Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

BAHASA ARAB (ILMU BALAGHAH)

“Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata Pelajaran Bahasa Arab
dengan dosen pembimbing Ali Abdul Kholik S.Pd.I, M.Pd.I”

PAI 2 B

Oleh:

Ilham Mundzir
Ai Dilla N
Siti Maesaroh
Popy Psiti Nurmalasari
Yusuf Gumelar
Windy Agustina
Amin Fariduddin
Ninih Muthmainnatussalamah

INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG


FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TASIKMALAYA
2019
KATA PENGANTAR

Ilmu Balaghah yang dinamakan pula Qowaidul Uslub atau Stylistik Ta’liimii, merupakan
satu cabang Ilmu Bahasa Arab yang mempelajari qaidah-qaidah mengenai gaya Bahasa atau uslub
untuk dipergunakan dalam pembicaraan atau tulisan.

Adapun tujuan mempelajari Ilmu Balaghah antara lain :

1. Merasakan dan memahami karya sastra secara mendalam


2. Mengungkapkan segi-segi keindahan seni dalamsastra, dan sumber pengaruhnya di
dalam jiwa
3. Merangsang kemampuan menyusun kalimat yang baik dan indah menurut pola-pola
Balaghah.
4. Merasakan dan memahami ‘Ijazul Qur’an dari segi gaya Bahasa dan uslub

Untuk hal-hal tersebut di atas, kepada para pelajar, para mahasiswa dan peminat Ilmu
Balaghahyang belum sempat mempelajarinya dari buku-buku berbahasa arab kami persembahkan
makalah ini dengan harapan, menjadi bahan untuk menempuh ilmu sejenis dalam ruang lingkup
dan permasalahan yang lebih luas dan mendalam.

Untuk merangsang kemampuan menyusun kalimat yang baik dan indah menurut pola-pola
Balaghah, kami perbanyak contoh-contoh setelah sesuatu qaidah

Semoga semua ini diterima oleh Allah SWT sebagai amal ibadah kami, dan mendapat ridlo-
Nya juga bermanfaat bagi umat

Tasikmalaya, 15 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

RUMUSAN MASALAH ................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

A. Pengertian Ilmu Balaghah .............................................................................. 3


B. Fashohah .......................................................................................................... 2
a. Fashohatul Kalimah..................................................................................... 2
b. Fashohatul Kalam ........................................................................................ 4
c. Fashohatul Mutakallim ................................................................................ 7
C. Balaghah ......................................................................................................... 9
a. Kalam Baligh............................................................................................... 9
b. Mutakallim Baligh....................................................................................... 10
D. Jenis-jenis Ilmu Balaghah .............................................................................. 10
E. Perbedaan Fashohah dan Balaghah .............................................................. 11

BAB III KESIMPULAN ................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pengkajian sebenarnya bisa menjadi sesuatu yang me1yenangkan dan menggairahkan.


Ketika dorongan rasa ingin tahu menggelora, maka pengembaraan pengkajian itu terasa indah dan
bergairah. Sebelum mengkaji sesuatu secara mendalam, perlu diketahui sebelumnya obyek kajian
apa saja yang terkandung dalam kajian tersebut, karena pengetahuan tentang sesuatu akan lebih
mudah dipelajari dengan metode dan kajian yang sistematik.

Ilmu Balâghah, sebagaimana ilmu lain berangkat dari sebuah proses penalaran untuk
menemukan premis-premis pengetahuan yang dianggap benar untuk kemudian disatukan menjadi
kumpulan teori. Setelah teori itu terkumpul secara generik dengan pembagian-pembagian yang
sepesifik, maka ada kecenderungan untuk mempelajari bagian-bagian tersebut secara parsial—
banyak yang menyebut al-Sakkâki sebagai tokoh yang mengubah balâghah dari shinâ’ah menjadi
ma’rifah—dari induktif menjadi deduktif. Dari paparan tersebut tersirat bahwa setiap ilmu
mempunyai obyek kajian yang membatasi ruang gerak keilmuan tertentu, agar jelas dan tidak
mengaburkan pembahasan.

