Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Tulisan ini saya dedikasikan terutama untuk saya sendiri agar supaya pengetahuan saya tentang ilmu tata
bahasa dan gramatika arab yang pernah saya pelajari dulu dipesantren dapat saya ingat-ingat kembali sehingga
tidak mudah untuk dilupakan dengan mempraktekkannya, begitu juga bagi siapa saja yang berkeinginan untuk
mempelajari kaidah shorof secara khusus untuk memperkuat pengetahuannya tentang bahasa arab , saya
mengijinkan tanpa syarat untuk menelaah tulisan ini, tak lupa pula kritik dan saran senantiasa saya harapkan dari
siapa saja yang berkesempatan membaca keterangan yang saya tulis ini, karena saya juga hanyalah manusia biasa
yang tentu membutuhkan koreksi dari orang yang barangkali lebih mumpuni dalam bidang ini.
Pertama perlu saya tegaskan bahwa standar saya dalam menulis keterangan tentang kaidah shorof ini
adalah sebuah kitab/buku kecil dan tipis tapi kaya akan dasar ilmu tata bahasa arab yang menampilkan contoh-
contoh kiyasan tashrîf dalam bentuk seperti tabel yaitu kitab Amtsilatut tashrif karangan seorang ulama Indonesia
yang terkemuka pasa masanya iaitu syeikh Muhammad Ma’shum ibn ‘Ali yang berdomisili di Kewaron Jombang
Jatim, kitab karangan beliau ini telah tersebar luas dipesantren-pesantren di pulau jawa dan beberapa daerah diluar
jawa, bisa didapatkan ditoko-toko buku kurikulum pelajaran pesantren.
Demikian agar diperhatikan sebelumnya bagi siapa saja yang hendak mempelajarinya terlebih dahulu saya sarankan
untuk membeli bukunya untuk dijadikan panduan.
Sebelum mempelajari suatu bidang ilmu terlebih dahulu harus diketahui defenisi ilmu tersebut beserta
cakupan-cakupannya, dalam hal ini ilmu Tashrif atau yang biasa disebut dengan ilmu Shorof.
Tashrif secara etimologi berarti perubahan, pengalihan atau penggunaan, sedangkan secara istilah Tashrif adalah
suatu bidang ilmu yang membahas tentang bentuk-bentuk kalimat dalam bahasa arab serta penjelasan huruf-
hurufnya, asli, tambahan, pembuangan dan sebagainya.
Buku Amtsilatut tashrif yang ditulis oleh syeikh Muhammad Ma’shum ibn ‘Ali merupakan jadwal dan contoh-contoh
kalimat bahasa arab yang telah jadi setelah proses penambahan atau pengurangan yang sesuai dengan
kaidah Shorof baku, contoh-contoh tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu Tashrif istilahi yang menampilkan
wazan-wazan/contoh kalimat isim dan kalimat fi’il qiyasan (qiyasî) serta perubahan bentuk kalimatnya setelah
ditambahi dan dikurangi, dan Tashrîf lughowî yang menampilkan bentuk-bentuk kalimat isim ataupun fi’il ditinjau
dari dlomir (makna yang tersimpan) yang terkandung didalamnya, mengenahi ilmu yang menjelaskan tentang proses
penambahan dan pengurangan huruf dalam kalimat dinamakan dengan ilmu I’lâl.

KALIMAT

Kalimat dalam bahasa arab terbagi menjadi 3:


1. kalimat isim yaitu kalimat yang mempunyai makna dengan sendirinya dan
tidak mempunyai waktu/masa seperti ‫ناصر‬/‫( زيد‬zaid/penolong)
2. kalimat fi’il yaitu kalimat yang mempunyai makna dengan sendirinya dan
mempunyai masa seperti ‫( نصر‬telah menolong)
3. kalimat huruf yaitu kalimat yang hanya bisa bermakna apa bila disambungkan
dengan kalimat lain seperti ْ‫ْإن‬,‫(هل‬apakah, apa bila)

