Anda di halaman 1dari 13

KAIDAH-KAIDAH USHUL FIQH

(‘AM DAN KHAS) & (MUTLAQ DAN MUQAYYAD)

DOSEN PENGAMPU: NAZLI HASAN, Lc., M.A

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK: 9

MUHAMMAD RIO REZKY (210440083)

KHAIRUNNISA ANUM (220440136)

TEUKU MUHAMMAD ARIS MUNANDAR (220440078)

KELAS: II/ A

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah- Nya, kami dapat menyelesaikan salah satu tugas dalam mata kuliah
“Ushul Fiqh” yang membahas tentang “Kaidah-Kaidah Ushul Fiqh (‘Am dan
Khas) dan ( Mutlaq dan Muqayyad)”, mata kuliah dari Bapak Nazli Hasan, Lc.,
M.A.

Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca sesuai dengan mata kuliah yang dipelajari. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Lhokseumawe, 10 Juni 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PEMBAHASAN.........................................................................................1
1.1 ‘AM DAN KHAS..........................................................................................1
A. ‘AM.............................................................................................................1
1. Pengertian ‘Am..............................................................................................1
2. Bentuk-Bentuk Lafaz ‘Am dan Klasifikasinya.............................................1
3. Kehujjahan ‘Am............................................................................................3
B. KHAS.........................................................................................................3
1. Pengertian Khas............................................................................................3
2. Bentuk-Bentuk Lafaz Khas dan Klasifikasinya............................................3
3. Kehujjahan Khas...........................................................................................4
1.2 MUTLAQ DAN MUQAYYAD...................................................................5
A. MUTLAQ...................................................................................................5
1.Pengertian Mutlaq..........................................................................................5
2.Kehujjahan Mutlaq........................................................................................5
B. MUQAYYAD.............................................................................................6
1. Pengertian Muqayyad...................................................................................6
2. Kehujjahan Muqayyad..................................................................................6
3. Bentuk-Bentuk lafaz Mutlaq dan Muqayyad................................................7
1.3 PERBEDAAN ANTARA ‘AM DAN MUTLAQ......................................8
BAB II PENUTUP.................................................................................................9
2.1 Kesimpulan...................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

iii
BAB I
PEMBAHASAN

1.1 ‘AM DAN KHAS

A. ‘AM

1. Pengertian ‘Am
Secara bahasa ‘am berarti yang umum, merata, dan menyeluruh. Adapun
menurut istilah ‘am sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Hamid Hakim ialah:

‫ال َعا ُم ه َُوالَّل ْفظُ الْ ُم ْس َت ْغ ِر ُق ِل َج ِم ْيع ِ َما ي َ ْصلُ ُح هَل ُ حِب َ ْس ِب َوضْ ع ٍ َواح ٍد َدفْ َع ًة‬
Artinya: “ ‘Am adalah lafaz yang menunjukkan pengertian umum yang mencakup
satuan-satuan (afrad) yang ada dalam lafaz itu tanpa pembatasan jumlah
tertentu.”

Contoh: kata ‫ َااْل ِن ْ َس ُان‬artinya: manusia (mencakup segala jenis manusia). 1

Para ulama ushul fiqh memberikan definisi ‘am yang berbeda-beda, akan
tetapi pada hakekatnya definisinya sama. Menurut ulama Hanafiah ‘am yaitu
“setiap lafaz yang mencakup banyak, baik secra lafaz maupun makna”. Menurut
ulama Syafi’iyah, diantaranya al-Ghazali yaitu “satu lafaz yang dari satu segi
menunjukkan dua makna atau lebih”. Sedangkan menurut al-Bazdawi, ‘am yaitu
“lafaz yang mencakup semua yang cocok untuk lafaz tersebut dengan satu kata”.
Dari beberapa pengertian diatas, secara substansial tidak memiliki perbedaan
makna. Artinya, suatu lafaz bisa dikatakan ‘am apabila kandungan maknanya
tidak memberikan batasan pada jumlah yang tertentu.2

2. Bentuk-Bentuk Lafaz ‘Am dan Klasifikasinya


a) Lafaz jamak, seperti: kullu, jami’, ayyu, ’ammah, sair, kaffah, dan
qathabah.
Misalnya: ‫ لك راع مسئول عن رعيته‬dan ‫خلق لمك ما يف الرض َجيعا‬
Dari sekian lafaz jamak tersebut, lafaz kullu-lah yang paling umum.

b) Lafaz Mufrad (tunggal) yang dima’rifatkan dengan alif lam jinsiyah.