Sastra yang merupakan ekspresi merdeka, bukan sesuatu yang tanpa aturan dan rumusan.
Hal ini bisa dibuktikan dengan munculnya beragam ilmu sastra yang menentukan kualitas karya
saatra yang dianalisa. Dalam tradisi ilmu sastra Arab, balâghah setelah menjadi ilmu mempunyai
rumusan-rumusan tertentu yang digunakan sebagi basis konkretisasi sastra dan tolak ukur
keindahan dan ke-balâghah-an karya sastra. Balâghah merupakan ilmu sastra di atas kajian
morfologi dan sintaksis, kajian balâghah berpijak pada kedua ilmu tersebut, yang secara teori
prasyarat mempelajari balagah harus menguasai morfologi (sharf) dan sintaksis (nahw). Makalah
ini secara ringkas berusaha untuk mendeskripsikan obyek kajian ‘Ilmu al-Balâghah.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Ilmu Balaghah ?


2. Apa yang dimaksud dengan Fashohah dan pembagiannya ?
3. Apa yang dimaksud dengan Balaghah dan pembagiannya ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Balaghah

Balaghah menurut Bahasa adalah ‫ بالغة‬yang artinya sampai. Sedangkan menurut istilah,
Ilmu Balaghah adalah kumpulan aturan-aturan yang digunakan untuk memahami tujuan dari
sebuah susunan redaksi Bahasa serta digunakan untik menyampaikan redaksi yang tepat sesuai
dengan situasi

B. Fashāhah

a. Fashāhah Menurut Etimologi (bahasa)

Menurut etimologi fashāhah berarti jelas, terang dan gamblang.

Makna tersebut juga diungkapkan Rasulullah dalam sabdanya:

َ ‫أَنَا أ َ ْف‬
َ ‫ص ُح َم ْن َن‬
‫طقَ بِالضَّا ِد‬

"Saya orang yang paling fasih (jelas/terang) berbahasa Arab.”

b. Fashāhah Menurut Terminologi (istilah)

Secara terminologi fashāhah menjadi sifat dari ‫الكلمة‬, ‫الكالم‬dan ‫المتكلم‬, yang akan
diterangkan di bawah ini .

Macam-macam Fashāhah

Fashohah meliputi tiga macam, yaitu:

a. Fashāhah al-Kalimah

Fashāhah al-Kalimah ( ‫ )فصاحة الكلمة‬yaitu kalimah yang terhindar dari ‫تنافرالحروف‬, ‫مخالفة‬
‫القياس‬, dan ‫ غرابة‬. Adapun :

1). Tanāfur al-Hurūf ( ‫)تنافر الحروف‬

Yaitu kalimah yang terasa berat di lidah dan sulit untuk diucapkan. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan hurufnya kalimah tersebut saling berdekatan makhrojnya, Seperti
ُّ ‫( ال‬tempat yang kasar), ‫( ال ِه ْع َخ ُع‬tanaman yang dimakan onta), ‫( الُنقَّا ُخ‬air jernih dan tawar).
lafaz: ‫ظش‬

2
3

Atau karena kumpulnya sifat-sifat huruf yang berlawanan, seperti ‫( ُم ْست َ ْش ِزر‬yang di kepang
rambutnya.

2). Mukhālafah al-Qiyās ( ‫)مخالفة القياس‬

Yaitu kalimah yang tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmu Sharf. Seperti: ‫ األَجْ لَل‬di mana
bentuknya yang baku berdasarkan ilmu sharf adalah ‫( األ َ َج ُّل‬di idghomkan). Sebagaimana
disebutkan dalam sebuah syair:

‫اح ِد اْلفَ ْر ِد اْلقَ ِدي ِْم اْأل َ َّو ِل‬ َ # ‫ا َ ْل َح ْمد ُ ِ َّّلِلِ ْال َع ِلي ِ األَجْ لَل‬
ِ ‫الو‬

"Segala puji bagi Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung # Yang Esa, Maha Kekal lagi
Maha Permulaan."

Contoh lain adalah kata ‫( بوقات‬terompet), di mana bentuknya yang baku berdasarkan ilmu
sharf adalah ‫أبواق‬. sebagaimana disebutkan dalam sebuah syair:

َ ‫اس بُوقَات لَ َها َو‬


‫طََ ب ُْول‬ ِ َّ‫ فَ ِفي الن‬# ‫س ْيفًا ِلدْولَة‬ ِ َّ‫ض الن‬
َ ‫اس‬ ُ ‫فَإ ِ ْن َيكُ بَ ْع‬

"Jika sebagian manusia menjadi pedang negara # maka di antara mereka harus ada
terompet dan genderang."

