Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KAIDAH-KAIDAH USHULIYAH: ‘AM DAN KHASH, AMR DAN NAHYI

“Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih”

Dosen Pengampu: Syamsurizal Abas, S.Fil.I, M.H

Disusun:

Kelompok 4

1. Siti Mutia Mariase


2. Putri Sabrina Rahman
3. Rafdal Duto

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................................

A. Latar Belakang.................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................
C. Tujuan Masalah...............................................................................................

BAB II: PEMBAHASAN..................................................................................................

A. ‘Am dan Khash ................................................................................................

a. Definisi ‘Am................................................................................................
b. Bentuk lafal ‘Am........................................................................................
c. Definisi Khash............................................................................................
d. Bentuk lafal Khash....................................................................................

B. Amr dan Nahyi..................................................................................................

a. Definisi ‘Amr..............................................................................................
b. Bentuk lafal ‘Amr......................................................................................
c. Definisi Nahyi.............................................................................................
d. Bentuk lafal Nahyi.....................................................................................

BAB III: PENUTUP..........................................................................................................

A. Kesimpulan........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah, atas rahmat karunia serta hidayah-Nya,
sehingga saya bisa menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk dan isinya yang
sederhana, semoga makalah ini bisa menambah ilmu dan wawasan bagi setiap pembacanya.
Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah
Fiqih. Selain itu untuk menambah ilmu pengetahuan tentang agama khusunya dalam bidang fiqih

Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terma kasih kepada bapak Syamsurizal
Abas, S.Fil,I, M.H., selaku dosen pada mata kuliah Fiqih yang telah membaerikan tugas kepada
kelompok kami. Kami juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan
tugas ini.

Kami menyadari karena ketrbatasan pengetahuan, kemampuan serta waktu kami bahwa
hasil makalah ini jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunannya, bahasanya dan juga
penulisannya. Oleh karena itu kritik dan juga saran yang membangun sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Termasuk di antara rahmat dan kasih sayang Allah SWT pada kita sebagai hamba-Nya
adalah munculnya al-Maudhu’at al-Lughawiyyah (beberapa peletakan bahasa), atas ciptaan
Allah SWT. Walaupun ada yang mengatakan bahwa peletakan bahasa adalah selain Allah SWT,
yakni para hamba sendiri, Terciptanya bahasa tetap menjadi anugerah agung dari-Nya, karena
Allah-lah yang menciptakan semua perbuatan hamba-hamba-Nya. Semua manusia
membutuhkan bahasa sebagai pengungkap makna dalam hati, untuk berinteraksi dengan sesama.
Karena secara fitrah, manusia makhluk sosial, tidak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan
dunia dan akhirat. Selain itu bahasa adalah faidah dari pada isyarat yang lebih mudah dipahami.
Selain bahasa manusia perlu untuk menegtahui hukum-hukum tentang Islam seperti ilmu ushul
fiqh.

Para ulama’ ushul berupaya untuk menggali hukum atau mengistimbath-kan hukum dari
Al-qur’an dan Hadits, sebagaimana usaha untuk mencari tahu problem dalam masyarakat. Salah
satu cara untuk menggali hukum adalah melalui nash-nash Al-qur’an dan Hadits. Ushul fiqh
merupakan ilmu yang mempelajari dasar-dasar fikih. Karena untuk mengetahui hukum tentang
pengkajian hukum Islam. Dalil-dalil ini merupakan dasar dalam menentukan suatu pernyataan

Dengan demikian dalam menetapkan hukum, yang pertama kali dijadikan landasan adalah
lafal dan makna lughawi al-qu’ran dan sunnah. Dalam hal ini yang menjadi fokus kajian adalah
lafadz-lafadz nash yang ‘am, khas, amr, nahi, persoalan nasikh dan mansukh dan sebagainya
yang berkaitan dengan bentuk atau contohnya. Untuk memahami nash harus mempunyai
kemampuan bahasa Arab yang baik dan ilmu-ilmu pendukunnya1

B. Rumusan masalah

1. Apa itu lafal ‘am?

1
“BAB I- DIGILIB UIN SUNAN AMPEL SURABAYA” (n.d.): 1–14.
2. Apa itu lafal khash?
3. Apa itu lafal amr?
4. Apa itu lafal nahyi?