Contohnya QS. [2] :275:

1
Drs. Sapiudin Shidiq, M.A Ushul Fiqh, (Jakarta: KENCANA, 2011), hlm. 160
2
http://digilib.uinsby.ac.id/

1
‫ّ ِالربٰوا ۗ َو َح َّر َم الْ َب ْي َع اهّٰلل ُ َو َا َح َّل‬
Lafaz al-bai’ dan al-riba’ keduanya adalah isim mufrad yang
dirifatkandengan jinsiyah. Oleh karena itu keduanya adalah lafaz ‘am
yang mencakup seluruh satuan satuan yang dapat di masukkan di
dalamnya .

c) Lafaz jamak yang dita’rifkandengan idhafah.


Misalnya QS.[4]: 11:
ُ ‫َا ْواَل ِدمُك ْ يِف ْ ٓ اهّٰلل ُ ي ُ ْو ِص ْيمُك‬
Lafaz aulad adalah lafaz jamak dalam posisi nakirah . Akan tetapi
karena lafaz tersebut disandarkan dengan lafaz kum, maka ia menjadi
ma’rifah. Karena itu lafaz tersebut menunjukan seluruh satuan satuan
yang dapat dimasukkan kedalamnya .

d) Isim maushul, seperti: ‫اذلى‬


Contohnya QS:An-Nur [24] :4 :
‫الْ ُم ْح َص ٰن يَ ْر ُم ْو َن ِذ ْي َن ِت َوا َّل‬
Artinya: “dan orang-orang yang menuduh wanita baik-baik (berbuat
zina).”

e) Isim Syarth, seperti: ‫ َم ْن‬,‫ما‬


Contohnya QS: Al-baqarah [2] :245:
‫ا َح َس ًن قَ ْرضً ا اهّٰلل َ يُ ْق ِر ُض اذَّل ِ ْي َذا َم ْن‬
f) Isim nakirah yang dinafikan.
Contohnya: ‫ ال رضر وال رضار‬dan ‫ال جهرة بعد الفتح‬
Lafaz dharar dan hijrah adalah isim nakirah. Akan tetapi, lafaz
tersebut dalam susunan kalimat nafi yaitu didahului dengan lafaz la,
maka pengertian kedua kalimat diatas adalah umum, yaitu mencakup
segala pengertian mudharat dan hijrah .3

3. Kehujjahan ‘Am
Para ulama ushul fiqh telah memberikan ketentuan-ketentuan terhadap
beberapa hal yang berhubungan dengan ‘Am:

3
https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/diktum/article/view/229/153

2
 Fi’il atau kata kerja yang bersifat mustbat, apabila di dalamnya
terkandung beberapa bagian, maka tidaklah menunjukan umum pada
semua bagiannya.
Alasannya adalah karena dalam kalimat yang demikian itu terkandung di
dalamnya satu sifat. Contohnya dalam suatu riwayat bahwa:
ِ ّ‫هللا علي ِه وسمّل َ بعد غيوب ِة الش‬
)‫فق (رواه مسمل‬ ُ ‫صىّل النّ ّيب صىّل‬
Artinya: “Nabi (pernah mengerjakan) shalat setelah hilangnya syafaq.” (HR.
Muslim)
Dalam riwayat diatas tidak dijelaskan apakah syafaq putih atau merah,
dalam hal demikian tidak menunjukkan umum, yakni tidak menunjukkan kepada
keduanya. Oleh karena itu, tidak bisa dijadikan patokan dalam menentukan
hukum.4

B. KHAS

1. Pengertian Khas
Secara bahasa khas artinya tertentu. Adapun khas dalam istilah ushul fiqh
adalah lafadz yang menunjukkan arti satu yang telah tertentu. Makna satu ini
dapat dipahami bisa menunjukkan perorangan, seperti Ibrahim atau menunjukkan
satu jenis seperti laki-laki atau menunjukkan suatu kelompok atau masyarakat.5
Khas mengandung pengertian sebaliknya dari ‘am, jika‘am mengandung arti
umum dengan lafadz yang didalamnya mencangkup berbagai suatu objek yang
banyak, maka khas adalah suatu lafadz yang memiliki arti atau makna tertentu dan
khusus. Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’ ushul fiqh tentang
pengertian khas tersebut. Beberapa pengertian tersebut dapat dipahami
bahwasannya lafadz khas merupakan arti tertentu dan tidak ada perbedaan,
kecuali dari segi redaksi saja.6