Sebab jama’ nya ‫ بوق‬adalah ‫ أبواق‬bukan ‫بوقات‬.

Contoh lain :

‫صد ُْو ِر ِه ْم ِم ْن َم ْودَدَ ْه‬ َ ‫ َما ِل‬# ‫ى لَ ِلئ َام زَ َهدَ ْه‬
ُ ‫ى ِف ْى‬ َّ
َّ ‫إن َب ِن‬

Karena secara qiyas adalah di idghomkan menjadi ‫ َم َودَّة‬bukannya ‫َم ْودَدَة‬

3). Al-Gharābah ( ‫) الغرابة‬

Yaitu kalimah yang tidak jelas maknanya. Maksudnya adalah lafadz arab tersebut asing
ditelinga, tidak menggunakan bahasa arab yang sering beredar di kalangan orang arab. Sehingga,
ketika lafadz arab yang asing tersebut diucapkan akan menyebabkan pendengar tidak paham
dengan apa yang dimaksudkan. Seperti lafaz ‫ ت َكَأكَأ‬yang berarti berkumpul dan ‫اِ ْف َر ْنق َع‬yang
berarti bubar.

Contohnya, perkataan seorang badui (Arab pedalaman) yang jatuh dari kendaraannya dan
dikerumuni orang banyak ( penduduk Arab kota yang bukan pedalaman), ia berkata :
4

‫ي َكتَكَأ ْ ُكئِ ُك ْم َعلَى ذِي ِجنَّة ا ْف َر ْن ِقعُ ْوا َعنِ ْي‬


َّ َ‫َما لَ ُك ْم تَكَأْكَأْت ُ ْم َعل‬

"Kenapa kalian (penduduk Arab yang bukan pedalaman) berkumpul mengerumuni saya
sebagaimana kalian berkumpul mengerumuni orang gila? Pergilah (bubarlah)!"

Perkataan Arab Badui ‫( تَكَأْكَأْت ُ ْم‬berkumpul) itu tidak fashohah, sebab orang yang di omongi
(penduduk Arab yang bukan pedalaman) tidak mudeng dengan ucapan tersebut. Karena orang arab
asli menggunakan bahasa “berkumpul” dengan ‫اجتمع‬, bukannya ‫تكأكأ‬, sehingga sangat asing sekali
ditelinga mereka.

Contoh dalam bahasa jawa:

Ketika orang tua zaman dahulu bertanya kepada anak-anak muda sekarang

“ kowe wes bethak durung?”, Anak muda zaman sekarang sangat asing sekali dengan istilah
bethak, karena mereka biasanya menggunakan bahasa masak atau ngliwet. Padahal memang dalam
bahasa jawa itu ada istilah bethak, tapi sekarang ini sudah sedikit sekali orang yang menggunakan
istilah tersebut, sampai-sampai asing ditelinga kita (anak muda sekarang).

b. Fashāhah al-Kalām

Fashāhah al-Kalām (‫ )فصاحة الكالم‬yaitu kalam yang terhindar dari hal-hal berikut:

1). Tanāfur al-Kalimāt ( ‫) تنافر الكلمات‬

Yaitu susunan kalimah yang ketika berkumpul mengakibatkan sulit diucapkan


karena makhraj-nya yang berdekatan atau karena penyebutan huruf secara berulang-ulang dalam
suatu kalam. Seperti disebutkan dalam sebuah syair yang bercerita tentang letak kuburan Harb ibn
Umaiyah:

‫ْس قُ ْربُ قَب ِْر َح ْرب قَب ُْر‬


َ ‫ َولَي‬# ‫َوقَب ُْر َح ْرب ِب َمكَان قَ ْفر‬

"Kuburan Harb (Harb ibn Umaiyah) di tempat yang tandus # Tidak ada dekat kuburan
Harb (Harb ibn Umaiyah) kuburan."