C. Tujuan masalah

1. Mengetahui arti dari lafal ‘am


2. Mengetahui arti dari lafal khash
3. Mengetahui arti dari lafal ‘amr
4. Mengetahui arti dari lafal Nahyi
BAB II

PEMBAHASAN

A. ‘Am Dan Khash

a. Definisi ‘am

‘Am dapat diartikan sebagai umum. Secara bahasa ‘am memiliki makna:

“‫”هريغ مأاظفل رمأال ناك ءاوس ددعتدل رمأ لومش‬

“Ketercakupan sesuatu karena berbilang baik sesuatu itu lafaz atau yang lainnya”

Secara terminologi , Abu Zahrah mendefinisi-kan ‘am adalah:

“‫”دحاو عضو ول ولصي امعيمجل وتاللد ىف قرغتسدال نيرثك ىلع الدال ظفلال‬

suatu lafaz yang mencakup keseluruhan makna yang dikandungnya melalui satu ketetapan
bahasa2

Dalam definisi lain ‘am secara bahasa adalah cakupan sesuatu baik lafaz atau selainnya.
Sedangkan menurut istilah ialah lafaz yang menunjukkan jumlah yang banyak dan satuan yang
termasuk dalam pengertiannya dalam satu arti yang berlaku. Adapun yang dimaksud dengan satu
arti yang berlaku yaitu lafaz yang tidak mengandung makna lain yang bisa menggantikan arti
tersebut (bukan musytarak). dapat disimpulkan bahwa lafaz‘âm menunjukkan arti yang banyak
dengan menggunakan satu ungkapan dan dalam kondisi yang sama,3

b. Bentuk lafal ‘am

2
Sofian Al Hakim, “Konsep Dan Implementasi Al-‘Âmm Dan Al-Khâsh Dalam Peristiwa Hukum Kontemporer,” Asy-
Syari’ah 17, no. 2 (2015).
3
Muhammad Amin Sahib, “LAFAZ DITINJAU DARI SEGI CAKUPANNYA (‘ÂM - KHÂS - MUTHLAQ - MUQAYYAD),” UIN
AlauddinMakassar Dpk di Universitas Negeri Makassar 14 (2016): 138–147.
‫‪) dalam Q.S at-Thur: 21:‬جميع( ’‪) dan Jami‬كل( ‪a. Kata Kullu‬‬ ‫َوالَّ ِذي َ‪ْs‬ن ٰا َمنُ ْوا َواتَّبَ َع ْتهُ ْم‬
‫ان اَ ْل َح ْقنَا بِ ِه ْم ُذرِّ يَّتَهُ ْم َو َمٓا اَلَ ْت ٰنهُ ْم ِّم ْن َع َملِ ِه ْم ِّم ْن َش ْي ۚ ٍء ُكلُّ‬ ‫ُذرِّ يَّتُهُ ْم ِبا ِ ْي َم ٍ‬
‫ب َر ِهي ٌْن‬
‫ا ْم ِرٍئ ۢبِ َما َك َس َ‬
‫’‪b. Sighat Jama‬‬ ‫‪) di Awal Seperti lafadz al-walidat dalam Surat‬ال ( ‪Yang Disertai Alif Lam‬‬

‫‪Al-Baqarah ayat 233:‬‬ ‫ضع َْن اَ ْواَل َدهُ َّن َح ْولَي ِْن َكا ِملَي ِْن لِ َم ْن اَ َرا َد‬ ‫ت يُرْ ِ‬ ‫َو ْال َوالِ ٰد ُ‬
‫َّضا َعةَ ۗ َو َعلَى ْال َم ْولُ ْو ِ‪s‬د لَهٗ ِر ْزقُه َُّن َو ِكس َْوتُه َُّن بِ ْال َم ْعر ُْو ۗ ِ‬
‫ف اَل‬ ‫اَ ْن يُّتِ َّم الر َ‬
‫ض ۤا َّر َوالِ َدةٌ‪ۢ s‬بِ َولَ ِدهَا َواَل َم ْولُ ْو ٌ‪s‬د لَّهٗ بِ َولَ ِدٖ‪s‬ه َو َعلَى‬ ‫ف نَ ْفسٌ اِاَّل ُو ْس َعهَا ۚ اَل تُ َ‬ ‫تُ َكلَّ ُ‬
‫اح‬‫اض ِّم ْنهُ َما َوتَ َشا ُو ٍر فَاَل ُجنَ َ‬ ‫صااًل َع ْن تَ َر ٍ‬ ‫ك ۚ فَا ِ ْن اَ َرا َدا فِ َ‬ ‫ث ِم ْث ُل ٰذلِ َ‬‫ار ِ‬ ‫ْال َو ِ‬
‫اح َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َسلَّ ْمتُ ْم َّمٓا‬ ‫ضع ُْٓوا اَ ْواَل َد ُك ْم فَاَل ُجنَ َ‬ ‫َعلَ ْي ِه َما َۗواِ ْن اَ َر ْدتُّ ْم اَ ْن تَ ْستَرْ ِ‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ص ْي ٌر‬ ‫ف َواتَّقُوا َ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن َ بِ َما تَ ْع َملُ ْو َن بَ ِ‬ ‫ٰاتَ ْيتُ ْم بِ ْال َم ْعر ُْو ۗ ِ‬
‫‪c. Kata Benda Tunggal Yang Dima’rifahkan Dengan Alif Lam Contohnya lafadz al-insan‬‬
‫‪dalam surat Al-‘Asr ayat 2:‬‬ ‫اِنَّ ااْل ِ ْن َس َ‬
‫ان َل ِفيْ ُخسْ ۙ ٍر‬
‫‪d. Isim syarat (kata benda untuk mensyaratkan), seperti kata man dalam surat An Nisa’ ayat‬‬

