Anda di halaman 1dari 15

TELAAH PUISI ARAB 1

Telaah Syair Hasan Bin Tsabit

(Sebuah Syair Tentang Pujian kepada Rasulullah)

NIRWAN ANWAR NIM. F41115505


YAMLIK NIM. F41115011
TARUK NIM. F41115013
NURFADILAH NIM. F41115301
TRI LUTFI WIDAYATI NIM. F41115305
ASMARA NIM. F41115010

JURUSAN SASTRA ASIA BARAT


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat,

karunia, taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai

Telaah Syair Hasan Bin Tsabit (Sebuah Syair Tentang Pujian kepada Rasulullah)

ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami

berterima kasih pada Ust. Dr. Syamsul Bahri, Lc., M.Ag. selaku Dosen mata kuliah

Telaah Puisi Arab 1 yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita mengenai cara menganalisa puisi-puisi arab

khususnya yang dibuat oleh penyair Hasan Bin Tsabit.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya serta berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.

Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang

berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di

masa depan.

Makassar, September 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
A. Tentang Hasan Bin Tsabit ........................................................................................... 1
B. Syair Hasan Bin Tsabbit ............................................................................................ 2
C. Analisis Syair Hasan Bin Tsabit ................................................................................. 5
D. Kecermatan Penyair .................................................................................................... 7
E. Athifah Penyair dalam Syair ....................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 12

iii
Page |1

Telaah Syair Hasan Bin Tsabit (Sebuah Syair Tentang Pujian kepada
Rasulullah)
A. Tentang Hasan Bin Tsabit

Nama lengkapnya adalah Abu Walid Hasan Bin Tsabit al Anshary, penyair

Rasulullah, pujangga Hadramain dan termasuk Bani Najjar penduduk Madinah. Dia

termasuk sahabat yang mempunyai kemampuan dalam berpuisi, karena berasal dari

kaum yang dikenal sebagai kaum yang mempunyai cita rasa puisi yang bagus. Maka

tidak megherankan Hasan Bin Tsabit mempunyai bakat itu, karena dia hidup pada

dua masa, yaitu jahiliyyah dan Islam.

Hasan Bin Tsabit dibesarkan di zaman jahiliyyah, dan mempunyai nama pada

waktu itu, dia bertemu dengan pujangga-pujangganya bahkan dapat mengatasi

sebagian besar dari mereka, memuji raja-raja Manadhirah dan Ghasaniah di masa

jahiliyyah. Dan mepergi menemui mereka, medapatkan hadiah-hadiah pemberian-

pemberian dari mereka. Yang banyak mendapatkan pujian-pujiannya adalah

keluarga Jafrah dari raja Ghasan karena antara penduduk Yatsrib (Madinah) dan

Ghasaniyah ada hubungan kerabat dan tetangga. Maka dia terus-menerus menerima

pemberian-pemberiannya tanpa putus, bahkan ketika dia telah masuk Islam

sedangka mereka masuk Nasrani.

Setelah hijrahnya Rasulullah ke Madinah dan orang-orang anshar masuk Islam, dia

masuk islam bersama mereka dan membela agama dengan lisan sebagaimana

kaumnya yang membela Islam dengan pedang. Perkataannya yag mengandung

hinaan bagi musuh-musuh Nabi member pengaruh positif.


Setelah wafatnya Rasulullah, Hasan Bin Tsabit adalah seorang yang dicintai

khalifah dan terus menerus mendapat pemberian yang mencukupi dari baitul mal.

Usianya cukup panjang yakni mencapai 120 tahun. Hasan Bin Tasbit meninggal

pada tahun 54 H di masa pemerintahan Muawiyah. Hasan termasuk penyair

kota(hadhar) pada masa jahiliyah dan penyair Yamani pada masa Islam. Tidak ada

sahabat Rasul maupun musuh-musuh beliau menandingi keindahan puisi pada

masanya. Dulu pada masa jahiliyah puisi Hasan ini dikenal cukup keras bahasanya

asing dan sukar dipahami. Setelah masuk Islam puisinya menjadi halus, baik

susunan maupun artinya. Kebanyakan puisi yang dibuat adalah berupa satire, pujian

dan kebanggan terhadap dirinya dan kaumnya. Di bawah ini penulis mencoba

menganalisis salah satu dari sekian banyak puisi Hasan Bin Tsabit, yaitu sebuah

puisi yang bertema pujian terhadap Rasulullah.