2. Bentuk-Bentuk Lafaz Khas dan Klasifikasinya


a. Lafaz berbentuk perintah
Mewajibkan yang diperintahkan itu, selama tidak terdapat dalil
yang memalingkan perintah itu dari kewajiban. Contohnya, QS: Al –
Baqarah [2]:43 :
‫الص ٰلو َة َو َا ِق ْي ُموا‬
َّ ‫َّالرا ِك ِعنْي َ َم َع َو ْار َك ُع ْوا َّالز ٰكو َة َو ٰاتُوا‬

4
https://jajangchevy.wordpress.com/2016/01/18/146/
5
Shidiq, M.A Ushul Fiqh, (Jakarta: KENCANA, 2011), hlm. 164
6
Romli, Muqaranah Mazahib fil Ushul, (Jakarta: Gaya Media Pratama. 1999), 195

3
Artinya: “Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah
beserta orang yang rukuk.”
Ayat tersebut secara tegas menunjukan adanya perintah wajib
melaksanakan sholat dan perintah mengeluarkan zakat dan perintah
tersebut bersifat khusus .

b. Lafaz berbentuk larangan


Mewajibakan yang di larang selama tidak ada dalil yang
memalingkan dari keharaman itu. Contohnya, QS : Al-Isra’ [17]: 33 :
... ‫اِب لْ َح ّ ِۗق ِااَّل هّٰلل ُ ا َح َّر َم الَّيِت ْ النَّ ْف َس تَ ْق ُتلُوا َواَل‬
Artinya:”Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah
(membunuhnya)...”
Ini menunjukkan haramnya membunuh secara qath’iy karena sigat
nahiy juga termasuk khas. Contoh lainnya adalah Allah dengan tegas
melarang merusak alam seperti menebang pohon sembarangan. Jika
penebangan hutan sembarangan maka akan mengakibatkan banjir yang
akan membawa malapetaka bagi makhluk hidup yang ada di alam ini. 7

3. Kehujjahan Khas
Dalalah Khas menunjuk kepada dalalah qath’iyyah terhadap makna khusus
yang dimaksud dan hukum yang ditunjukkannya adalah qath’iy, bukan dzanniy,
selama tidak ada dalil yang memalingkannya kepada makna lain.Akan tetapi,
apabila ada qarinah, maka lafadz Khas harus ditakwilkan kepada maksud makna
yang lain.
Contoh, hadits Nabi yang berbunyi:
‫يِف ْ لُك ِّ َأ ْرب َ ِعنْي َ َشا ًة‬
Artinya: ”Pada setiapempat puluh kambing, wajib zakatnya seekor kambing.”

Menurut jumhur ulama, arti kata empat puluh ekor kambing dan seekor
kambing, keduanya adalah lafadz Khas. Karena kedua lafadz tersebut tidak
mungkin diartikan lebih atay kurang dari maka yang ditunjuk oleh lafads itu
sendiri. Dengan demikian, lafadz tersebut adalah qath’iy. Tetapi menurut Ulama
Hanafiyah dalam hadits tersebut terdapat qarinah yang mengalihkan kepada arti
yang lain. Yaitu bahwa fungsi zakat adalah untuk menolong fakir miskin.
Pertolongan itu dapat dilakukan bukan hanya dengan memberikan seekor
kambing, tetapi juga dapat dengan menyerahkan harga seekor kambing yang
dizakatkan.8
7
https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/diktum/article/view/229/153
8
https://jajangchevy.wordpress.com/2016/01/18/146/

4
1.2 MUTLAQ DAN MUQAYYAD

A. MUTLAQ

1. Pengertian Mutlaq
Secara bahasa mutlaq berarti tidak terikat. Secara istilah ialah lafaz yang
menunjukkan pada hakikat lafaz itu apa adanya tanpa memandang jumlah
maupun sifatnya. Mutlaq merupakan lafaz yang menunjukkan sesuatu yang tidak
dibatasi oleh suatu batasan yang mengurangi keseluruhan jangkauannya.
Misalnya dalam Q.S Al-Mujadalah [58]: 3: ‫ َا ْن قَ ْب ِل ِ ّم ْن َرقَ َب ٍة فَتَ ْح ِر ْي ُر‬ ۗ ‫ي َّ َت َم ۤا َّسا‬
Lafaz raqabah dalam ayat terssebut adalah lafaz khas yang mutlaq, karena
tidak diberi qayyid dengan sifat tertentu. 9

2. Kehujjahan Mutlaq
Dalam kaidah ushul fiqh, lafadz mutlaq wajib diamalkan sebagimana
kemutlakannya selama tidak terdapat dalil yang mengqayyidinya. Contoh:
Artinya: “...tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh
orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan pada keluargamu
atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekaan budak” (QS. Al-
Maidah: 89).

