Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH MA’NL HADIS

Tentang:

PENDEKATAN ILMU BALAGAH(BADI’)

Dosen pembimbing:

Disusun Oleh:

Ahmad Rizal/2015020028

Moh.Arya putra/2015020026

JURUSAN ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI(UIN)

IMAM BONJOL PADANG


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Ilmu Balaghah merupakan suatu ilmu yang berlandaskan kejernihan jiwa dan ketelitian
dalam menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar di antara macam-macam
ungkapan (uslub). Adapun ilmu balaghah memiliki tiga cabang ilmu yakni ilmu Ma’ani,
Bayan dan Badi’.

Kajian makalah pada pembahasan ini akan menjelaskan mengenai ilmu Badi‟. Konsep
ilmu Badi‟ menjelaskan lafadz maupun keindahan makna. Menurut Ali Jarim dan Amin, ilmu
badi‟ adalah ilmu yang mencakup keindahan-keindahan lafadz dan keindahan makna.
Adapun pembagian ilmu badi‟ terbagi menjadi dua yaitu, al-Mukhasinnatu al-
maknawiyah (memperindah makna) dan Al-Mukhasinnatu al-lafdziyatu. Secara lebih jelasnya
akan dibahas di dalam makalah ini.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksuddengan Ilmu Badi’?

2.      Apa saja ruanglingkup Ilmu Badi’?


 

C.    TujuanMasalah
1.      Mengetahui pengertianIlmu Badi’
2.      Mengetahui macam-macam atauruanglingkupIlmu Badi’

BAB II

PEMBAHASAN
 
A.    Pengertian Ilmu Badi’
Badi’ menurut pengertian leksikal adalah suatu ciptaan baru yang tidak ada contoh
sebelumnya. Sedangkan secara terminologi adalah :
‫علم يعرف به وجوه تحسين الكالم بعد رعاية المطابقة ووضىوح الداللة‬
Yaitu ilmu untuk mengetahui cara-cara membentuk kalam yang baik sesudah memelihara
tujuan yang lain (muthobaqoh dan wudhuhu ddilalah). Kemudian cara membentuk kalam
yang baik itu ada dua macam, yaitu dengan memperhatikan lafadz dan maknanya. [1]

Secara bahasa (etimologi) badi' ialah "asing atau aneh" atau Indah sekali. Sedangkan
menurut istilah (terminologi) badi' adalah : ilmu badi' ialah ilmu yang dengannya dapat
diketahui metode dan cara-cara untuk menghiasi kalimat dan memperindahnya, sesudah
menjaga atau memelihara muthabaqah (kesesuaian ungkapan dengan tuntutan keadaan) nya
dan  kejelasan dilalahnya.[2]

Ilmu badi merupakan salah satu kajian dari ilmu balaghoh yang menitikberatkan
pembahasannya dalam segi-segi keindahan kata baik secara lafadz maupun makna. Dalam
ilmu badi, rasa keindahan berbahasa itulah yang dibahas mendalam. Keindahan yang
dimaksud adalah keindahan lafadz ataupun keindahan makna.
 
B.     Ruang Lingkup Ilmu Badi’
Ilmu badi’ adalah ilmu untuk mengetahui cara-cara memperbagus kalam yang sesuai
dengan tuntutan keadaan. Objek kajian ilmu ini adalah upaya memperindah bahasa baik pada
tataran lafadz maupun makna. Pada tataran lafadz disebut muhassinat lafdziyah, dan pada
tataran makna dinamakan muhassinat ma’nawiyah.
Ilmu badi membahas tata cara memperindah suatu ungkapan. Baik pada
aspek lafadz maupun pada aspek makna. Ilmu ini membahas dua bidang
utama.Yaitu muhassinat lafdziyyah dan muhassinat ma’nawiyyah. Muhassinat
Lafzhiyyah meliputi: jinas, Iqtibas dan saja’. Sedangkan muhassinat
ma’nawiyyah meliputi: tauriyyah, tibaq, muqabalah, ta’kid al-madhbimayusybih al-
dzamm,Istikhdam, danTafrig.

