Anda di halaman 1dari 17

ILMU AL-ARUDH WA AL QAWAFI

Oleh:
Kelompok 11
Disusun Oleh :

Ahmad Dwi Andika

Annisa Sulistiyaningrum

M.Aryada Saputra

M.Insan Kamel

Muhammad Rodho

Siti Hamidah

Dosen Pengampu :
Sukkan Arya Putra, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH DARUL HIJRAH
MARTAPURA
2021
KATA PENGANTAR

        Puji syukur kami ucapkan  kepada Allah SWT yang telah memberikan


kesempatan kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing mata kuliah Tarikh Al-
Ulum , yang telah memberikan arahan dan bimbingan  kepada kami sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kami menyadari bahwa manusia adalah yang mempunyai keterbatasan dalam


berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan
sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah  ini yang telah kami selesaikan,
tidak semua dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami
melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Kami
juga memiliki keterbatasan dan kemampuan. Untuk itu kami menerima saran dan
kritik dari pembaca yang mana sebagai batu loncatan untuk penyusunan makalah
berikutnya. Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak
manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari makalah ini.

Martapura, 01 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I (PENDAHULUAN).....................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2

BAB II (PEMBAHASAN).......................................................................................3

A. Pengertian Ilmu Al-Arudh Dan Al-Qawafi...............................................3

B. Sejarah Ilmu Al-Arudh Dan Al-Qawafi....................................................4

D. Metodologi Kodifikasi Ilmu Al-Arudh Dan Al-Qawafi............................7

E. Ilmu Al-Arudh Wa AL-Qawafi Di Masa Modern....................................8

BAB III (PENUTUP).............................................................................................11

A. Kesimpulan..............................................................................................11

B. Saran........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Arudh dan Qawafi merupakan dua ilmu kuno sastra Arab yang, saat ini
kurang diminati oleh kalangan pelajar, karena dipandang terlalu terikat dengan aturan
yang baku dan mengekang pengungkapan ekspresi dan emosi. Berbeda dengan syair
modern yang banyak diminati oleh kalangan pelajar, karena sama sekali tidak terikat
dengan aturan syair kuno,meskipun sebagian dari penyair modern masih
menggunakan taf’ilah dan aturan Qawafi. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri
bahwa kedua ilmu kuno ini telah menjadi mutiara dalam sejarah peradaban
Arab.Seharusnya kita sebagai pelajar sastra Arab perlu memperhatikan keduailmu ini.
Dari kedua ilmu ini pula, telah lahir dihadapan kita beberapa qasidah yang populer
seperti Burdah karya imam Al-Bushiri dan yang berupa nadzam seperti Imrithi dan
Alfiyah Ibnu Aqil. Ilmu Arudh adalah salah satu cabang keilmuan bahasa yang
membahas tentang rumus-rumus syair. Rumus syair ini menjadi patokan dalam
menyusun syair maupun menganalisa syair. Syair dikatakan benaratausahih apabila
syair itu mengikuti aturan yang ditetapkan dalam kaidah ilmu Arudh. Dan apabila
tidak mengikuti aturan, maka syair itutergolongfasid (rusak). Dalam suatu bahar pasti
terdapat wazan syair, wazan syair inilah yang menjadi patokan untuk mengikuti irama
dari syair kuno. Dalam bahar juga terdapat zihaf dan ilah tertentu. Dalam ilmu Arudh
terdapat pula variasi-variasi yang dapat dijadikan opsi untuk membuat syair, variasi-
variasi dalam potongan syair ini adalah zihaf dan ilah. Zihaf dan ilah menjadikan
potongan-potongan syair mejadi berubah dan tidak menyalahi gramatika. Zihaf dan
ilah ada banyak macamnya akan tetapi tidak semua zihaf dan ilah itu dapat memasuki
suatu bahar. Dari segi rumus, syair tidak hanya dilihat dari ilmu Arudh saja, akan
tetapi ujung syair juga mempengaruhi aturan penyusunan syair. Cabang keilmuan
yang membahas tentang ujung syair ini disebut ilmu Qawafi. Dalam ilmu Qawafi