pembagian dari kalimat-kalimat tersebut diatas secara lengkap bisa dilihat di kitab
nahwu atau ilmu gramatika arab.
Sedangkan kalimat-kalimat yang tertulis dalam jadwal Amtsilatut
tshrîf dalam Tashrif istilâhî sesuai dengan urutannya yang berjejer kesamping
adalah sebagai berikut:
a. Fi’il madly ialah kalimat yang menunjukkan zaman madly/masa lampau (past
tense), hukumnya adalah mabnî fathah(tercetak dalam bentuk berharkat
fathah huruf akhirnya) kecuali apa bila bersambung dengan dlômîr rofa’
mutaharrik(bentuk dlomir mulai dari jama’ mu’annats ghoibah sampai
mutakallim ma’al ghoir dalam tshrif lughowî hal. 36) maka harus disukunkan
huruf akhirnya seperti ْ‫ نصر‬mejadi ْ‫نصرن‬, atau bila bertemu dengan wau
jama’ maka harus dibaca dlommah huruf akhirnya seperti ْ‫ نصر‬menjadi ‫نصروا‬ ُ
b. Fi’il mudlôri’ ialah kalimat yang menunjukkan zaman hâl atau mustaqbal/saat
ini atau akan datang (present continues tense), hukumnya adalah mabni
dlommah kecuali apa bila kemasukan âmil nashob (kalimat yang
menuntut nashob) maka harus dibaca fathah huruf akhirnya
seperti ‫ينصر‬
ُْ menjadi ْ‫ أنْْينصر‬atau âmil jazm (kalimat yang menuntut jazm) maka
harus dibaca sukun huruf akhirnya seperti ‫ينصر‬ ُْ menjadi ْ‫لمْينصر‬
c. Mashdar ghoiru mîm ialah kalimat isim yang terletak pada urutan ketiga
dalam tashrifan fi’il yang tidak diawali dengan huruf mîm dan bermakna
kejadian, hukumnya adalah mu’rob (harkat huruf terakhirnya bisa berubah
sesuai âmil yang menuntutnya), dan samâ’î (bentuk lafadznya tidak selamanya
mengikuti qiyasan shorof, akan tetapi disesuaikan dengan bahasa yang pernah
didengar dari orang arab) seperti ْ‫ْضربتْزيداْبضرب‬,‫ْضربتْزيداْضرباْشديدا‬,‫هذاْضربْخفيف‬
‫خفيف‬
d. Mashdar mîm atau Isim mashdar ialah isim mu’rob yang diawali dengan huruf
mîm dan beermakna kejadian, hukumnya adalah mu’rob dan qiyasî (bentuk
lafadznya disesuaikan dengan kiyasan shorof) seperti ‫ْمنصر‬,‫ مقام‬dari fi’il madly ْ,‫قام‬
‫نصر‬
e. Isim dlomîr ialah isim yang tidak dapat dijadikan awalan dan tidak dapat
terletak setelah ‫ إال‬secara ikhtiyar (bila jatuh setelah illâ maka dikategorikan
jarang) seperti contoh ‫ أحبْالناسْإالك‬hukumnya adalah mabnî
f. Isim fâ’il ialah isim yang dibaca rofa’ yang disebut setelah fi’ilnya, isim fâ’il ada
dua: fâ’il isim dhohir sepertiْ ‫ جاء ْزيد‬dan fâ’il isim dlomîr seperti ‫ جاء ْهو‬,
hukumnya adalah mabnî dlommah, isim fa’il ini menunjukkan pada makna
kejadian dan orang yang melakukannya yang disebut dengan subjek
g. Isim isyâroh ialah isim yang dipakai sebagai makna isyarat, hukumnya adalah
mabnî seperti ‫هذاْزيد‬
h. Isim maf’ûl ialah isim yang dibaca nashob yang disebut setelah fâ’il, isim maf’ûl
juga ada dua sebagaimana isim fâ’il seperti ‫ ضربت ْزيدا‬dan ‫ضربته‬, hukumnya
adalah mabnî fathah, isim maf’ûl ini menunjukkan pada makna kejadian dan
orang/sesuatu yang menjadi objek kejadian tersebut.
i. Fi’il amar ialah fi’il yang menunjukkan makna perintah yang eksis pada zaman
mustaqbal, yang mana harkat ‘ain fi’ilnya sama dengan harkat ‘ain fi’il
mudlôri’nya, seperti ‫ص ُْر‬ُ ‫ ين‬menjadi ْ‫صر‬
ُ ‫ْْْ ان‬hukumnya adalah mabnî sukun
j. Fi’il nahî ialah fi’il yang menunjukkan makna larangan yang harkat ‘ain fi’ilnya
sama dengan harkat ‘ain fi’il mudlôri’nya seperti ْ‫صر‬ ُ ‫ ال ْتن‬dari mudlôri’ ‫ص ُْر‬
ُ ‫ ين‬,
hukumnya adalah mabnî sukun
k. Isim zamân dan Isim makân ialah isim yang menunjukkan makna masa/waktu
atau makna tempat, dua isim ini bentuk wazannya sama akan tetapi maknanya
bisa berbeda sesuai pemakaiannya, hukumnya adalah mu’rob, seperti
contoh ‫( جرى ْالمآء ْمجراه‬air mengalir ditempat mengalirnya) dan ْ ‫ضربت ْزيدا ْعند‬
‫( المظهر‬aku memukul zaid pada waktu dzuhur)
l. Isim âlat ialah isim yang menunjukkan makna alat seperti ‫( مفتاح‬kunci),
hukumnya adalah mu’rob.
Keterangan; perbedaan antara isim fa’il dan isim maf’ul dalam fi’il rubâ’î dan
seterusnya adalah terletak pada harkat ‘ain fi’ilnya, isim fa’il dibaca kasroh ‘ain
fi’ilnya sedangkan isim maf’ul dibaca fathah ‘ain fi’ilnya. pemakaian isim zaman,
isim makan dan isim alat tidak semuanya berlaku dalam percakapan melainkan
tergantung pada kebiasaan orang arab dalam pemakaiannya.

Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat ada 13 macam, berikut keterangannya:
1. binâ’/bentuk kalimat shohîh, adalah bentuk kalimat yang fa’ fi’il/huruf pertama,
‘ain fi’il/huruf kedua dan lam fi’il/huruf ketiganya (dengan menjadikan
lafadz ‫ فعل‬sebagai wazan/contoh perbandingan) tidak terdiri dari
huruf ‘illat/penyakit yaitu alif, wau dan yâ’ seperti ‫نصر‬
2. binâ’ mudlo’âf adalah kalimat yang ‘ain fi’il dan lam fi’ilnya terdiri dari dua
jenis huruf yang sama seperti ‫ مد‬asalnya ‫مدد‬
3. binâ’ mitsâl wâwî adalah kalimat yang fa’ fi’ilnya terdiri dari huruf wau,
seperti ‫وعد‬
4. binâ’ mitsâl yâ-î adalah kalimat yang fa’ fi’ilnya terdiri dari huruf yâ’ seperti ‫يسر‬
5. binâ’ ajwâf wawî adalah kalimat yang ‘ain fi’ilnya terdiri dari
huruf wau seperti ‫ صان‬asalnya ‫صون‬
6. binâ’ ajwâf yâ-î adalah kalimat yang ‘ain fi’ilnya terdiri dari
huruf yâ’ seperti ‫ سار‬asalnya ‫سير‬
7. binâ’ nâqish wawî adalah kalimat yang lâm fi’ilnya terdiri dari
huruf wau seperti ‫ غزا‬asalnya ‫غزو‬
8. binâ’ nâqish yâ-î adalah kalimat yang lâm fi’ilnya terdiri dari
huruf yâ’ seperti ‫ سرى‬asalnya ‫سري‬
9, 10 dan 11. binâ’ mahmûz fa’, ‘ain dan lâm adalah kalimat yang fa’ fi’il, ‘ain
fi’il atau lâm fi’ilnya terdiri dari huruf hamzah seperti ‫ْفآء‬,‫ْوأد‬,‫أدم‬
12. binâ’ lafîf maqrûn adalah kalimat yang terdiri dari dua huruf ‘illat yang
berkumpul/tidak terpisah seperti ‫شوى‬
13. binâ’ lafîf mafrûq adalah kalimat yang terdiri dari dua huruf ‘illat yang terpisah
seperti ‫وقى‬

Tashrîf Istilâhî
hal. 2 ; (Kalimat yang sebangsa 3 huruf dan sepi dari tambahan)

