uslub pada masa modern


Seruan pembaruan al balaghah dalam kerangka konsep al uslub (stail) oleh ahmad
al syaib dan amin al khuli merupakan titik tolak kemunculan ilmu uslub pada keritik
sastra arab modern.7 Seruan al amin al khuli bertujuan untuk memudahkan study mata
kuliah sastra. Ini tujuan dekat. Sedangkan, tujuan jauhnya, adalah pembaharuan ilmu-
ilmu sastra dan ilmu-ilmu bahasa arab sehingga menjadi mata kuliah yang mampu
mendorong terjadinya kebangkitan sosial yang berhubungan dengan perasaan akan
kehormatan, serta sejalan dengan tuntutan ilmu yang terus berubah, sehingga bahasa
arab menjadi alat komunikasi dalam berbagai aspek kehidupan, jangan sampai terjadi,
sebuah bangsa hidup dengan bahasa arab tetapi belajar dengan bahasa lainnya, berpikir
dengan bahasa arab tetapi menulis buku, puisi, prosa, berteater dan berorasi dengan
bahasa lainnya. 8

7
Syukri Muhammad ‘ayyad, mafhum al-uslub bain al-turas al-naqdi, majallah fusul, vol.I no. 1, 1980, h. 53
8
Amin al-khuli, fan al-Qoul, persembahan salah fadal, caairo:dar al-qutub al-misryyah, 1996, h. 63-64

5
Dipihak lain, ada sekelompok sastrawan yang tidak setuju modernisasi al-ilmu al-uslub
dengan langkah-langkah diatas. Mereka memilih untuk kembali kehazanah arab (al-
naqd, al-balaghah, al-nahwu, buku-buku al-I’jaz al-quroini dan lainnya), atau
merumuskan teori-teori ilmu al-uslub yang bersumber dari kreativitas karya sastra
arab.
Dari sini tampak jelas bahwa meskipun perkembangan ilmu uslub dimasa kini lebih
banyak dipicu oleh bangkitnya stilistika di dunia barat, namun sejarahnya lebih banyak
berakar pada tradisi keilmuan arab sendiri, yakni ilmu al-balaghah.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Abu bakar abdul qodir bin abdur rohman bin Muhammad al-jurjani, wafat tahun 471
H. beliau mengarang 2 kitab besar yaitu asror al-balaghoh dan dalail al-I’jaz. keduanya
menjadi rujukan pokok stilistika dalam tradisi arab.

Masa al-jurjani dipandang sebagai masa keemasan dalam sejarah ilmu al-uslub,
dilanjutkan oleh al-zamakhsyari dan al-sakkaki. Kedua tokoh ini melanjutkan apa yang
telah diprakarsai al-jurjani.

Selain itu ada sekelompok sastrawan yang tidak setuju dengan modernisasi dengan
ilmu uslub, mereka kembali ke khazanah arab atau merumuskan teori-teori ilmu al-
uslub yang bersumber dari kreatifitas karya sastra arab.

7
DAFTAR PUSTAKA

Qalyubi syihabuddin, cet.II 2017, Ilm Al-Uslub stilistika bahasa dan sastra arab,
Yogyakarta : idea press Yogyakarta

Al-maidani, ‘abdurrahman hanbakah, al-balaghah al-‘arabiyah: ususuha, wa


ulumuha, wa fununuha, juz ll, damaskus: dar al-qalam, cet. I, 1996.

Zaghlul, hamzah darwisy, nasy’at al-funun al-balaghiyah, kairo: dar al-thiba’ah al-
muhammadiyah, cet. I, 1987.

Anda mungkin juga menyukai