Lafadz ‫ قبر‬aslinya tidak sulit diucapkan, begitu juga dengan ‫ حرب‬dan ‫ قفر‬tidaklah terasa berat di
lidah. Namun, ketika lafadz-lafadz tersebut berkumpul barulah terasa berat di lidah.
5

Hal demikian juga berlaku pada bait ke dua. Pada bait kedua dari syair terdapat lafaz-lafaz
yang makhrajnya saling berdekatan letaknya sehingga sulit diucapkan. Dan mengulang-ulang tiga
huruf yaitu ‫راء‬, ‫قاف‬, dan ‫ باء‬dalam satu kalam ( ‫)قرب قبر حرب قبر‬.

Contoh lain dalam sebuah syair:

ْ ‫ َم ِع ْي َوإِذَا َما لُ ْمتُهُ لُ ْمتُهُ َوحْ ِد‬# ‫ك َْريم َمت َى أَ ْمدَ ُحهُ أ َ ْمدَ ُحهُ َواْ َلو َرى‬
‫ي‬

"Kapan saja aku memujinya, orang lain juga ikut memujinya # Kalau aku mencelanya, aku
sendirian yang melakukan itu sementara orang lain tidak."

Pada bait pertama dan kedua dari syair ini terdapat lafaz-lafaz yang disebutkan secara berulang-
ulang yaitu ُ‫ أَ ْمدَ ُحهُ أ َ ْمدَ ُحه‬dan ُ‫لُ ْمتُهُ لُ ْمتُه‬.

Contoh dalam bahasa jawa: “ Uler mlungker neng ngisor pager “

Ketika rangkaian ucapan tersebut di ucapkan maka akan terasa brundel di lidah.

2). Dha‘fu at-Ta’līf ( ‫)ضعف التأ ليف‬

Yaitu adanya suatu kalam (susunan kata-kata) yang tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmu
nahwu yang disepakati oleh jumhur (mayoritas) ulama. Seperti peletakan dhamir, maka menurut
mayoritas ulama’ penyebutan dhomir harus jatuh setelah marji’nya. Tapi menurut sebagian Ulama’
( ‫ابن حنى‬dan ‫ )األخفش‬tidak apa-apa. Seperti disebutkan dalam sebuah syair:

َ ‫ َو ُحس ِْن فِ ْعل َك َما يُجْ زَ ى ِسنِ َّم‬# ‫َجزَ ى بَنُ ْوهُ أَبَا ال ِغ ْيالَ ِن َع ْن ِكبَر‬
‫ار‬

"Anak itu membalas kebaikan Abu al-Gailan di waktu tua # Sebagaimana yang di
perlakukan kepada seorang bernama Sinimmar."

Peletakan Dhamīr Hu pada lafaz ُ‫ َبنُ ْوه‬menurut mayoritas Ulama’ adalah salah karena
marji’nya (‫ )أَبَا ال ِغ ْيالَ ِن‬berada di belakang, tapi oleh sebagian Ulama’ memperbolehkannya. Nah,
inilah yang dinamakan ‫ضعف التأليف‬.
6

Catatan :

Apabila kalam tidak sesuai dengan pendapatnya jumhur Ulama’ maka dinamakan ‫ضعف التأليف‬.

Apabila kalam tidak sesuai dengan kesepakatannya semua Ulama’(‫ )متفق عليه‬maka dinamakan
kalam fasid, bukan ‫ضعف التأليف‬. seperti ‫(جاء زَ يْد‬fa’il dibaca jer), ini merupakan kalam fasid karena
tidak ada satu pun Ulama’ yang berpendapat bahwa fa’il dibaca jer.

Contoh lain, penggunaan dhamīr muttashil setelah huruf ‫إال‬.

Seperti: ‫ ما رأيت إال ك‬.Penggunaan tersebut salah karena tidak mengikuti kaidah baku dalam ilmu
nahwu. Kalimatnya yang benar adalah: ‫(ما رأيت إال أنت‬Aku tidak melihat seorang pun kecuali
engkau). Sebab dhomir muttashil itu tidak boleh dibuat permulaan kalam dan jatuh setelah ‫إال‬.
Tapi masih ada sebagian Ulama’ yang memperbolehkannya, inilah yang dinamakan ‫ضعف التأليف‬.

3). At-Ta‘qīd

Ta’qid adalah Kalam yang tidak jelas apa maksudnya dan sulit untuk di fahami.

