MAKALAH
Disusun oleh:
KELOMPOK 10
Ihab Hud
Shalawat dan salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi agung
Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah
memperjuangkan agama Islam.
(PENYUSUN)
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar..........................................................................................................
Daftar Isi....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................
C. Tujuan Pembelajaran.................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
B.Lafadz-lafadz ‘Aam....................................................................................
C.Macam-macam ‘Aam..................................................................................
E.Pembagian Mukhoshish.............................................................................
Kesimpulan..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan Bahasa Arab. Dalam memahami bahasa,
bahasa apapun itu diperlukan metodologi yang benar, terlebih lagi dalam proses
memahami wahyu, maka sudah tentu menjadi kemestian bagi kita menguasai
bahasa Arab supaya bisa memahami wahyu dengan baik. Oleh karena itu para
ulama, baik ulama Ushul Fiqh, ulama Tafsir, ulama Lughah, dan lain sebagainya,
telah mengadakan penelitian yang serius terhadap beberapa lafadz, khususnya
yang terkait dengan uslub atau gaya bahasa arab.
Hasil penelitian dari para ulama tersebut kemudian disusun menjadi
beberapa kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan untuk
memahami nash-nash Al Qur’an secara baik dan benar. Kaidah-kaidah tersebut
bisa berupa kaidah yang terkait dengan masalah kebahasaan, hukum, ilmu-ilmu Al
Qur’an, dan lain sebagainya. Dalam makalah ini kami akan mencoba untuk
membahas kaidah-kaidah kebahasaan dalam Al Qur’an, khususnya dalam hal
lafadz ‘am dan khosh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, disusun rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian lafadz ‘am dan khosh ?
2. Bagaimana cara mengetahui lafadz ‘am dan khosh ?
3. Apa saja jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am ?
4. Apa pengertian khosh dan mukhoshish?
5. Bagaimana pembagian mukhoshish?
6. Bagaimana Pen takhshish an sunnah dengan Al Qur’an?
2
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui pengertian lafadz ‘am dan khosh.
2. Mengetahui lafadz ‘am dan khosh.
3. Mengetahui jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am.
4. Mengetahui pengertian khosh dan mukhoshish.
5. Mengetahui pembagian mukhoshish.
6. Mengetahui cara Pen Takhshish an Sunnah dengan Al Qur’an.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Al ‘Aam (امDD )العsecara bahasa adalah isim fa’il dari kata (ومDD )العمyang
artinya keseluruhan dan pencakupan, disebut ‘imamah (penutup kepala khosh
arab) karena ia menutup kepala secara keseluruhan.1 Sedangkan secara
terminologi atau istilah, Ahmad Hassan mendefinisikan bahwa al ‘Aam adalah
lafadz yang menunjukkan kepada sesuatu jenis dengan tidak berkecuali.2
Lafadz ‘Aam ini adalah suatu lafadz yang di dalam lafadz itu masuk semua
jenis yang sesuai dengan lafadz itu. Sebagaimana kita katakan al-insan (manusia)
maka di dalam kata-kata al-insan ini termasuk semua manusia yang ada di dunia
ini, baik manusia itu kecil ataupun besar, baik dia merdeka maupun dia masuk
golongan budak, baik dia bebas maupun dia terikat. Adakalanya lafadz umum itu
ditentukan dengan lafadz yang telah disediakan untuk itu, seperti lafadz “kullu,
jami’u, dan lain-lain.
Maka yang dimaksud dengan ‘Aam yaitu suatu lafadz yang dipergunakan
untuk menunjukkan suatu makna yang mencakup pada makna itu dengan
mengucapkan sekali ucapan saja. seperti kita katakan arrijal, maka lafadz ini
meliputi semua laki-laki.3
1
As-Silmi ‘Iyyadh, Kitab Ushul al-Fiqhi alladzi la yasi’u al-Faqiih jahlahu,
(Riyadh: Dar at-Tadmuriyah, 2005), 285.
2
Hassan Ahmad, Tarjamah Bulughul Maram, (Bandung: C.V DIPONEGORO,
1984), 28.