Lafadz raqabah dalam ayat ini adalah ayat yang mutlaq, sebab tidak
diqayyidi dengan sifat tertentu. Karena itulah, maka kafarat sumpah menurut
sebagian ulama boleh memerdekaan budak, baik muslim maupun non muslim,
laki-laki maupun perempuan karena memang tidak ada qayidnya. Lafadz mutlaq
juga bisa dilihat dalam hadist berikut ini:
“Tidak ada nikah (tidak sah) kecuali dengan adanya wali”. Kata
waliyyin‛ di sini adalah lafadz mutlaq, tidak diqayyidi sifat adil misalnya atau
sifat-sifat yang lain. Oleh karena itu kehadiran seorang wali dalam perkawinan
baik wali itu fasiqa tau adil. Sebab hadits ini menggunakan redaksi mutlaq.
Adapun lafadz mutlaq yang telah diqayyidi, maka qayidini berlaku
sebagaimana firman Allah SWT:
‫َد ْي ٍن َا ْو هِب َٓا ي ُّ ْويِص ْ َو ِص َّي ٍة ب َ ْع ِد ِم ْۢن‬
Artinya: “...Sesudah wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya...” (QS. An-Nisa’: 11)

9
https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/diktum/article/view/229/153

5
Kata al-wasiyyah, adalah mutlaq dan dibatasi dengan hadist yang
menunjukkan bahwa tidak boleh berwasiat lebih dari sepertiga harta waris. Maka
maksud ayat ini adalah wasiat yang dalam batas sepertiga harta tinggalan.10

B. MUQAYYAD

1. Pengertian Muqayyad
Secara bahasa Muqayyad berarti membatasi. Secara istilah Muqayyad ialah
lafaz yang menunjukkan pada hakikat lafaz tersebut dengan dibatasi oleh
sifat, keadaan, dan syarat tertentu. Atau dengan kata lain, lafaz yang
menunjukkan suatu hakikat dengan batasan, tanpa memandang pada
jumlahnya.
Misalnya dalam Q.S An-Nisa’ [4]: 92:
‫ﻣﻦﻗﺘﻞﻣﺆﻣﻨﺎﻓﺘﺤﺮﻳﺮﺭﻗﺒﺔﻣﺆﻣﻨﺔ‬
Artinya: “Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman.” 11

2. Kehujjahan Muqayyad
Lafadz muqayyad wajib diamalkan sebagaimana kemuqayyadannya
selama belum ada dalil yang menjelaskan bahwa sifat yang melekat tersebut
terabaikan (ilgha’). Seperti firman Allah Swt :
Artinya: “Barangsiapa tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya)
berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur...” (QS. Al-
Mujadalah: 4)
Lafadz syahrain dalam ayat ini diberi qayid mutatabiani. Selama belum
ada dalil yang menghilangkan qayid tersebut, maka harus diamalkan sebagai
lafadz muqayyad. Oleh karena itu, tidak cukup berpuasa dua bulan yang terpisah,
tetapi dia wajib berpuasa dua bulan berturut-turut. Sedang, qayid yang diabaikan
adalah firman Allah Swt:
Artinya: “...Dan anak-anak istrimu yang ada dalam pemeliharaanmu, dari
istri yang telah kau campuri.” (QS. An-Nisa: 23).
Dalam ayat tersebut, ada dua qayid. Pertama, allati fi hujurikum. Kedua,
allati dakhaltum bihinna. Dari kedua qayid tersebut, yang dipakai hanya qayid
yang kedua karena qayid yang pertama disebut hanya merupakan ‘urf yang
berlaku saat itu. Sehingga qayid pertama diabaikan. Oleh sebab itu, walaupun
anak tiri tidak dalam asuhan, namun ibunya sudah disenggamai, maka anak itu
tetap haram dinikahi.12
10
M. Noor Harisuddin, Ilmu ushul Fiqh, Jember: Instrans Pulblishing.
11
https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/diktum/article/view/229/153
12
Ibid., hlm. 142-143.

6
3. Bentuk-Bentuk lafaz Mutlaq dan Muqayyad
1. Jika sebab dan hukum yang ada dalam mutlaq sama dengan sebab dan
hukum yang ada dalam muqayyad. Contoh :
 Ayat mutlaq
Surat al-Maidah ayat 3, artinya “Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah daging babi…”
 Ayat Muqayyad
Surat al-An’am ayat 145, artinya “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu
yang diwahyukan kepada-Ku, sesuatu yang diharamkan bagi orang
yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir”.

