Anda di halaman 1dari 7

Makalah Balaghah Al-Kinayah

1.
Pengertian
Menurut Ahmad Al-Hasyimi (1960) kata Kinayah ( )merupakan bentuk
mashdar dari kata kerja () . Secara leksikal Kinayah bermakna
( suatu perkataan yang diucapkan oleh seseorang,
akantetapi maksudnya berbeda dengan teks yang diucapkannya). Dalam
ungkapan Bahasa Arab biasa diucapkan; "maksudnya adalah; saya
meninggalkan ungkapan yang sharih/jelas dengan ucapan tersebut.
Sedangkan Kinayah secara terminologi adalah :

Artinya :
suatu kalimat yang diungkapkan dengan maksud makna kelazimannya,
akantetapi tetap dibolehkan mengambil makna haqiqihnya.
Kinayah merupakan salah satu dari tiga bahasan yang menjadi kajian ilmu
bayan. Kedua bahasan lainnya adalah Tasybih dan Majaz. Ketiga bahasn ini
sama-sama terkait dengan gaya bahasa dan keindahan dalam
pengungkapan. Majaz merupakan bentuk lain dari tasybih. Perbedaan antara
tasybih dan majaz terletak pada ada atau tidaknya tharafain (musyabbah atau
musyabbah bih). Dalam majaz salah satu dari tharafain (musyabbah atau
musyabbah bih) tersebut dibuang.
Perbedaan antara majaz dan kinayah terletak pada hubungan antara makna
haqiqih (denotatif) dengan makna majazi (konotatif). Pada ungkapan
berbentuk majaz, teks harus dimaknai secara majazi dan tidak boleh dimaknai
secara haqiqih. Sedangkan pada ungkapan kinayah, teks harus dimaknai
dengan makna lazimnya, akantetapi dibolehkan juga dimaknai secara haqiqih.
2.
Kategorisasi Kinayah
a.
Kategorisasi Kinayah dari Aspek Makna
Kinayah dalam bidang ilmu balagah sangatlah beragam tergantung dari aspek
makna kita memandangnya. Jenis-jenis Kinayah pada dasarnya dapat dilihat
dari dua aspek; pertama, dari aspek makny anhu-nya (kata-kata yang dikinayah-kan); kedua, aspek wasaith (media)-nya. Qazwaini (1998), dalam
kitabnya al-ldlah fi ilm al-balagah, membagi Kinayah pada tiga jenis, yaitu;
kinayah gairu sifah wa an-nisbah, sifah dan nisbah.
Konsep sifat pada Kinayah adalah sifat maknawiyah (sesuatu yang menempel
pada dzat), bukan sifat dalam konsep nahwiyah. Kinayah sifat ada dua jenis,
yaitu kinayah qaribah (perpindahan makna dari makna asal kepada makna
lazimnya tanpa perantara, karena cukup jelas), dan kinayah baidah
(perindahan makna kepada makna lazimnya melalui media yang banyak).
Para ulama balagah membagi kinayah dari aspek makny anhu-nya menjadi

tiga jenis, sebagai berikut:


1)
Kinayah Shifah
Kinayah Shifaf adalah pengungkapan sifat tertentu tidak dengan jelas,
melainkan dengan isyarah atau ungkapan yang dapat menunjukkan
maknanya yang umum. Istilah sifat yang merupakan jenis kinayah pada ilmu
balagah berbeda dengan istilah sifat pada ilmu nahwu. Sifat sebagai salah
satu karakteristik kinayah berarti sifat dalam pengertiannya yang maknawi,
seperti : kedermawanan, keberanian, panjang, keindahan dan sifat-sifat
lainnya. Menurut Bakri Syeih Amin (1982) sifat disini merupakan lawan dari
dzat.
Kinayah shifah menurut Ahmad Al-Hasyimi mempunyai dua jenis, yaitu:

Kinayah Qaribah
Suatu kinayah dinamakan kinayah qaribah apabila perjalanan makna dari
lafadz yang di-kinayah-kan (makny anhu) kepada lafadz kinayah tanpa
melalui media atau perantara.
Contoh :

Ungkapan dan pada asalnya bermakna; tinggi tiangnya
dan panjang sarung pedangnya. Dalam uslub kinayah, lafadz-lafadz tersebut
bermakna terhormat dan pemberani. Sehingga kita melihat bahwa
perpindahan makna dari makna asal ke makna kinayah, terjadi tanpa
melakukan wasilah atau perantara berupa lafadz-lafadz yang lainnya.