1
terdapat peraturan-peraturan yang kompleks mengenai bentuk qafiyah dan jenis
qafiyah. Syair al-i’tirof karya Abu Nawas ini, sudah dikenal di kalangan umat Islam
Indonesia.1 Beberapa banyak peneliti telah membahas tentang keindahan dari segi
makna, gaya bahasa dan keindahan yang terdapat dalam syair ini. Penelitian ini ingin
menelaah syair al-i’tirof ini dengan pandangan yang berbeda, dengan menggunakan
ilmu Arudh dan Qawafi, dilihat dari segi tatanan rumus syairnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan Pengertian Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi?
2. Bagaimana Sejarah Dan Perkembangan Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi?
3. Apa Saja Ruang Lingkup Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi?
4. Bagaimana Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi Di Masa Modern?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi
2. Mengetahui Sejarah Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi.
3. Mengetahui Ruang Lingkup Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi.
4. Mengetahui Keadaan Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi Di Masa Modern.

1
Faizin, Sulthoni dan Atisah, Ayu'. “Analisa Ilmu Arudh dan Qawafi dalam syair al-I’tirof Karya Abu
Nawas” Diwan, vol. 6 no. 1 (Juni 2020). https://doi.org/10.24252/diwan.v6i1.11190

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi


Kata ‘arudh menurut etimologi berasal dari kata ‘aridhah yang berarti melintang/
menghalang; yaitu kayu yang melintang di dalam rumah. Menurut istilah adalah ilmu
yang membahas pola-pola syi’ir Arab untuk mengetahui wazan yang benar dan yang
salah.

Kata qawafi adalah jamak dari qafiyah yang menurut etimilogi berarti di belakang
leher. Menurut istilah, adalah ilmu yang membahas ujung kata di dalam bait syi’ir
yang terdiri dari huruf akhir yang mati di ujung bait sampai dengan huruf
hidup sebelum huruf mati.

Pembahasannya meliputi nama-nama huruf, nama-nama harakah, nama-nama qafiyah


dan noda-nodanya.2

Peletak batu pertama ilmu ‘arudh dan qawafi adalah al-Khalil bin Ahmad al-Farihidi
al-Azdi al-Bashri Syekh Sîbaweh. Ia dilahirkan di Basrah pada tahun 100 H dan
meninggal di sana pada tahun 170 H.

Objek pembahasan ilmu ‘arudh dan qawafi adalah syi’ir Arab dari segi wazannya dan
perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya, baik perubahan yang diperbolehkan
ataupun yang terlarang

Ilmu ‘arudh dan qawafi sangat bermanfaat dipelajari oleh para pecinta dan pembelajar
bahasa Arab, terutama mereka yang mendalami ajaran Islam dengan menggali
Alquran dan al-Sunnah, yaitu untuk menambah keyakinan bahwa Alquran bukanlah
syi’ir dan demikian pula hadis Nabi Muhammad saw.
2
Abdullah Darwisy, (1967). Dirasat fi al-‘Arudh wa al-Qufiyah, Bagdad

3
Adapun secara khusus, manfaatnya ialah:

 Dapat membedakan syi’ir dengan natsar.


 Dapat menghindari campur aduknya bahar-bahar syi’ir satu sama lain.
 Dapat menghindari kejanggalan wazan dengan perubahan yang terlarang.

 Dapat membedakan wazan-wazan yang benar dengan yang salah.3

B. Sejarah Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi

Sejarawan sepakat bahwa yang pertama kali memperkenalkan kaidah ilmu ‘Arudh
adalah Syaikh Kholil bin Ahmad an-Nanhwy al-Basry al-Azdary al-Farohidy. Sebuah
nama yang diafilisasikan pada nama sebuah lembah Farohidy di kota Bashrah.

Syekh as-Syamaniy pernah mengatakan bahwa Imam Kholil merupakan figur


intelektual yang sangat perhatian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Menurutnya, tidak ada seorang pun yang perhatiannya melebihi Imam Kholil.
Dalam kesehariannya beliau selalu hidup asketis (zuhud) dan menjaga diri
dari perbuatan tidak baik yang tercela. Imam Kholil merupakan salah satu
guru dari Imam Sibaweh.

Syaikh Kholil mendapatkan ilham (inspirasi) untuk menyusun ilmu ‘Arudh


ketika beliau ada di kota Makkah. Hal ini disinyalir pemberian nama ‘Arudh
karena ada unsur tafa’ul atau melihat adanya pertanda baik dengan Ka’bah
yang ada di tengah-tengah (arab: ‘Arudh) kota Makkah.