B. Syair Hasan Bin Tsabbit

#
.1

Dalam Madinah Munawaroh yang dikenal sebagai jejak Rasul, Bersinar,

menggantikan jejak (yang lain) yang telah pudar

# .2

Takkan terhapus tanda-tanda dari negeri yang tak mungkin ditinggalkannya, Di

sanalah cahaya petunjuk yang mulia



# .3

Dan tampak jelas tanda-tanda dan keabadian seorang mualim, Dan tempat

tinggalnya, mushalla dan masjid


#
.4

Dalam daerah di mana tempat turunnya berada, Dari Allah, cahaya yang bersinar

berkilauan

#
.5

Seorang Mualim yang tak lekang oleh masa, wahai, Ketika dia telah tiada cahaya

itu tetap dataang dari segala penjuru

#

.6

Ku tahu di sanalah jejak Rasul dan tempat tinggalnya, Dan persemayamannya

dalam debu yang menutupinya


#
.7


Ku berdiam di sana, menangisi Rasul dan mengalirlah, Air mata dari pelupuk mata

begitu derasnya

#
.8

Mengingat kebaikan Rasul, dan apa yang aku kenang, Yang dengannya dia

membimbing jiwaku di saat diriku kebingungan



.9
#

Merasakan sakit, dan sembuh oleh seorang Ahmad yang telah tiada, Senantiasa

begitu banyaknya kebaikan Rasul


# .10

Tak dapat tersampaikan seluruh perilaku beliau, Akan tetapi hatiku di dalam dirinya

bersyukur


#
.11

Telah lama dia bersemayam sedangkan air mata ini tak henti, Di atas puing kubur,

dimana seorang Ahamd berada


#

.12

Maka diberkahilah wahai makam Rasul, dan diberkahilah dia, Negeri yang di

dalamnya terdapat seorang pembimbing yang mulia

C. Analisis Syair Hasan Bin Tsabit

Syair ini adalah penggambaran kecintaan seorang Hasan Bin Tsabit kepada

Rasulullah dengan mengenang kebaikan beliau yang terhitung, dan perilaku beliau

yang mulia dan tak dapat untuk disebutkan satu persatu seluruhnya.

Dalam bait pertama dimulai dengan menyebutkan tempat di mana tempat itu

sebagai tempat tinggal Rasulullah. Allah telah memilihnya sebagai utusan dan

tinggal di kota Madinah, dan di sanalah terlihat cahaya Islam yang terang, bersinar

meliputi seluruh penjuru dan pudarlah pesona-pesona selain dari beliau. Hal inilah

yang dirasakan oleh Hasan Bin Tsabit sebagai penduduk asli kota Madinah yang

telah mendapatkan cahaya Allah melalui Rasulullah.

Bait selanjutnya merupakan penggambaran tentang peninggalan Rasulullah. Jejak

beliau takkan terhapus oleh waktu yang senantiasa terus berjalan di tempat yang tak

akan meninggalkannya, yaitu Madinah Al-Munawwarah. Di sana jejak beliau

bersinar, meliputinya sebagai simbol pusat petunjuk dan hidayah bagi umat

manusia.
Tanda-tanda itu menunjukkan secara jelas tanda sebuah tempat Rasulullah berada,

baik tempat tinggal beliau, masjid dan keseluruhan tempat-tempat sholat beliau

sebagai jantung para muslimin, tempat tegaknya kalimatullah didirikan.

Madinah Munawwarah disebut daerah Rasulullah. Di daerah itu menjadi tempat

tersebarnya cahaya iman dan hidayah bagi manusia agar mendekat pada kebaikan

dan menjauh dari keburukan.

Di saat Rasulullah telah wafat, beliau meninggalkan umatnya. Meskipun Rasulullah

telah dimakamkan akan tetapi cahaya keimanan yang dibawanya akan tetap ada di

setiap waktu dari segala penjuru akan terus berganti dari generasi ke generasi dan

tak akan pernah pudar termakan oleh waktu.

Maka di Madinah inilah jejak Rasul yang membimbing kita pada kebaikan, kita

mengetahui bahwa Rasulullah telah tiada. Dan di Madinah ini disusuri jejak-jejak

dan tempat tinggal beliau seraya menjadikan sabda beliau sebagai pengingat dalam

kehidupan ini.