1.      Al-Muhasinat al-Maknawiyah
Al-Muhassinat al-ma’nawiyyah adalah gaya bahasa yang
memberikan keindahan pada aspek makna atau semantic dalam sebuah ungkapan.
Yang termasuk kedalam Al-Muhassinat al-ma’nawiyyah adalah :

a.       Tauriyah

Yaitu mengucapkan lafal kedua maknanya dekat dan jauh, padahal makna yang
dimaksudkan adalah makna jauh.

Contoh: ‫ َوال َّس َما َء بَنَ ْينَاهَا بَِأ ْي ٍد‬     = Dan langit Kami dirikan tangan (kekuasaan).
Makna dekat dari kata ‫يَ ٌد‬ adalah tangan, sedangkan makna jauhnya ialah kekuasaan. Arti dari
lafadz ‫يَ ٌد‬ yang dikehendaki dalam kalimat tersebut adalah kekuasaan. [3]

b.      Thibaq

Thibaq adalah bila dalam satu ungkapan terdapat kata yang berlawanan. Lawan itu
bisa dalam bentuk kata positif dan ada   dalam bentuk negatif. Dalam bentuk positif seperti
langit dan bumi, hidup dan mati, sehat dan sakit, dll. Adapun dalam kalimat negatif adalah :
memaafkan dan tidak memaafkan.

1)      Thibaq Ijabi (positif), disebut thibaq ijabi apabila diantara kedua kata yang berlawanan
tidak mempunyai perbedaan dalam hal ijab.

Contoh:  ‫وتحسبهم أيقاظا وهم رقود‬

“kamu kira mereka bangun, padahal mereka tidur”. Karena pada kalimat tersebut terdapat
kata yang berlawanan secara positif (bangun dan tidur). [4]

2)      Thibaq salabi (negatif), yaitu thibaq yang kedua kata yang berlawanan itu berbeda positif
dan negatifnya, atau yang satu amar dan lainnya nahi.

َ َّ‫فَاَل ت َْخ َش ُو ْاالن‬ 


ْ ‫اس َو‬
Contoh : ‫اخ َشوْ ن‬

“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku”. (QS. Al-
maidah : 44).[5]

c.       Muqabalah

Muqobalah yaitu  mendatangkan dua makna atau lebih yang sepadan lalu di datangkan
bandingannya dengan tertib. Contoh:

ّ
‫فسنيس}ره‬ ّ }‫فسنيس}ره لليس}}رى۝ وأما من بخل واس}}تغنى۝ وك‬
‫}ذب بالحس}}نى۝‬ ّ ‫فأما من أعطى واتقى ۝ وص ّدق بالحسنى۝‬
‫للعسرى۝‬

Artinya: “Maka barang siapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan
membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga), maka akan Kami mudahkan baginya
jalan menuju kemudahan (kebahagiaan). Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya
cukup (tidak perlu pertolongan Allah), serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan
Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan).” [6]
d.      Taukidul Madh Bi Syibhidz Dzammi

Yaitu menguatkan (mentaukidi) pujian dengan kalimat (kalam) yang menyerupai celaan


(syibhu dham).Contoh :

ّ *** ‫أن سيوفهم‬


‫بهن قلول من قراع الكتاب‬ ّ ‫والعيب فيهم غير‬

“Pada mereka itu tidak ada kekecewaan (keaiban), kecuali pedang-pedangnya yang


rompak dan sebab bekas saling bunuh dengan musuh”

Pedang yang rompak itu sebagai bukti ketercelaan atau keaiban,


akan tetapi karena kerompakkannya itu bekas membunuh musuh,
dengan demikian menjadi suatu pujian.[7]

e.       Taukidul Dzam Bi Syibhidz al-Madh

Yaitu menguatkan (mentaukidi) celaan dengan kalimat (kalam) yang menyerupai pujian


(Syibhu Madh). Badi’ ini juga dinamakan Badi’ Aks (kebalikan). Contoh :