3
Abdur Rahman al-Sayid, (1979). Al-‘Arudh wa al-Qafiyah, Dar  al-Nahdhah al- ‘Arabiyah,

4
Dalam sebuah referensi dijelaskan bahwa yang mendorong Imam Kholil
untuk mendalami ilmu tersebut adalah bahwa pada suatu ketika orang-orang
arab mulai berpaling meninggalkan Imam Kholil, dan belajar kepada
muridnya yang bernama Imam Sibaweh. Keberadaan Imam Kholil seakan-
seakan tidak lagi diperhitungkan oleh masyarakat waktu itu.

Peristiwa ini membuat Imam Kholil tergugah untuk menyendiri dan menyepi,
memohon kepada Allah swt. agar dikaruniai sebuah ilmu yang tidak pernah
dimiliki orang lain. Do’a beliau akhirnya dikabulkan oleh Allah. Imam Kholil
pun kemudian menemukan rahasia-rahasia dalam sya’ir arab yang waktu itu
merupakan primadona di kalangan masyarakat arab. Beliau menemukan lima
belas  kaidah pokok dalam sya’ir arab yang pada gilirannya dikenal dengan
istilah bahar. Kaidah pokok ini kemudian disempurnakan oleh murid beliau
yang bernama al-Akhfasy, sehingga menjadi enam belas sajak.

Referensi lain menyebutkan bahwa beliau mengadakan penelitian adalah


karena ia melihat bahwa para penyair modern pada masanya ini mulai keluar
dari wazan-wazan Arab yang ada, adakalanya wazan-wazan lama itu
dikurangi dan ditambahi, bahkan sebagian mereka ada yang menciptakan
wazan baru yang tidak pernah didengar sama sekali oleh orang Arab. Setelah
melihat demikian maka ia mulailah berpikir untuk meletakkan aturan-aturan
dasar di dalam sya’ir Arab.

Imam Kholil sangat menguasai dan mengetahui ilmu penyelarasan suara dan
nada. Terkadang dia menghabiskan waktu berjam-jam untuk membuat satu
saja, sambil menggerakkan jari-jemarinya.

Jika ada yang meragukan manfaatnya, itu berarti dia telah menutup pintu
gerbang ilmu-ilmu arab. Jika hal itu terjadi, maka kita tinggal menunggu
kehancuran ilmu pengetahuan.

5
C. Perkembangan Ilmu Arudh Wa Al-Qawafi

Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Imam Kholil, ilmu ‘Arudh menjadi ilmu yang
mengukur keindahan dan kebenaran pembuatan sastra arab. Hal ini terus berlanjut
hingga pertengahan abad kedua Hijriyah.

Setelah itu banyak ulama yang turut memperhatikan perkembangan ilmu ini.
Sebagian dari mereka menguraikan kaidah yang diperkenalkan Imam Kholil,
memperluas keterangannya, meringkas, dan lain sebagainya.
Sejak saat itulah banyak ulama yang juga menulis ilmu ‘Arudh.

Di antanya, al-Akhfas al-Ausat (sekitar tahun 215 H), kemudian dilanjutkan Abu al-
Abbas Muhammad bin Yazid al-Mubarrad (kira-kira tahun 285 H), Ibnu Kisan (kira-
kira tahun 310 H), Ibnu Siraj (kira-kira tahun 316 H), Ibnu Abdu Rabah (kira-kira
328 H), Zajaji (kira-kira tahun 340 H), Shahib bin Ibad (kira kira tahun 385 H), Abu
al- Fatah bin Jany(kira-kira tahun 392 H), Jauhary (kira-kira tahun 400 H), Khotib at-
Tibrizy (502 H), Zamahksary (kira-kira tahun 538 H), Ibnu Hajib (kira-kira 646 H),
Damaminy (kira kira tahun 827 H), dan banyak lagi yang lain.4

Di kalangan orang Arab Ilmu Arudh termasuk ilmu yang dianggap istimewa. Ibnu
Faris berkomentar dalam salah satu kitabnya, bahwa Ilmu ‘Arudh merupakan
pengukur bagi sya’ir-syair orang arab. Dengan ilmu ‘Arudh mereka bisa mengetahui
sya’ir yang benar dan yang salah. Siapa saja yang berhasll mengetahui keindahan dan
rahasia ilmu ‘Arudh, berarti dia telah melampaui segala sesuatu yang dianggap tidak
berarti.