2. Jika sebab yang ada dalam mutlaq dan muqayyad sama tetapi hukum
keduanya berbeda, maka dalam hal ini yang mutlaq tidak bisa ditarik
kepada muqayyad. Contoh :
 Ayat Mutlaq
Surat al-Maidah ayat 6 tentang tayammum, yang artinya: “Maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu
dan tanganmu dengan tanah…”
 Ayat Muqayyad
Surah Al –Maidah ayat 6 tentang wudhu, yang artinya: “Hai orang-
orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku…”

3. Jika sebab yang ada pada mutlaq dan muqayyad berbeda, tetapi hukum
keduanya sama, maka yang mutlaq tidak bisa dipahami dan diamalkan
sebagaimana yang muqayyad. Contoh :
 Ayat Mutlaq
Surat al-Mujadalah ayat 3 tentang kafarah dzihar yang dilakukan
seorang suami kepada istrinya, yang artinya: “Orang-orang yang
menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa
yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang
budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.”
 Ayat Muqayyad
Surat an-Nisa’ ayat 92 tentang kafarah qatl (pembunuhan) yang tidak
sengaja, yang artinya: “dan barangsiapa membunuh seorang mukmin
karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya
yang beriman.”

7
4. Jika sebab dan hukum yang ada pada mutlaq berbeda dengan sebab dan
hukum yang ada pada muqayyad, maka yang mutlaq tidak bisa dipahami
dan diamalkan sebagaimana yang muqayyad. Contoh:
 Ayat Mutlaq
Masalah had pencurian yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 38
yang artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.”
 Ayat Muqayyad
Masalah wudhu’ yang dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 6, yang
artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku.” 13

1.3 PERBEDAAN ANTARA ‘AM DAN MUTLAQ

Ulama’ ushul fiqh membedakan antara lafaz ‘am dan lafaz mutlaq adalah,
lafaz ‘am dapat mencakup semua satuannya sekaligus. Adapun mutlaq tidak dapat
mencakup sekaligus semua satuannya kecuali sesuatu yang menonjol di antara
satuannya itu. Seperti dijelaskan berikut ini:

ٌ ‫مُع ُ ْو ُم الْ َعا ِم مُش ُ ْوىِل ٌ َومُع ً ْو ُم ْامل ُ ْطلَ ِق بَدَ ىِل‬
Artinya: ‘Keumuman ‘am itu bersifat menyeluruh sedangkan umuman mutlaq
bersifat mengganti atau mewakili.’

13
https://sinar5news.com/pembagian-lafadz-muthlaq-dan-muqayyad/

8
BAB II
PENUTUP

2.1 KESIMPULAN

Kaidah-kaidah ushul fiqh merupakan salah satu ilmu yang sangat penting dan
diperlukan guna menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, khususnya dalam menetapkan hukum-
hukum syari’ah. Sebagian diantara kaidah-kaidah dalam menafsirkan Al-Qur’an yang
dirumuskan oleh pakar-pakar ushul fiqh itu berupa lafadz ‘am dan khas, mutlaq dan
muqayyad.
Adapun khas dalam istilah ushul fiqh adalah lafadz yang menunjukkan arti
satu yang telah tertentu. Khas mengandung pengertian sebaliknya dari ‘am,
jika‘am mengandung arti umum dengan lafadz yang didalamnya mencakup
berbagai suatu objek yang banyak, maka khas adalah suatu lafadz yang memiliki
arti atau makna tertentu dan khusus.
Mutlaq menurut istilah ialah lafaz yang menunjukkan pada hakikat lafaz
itu apa adanya tanpa memandang jumlah maupun sifatnya. Sedangkan Muqayyad
ialah lafaz yang menunjukkan pada hakikat lafaz tersebut dengan dibatasi oleh
sifat, keadaan, dan syarat tertentu. Atau dengan kata lain, lafaz yang menunjukkan
pada hakikat lafaz itu sendiri, dengan dibatasi oleh batasan, tanpa memandang
pada jumlahnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Harisuddin, M. Noor. Ilmu ushul Fiqh. Jember: Instrans Pulblishing.

http://digilib.uinsby.ac.id/

https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/diktum/article/view/229/153

https://jajangchevy.wordpress.com/2016/01/18/146/

https://sinar5news.com/pembagian-lafadz-muthlaq-dan-muqayyad/

Romli. 1999. Muqaranah Mazahib fil Ushul. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Shidiq, Sapiudin. 2011.Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.

10

Anda mungkin juga menyukai