Kinayah Baidah
Dalam kinayah jenis ini, perpindahan makna dari makna pada lafadz-lafadz
kinayah memerlukan lafadz-lafadz lain untuk menjelaskannya. Contohnya ada
pada ungkapan ungkapan di atas apada asalnya bermakna; banyak
abunya, kemudian digunakan sebagai bentuk kinayah untuk menyifati
seseorang yang memiliki sifat dermawan.
Proses perpindahan dari makna asal kepada makna kinayah pada ungkapan
ini memerlukan beberapa lafadz dan ungkapan lain untuk menjelaskannya.
Urutan makna dari banyak abunya kepada sifat dermawan bisa dilihat dari
ungkapan-ungkapan berikut :
o
Seseorang yag banyak abunya berarti banyak menyalakan api
o
Orang yang banyak menyalakan api berarti banyak memasak
o
Orang yang banyak memasak berarti banyak tamunya
o
Orang yang banyak tamunya biasanya orang yang dermawan
2)
Kinayah Mausuf
Suatu uslub disebut kinayah mausuf apabila yang menjadi maknu anhu-nya
atau lafadz yag di-kinayah-kannya adalah mausuf atau dzat. Lafadz-lafadz
yang dikinayah-kan pada jenis kinayah ini adalah mausuf, seperti ungkapan

yang bermakna bangsa Mesir. Ungkapan tersebut merupakan


mausuf (dzat) bukan sifat.
Kinayah mausuf ada dua jenis, yaitu:

Kinayah yang makny anhu-nya diungkapkan hanya dengan satu


ungkapan, seperti ungkapan , sebagai kinayah dari lafadz .

Kinayah yang makny anhu-nya diungkapkan dengan ungkapan yang


banyak, seperti ungkapan sebagai kinayah dari
lafadz . Pada jenis kinayah ini, harus diikhususkan untuk mausuf, tidak
untuk yang lainnya.
3)
Kinayah Nisbah
Suatu bentuk kinayah dinamakan kinayah nisbah apabila lafadz yang menjadi
kinayah bukan merupakan sifat dan bukan pula merupakan mausuf,
akantetapi merupakan hubungan sifat kepada mausuf.
Contoh:
#
Artinya :
keagungan berada di kedua pakaianmu, dan kemuliaan itu memenuhi kedua
baju burdamu.
Pada syiir di atas, pembicara bermaksud menisbahkan keagungan dan
kemuliaan orang yang diajak bicara. Namun, ia tak dapat menisbatkan kedua
sifat itu secara langsung kepadanya, melainkan kepada sesuatu yang
berkaitan dengannya, yakni dua pakaian dan dua selimut. Kinayah yang
berupa penisbatan seperti ini dinamakn kinayah nisbah.
b.
Kategorisasi Kinayah dari Aspek Wasaith (Media)
Selain dari aspek makny anhu-nya, kategorisasi kinayah dapat ditinjau dari
aspek wasaith-nya (lafadz-lafadz atau makna-maknayang menjadi media atau
penyambung dari makna haqiqi kepada makna majazi) dapat dibagi menjadi
empat kategori yaitu, taridh, talwih, ramz dan ima.
1)
Taridh (sindiran)
Secara leksikal, taridh berarti suatu ungkapan yang maknanya menyalahi
zhahir lafadz. Sedangkan secara terminologi, taridh berarti suatu ungkapan
yang mempunyai makna yang berbeda dengan makna sebenarnya.
Pengambilan makna tersebut didasarkan kepada konteks pengucapannya
(Bakri Syaikh Amin, 1980).
Contoh ungkapan taridh bias dilihat pada hadits tentang seseorang yang
berkata kepada orang yang suka menyakiti saudaranya, sebagai berikut :

Artinya:
seorang muslim yang benar adalah apabila sesame muslim yang lain merasa

aman dari gangguan lisan dan tangannya.


Ungkapan di atas merupakan sindiran bagi seseorang yang suka menyakiti
saudaranya, maka hilanglah sifat-sifat muslim dari padanya.
Orang Arab sendiri biasa mengungkapkan sesuatu dengan model taridh.
model ini lebih halus dan indah dibandingkan dengan pengungkapan secara
terang-terangan. Jika seseorang mengungkapkan sifat orang lain dengan
terang-terangan maka orang tersebut tentu akan merasa terhina.
2)
Talwih
Secara bahasa talwih berarti, engkau menunjuk kepada orang lain dari
kejauhan. Sedangkan secara terminologi, Bakri Syaikh Amin (1980)
mengatakan : talwih adalah jenis kinayah yang didalamnya terdapat banyak
wasaith (media), dan tidak menggunakan gaya taridh. Dengan bahasa lain,
Taufiq Alfail (1987) mengatakan bahwa talwih adalah jenis kinayah.
Mengomentari talwih dalam Al-Quran, Zarkasyi (2003) berkata : talwih
adalah seorang mutakallim member isyarah kepada pendengarnya pada
sesuatu yang dimaksudkannya.
Contoh talwih dalam hal ini adalah firman Allah Swt. Dalam surah Al-Anbiya
ayat 63 :
( : )
Artinya:
Ibrahim menjawab : sebenarnya patung yang besar itulah yang
melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat
berbicara.
Maksud ungkapan adalah untuk sekaligus mengungkapkan
hujjah akan kebenaran tauhid kepada mereka. Pada talwih untuk mencapai
makna yang lazimnya, maka ia memerlukan wasaith (media) yang cukup
banyak, makna yang dimaksud di dalamnya sendiri tidak diungkapkan.
Contoh ungkapan talwih dalam sebuah syiir.