D. Metodologi Kodifikasi Ilmu al-Arudh wa al-Qawafi

4
Nur Shidqon, ”Ilmu Al-Arudh”, SEMESTAKU. Vol 01 No.5. 2015

6
Wazan, yang dimaksud disini adalah kumpulan dari untaian nada yang
harmonis bagi kalimat -kalimat yang tersusun dari satuan-satuan bunyi
tertentu yang meliputi harakah (huruf hidup)  dan sakanah (huruf mati) yang
melahirkan taf'ilah-taf'ilah dan bahar syi'ir.

A. Zihaf, adalah perubahan yang ditentukan oleh huruf yang keduanya sabab


(sabab khofif / tsaqil) secara muthlaq. Sedangkan zihaf tidak bisa msuk
kepada huruf awal dan huruf ke tiga juga huruf ke enam dari juz tafa'il.

B. 'Illah, pengertian 'illah dalam ilmu 'Arudh adalah perubahan yang terjadi


pada sabab dan watad dari taf'ilah 'arudh dan taf'ilah dharab. 'illah
sifatnya lazim, artinya apabila terjadi pada 'arudh dan dharab atau pada
salah satunya maka semua bait harus mengikutinya. 

C. Syi'ir, adalah ucapan yang berwazan dan berqafiyah yang mengandung


makna. Yang berarti sebuah syi'ir harus mengandung 4 unsur,
yaitu: Lafadz, Wazan, Makna, dan qafiyah. 

D. Qafiyah, adalah sebuah ilmu yang membahas ujung kata di dalam bait


syiir yang terdiri dari huruf akhir yang mati di ujung bait sampai dengan
huruf hidup sebelum huruf mati.

E. Bait, menurut istilah dalam ilmu 'arudh Bait adalah suatu ungkapan sastra
yang kata-katanya tersusun rapi untuk mengikuti not-not yang tersedia
dalam taf'ilah-taf'ilah dan diakhiri dengan qafiyah.

F. Bahar, adalah wazan (timbangan) tertentu yang dijadikan pola dalam


menggubah syi'ir arab.

7
‫‪Menurut‬‬ ‫‪Imam Kholil,‬‬ ‫‪jumlah‬‬ ‫‪bahar‬‬ ‫‪ada‬‬ ‫‪15,‬‬ ‫‪sedangkan‬‬ ‫‪menurut‬‬
‫‪imam Akhfasy jumlah bahar ada 16, dengan menambahkan satu bahar lagi,‬‬
‫‪yakni bahar mutadarik. ‬‬

‫‪Macam-macam Bahar dalam 'Ilmu 'Arudh:‬‬


‫‪1. Bahar Thowil‬‬
‫‪ ‬فعولن مفاعيلن‪ ‬فعولن مفاعيلن‪ #  ‬فعولن مفاعيلن‪ ‬فعولن مفاعيلن‪Juz Tafa'ilnya adalah:  ‬‬
‫‪2. Bahar Madid‬‬
‫فاعالتن فاعلنفاعالتن فاعلن‪ # ‬فاعالتن فاعلنفاعالتن فاعلن‪Juz tafa'ilnya adalah: ‬‬
‫‪3. Bahar Basit‬‬
‫مستفعلن فاعلن‪ ‬مستفعلن فاعلن‪ # ‬مستفعلن فاعلنمستفعلن فاعلن‪Juz tafa'ilnya adalah: ‬‬
‫‪4. Bahar Wafir‬‬
‫مفاعلتن‪ ‬مفاعلتن‪ ‬مفاعلتن‪ # ‬مفاعلتن‪ ‬مفاعلتن‪ ‬مفاعلتن‪Juz tafa'ilnya adalah: ‬‬
‫‪5. Bahar Kamil‬‬
‫متفاعلن‪ ‬متفاعلن‪ ‬متفاعلن‪ # ‬متفاعلن‪ ‬متفاعلن‪ ‬متفاعلن‪Juz tafa'ilnya adalah: ‬‬
‫‪6. Bahar Hazj‬‬
‫مفاعيلن‪ ‬مفاعيلن‪ ‬مفاعيل‪ #  ‬مفاعيلن‪ ‬مفاعيلن‪ ‬مفاعيلن‪Juz tafa'ilnya adalah: ‬‬
‫‪7. Bahar Rajaz‬‬
‫مستفعلن‪ ‬مستفعلن‪ ‬مستفعلن‪ # ‬مستفعلن‪ ‬مستفعلن‪ ‬مستفعلن‪Juz tafa'ilnya adalah: ‬‬
‫‪8. Bahar Raml‬‬
‫فاعالتن‪ ‬فاعالتن‪ ‬فاعالتن‪ # ‬فاعالتن‪ ‬فاعالتن‪ ‬فاعالتن‪Juz tafa'ilnya adalah: ‬‬
‫'‪9. Bahar Sari‬‬
‫مستفعلن‪ ‬مستفعلن‪ ‬مفعوالت‪ # ‬مستفعلن‪ ‬مستفعلن‪ ‬مفعوالت‪Juz tafa'ilnya adalah: ‬‬
‫‪10. Bahar Munsarah‬‬
‫‪ ‬مستفعلن‪ ‬مفعوالت‪ ‬مستفعلن‪ # ‬مستفعلن‪ ‬مفعوالت‪ ‬مستفعلن‪Juz tafa'ilnya adalah: ‬‬
‫‪11. Bahar Khofif‬‬
‫فاعالتن‪ ‬مستفع لن‪ ‬فاعالتن‪ # ‬فاعالتن‪ ‬مستفع لن‪ ‬فاعالتن‪Juz tafa'ilnya adalah:‬‬
‫'‪12. Bahar Mudhori‬‬
‫مفاعيلن فاع التن مفاعيلن‪ # ‬مفاعيلن فاع التن مفاعيلن‪Juz tafa'ilnya adalah:‬‬