Perlu diketahui sebelumnya bahwa kalimat baik fi’il ataupun isim dalam
bahasa arab paling sedikinya terdiri dari tiga huruf dan paling banyak adalah 7
huruf, sedangkan bentuk kalimat fi’il madly dan mudlori’ dari fi’il tsulâtsî (kalimat
fi’il yang terdiri dari tiga huruf) bila ditinjau dari harkat ‘ain fi’ilnya ada enam bab
dan tidak ada yang selain yanag enam ini, yaitu;
a. fathah-dlommah seperti ‫صر‬ ُ ‫ين‬-‫نصر‬
b. fathah-kasroh seperti ‫يضرب‬-‫ب‬
ِ ‫ضر‬
c. fathah-fathah seperti ‫يفتح‬-‫فتح‬
d. kasroh-fathah seperti ‫يعلم‬-‫ع ِلم‬
e. dlommah-dlommah seperti ‫سن‬ ُ ‫يح‬-‫سن‬
ُ ‫ح‬
f. kasroh-kasroh seperti ‫يح ِسب‬-‫ح ِسب‬
dibawah ini adalah jadwal tashrîf istilâhî dalam bentuk tabel kedalam bahasa
Indonesia yang diambilkan dari fi’il madly, sedangkan selain fi’il madly bisa
disesuaikan sendiri terjemahnya dengan petunjuk pembagian kalimat yang telah
diterangkan sebelumnya.

Bab 1;
‫نصر‬ Menolong
‫مد‬ memanjangkan
‫صان‬ Menjaga
‫غزا‬ memerangi
‫أمل‬ Berangan
Bab 2;
‫ضرب‬ Memukul
‫فر‬ melarikan diri
‫وعد‬ Berjanji
‫يسر‬ Gampang
‫سار‬ Berjalan
‫سرى‬ berjalan dimalam hari
‫وقى‬ Menjaga
‫شوى‬ memanggang
‫أدم‬ membumbui
‫وأد‬ mengubur hidup-hidup
‫فآء‬ Kembali
Bab 3;
‫فعل‬ mengerjakan
‫فتح‬ Membuka
‫وضع‬ meletakkan
‫يفع‬ mendekati baligh
‫نأى‬ Jauh
‫نشأ‬ Tumbuh
‫رأى‬ Melihat
Bab 4;
‫علم‬ mengetahui
‫عض‬ menggigit
‫وجل‬ merasa takut
‫يبس‬ Kering
‫خاف‬ Takut
‫هاب‬ takut pada/menghormati
‫رضي‬ Rela
‫خشي‬ takut/malu
‫وجي‬ berjalan dg telanjang kaki
‫قوي‬ Kuat
‫روي‬ puas dg minum
‫أثم‬ Berdosa
‫بئس‬ Celaka
‫برئ‬ Bebas
Bab 5;
‫حسن‬ Baik
‫ضخم‬ besar (bentuk/tubuh)
‫جنب‬ keluar air maninya
‫شجع‬ Berani
‫جبن‬ lemah hatinya
‫وجه‬ menjadi orang kaya
‫يمن‬ Beruntung
‫طال‬ Panjang
‫سرو‬ mulia serta dermawan
‫أدب‬ Sopan
‫لؤم‬ rendah/hina
‫بطؤ‬ Lambat
‫وقر‬ Tenang
‫نجس‬ Najis
Bab 6;
‫حسب‬ menyangka
‫ومق‬ Mencintai

Hal 8; (kalimat yang sebangsa 4 huruf yang sepi dari tambahan)

Dibab ini akan menampilkan fi’il dan isim yang asal katanya memang
tersusun dari empat huruf tanpa tambahan dan pengurangan kecuali setelah
dikiyas tashrif, fi’il ruba’î mujarrod hanya ada satu bentuk yakni satu bab, dibawah
ini adalah fi’il-fi’il ruba’î mujarrod dalam bentuk fi’il madly :

‫دحرج‬ menggelincirkan
‫طأطأ‬ menundukkan/menganggukkan kepala
‫ترجم‬ menterjemahkan
‫وسوس‬ menggoda/mewaswaskan
‫قلقل‬ menggerakkan
‫فلفل‬membubuhi lada
‫بسمل‬ mengucapkan "bismillah"
‫سبحل‬ mengucapkan "subhanallah"
‫حمدل‬ mengucapkan "alhamdulillah"
‫هيلل‬mengucapkan "la ilaha illa Allah"
mengucapkan "la haula wala quwata illa
‫ حوقل‬billah"

Hal 10; (kalimat yang sebangsa 4 huruf yang sepi dari tambahan yang disamakan
dengan fi’il rubâ’î mujarrod)