#
Artinya:
padaku tidak terdapat aib,
Karena aku adalah orang yang selalu menghormat tetamu.
Pada syiir tersebut terdapat ungkapan dan
. Kedua
ungkapan ini pada dasarnya menggunakan gaya bahasa kinayah. Kedua
ungkapan ini bermakna seseorang yang mulia. Ungkapan ,
mempunyai pengertian bahwa dia sering mencegah anjingnya
menggonggong pada tetamu yang dating. Upaya ia mencegah anjingnya ini
merupakan bentuk penghormatan pada tetamunya. Kebiasaan menghormat
tetamu menunjukkan banyak sekali yang datang kepadanya. Dan banyak
tetamu yang datang menunjukkan bahwa dia itu orang baik dan mulia.

Ungkapan ini merupakan kinayah. Adanya perpindahan makna dari haqiqi


kepada arti yang lazimnya melalui beberapa wasaith (media) dinamakan
kinayah talwih.
3)
Ima atau isyarah
Kinayah jenis ini merupakan kebalikan dari talwih. Didalam ima, perpindahan
makna asal kepada makna lazimnya terjadi melalui media (wasaith) yang
sedikit. Pada kinayah jenis ini, makna lazimnya tampak dan makna yang
dimaksud juga dekat.
Contoh firman Allah Swt. Pada surah al-Kahfi ayat 43 :
( : )
Artinya:
maka ia membolak-balikkan kedua telapak tangannya terhadap apa yang ia
infkkan, sedangkan telapak tangannya itu kosong.
Pada ayat di atas terdapat ungkapan makna asal ungkapan tersebut
adalah membolak-balikkan kedua telapak tangannya. Ungkapan tersebut
merupakan ungkapan kinayah yang maksudnya menyesal.
4)
Ramz
Secara bahasa ramz berarti isyarah dengan dua bibir, dua mata, dua alis,
mulut, tangan dan lisan. Isyarah-isyarah tersebut biasanya dengan cara
tersirat. Sedangkan istilah, ramz adalah jenis kinayah dengan wasaaith yang
sedikit dari lazimnya tersirat.
Contoh ungkapan kinayah ramz adalah :
( lebar tengkuknya) dan ( lebar bantalnya) sebagai
kinayah untuk mengungkapkan orang idiot atau bodoh.
4.
Hubungan Kinayah dan Majaz
Majaz dan kinayah pada dasarnya adalah dua dari tiga model uslub (gaya
pengungkapan) dalam bahasa Arab. Dua model uslub ini dibahas dalam ilmu
bayan, yaitu suatu cabang kajian dari ilmu balagah, yang membahas modelmodel pengungkapan suatu ide kedalam uslub yang beraneka ragam.
Di antara kedua uslub ini terdapat beberapa persamaan dan perbedaan.
Perbedaan di antara keduanya sangatlah tipis, sehingga sering terjadi ikhtilaf
di antara para ahli bahasa dalam menentukan apakah suatu ungkapan itu
masuk ke dalam majazi atau kinayah. Persamaan antara kinayah dan majaz
keduanya sama-sama berkaitan dengan makna yang tsawani (majazi).
Sedangkan perbedaannya terletak pada qarinah. Pada majaz, qarinah bisa
bersifat lafhziyyah dan bisa juga bersifat manawiyyah sedangkan pada
kinayah, qarinah-nya harus tersirat; pada majaz qarinah mencegah