Adapun pembagian ta’qid itu ada dua macam:

a). Ta’qid al-Lafzhī ( ‫)التعقيداللفظي‬

Yaitu kalam yang samar penunjukan maknanya (sulit di pahami), sebab adanya
pendahuluan lafadz yang semestinya di akhirkan atau sebaliknya, atau sebab dipisah dan lain-lain
(tidak disusun berdasarkan rangkaian makna yang semestinya).

Contoh peletakan lafadz yang semestinya di depan tapi di sini di akhirkan sehingga kalam tersebut
sulit di fahami. seperti :

‫ب األَغ َِر دَال ِئ ُل‬ َ ‫لى ْال َح‬


ِ ‫س‬ َ ‫ ِش َيم َع‬# ‫َت َو ُه ْم الَ َيجْ َف ُخ ْونَ ب َها ِب ِه ْم‬
ْ ‫َجفَخ‬

Susunan kalimat ini salah karena tidak disusun berdasarkan rangkaian makna yang sesuai, sehingga
kalam tersebut sulit untuk di cerna apa yang dimaksud. AdapunSusunan yang benar adalah:

‫جفخت بهم شيم دالئل على الحسب األغر وهم ال يجفخون بها‬

Contoh lain:

‫احدًا ُم َح َّمد َم َع ِكتَابًا أَ ِخ ْي ِه‬


ِ ‫َما قَ َرأ َ ِإالَّ َو‬
7

Susunan kalimat ini salah karena tidak disusun berdasarkan rangkaian makna yang sesuai. Susunan
yang benar adalah:

ِ ‫َما قَ َرأ َ ُم َح َّمد َم َع أ َ ِخ ْي ِه إِالَّ ِكت َابًا َو‬


‫احدًا‬

“Muhammad tidak membaca bersama saudaranya kecuali 1 buku saja.”

b). At-Ta‘qīd al-Ma‘nawī ( ‫)التعقيد المعنوي‬

Yaitu penggunaan kata majaz atau kinayah yang tidak tepat. (tidak seperti biasanya). Ini
biasanya terjadi pada susunan kata yang mempunyai uslūb al-majāz dan al-kināyah.Contohnya:

‫نَش ََر ال َم ِلكُ أَ ْل ِسنَتَهُ فى المدينة‬

“Raja itu menyebar (mengerahkan) lidah-lidahnya.”

Maksudnya adalah mengerahkan telik sandi, kemudian di buatkan majaz “lidah-lidah” tapi
majaznya tidak tepat. Karena biasanya telik sandi majaznya adalah mata-mata, bukan lidah-
lidah. Majaz yang benar adalah:

ُ ُ‫نَش ََر ال َم ِلك‬


)‫عي ُْونَهُ ( َج َوا ِس ْي ِس ِه‬

"Raja itu mengerahkan mata-matanya."

Contoh lain dalam sebuah syair disebutkan:

‫ع ِلتَجْ ُمدَا‬
ُ ‫َاي الدُّ ُم ْو‬ ْ َ ‫سأ‬
َ ‫ َوت َ ْس ُكبُ َع ْين‬# ‫طلُبُ بُ ْعدَ الدَّاِر َع ْن ُك ْم ِلت ْق ُرب ُْوا‬ َ

"Aku akan mencari tempat (rumah) yang jauh dari kalian agar kalian dekat di hati # Dan
air kedua mataku berlinang karena akan berpisah."

Kata ‫تجمد‬yang artinya membeku dalam syi’ir tersebut digunakan untuk mengungkapkan perasaan
bahagia dan gembira ketika berada dekat dengan sang kekasih. Padahal biasanya kata ‫تجمد‬aslinya
adalah kināyah untuk orang yang sedang sedih karena berpisah dengan kekasih.

c. Fashāhah al-Mutakallim ( Pembicara )

Fashāhah al-Mutakallim ( ‫)فصاحةالمتكلم‬,yaitu malākah (kecakapan/karakter)seseorang yang


mampu mengungkapkan maksud dan tujuannya dengan kalam fashīhdalam semua situasi dan
kondisi, serta mampu diungkapkan dengan kata-kata yang sesuai.
8

Setelah kalimah itu sudah fashih, kemudian kalimah2 tersebut disusun menjadi kalam yang
fashih, barulah bisa mengungkapkan kalam fashih yang sesuai dengan tuntutan keadaan
(‫ )مقتضى الحال‬. inilah yang dinamakan ‫بالغة الكالم‬