‫فالن فاسق إالّ أنّه جلهل‬

“Fulanadalah orang fasik, hanyasajaia orang yang bodoh” [8]

f.        Istikhdam

Istikhdam adalah menyebutkan suatu lafadz yang mempunyai dua makna, sedangkan
yang dikehendaki adalah salah satunya. Seperti dalam syair disebutkan:

‫ شبوه بين جوانحى و ضلوعى‬# ‫فسقى الغضى والساكينه وإن همو‬


“Lalu hujan itu menyiram al ghadha’ dan para penghuninya, sekalipun mereka
menyalakannya diantara dada dan tulang rusukku”

Pada syiir tersebut terdapat kata al-Ghada. Kata ini mempunyai dua makna yang berarti
‘nama kampung’ dan ‘nama kayu bakar yang sering dipergunakan untuk memasak. [9]

g.      Tafrig

Badi’ Tafrig adalah memisahkan dua perkara dari satu macam,  seperti dalam ayat :

) 12:‫ات َساِئ ٌغ َش َرابُهُ وهَ َذا ِم ْل ٌح ُأ َجا ُج (فاطر‬


ٌ ‫ان هَ َذا ع َْذبٌ فُ َر‬
ِ ‫َو َما يَ ْست َِوي ْالبَحْ َر‬
“dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar,segar, sedap diminum dan yang lain asin
lagi pait. (Q.S Fathir: 12)”.[10]

 
2.      Al-Muhasinat al-Lafdziyah
Al-Muhasinat al-Lafdziyah adalah gaya bahasa yang menjadikan kata-kata
lebih indah dan enak untuk didengar dari segi lafadz atau artikulasi bunyinya.
Yang termasuk ke dalamAl-Muhassinat al-lafziyyah adalah :

a.       Badi’ al-Jinas at-Tam

Badi’ jinas secara harfiah  merupakan masdar dari jannasa, artinya sama jenisnya.
Menurut ulama ilmu balaghah : Jinas adalah keserupaan dua lafazh dalam pengucapannya.

Dari pengertian ini mengecualikan lafazh yang muttaradif ( dua lafazh yang
berbeda  tetapi memiliki satu makna, seperti lafadz assad dan sabu’ yang mempunyai kesamaan
makna yaitu hewan buas, macan), dan memasukan lafadz musytarak, yaitu satu lafazh yang
memiliki makna lebih dari satu, seperti lafadz ‘ain yang bisa diartikan mata, pandangan, sumber
air atau dzat.[11]

Contoh :

)55: ‫ويوم تقوم الساعة يقسم المجرمون مالبثوا غير ساعة ( الروم‬

“Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpalah orang – orang yang berdosa, mereka tidak
berdiam ( didalam kubur ) melainkan sesaat saja.” (Qs. Al- rum : 55).

Pada ayat diatas terdapat kata “‫”الس}}اعة‬. Kata tersebut disebut dua kali. Kata
pertama bermakna hari kiamat dan kata kedua bermakna saat atau waktu yang sedikit.
Pengungkapan suatu kata yang mempunyai dua makna, karena pada tempat yang berbeda
dinamakan jinas.[12]

Jinas adalah dua kata sama ucapan berbeda makna. Disebut jinas tam bila dua
kata atau lebih yang sama itu mencakup sama dalam empatunsur yaitu : Harakat, jumlah,
jenis dan susunan huruf. Bila salah satu drai keempat unsur itu tidak sama maka
ungkapan itu disebut jinas ghairu tam ( tidak sempurna ). [13]
b.      Iqtibas

Abdul Quddus berpendapat bahwa iqtibas adalah mengutip ayat Alquran atau hadist
dalam karya seseorang baik penyair atau penulis tanpa menyebutkan bahwa yang dikutip itu
diambil dari al – qur’an atau hadis.