pengambilan makna haqiqi sedangkan pada kinayah, qarinah tidak mencegah


untuk mengambil makna haqiqi.
Mengenai qarinah didalam majaz dan kinyah ini, terdapat perbedaan
pendapat di antara para pakar ilmu balagah dan para pakar ilmu fiqh. Para
pakar ilmu balagah berpemdapat bahwa qarinah pada majaz berbeda dengan
qarinah pada kinayah. Qarina pada majz mengharuskan kita untuk mengambil
makna majazi dan meninggalkan maknahaqiqi-nya. Sedangkan prara pakar
ilmu fiqih berpendapat walau tidak semuanya bahwa tidak ada perbedaan
di antara qarinah majaz dan kinayah. Qarinah pada majaz dan kinayah boleh
antara mengambil makna dan makna majazi.
Pada ungkapan , kata tidak bias ditakwilkan dengan makna
lain karena terdapat qarinah yang menolak ungkapan tersebut dimaknai
secara haqiqi. Sedangkan Syakaki, seperti yang dikutip Qazwaini melihatnya
dari sisi lain. Dia berpendapat bahwa perbedaan majaz dan kinayah adalah,
jika pada majaz, perpindahan makna terjadi dari malzum kepada lazim;
sedangkan pada kinayah, perpindahan makna terjadi dari lazim kepada
malzum. Selain itu, kelaziman sendiri merupakan kekhasan yang ada pada
kinayah.
5.
Hubungan Kinayah dan Irdaf
Selain bersinggungan dengan majaz, kinayah juga berkaitan dengan irdaf
(sinonim). Menurut para pakar ilmu bayan, esensi kinayah merupakan irdaf.
Sedangkan para pakar ilmu badi mengatakan bahwa irdaf berbeda dengan
kinayah. Kinayah adalah menetapkan dari beberapa makna dengan tidak
menggunakan lafadz yang seharusnya, akantetapi menggunakan sinonimnya
sehingga pengambilan maknanya cenderung kepadanya.
Menurut Al-Asrari (1987) ungkapan maknanya adalah .
Orang Arab tidak menyebutkan tujuan dari pengungkapannya secara khusus,
akantetapi dapat sampai kepada makna yang dimaksud melalui ungkapan
lain, yaitu sinonimnya secara haqiqi. Kita bisa melihat bahwa jika seseorang
yang tinggi badannya maka tinggi pula sarung pedangnya.
Mengomentari masalah kinayah dan irdhaf, Suyuti (2003) berkata: salah satu
jenis badi yang menyerupai kinayah adalah irdaf yaitu seorang mutakallim
ingin mengungkapkan sesuatu, akantetapi tidak menggunakan lafadz yang
seharusnya dan tidak pula ada isyarah yang menunjukinya. Lafadz yang
digunakan adalah sinonim dari lafadz yang seharusnya.
Contoh firman allah Swt. Pada surah Al-Baqarah ayat 210 :



( : )


Ungkapan
pada ayat di atas adlah singkatan dari kalimat yang
panjang, yaitu pengungkapan:

Selain bertujuan untuk menyingkat kalimat, ungkapan kinayah diatas juga


untuk mengingatkan bahwa kehancuran dan keselamatan seseorang
dikarenakan perintah dari yang memerintah.
Ada yang berpendapat bahwa perbedaan antara kinayah dan irdhaf adalah,
irdaf berpindah dari yang disebutkan kepada yang ditinggalkan; sedangkan
kinayah maknanya berpindah dari yang lazim kepada yang malzum.
6.
Perbedaan Kinayah dan Taridh
Zamakhsyary seperti dikutip Suyuti (2003) berkata : kinayah adalah
menyebutkam sesuatu bukan dengan menggunakan lafadz yang seharusnya.
Sedangkan taridh adalah mengungkapkan makna sesuatu dengan tidak
menyebutkannya. Sedangkan Ibnu Atsir menyebutkan : kinayah adalah suatu
ungkapan yang mengandung makna haqiqi dan majazi dengan gambaran
yang mencakup keduanya. Sedangkan taridh adalah suatu ungkapan yang
mengandung makna dengan tidak melihat dari sisi haqiqi dan majazinya.
Contoh pada surah At-Taubah pada ayat 81:
( : )
Ayat tersebut tidaklah bertujuan untuk menjelaskan panasnya api neraka,
akantetapi bermakna lazimnya, yaitu bahwa mereka akan menemukan
panasnya jahannam jika mereka menolak berjuang. Sedangkan taridh adalah
lafadz yang digunakan pada maknanya melalui isyarah yang lain. Allah Swt
berfirman dalam Al-Quran surah Al-Anbiya : 63
( : )
Pada ayat di atas, kata dinisbatkan kepada yang dianggap
sebagai Tuhan seakan-akan marah jika mereka menyembah yang kecilnya.
Ungkapan ini sekaligus member isyarah kepada penyembahnya, bahwa tidak
pantas mereka menyembahnya jika mereka menggunakan akalnya.
- See more at: http://thalekang.blogspot.com/2013/11/makalah-balaghah-alkinayah.html#sthash.zZRRLagJ.dpuf

Anda mungkin juga menyukai