Sedangkan orang yang mampu mengungkapkan kalam fashih yang sesuai dengan
tuntutan keadaan (‫ )مقتضى الحال‬dinamakan ‫بالغة المتكلم‬

Adapun yang dimaksud ‫ مقتضى الحال‬adalah ‫ الحال‬keadaan yang mendorong mutakallim untuk
mengungkapkan ibaroh dengan bentuk tertentu. ‫ مقتضى‬tuntutan dalam penyampaian perkataan
yang sesuai dengan kedaaan tertentu

Contoh:

Keadaan lagi merayu, menuntut seseorang untuk memperpanjang dan memperindah kata-
kata.

Merayu adalah ‫الحال‬

memperpanjang dan memperindah kata-kata adalah ‫مقتضى‬

keadaan lagi terburu-buru, menuntut seseorang untuk memperpendek perkataan.

Seperti orang yang teriak “maling.....maling....”

Tidak mungkin orang tersebut memanjangkan perkataan dan berteriak “ hey orang-orang
kampung desa sini rt 5 rw 6, ini ada maling yang lagi lewat di kampung ini”

terburu-buru adalah ‫الحال‬

memperpendek perkataan adalah ‫مقتضى‬

Adapun tanāfur bisa diketahui dengan penggunaan adz-dzauq al-


lughawī(perasa),mukhālafah al-Qiyās dengan memahami ilmu Sharf, dha‘fu at-ta’līf dan at-ta‘qīd
al-lafzhīdengan menguasai ilmu Nahwu, al-gharābah dengan banyak mengamati ungkapan-
ungkapan Arab, at-ta‘qīd al-ma‘nawī dengan ilmu al-Bayān, muqtadhā al-hāl dengan ilmu al-
Ma‘ānī.
9

C. Balaghoh

Balaghoh secara etimologi (bahsa) adalah Al wushul (sampai) dan Al intiha (mencapai).
Sebagaimana contoh:

- ُ ‫َبلَ َغ فُالالَن ُم َرادَة‬ Fulan telah mencapai tujuannya

- َ‫بَلَ َغ الَّ َر ْكبُ المدينَة‬ Rombongan berunta telah sampai di kota

Dari contoh diatas, dapat dimengerti bahwa arti kata balaghoh secara etimologi (bahasa) adalah
sampai dan mencapai.

Secara terminologi (istilah) dikatakan bahwa balaghoh adalah sifat bagi kalam dan
mutakallim sehinga dikatakankalam baligh dan mutakallim baligh. Balaghoh bisa diartikan juga
kesesuaian antar konteks pembicaraan dengan situasi dan kondisi lawan biacara disertai dengan
penggunaan bahasa yang fashih.[9] Balaghoh tidak bisa menjadi sifat dari kalimat, dan hal inilah
yang membedaknnya dengan fashahah.

Balaghoh terbagi kepada 2 bagian:

1. Kalam Baligh

‫البالغة في الكالم مظابقته لمقتض الحال مع فصاحت‬

“Kalam yang baligh yaitu kalam yang sesuai dengan muqtadol hal serta fashihnya kalam
tersebut”.

Dapat diambil paham, kalam baligh adalah kalam yang cocok kepada situasi dan kondisi
pembicara dan pembicaraan, serta lafadz-lafadznya fashih baik susunan atau dalam bentuk
mufrodnya. Selain itu, yang harus diperhatikan adalah bentuk tertentu yang dipergunakan dalam
suatu pengungkapan, seperti penggunaan kalimat yang panjang tetapi maksudnya sedikit (uslub
ithnab) dalam pujian atau penggunaan kalimat yang ringkas dan padat (uslub ijaz) apabila lawan
biacaranya adalah sesorang yang cerdas.
10

ِ ‫صالَة ُ َو‬
Contoh: Seseorang yang mengatakan ‫اجبَة‬ َّ ‫ال‬kepada lawan bicaranya yang sedang
bertanya kepadanya tentang hukum sholat. Maka, perkatannya itu termasuk kalam baligh.