‫‪8‬‬
13. Bahar Muqtadhob
Juz tafa'ilnya adalah: ‫مستفعلن‬ ‫مستفعلن‬ ‫مفعوالت‬ # ‫مستفعلن‬ ‫مستفعلن‬ ‫مفعوالت‬
14. Bahar Mujtats
Juz tafa'ilnya adalah: ‫فاعالتن‬ ‫فاعالتن‬ ‫مستفع لن‬ # ‫فاعالتن‬ ‫فاعالتن‬ ‫مستفع لن‬
15. Bahar Mutaqarib
Juz tafa'ilnya adalah: ‫فعولن‬ ‫فعولن‬ ‫فعولن‬ ‫فعولن‬ # ‫فعولن‬ ‫فعولن‬ ‫فعولن‬ ‫فعولن‬
16. Bahar Mutaqarib
Juz tafa'ilnya adalah: ‫فاعلن‬ ‫فاعلن‬ ‫فاعلن‬ ‫فاعلن‬ # ‫فاعلن‬ ‫فاعلن‬ ‫فاعلن‬ ‫فاعلن‬5

G. Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi Di Masa Modern

Para ahli sejarah kesusasteraan Arab telah mengungkapkan  bahwa syi’ir Arab
itu tidak timbul sekaligus dalam bentuk yang sempurna, akan tetapi sedikit demi
sedikit berkembang menuju kesempurnaan, yaitu mulai dari bentuk ungkapan kata
yang bebas (mursal) menuju saja’, dan dari potongan-potongan saja’ menuju syi’ir
yang berbahar Rajaz. Mulai fase inilah syi’ir Arab dikatakan sempurna, bahkan pada
fase inilah muncul seorang tokoh penyair yang bernama ‘Adi bin Rabi’ah Al-
Muhalhi,. Yang hidup pada masa pertengahan abad kedua (antara tahun 491-531 M),
dia inilah orang yang pertama kali menyempurnaaan syi’ir Arab dalam bentuk