Setiap mengingat betapa perjuangan Rasulullah, kesedihannya ketika diusir oleh

qaumnya,mengalirlah air mata, air mata sebagai symbol penghormatan atas segala

pengorbanan beliau dalam membimbing umatnya meskipun umatnya itu sendirilah

yang menyakitinya.

Bagaimana mungkin air mata ini tak mengalir deras kepada seorang Rasul yang

dicintai Allah. Dari beliau anugrah Allah mengalir dan tak terhitung jumlahnya,

mekipun ingin menghitung kebaikan itu, takkan sanggup untuk menghitungnya.


Ketika terdapat suatu masalah/ rasa sakit di mana dia merasa bahwa itu sangat berat

baginya dari segala jenis musibah yang lain, beliau datang untuk mendoakan

kepada Allah agar mengangkat masalah/rasa sakit yang diderita, dan inilah salah

satu hal yang takkan terlupakan oleh umatnya, terlebih bagi mereka yang pernah

bersua dengan Rasulullah dalam hidupnya.

Jika kita ingin menghitung segala kebaikan Rasulullah takkan pernah sanggup

menghitungnya disebabkan begitu banyaknya kebaikan beliau pada umatnya telah

dirasakan oleh seluruh umat manusia, dan hanya bisa menyebutkan sebagian saja

dari seluruhnya, yang keseluruhannya menunjukkan kepada keindahan yang ada

pada diri Rasulullah.

Telah lama Rasulullah wafat dan air mata orang-orang yang mencintai beliau tak

henti-hentinya mengalir dari pelupuk mata, tak henti pula menyebut nama beliau

selalu dan selamanya beliaulah menjadi sosok yang palimg diingat oleh seluruh

penghuni alam ini.

Dan ini adalah doa teruntuk maqam Rasulullah dan negeri yang di tempatinya.

Permohonan disertai pengharapan kepada Allah agar senantiasa memberikan

kenikmatan tanpa putus serta keberkahan yang abadi di bumi tempat Rasulullah

tinggal dan disemayamkan.

D. Kecermatan Penyair

Pada bait pertama ditemukan titik kecermatan dari penyair yaitu tempat yang

disebut Madinah Al-Munawwarah serta tanda yang digambarkan dengan jejak serta

nama yaitu rasul.


Pada bait kedua secara jelas disebutkan oleh penyair tanda-tanda yang dimaknai

sebagai jejak atau peninggalan dan petunjuk seperti pada bait sebelumnya. Penyair

juga menyifati tanda-tanda tersebut sebagai petunjuk yang mulia.

Pada bait ketiga masih berkaitan erat dengan dua bait sebelumnya dan masih

memfokuskan pendengar dengan tanda-tanda dan hal tersebut merujuk kepada

tempat untuk beribadah yaitu mushallah dan masjid.

Pada bait selanjutnya masih merujuk kepada tempat dengan sifat-sifat yang

disebutkan dan menggambarkan tempat yang dimaksud seperti yang disebutkan

pada bait pertama.

Pada bait selanjutnya ada kecermatan nama yaitu seorang muallim yang

digambarkan penyair sebagai orang yang mulia.

Pada bait selanjutnya kembali merujuk kepada kecermatan tempat dengan

penggunaan kata tunjuk disanalah yang menunjukkan bahwa penyair dengan

yakin mengetahui tempat itu dan apa yang terjadi pada masa itu.

Pada bait selanjutnya terlihat kecermatan nama yang menunjuk kepada rasul yang

berada tempat yang digambarkan pada bait sebelumnya yaitu Rasulullah SAW.

Penyair juga mengungkapkan perasaannya kala melihat tempat itu.

Pada bait selanjutnya kecermatan penyair terlihat pada penyebutan nama yaitu rasul

dan diikuti dengan sifat dan sikap yang dilakukan olehnya kepada penyair.
Pada bait selanjutnya penyair kembali menyebutkan nama yaitu seorang Ahmad

yang merujuk kepada Rasulullah SAW dan sifat-sifat yang disebutkan setelahnya,

dan begitupula pada bait selanjutnya.

Pada bait selanjutnya titik kecermatan dari penyair yaitu nama dan tempat. Nama

yang disebutkan yaitu dia dan Ahmad yang keduanya merujuk kepada orang yang

sama, Rasulullah SAW. dan tempat yaitu diatas puing kubur yaitu makan

Rasulullah.