Fi’il rubâ’î mujarrod ada yang asli seperti bab sebelumnya dihalaman 8, dan
ada yang dikategorikan sama dengan fi’il rubâ’î mujarrod meski sama-sama
mujarrod (sepi dari tambahan) yaitu yang biasa disebut fi’il
rubâ’î mulhaq (disamakan), demikian itu dikarenakan asal pengambilan bentuk
fi’il rubâ’î mulhaq adalah dari suku kata mashdar fi’il tsulâtsî atau isim jâmid
(menurut ulama’ kufah semua mashdar adalah jamid yakni tidak terbentuk dengan
kiyas tashrîf, karena ia adalah bentuk asli suku tiap kata, sedangkan yang lain
hanya diambilkan kiyasannya darinya, seperti contoh-contoh berikut ini:
‫( جلبب‬berjilbab) dari mashdar tsulâtsî ‫( جلب‬menarik/tarik)
‫( حوقل‬bercocok diladang) dari mashdar tsulâtsî ‫( حقل‬ladang)
‫( بيطر‬menyombongkan diri) dari mashdar tsulâtsî ‫( بطر‬sombong)
‫( جهور‬mengeraskan suara) dari mashdar tsulâtsî ‫( جهر‬keras
suaranya), ‫( شريف‬memulyakan) dari mashdar tsulâtsî‫( شرف‬mulya)
‫( سلقى‬merebus) dari mashdar tsulâtsî ‫( سلق‬merebus)
dan ‫( قلنس‬memakaikan songkok) dari isim jâmid (isim yang tidak dapat dikiyas
tashrîf) ‫( قلنسوة‬songkok)

hal 12; (bab pertama dari fi’il tsulâtsî yang diberi tambahan)

fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "فعَّل‬dengan menambahkan


kelipatan huruf, berfaidah sebagai berikut:
1. transitif, seperti : ‫فرح ْزيد ْعمرا‬ ّ (zaid menggembirakan umar), karna mujarrodnya
(ketika sepi dari tambahan) berfaidah intransitive
2. menunjukkan makna banyak, sepeerti: ‫طع ْزيد ْالحبل‬ ّ ‫( ق‬yakni, zaid memotong-
motong tali menjadi banyak potongan)
3. memposisikan objek pada asal pekerjaannya, seperti: ‫( كفّر ْزيد ْعمرا‬yakni, zaid
memposisikan kafir/mengkafirkan si umar)
4. mencabut/merusak asal pekerjaan dari objek, seperti: ‫شر ْزيد ْالرمان‬ ّ ‫( ق‬yakni, zaid
mengupas kulit delima)
5. pengambilan fi’il (kata kerja) dari isim (kata sifat atau benda), seperti: ْ ‫خيّم‬
‫( القوم‬yakni, kaum mendirikan tenda).
Perlu diketahui juga bahwa macam-macam huruf tambahan yang bisa ditambahan
pada kalimat baik fi’il maupun isim itu ada 10 macam, yaitu terangkum dalam
kata singkat "‫ساْهلْْتنم‬ً ‫ أُوي‬, perinciannya sebagai berikut:
a. hamzah
b. wau
c. yâ’
d. sîn
e. âlif
f. hâ’
g. lâm
h. tâ’
i. nûn
j. mîm
dibawah ini adalah contoh-contoh fi’il tsulâtsî mazîd :
‫ فرح‬menggembirakan
‫ كرر‬mengulang-ulangi
‫ وكل‬mewakilkan
‫ يسر‬memudahkan
‫ نور‬menerangi
‫ بين‬menjelaskan
‫ زكى‬membersihkan/menyucikan
‫ لقى‬mempertemukan/menemui
‫ ولى‬mengangkat (jabatannya)
‫ قوى‬menguatkan
‫ أدب‬mengadabkan/mendidiknya adab
‫ شأم‬menyialkan
‫ هنأ‬mengucapkan tahniah (selamat)

Hal 14; (bab fi’il tsulâtsî mazid/yang diberi tambahan)


fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "فاعل‬dengan penambahan alif setelah
fâ’, berfaidah sebagai berikut:
1. musyârokah (persekutuan/gabungan) diantara dua orang/sesuatu,
(musyârokah ialah maksud dari satu pekerjaan yang dikerjakan oleh dua subjek
sehingga kedua-duanya menjadi fa’il (subjek) sekaligus maf’ûl (objek), seperti
contoh: ‫( ضاربْزيدْعمرا‬zaid dan umar saling pukul)
2. bermakna fâ’ala yang berfaidah bermakna banyak, seperti contoh: ْ ‫ضاعف‬
‫ هللا‬memakai makna lafadz ‫(ض ّعفْهللا‬semoga Allah melipatkan, pahalanya)
3. bermakna af’ala yang berfaidah ta’diyyah (melampaui/butuh pada maf’ul), seperti
contoh: ‫( عافاكْهللا‬artinya semoga Allah menyehatkanmu)
4. bermakna fa’ala yang mujarrod (sepi dari tambahan), seperti contoh: ْ‫ْقاتلهْهللا‬,ْ‫سافرْزيد‬
‫ ْبارك ْهللا ْفيك‬, (zaid melakukan safar, semoga Allah memeranginya, semoga Allah
memberkahimu)
dibawah ini adalah bentuk kiyasannya :
‫ قاتل‬membunuh/memerangi
‫ ماس‬menyentuhkan
‫ واعد‬menjanjikan
‫ ياسر‬menggampangkan
‫ عاون‬menolong
‫ باين‬meninggalkan
‫ عاطى‬memberikan (tanpa ucapan)
‫ القى‬menemui
‫ والى‬menolong/mengasihi
‫ داوى‬mengobati
‫ آخذ‬menindak dengan siksaan (menyiksa)
‫ آلءم‬mencocoki
‫ ناسأ‬berbuat riba nasi'ah pada(menunda pembayaran)
Hal 16; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)
Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "أفعل‬dengan menambahkan hamzah
qoth’ (huruf hamzah yang tetap dibaca baik dalam keadaan tersambung atau
terpisah) diakhirnya, berfaidah sebagai berikut:
1. ta’diyyah (melampaui pada maf’ul/mebutuhkan objek) seperti: ‫( أكرمت ْزيدا‬aku
memulyakan zaid)
2. masuk/melebur dalam sesuatu/masa, seperti: ‫( أمسى ْالمسافر‬si musafir memasuki
waktu sore)
3. bermakna menuju pada sesuatu/tempat, seperti: ‫( أحجزْزيدْوْأعرقْعمرو‬zaid menuju
Hijaz dan umar menuju Irak)
4. menunjukkan adanya sesuatu yang menjadi pengambilan fi’il dalam diri fa’il,
seperti contoh: ‫( أثمر ْالطلح ْو ْأورق ْالشجر‬pohon pisang berbuah dan pohon berdaun)
yakni buah dan daun terdapat dalam diri pohon
5. makna mubâlaghoh (sangat), seperti contoh: ‫( أشغلتْعمرا‬aku sangat menyibukkan
umar)
6. menemukan sesuatu berada dalam suatu sifat, seperti: ‫( أعظمته ْو ْأحمدته‬aku
menemukannya dalam keadaan agung dan terpuji)
7. bermakna “jadi”, seperti: ‫( أقفرْالبلد‬negeri itu menjadi fakir)
8. bermakna “menawarkan/menyediakan”, seperti: ‫( عرض ْالثوب‬dia menyediakan
baju untuk dijual)
9. bermakna “tiada/sirna”, seperti: ‫( أشفىْالمريض‬si sakit hilang sembuhnya)
10. bermakna “sudah tiba waktunya”, seperti: ‫( أحصد ْالزرع‬sudah tiba waktunya
memanen tanaman)
dibawah ini adalah tabel bentuk-bentuk wazannya :
‫ أكرم‬memulyakan
‫ أمد‬menolong/memanjangkan tangan
‫ أوعد‬menjanjikan
‫ أيسر‬memudahkan
‫ أجاب‬menjawab
‫ أبان‬menjelaskan
‫ أعطى‬memberikan
‫ أدرى‬memberitahukan
‫ أودى‬membayar (diyat)
‫ أروى‬menyegarkan (dengan air)
‫ آمن‬mengamankan
‫ أجأر‬memaksa berdoa sepenuh hati pada
‫ أبرأ‬membebaskan

Hal 18; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)


Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ ”تفاعل‬dengan menambahkan “tâ’”
diawalnya dan “âlif” setelah fâ’, berfaidah:
1. persekutuan antara dua orang atau lebih, seperti: ْ ‫تصالح ْالقوم ْو ْتضارب ْزيد‬
‫( وعمرو‬saling berdamai si kaum dan saling pukul si zaid dan umar)
2. menampakkan sesuatu yang bukan dalam kenyataan, seperti: ‫( تمارض ْزيد‬pura-
pura sakit si zaid), yakni menampakkan sakit padahal tidak sakit
3. menunjukkan keterjadian secara berangsur-angsur, seperti: ‫( توارد ْالقوم‬saling
berdatangan si kaum) yakni mereka berdatangan sedikit demi sedikit
4. menunjukkan makna tsulâtsî mujarrod, seperti: ‫( تعالى ْوسما‬tinggi si dia dalam
pangkatnya)
5. muthôwa’ahnya wazan “fâ’ala”, seperti: ‫( باعدته ْفتباعد‬aku menjauhinya maka
menjadi jauhlah dia)
yang dimaksud muthôwa’ah ialah hasil sesuatu ketika suatu kalimat berhubungan
dengan fi’il muta’addî (fi’il yang membutuhkan maf’ûl), dibawah ini adalah contoh-
contoh kiyasannya :
‫ تباعد‬saling menjauhi
‫ تماس‬saling bersentuhan
‫ تواعد‬saling berjanji
‫ تيامن‬mendahulukan yang kanan
‫ تالوم‬saling menyalahkan
‫ تباين‬saling menjuhi/menyalahi
‫ تعاطى‬saling memberi tanpa ucap
‫ تالقى‬saling bertemu
‫ توارى‬bersembunyi
‫ تداوى‬berobat
‫ تآنف‬saling memandang rendah
‫ تساءل‬saling bertanya
‫ تماأل‬saling berkomplot

hal 20; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)


fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "تفعّل‬dengan menambahkan tâ’
diawalnya dan menggandakan ‘ain, berfaida:
1. Muthôwa’ahnya wazan “fa’-‘ala” yang ber’ain fi’il ganda, seperti: ْ ‫كسّرت ْالزجاج‬
‫( فتكسّر‬aku memecahkan kaca maka menjadi pecahlah kaca itu)
2. makna takalluf yaitu persekongkolan/pertolongan fâ’il/subjek yang diberikan
pada fi’il/predikat agar predikat tersebut hasil/terwujud, seperti: ‫( تشجع ْزيد‬zaid
memberanikan diri) yakni zaid memaksakan sifat keberanian dan
mendorongnya agar terwujud dalam dirinya
3. fâ’il (si subjek) menjadikan/mencetak fi’il (kata kerja) dari kalimat yang pada
asalnya adalah maf’ûl (objek), seperti ‫( تبنيت ْيوسف‬aku menjadikan yusuf sebagai
anakku) dengan mencetak kata ‫ إبن‬menjadi ‫ْتبنّى‬
4. menunjukkan makna menjauhi sesuatu, seperti ‫( تذممْزيد‬zaid menjauhi celaan)
5. menunjukkan makna “menjadi” seperti ‫( تأيمت ْالمرأة‬menjadi janda si perempuan)
yakni dia menjadi “ayyim” (janda)
6. menunjukkan terjadinya predikat secara berkali-kali, seperti ‫( تجرعْزيد‬yakni zaid
minum teguk demi teguk)
7. makna “tuntutan” seperti ‫( تعجل ْالشيء‬dia terburu-buru terhadap sesuatu yakni
menuntut untuk dikerjakan dengan cepat), dan ‫( تبينه‬yakni dia menuntut “bayan”
penjelasannya)
dibawah ini adalah contoh wazannya :
‫ تكسر‬menjadi pecah
‫ تكرر‬berulang-ulang
‫ توعد‬mengancam
‫ تيسر‬menjadi mudah
‫ تنور‬menjadi terang
‫ تبين‬menjadi jelas
‫ تعدى‬melampaui batas
‫ تلقى‬mendapat/menerima
‫ تولى‬menjadi pejabat
‫ تروى‬minum/berfikir
‫ تأدب‬berakal budi
‫ ترأد‬berayun/bergoyang
‫ تصدأ‬melihat dalam keadaan berdiri

hal 22; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)


fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "افتعل‬dengan menambahkan “hamzah”
diawalnya dan “tâ’” diantara fâ’ dan ‘ain fi’ilnya berfaidah sebagai berikut:
1. muthôwa’ahnya wazan “fa’ala” seperti ‫( جمعت ْاإلبل ْفـ ْاجتمع‬aku mengumpulkan unta
maka berkumpullah si unta)
2. makna “menjadikan/membuat” seperti ‫( اختبزْزيد‬zaid membuat/menjadikan roti)
3. menambahkan makna mubaghoh (sangat) dalam makna kalimat, seperti ْ ‫اكتسب‬
‫( زيد‬si zaid bekerja dengan sangat)
4. bermakna wazan “fa’ala” (fi’il tsulâtsî mujarrod) seperti ‫( اجتذب‬dia jadzab/mabuk
dalam bermunajat)
5. bermakna wazan “tafâ’ala” (saling), seperti ‫ اختصم‬bermakna ‫( تخاصم‬saling berseteru)
6. bermakna “tuntutan” seperti ‫( اكت ّْد‬fi’il amar yakni dia menuntut darinya kesungguh-
sungguhan)
berikut ini contoh wazannya :
‫ اجتمع‬berkumpul
‫ امتد‬memanjang
‫ اتصل‬menghubungi
‫ اتسر‬menjadi mudah
‫ اعتاد‬membiasakan
‫ اشترى‬membeli
‫ اتقى‬bertakwa
‫ ارتوى‬menjadi segar/puas (dengan minum)
mempercayakan kepada/melakuakan dengan tangan
‫ ايتمن‬kanan
‫ ابتأس‬bersedih hati
‫ اجترأ‬berani
‫ اختار‬memilih
‫ اعتدى‬melampaui batas/menyalahi peraturan

Hal 24; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)


Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "انفعل‬dengan menambahkan hamzah
dan nûn diawalnya, berfaidah:
1. muthôwa’ahnya wazan “fa’ala” seperti ‫( كسرتْالزجاجْفـْانكسر‬aku memecahkan kaca
maka pecahlah kaca itu)
2. muthôwa’ahnya wazan “af’ala” tapi sedikit berlakunya, seperti ‫( أزعجهْفـْانزعج‬aku
mengagetkannya maka kagetlah dia)
keterangan; wazan “infa’ala” tidak terbentuk kecuali dari kalimat yang
menunjukkan makna perbaikan dan menghasilkan bekas/dampak secara indrawi,
berikut contoh wazannya :
‫ انفعل‬terjadi pekerjaannya
‫ انكسر‬menjadi pecah
‫ انفض‬menjdi pecah (terputus/berakhir)
‫ انقاد‬menjadi tunduk/patuh
‫ انماع‬menjadi cair
‫ انجلى‬menjadi jelas
‫ انبرى‬menjadi terkendali
‫ انطفأ‬menjadi padam

Hal 26; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)


Fi’il tsulâtsî dipindah pada wazan "َّ‫ "افعل‬dengan menambahkan hamzah washol dan
penggandaan lâm fi’il, berfaidah:
1. menunjukkan berada/memasuki dalam suatu sifat, seperti ‫احمرْْالبُس ُْر‬
َّ (air baru itu
memerah) yakni masuk dalam warna merah
2. makna “sangat” seperti ‫( اسو ّدْْالليل‬malam menjadi sangat hitam)
dibawah ini contoh wazannya :
‫ احمر‬memerah
‫ اسود‬menghitam
‫ ابيض‬memutih
‫ اصفر‬menguning
‫ اخضر‬menghijau
‫ اشهب‬menjadi kelabu
‫ اسمر‬menjadi coklat

Hal 26; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)


Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "استفعل‬dengan menambahkan hamzah
washol (hamzah yang dibaca pada saat tidak tersambung seperti istaf’ala dan tidak
dibaca saat tersambung dengan kalimat lain seperti ْ‫) ِإ ِنْْاستفعل‬, sîn dan tâ’, berfaidah:
1. menuntut suatu pekerjaan seperti ‫( استغفر ْهللا‬dia meminta ampun pada Allah)
yakni dia menuntut pengampunan dari Allah
2. menemukan sesuatu tampak/berada dalam suatu sifat, seperti ْ ‫استعظمته‬
‫( واستحسنته‬aku nampak ia agung dan bagus)
3. makna beralih/pindah, seperti ‫( استحجرْالطين‬Lumpur beralih menjadi batu)
4. makna terpaksa/menanggung beban, seperti ‫( استجرأ‬dia memaksakan untuk
berani)
5. bermakna seperti fi’il tsulâtsî mujarrod,
seperti ‫استقر‬
ّْ bermakna ّْْ‫قر‬
ّ (menetap/tetap)
6. muthôwa’ah seperti ‫( أراحه ْفـ ْاستراح‬dia A mengistirahatkannya B maka
beristirahatlah dia B)

Anda mungkin juga menyukai