Contoh :‫اكرمكم ان‬  ‫عند هللا اتقالكم‬

Dalam ayat tertulis ‫اك}}}}}رمكم‬ dan ‫اتق}}}}}الكم‬ dalam ijtibas boleh berubah sedikit


menjadi  ‫اكرمنا‬ dan ‫اتقالنا‬ dengan syarat tidak boleh menyebutkan ‫كما قال هللا تعالي‬  sebab Allah tidak
mengatakan demikian, tapi kalau menyebutkannya maka harus meyebutkan persis seperti ayat.
Tapi kalau tidak menyebutknya maka boleh diubah sedikit. Dan yang terakhir inilah disebut
iqtibas.[14]

c.       Saja’

Saja’ adalah persesuain dua fasilah dari kalam natsar ( prosa ) pada satu huruf yang terakhir.
Fasilah yang merupakan kalimat terakhir  dalam kalam natsar itu seperti Qofiyah dalam syiir dari
segi masing – masing harus satu huruf terakhirnya. Saja’ itu khusus dalam kalam natsar, baik
berupa Al – qur’an atau lainnya.

Contoh : ‫ وقد خلقكم اطوارا‬. ‫مالكم ال ترجون هلل وقارا‬

“Mengapa kamu tidak takut akan kebesaran Allah?.Dan sungguh, dia telah menciptakan
kamu dalam beberapa tingkatan atau kejadian”. QS Nuh : 13 – 14.

Fasilah yang pertama yaitu lafad ‫وقارا‬ mengikuti wazan ‫فع}اال‬, sedangkan fasilah


yang kedua yaitu lafad ‫اط}}واار‬ megikuti wazan ‫افع}}اال‬, dimana keduanya berbeda dalam
wazannya, karena huruf kedua dari lafad ‫وقارا‬ itu berharokat, sementara huruf kedua dari
lafad ‫اطوارا‬ itu sukun.[15]
BAB III
PENUTUP
 

A.    Kesimpulan
Badi’ menurut pengertian leksikal adalah suatu ciptaan baru yang tidak ada contoh sebelu
mnya. Sedangkan secara terminology adalah:
‫علنيعرفبووجىهتحسينالكالمبعدرعايتالوطابقتووضىحالداللت‬
Yaitu ilmu untuk mengetahui cara-cara membentuk kalam yang baik sesudah memelihara
tujuan yang lain (muthobaqoh dan wudhuhu ddilalah). Kemudian cara membentuk kalam
yang baik itu ada dua macam, yaitu dengan memperhatikan lafadz dan maknanya.
Ilmu badi membahas tata cara memperindah suatu ungkapan. Baik pada
aspek lafadz maupun pada aspek makna. Ilmu ini membahas dua bidang
utama.Yaitu muhassinat lafdziyyah dan muhassinat ma’nawiyyah. Muhassinat
Lafzhiyyah meliputi: jinas, Iqtibas dan saja’. Sedangkan muhassinat
ma’nawiyyah meliputi: tauriyyah, tibaq, muqabalah, ta’kidal-madhbimayusybihal-dzamm,
Istikhdam,dan Tafrig.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hasyimi. 1960. Jawahirul-Balaghah fi al-Ma’ani waa-Bayan waa-Badi.           Indonesia: Dar


Ihya Al Kutubal-Arobiyah.

Akhdhori, Imam. Tanpa Tahun. Terjemah Jauharul Maknun (Ilmu Balaghah).       Surabaya: Al


Hidayah.

Huda, Nailul Zamroji. 2017. Balaghah Praktis Kajian dan Terjemah Nadhom al    Jauharul al-
Maknun. Kediri: Santri Salaf Press.

Machfuzhi, Abi Fatih. 2015. Intisari Ilmu Balaghah Terjemah al Jauhar al            Maknun.


Yogyakarta:Lentera Kreasindo.

Ulum, Ahmad Ridlo Shohibul. 2016. Analisis Kontrastif Keindahan Makna dalam            Bahasa


Arab dan Bahasa Indonesia serta Implikasinya terhadap         Pembelajaran Bahasa
Arab. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Zaenuddin, Mamat dan Yayan Nur Bayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghah.          Bandung: PT


Refika Aditama.
Zuriyat. 2016. Suplemen Pembelajaran Bayan dan Badia’Berbasis Kontekstual.    Yogyakarta:
Ombak Tiga

Anda mungkin juga menyukai