Pada bait akhir titik kecermatan penyair juga sama pada bait sebelumnya yang

berisi pengharapan terhadap keduanya.

E. Athifah Penyair dalam Syair

Athifah yang bisa kami tangkap pada syair ini yaitu :

1. Rasa kagum Hassan terhadap Rasulullah. SAW

2. Rasa syukur Hassan kepada Allah SWT yang telah mengutus Nabi

Muhammad SAW sebagai penyampai risalah-Nya.

3. Rasa kerinduan yang mendalam terhadap Rasulullah SAW yang telah wafat

meskipun sudah lama.

4. Rasa sedih yang tidak mampu dibendung.

5. Pengharapan penyair kepada Allah SWT. untuk Rasulullah SAW dan kota

Madinah yang menjadi tempat terakhir beliau.

F. Tanya-Jawab
Setelah mempresentasikan hasil diskusi kami mengenai syair Hassan Bin Tsabit ini

ada beberapa pertanyaan yang diajukan dan akan dilampirkan beserta jawabannya

sebagai berikut.

Sesi I

1. Surya Putra Tama : Termasuk kategori apakah syair yang dipaparkan?

Apa kekurangan dari syair ini?

Jawab : Kategori dari syair ini yaitu al-Madah atau puji-pujian. Dan ini

semata-mata untuk mengenang akhlak dan tempat tinggal Rasulullah yang

telah wafat begitu lamanya. Kami tidak menemukan kekurangan dari syair

ini karena syair ini memiliki rima yang berat dan hanya orang yang ahli

dalam bersyair mampu membuat syair semacam ini.

2. Nur Aziza Utami Wafir : Jelaskan titik kecermatan dan athifahnya!

Jawab : Kami telah mencantumkan dalam makalah ini.

3. Indah Maulida : Apa ciri khas dari syair-syair Hassan Bin Tsabit?

Jawab : Ciri khas dari syair-syair Hassan Bin Tsabit salah satunya ia dalam

bersyair sering membanggabanggakan, memuji sukunya dan mencela suku

lain terutama suku Aus yang menjadi rival abadi sukunya. Syair-syair

Hasan bin Tsabit pada masa jahili sangatlah kering, kasar, keras dan asing

bahasanya, diksinya sangat rumit dan sukar untuk dipahami. Tetapi setelah

masuk Islam dan mempelajari al-Quran sebagai kitab sastra terbesar

puisinya menjadi halus, lembut penyampaiannya kata-katanya, mudah

dipahami begitu juga dengan struktur bahasa dan maknanya. Kebanyaan


syair syair yang beliau ciptakan ialah berbentuk genre hija dan

madh/ghazal.

Sesi II

1. Ahmad Ramli : Apa kategori Syair Hassan Bin Tsabit pada masa Jahiliyah?

Apakah masih termasuk kategori pujian?

Jawab : Pada masa Jahiliyah puisi-puisi Hassan Bin Tsabit banyak yang

bertemakan Al-Madah (Pujian), Al-Fakhar (Kebanggaan), Al-Hija`

(Celaan), dan Al-Ghazal (Wanita). Hanya saja letak perbedaan pujian pada

masa jahiliyah dan pada masa kedatangan Islam itu terletak pada objek

syairnya. Pada zaman jahiliyah Hassan memuji raja-raja atau penguasa pada

saat itu. Namun pada masa kedatangan Islam objek syair pujian Hassan

beralih pada Rasulullah SAW.

2. Andi Syamsuriati Maulidah : Apakah syair ini tergolong Al-Madah atau

ada kategori lain yang masuk pada syair ini?

Jawab : Syair yang kami telaah dalam makalah ini tergolong dalam syair

Al-Madah yang berarti pujian. Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan

bahwa penyair membuat syair ini dengan tujuan memuji Rasulullah SAW

dan tempat tinggalnya. Memang dalam beberapa bait terakhir terdapat

kalimat-kalimat yang menunjukkan kesedihan atau duka cita (Ar-Ritsa)

namun tetap memuji Rasulullah SAW.


DAFTAR PUSTAKA

Moezda. 2012. the dreamer. 05 November. Diakses September 20, 2016.


http://moezda.blogspot.co.id/2012/11/analisis-syair-hasan-ibn-
tsabit.html?m=1.

Anda mungkin juga menyukai