3
Asy-Syaukani Muhammad bin Ali, Irsyadul Fuhul, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
1984), 112
4
Lafadz ْ
( َ)ا ِال ْن َسان adalah umum, yakni menunjukkan pengertian menyeluruh atas
semua yang disebut manusia.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa lafadz ‘Aam ialah suatu lafadz yang
mencakup semua yang dikandungnya dan tidak berkecuali
Persada), 298
5
َ ْالبَ ْي
,ع َُواَ َح َّل هللا
3. Isim Nakirah dalam konteks Nafy dan Nahi, seperti dalam surah al-
Baqarah ayat 197
Maksudnya tidak ada segala bentuk kekejian tidak pula kefasikan dan
tidak juga perdebatan
فَ َم ْن َح َّج ْالبَيْتَ اَ ِوا ْعتَ َم َرفَالَ ُجنَا َح َعلَ ْي ِه اَ ْن يَطَّ َوفَ بِ ِه َما
ini untuk menunjukkan umum bagi siapapun.
C. Macam-macam ‘Aam
“dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang
memberi rizkinya.” (QS. Hud : 6)
“Dan daripada air, kami jadikan segala sesuatu yang hidup” (QS. Al-Anbiya 30)
Manusia dalam pengertian nash ini adalah ‘am, yang dimaksud dengan itu khusus
orang-orang mukallaf. Karena akal itu (sebuah batasan) yang menetapkan tidak
masuknya anak kecil dan orang-orang gila. Seperti firman Allah :
Sepintas lalu difahami bahwa ayat tersebut menunjukkan makna umum, yaitu
setiap penduduk madinah dan orang-orang sekitarnya termasuk orang-orang sakit
dan orang-orang lemah harus turut menyertai Rasulullah pergi berperang.Namun
yang dimaksud oleh ayat tersebut bukanlah makna umum itu, tetapi hanyalah
orang-orang yang mampu.9
Maksud an-Nas yang pertama adalah Nu’aim bin Mas’ud, sedang An-Nas kedua
adalah Abu Sufyan. Kedua lafadz tersebut tidak dimaksudkan untuk makna
umum. kesimpulannya ditunjukkan pada ayat sesudahnya اِنَّ َما َذالِ ُك ْمsebab syarat
dengan َذالِ ُك ْمhanya menunjukkan kepada satu orang tertentu.
9
Satria Effendi, M. Zein Ushul Fiqh, 199
9
terdapat sighot umum, adalah digeneralkan dari qorinah-qorinah berupa akal atau
lafadz, atau urf (kebiasaan) yang dapat menentukan umum atau khusus. Ini jelas
umum sampai ada dalil yang mentakhsisnya. Seperti
Lafadz khosh merupakan lawan dari lafadz ‘am, jika lafadz ‘am
memberikan arti umum, yaitu suatu lafadz yang mencakup berbagai satuan-satuan
yang banyak, maka lafadz khosh adalah suatau lafadz yang menunjukan makna
khusus.11 Definisi lafadz khosh dari para ulama adalah sebagai berikut:
10
Abdul Wahab Khalaf, 306
Khosh adalah lawan kata ‘Aam, karena itu tidak menghabiskan semua apa yang
pantas baginya tanpa pembatasan. Takhsis adalah mengeluarkan sebagian apa
yang dicakup lafadz ‘Aam. Dan mukhoshish (yang mengkhususkan) ada kalanya
muttasil, yaitu yang antara ‘Aam dan mukhoshish tidak dipisah oleh sesuatu hal,
dan adakalanya munfasil, yaitu kebalikan dari muttasil13
Seperti yang dikemukakan Adib Shalih, lafadz khosh adalah lafadz yang
mengandung satu satu pengertian tunggal secara tunggal atau beberapa pengertian
yang terbatas. Sedangkan Saiful Hadi mengatakan lafadz khusus adalah lafadz
yang menunjukkan arti satu atau lebih tapi masih dapat di hitung atau terbatas,
seperti 14
Jadi yang dimaksud dengan khosh ialah lafadz yang tidak meliputi
mengatakannya sekaligus terhadap dua sesuatu atau beberapa hal tanpa
menghendaki kepada batasan.15
12
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama, 1994), 299.