2. Mutakallim Baligh

‫بالغة المتكلم عبرة عن الملكة في النفس التي يقتدر بها صاحبها على تااءليف كلم بليغ مطابق لمقتض الحال مع فصاحة في اي‬
‫معنى قصده‬

“Mutakallim baligh baligh yaitu kemampuan yang ada dalam hati, yang dengan
kemampuan tersebut seseorang dapat menyusun kalam yang baligh yang sesuai dengan muqtadol
hal serta fashihnya kalam dalam semua makna yang diinginkan”.

Sesuai dengan bait diatas, mutakallim baligh adalah kecakapan sesorang dalam berkata
dengan fashih untuk menyampaikan apa yang dimaksudkan hatinya sesuai dengan kondisi
pembicaraan dan lawan bicarannya.

D. Jenis-jenis Ilmu Balaghah :

a. Ilmu Ma’ani : ilmu yang mempelajari susunan bahasa dari sisi penunjukan maknanya,
ilmu yang mengajarkan cara menyusun kalimat agar sesuai dengan muqtadhaa al-haal.

b. Ilmu Bayan : ilmu yang mempelajari cara-cara penggambaran imajinatif. Secara umum
bentuk penggambaran imajinatif itu ada dua. Pertama, penggambaran imajinatif dengan
menghubungkan dua hal. Kedua, penggambaran imajinatif dengan cara membuat metafora yang
bisa diindera.

c. Ilmu Badii’ : ilmu yang mempelajari karakter lafazh dari sisi kesesuaian bunyi atau
kesesuaian makna. Kesesuaian tersebut bisa dalam bentuk keselarasan ataupun kontradiksi.
11

E. Perbedaan Fashahah dan Balaghoh

1. Objek kajian fashahah khusus berkaitan dengan lafadz. Adapun balaghah, objek kajiannya di
samping berkaitan dengan lafadz dan juga berkaitan dengan makna.

2. Fashahah adalah sifat dari kata, kalimat dan pembicara.

3. Semua kalimat yang bernilai balaghah pasti memenuhi unsur fashahah, tetapi tidak semua
kalimat yang bernilai fashahah itu memenuhi unsur balaghoh.
BAB III

KESIMPULAN

Ilmu Balaghah adalah kumpulan aturan-aturan yang digunakan untuk memahami tujuan
dari sebuah susunan redaksi Bahasa serta digunakan untik menyampaikan redaksi yang tepat sesuai
dengan situasi

Fashahah merupakan sifat bagi ‫الكلمة‬, ‫ الكالم‬dan ‫( المتكلم‬kata, kalimat dan pembicara) yang
bersih dari tanafur, ghorobahdan kata-kata yang menyalahi kaidah ilmu shorof. Sehingga
kalimatnya indah, mudah diucapkan, baik didengar dan mudah untuk dipahami.

Sedangkan Balaghoh merupakan sifat bagi ‫ الكالم‬dan ‫( المتكلم‬kalimat dan pembicara) yang
menyesuaikan konteks pembicaraan dan keadaan lawan bicara dengan menggunakan bahasa yang
baik, fasih dan sesuai kaidah bahasa arab. Balaghoh menitik beratkan pembicara agar dapat
memahami dengan baik kondisi lawan bicaranya, sehingga lawan bicaranya tersebut dapat dengan
baik menerima, mendengar dan memahami apa yang disampaikannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Banna’, Haddam. Al-Balâghah: fi ‘Ilm al-Ma’ani. Ponorogo: Darussalam


Press____________. Al-Balâghah: fi Ilmi al-Bayan. Ponorogo: Darussalam Press. .
Ghufran, Muhammad. Al-Balâghah: fi Ilmi al- Badi’. Ponorogo:Darussalam Press.
Hasyimi, Ahmad. Jawâhir al-Balâghah.Beirut : Dâr al-Fikri. 1994. hlm. 28-30.
Jarim, ‘Ali dan Musthafa Amin. Al-Balâghah al-Wadhihah. Mesir:Dâr al-Ma’ârif. Cet.X.
1977.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Cet. XIV.
2004.
Sakkâki, Yûsuf ibn Abi Bakar Ya’kub ibn ‘Ali. Miftâhul ‘Ulûm. Beirut : Dâru al-Kutub al-
’Ilmiyyah.Cet.II.1987.
Verhaar, J.W.M.. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
cet.III.2001.

13

Anda mungkin juga menyukai