5
Nur Shidqon, ”Ilmu Al-Arudh”, SEMESTAKU. Vol 01 No.5. 2015

9
kasidah dengan bermacam-macam wazan, antara lain bahar Wafir, bahar Basith,
Khafif , Ramal dan bahar Rajaz.
Pada zaman Jahiliyah syi’ir ini terus berkembang dengan pesat sehingga banyak
tokoh penyair muncul dimasa itu, demikian pula pada masa permulaan Islam, akan
tetapi wazan-wazan baru yang telah diciptakan oleh para penyair tersebut belum
terbukukan secara ilmiah. Baru pada masa pemerintahan Bani Umaiyah wazan-wazan
tersebut ditemukan setelah melalui penelitian yang cermat terhadap syi’ir Arab yang
ada dan dilakukan oleh seorang ulama’ Bashrah yang bernama Khalil bin Ahmad Al-
Farahidi dari kabilah Al-Azdi Yamani. Hal-hal yang mendorong dirinya untuk
mengadakan penelitian ini adalah karena ia  melihat bahwa para penyair modern pada
masanya ini mulai keluar dari wazan-wazan Arab yang ada, adakalanya wazan-wazan
lama itu dikurangi dan ditambahi, bahkan sebagian mereka ada yang menciptakan
wazan baru yang tidak pernah didengar sama sekali oleh orang Arab6. Setelah melihat
demikian maka ia mulailah berpikir untuk meletakkan aturan-aturan dasar d dalam
syi’ir Arab. Dan mulailah penelitian itu dilakukannya dengan cara mengumpulkan
berbagai macam syi’ir Arab yang mengandung wazan berbeda-beda, akhirnya ia
menemukan 15 (lima belas) wazan dalam syi’ir Arab, yaitu bahar Thawil, bahar
Madid, bahar Basith, bahar Wafir, bahar Kamil, bahar Hazaj, bahar Rajaz, bahar
Sari’, bahar Munsarih, bahar Khafif, bahar Mudlara’, bahar Muqtadlab, bahar
Mujtats, bahar Ramal dan bahar Mutaqarab. Kemudian ditambahi satu wazan lagi
yakni “bahar Mutadarak” oleh muridnyayang bernama Al-Akhfasy, akhirnya jumlah
wazan seluruhnya menjadi 16 (enam belas) macam.7
Adapun kitab-kitab yang telah disusun oleh Khalil bin Ahmad dalam bidang music
syi’ir adalah kitab “Al-Iqa” dan kitab “An-Nagham”, dua kitab ini memuat aturan-
aturan ilmu Arudl dan Qawafi yang lengkap. Sedangkan dalam bidang kamus, ia
telah menyusun kitab yang berjudul “Al-“Ain”. Penemuan Khalil bin Ahmad ini
kemudian diikuti oleh para penyusun selanjutnya, di antaranya yang terkenal adalah

7
https://wakidyusuf.wordpress.com/2016/03/22/sejarah-ilmu-arudh/amp/

10
Sibawih, Akhfasy, Ibnu ‘Abdi Rabbih (penyusun kitab Al-‘Aqdul-Farid), dan
Zamakhsyary (penyusun kitab Al-Qisthas dalam ilmu Arudl).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu Al-Arudh Wa Al-Qawafi merupakan ilmu yang di temukan oleh seorang
ulama yang terkemuka dalam bidang sastra dan bahasa. Beliau bernama Imam
Kholil bin Ahmad Al-basyri (100 H-170 H), beliau tinggal kota Bashrah (Irak).

Pada awal lahir nya ilmu Arudh, Imam Kholil bin Ahmad terinspirasi dari suara
yang dihasilkan oleh arus ombak laut yang mana beliau saat itu berada di sebuah
daerah yang bernama Arudh (terletak di antara kota Mekah dan kota Thaif).
Sehingga saat itu muncullah 15 nada yang disebut dengan Al-Bahru (‫)البحر‬,
antara lain :

1. Bahar Thowil
2. Bahar Madid
3. Bahar Basit
4. Bahar Wafir
5. Bahar Kamil
6. Bahar Hazj
7. Bahar Rajaz

11
8. Bahar Raml
9. Bahar Sari'
10. Bahar Munsarah
11. Bahar Khofif
12. Bahar Mudhori'
13. Bahar Muqtadhob
14. Bahar Mujtats
15. Bahar Mutaqarib

B. Saran

Dari makalah kami ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua
umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk
datangnya dari kami. Dan kami sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata
sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Faizin, Sulthoni dan Atisah, Ayu'. “Analisa Ilmu Arudh dan Qawafi dalam syair al-I’tirof
Karya Abu

Nawas” Diwan, vol. 6 no. 1 (Juni 2020). https://doi.org/10.24252/diwan.v6i1.11190

Darwisy Abdullah, (1967). Dirasat fi al-‘Arudh wa al-Qufiyah, Bagdad

12
Al-Sayid Abdur Rahman, (1979). Al-‘Arudh wa al-Qafiyah, Dar  al-Nahdhah al- ‘Arabiyah,

Shidqon Nur, ”Ilmu Al-Arudh”, SEMESTAKU. Vol 01 No.5. 2015

https://wakidyusuf.wordpress.com/2016/03/22/sejarah-ilmu-arudh/amp/

13

Anda mungkin juga menyukai