13
Manna’ khalil Al-Qattan, 319
14
Saeful Hadi, Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Sabda Media, 2011), 46
15
Nazar Bakri, 195
11
E. Pembagian Mukhoshish
1. Istitsna’ (pengecualian) seperti firman Allah dalam surah An-Nur ayat 4-5
ًت ثُ َّم لَ ْم يَْأتُوْ بَِأرْ بَ َع ِة ُشهَدَا َء فَاجْ لِ ُدوْ هُ ْم ثَ َمانِ ْينَ َج ْل َدة َ َْوالَّ ِذ ْينَ يَرْ ُموْ نَ ْال ُمح
ِ صنَا
ْ َوالَ تَ ْقبَلُوْ ا لَهُ ْم َشهَا َدةً َأبَدًا َوُأولَِئكَ هُ ُم الفا َ ِسقُونَ اِالَّ الَّ ِذ ْينَ تَاب
ُوا
2. Shifat, misalnya ْ اِئ ُك ُم الالَّتِ ْي دD وْ ِر ُك ْم ِم ْن نِ َسDDاِئبُ ُك ُم الالتي فِ ْي ُح ُجDDََو َرب
َخَلتُ ْم
بِ ِه َّن
lafadz الالَّتِ ْي َدخ َْلتُ ْم بِ ِه َّن adalah sifat bagi lafadz nisa’ukum. Maksudnya,
anak perempuan istri telah digauli itu haram dinikahi oleh suami, dan halal
bila belum menggaulinya.
ً Dَخ ْي
lafadzر َ ( اِ ْن تَ َرjika
ك ia meninggalkan harta) adalah syarat dalam
wasiat.
Mukhoshsin munfasil adalah mukhoshish yang terdapat di tempat lain, baik Ayat
Quran ataupun Hadits.
Contoh yang ditakhsis oleh Quran ialah yang di-firmankan Allah dalam surah al-
Baqarah ayat 228 :
Ayat ini adalah ‘Aam, mencakup setiap istri yang dicerai baik dalam keadaan
hamil maupun tidak, sudah digauli maupun belum. Tetapi keumuman ini ditakhsis
oleh surah at-Thalaq ayat 4
Contoh yang ditakhsis oleh hadis ialah surah al-Baqarah ayat ke-275 :
16
Manna’ khalil Al-Qattan, 319
13
Ayat ini di takhsis oleh jual beli yang fasid sebagaimana disebutkan dalam
sejumlah hadis. Antara lain disebutkan dalam kitab sahih bukhari, dari ibnu umar,
ia berkata : “Rasulullah melarang mengambil upah dari air mani kuda jantan”.
Dalam sahihain diriwayatkan dari ibnu umar bahwa Rasulullah melarang jual beli
kandungan binatang yang mengandung, jual beli seekor unta sampai unta itu
melahirkan, kemudian anaknya itu beranak pula. (redaksi hadis ini adalah redaksi
bukhari). Dan hadis-hadis lainnya.
Dan dari jenis riba didispensasikanlah jual beli ‘ariyah, yakni menjual
kurma basah yang masih di pohon dengan kurma kering. Jual beli ini
diperkenankan (mubah) oleh hadits berikut.
“Dari Abi Hurairah, Bahwa Rasulullah memberi keringanan untuk jual beli
‘ariyah dengan ukuran yang sama jika kurang dari lima wasaq’ (muttafaqun
‘alaihi)17
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Dari uraian sebelumnya di makalah ini, kami menyimpulkan
diantaranya:
A) Lafadz ‘am adalah lafadz yang memiliki makna umum dan mencakup semua
tanpa terkecuali.
B) Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan sedikitnya ada 6 sigat ‘Aam
C) Macam-macam ‘Aam:
17
Manna’ khalil Al-Qattan, 320
14
DAFTAR PUSTAKA