‫‪92‬‬ ‫ِن اَنْ َّي ْق ُت َل مُْؤ ِم ًنا ِااَّل َخ َطـًٔا ۚ َو َمنْ َق َت َل مُْؤ ِم ًنا َخ َطـًٔا ‪.‬‬ ‫ان لِمُْؤ م ٍ‬ ‫َو َما َك َ‬
‫ان ِمنْ‬ ‫ص َّدقُ ْوا ۗ َف ِانْ َك َ‬ ‫َف َتحْ ِر ْي ُر َر َق َب ٍة مُّْؤ ِم َن ٍة وَّ ِد َي ٌة م َُّسلَّ َم ٌة ا ٰ ِٓلى اَهْ ل ٖ ِٓه ِآاَّل اَنْ َّي َّ‬
‫ان ِمنْ َق ْو ۢ ٍم َب ْي َن ُك ْم‬ ‫َق ْو ٍم َع ُدوٍّ لَّ ُك ْم َوه َُو مُْؤ ِمنٌ َف َتحْ ِر ْي ُر َر َق َب ٍة مُّْؤ ِم َن ٍة َۗو ِانْ َك َ‬
‫اق َف ِد َي ٌة م َُّسلَّ َم ٌة ا ٰ ِٓلى اَهْ لِهٖ َو َتحْ ِر ْي ُر َر َق َب ٍة مُّْؤ ِم َن ٍة ۚ َف َمنْ لَّ ْم َي ِج ْد‬ ‫َو َب ْي َن ُه ْم ِّم ْي َث ٌ‬
‫ان هّٰللا ُ َعلِ ْيمًا َح ِك ْيمًا‬ ‫هّٰللا‬
‫ْن َت ْو َب ًة م َِّن ِ َۗو َك َ‬ ‫ْن ُم َت َت ِاب َعي ۖ ِ‬
‫َفصِ َيا ُم َشه َْري ِ‬
‫‪e.‬‬ ‫‪Isim nakirah yang dinafikkan, seperti kata laa junaha dalam surat al mumtahanah ayat 10‬‬
‫علَ ُم ‪:‬‬ ‫ت فَا ْمتَ ِحنُ ْوهُ ۗ َّن هّٰللَا ُ اَ ْ‬ ‫ت ُم ٰه ِج ٰر ٍ‬ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا َج ۤا َء ُك ُم ْال ُمْؤ ِم ٰن ُ‬
‫ار اَل هُ َّن ِحلٌّ‬ ‫ت فَاَل تَرْ ِجع ُْوهُ َّن اِلَى ْال ُكفَّ ۗ ِ‬ ‫بِا ِ ْي َمانِ ِه َّن فَا ِ ْن َعلِ ْمتُ ُم ْوهُ َّن ُمْؤ ِم ٰن ٍ‬
‫اح َعلَ ْي ُك ْم اَ ْن تَ ْن ِكح ُْوهُ َّن‬ ‫لَّهُ ْم َواَل هُ ْم يَ ِحلُّ ْو َن لَه ۗ َُّن َو ٰاتُ ْوهُ ْم َّمٓا اَ ْنفَقُ ْو ۗا َواَل ُجنَ َ‬
‫ص ِم ْال َك َوافِ ِر َو ْسـَٔلُ ْوا‪َ s‬مٓا اَ ْنفَ ْقتُ ْم‬ ‫اِ َذٓا ٰاتَ ْيتُ ُم ْوهُ َّن اُج ُْو َرهُ ۗ َّن َواَل تُ ْم ِس ُك ْوا بِ ِع َ‬
‫َو ْليَ ْسـَٔلُ ْوا‪َ s‬مٓا اَ ْنفَقُ ْو ۗا ٰذلِ ُك ْم ُح ْك ُم هّٰللا ِ ۗيَحْ ُك ُم بَ ْينَ ُك ۗ ْم َوهّٰللا ُ َعلِ ْي ٌم َح ِك ْي ٌم‬
f. Isim maushul itu adalah kata ganti penghubung, misalnya kata al-ladzina dalam ayat 10
Qs An-Nisa ُ ‫ظ ْلمًا ِا َّن َما َيْأ ُكلُ ْو َن ِفيْ ب‬
‫ُط ْون ِِه ْم‬ َ َ‫اِنَّ الَّ ِذي َـْن َيْأ ُكلُ ْو َن ا‬
ُ ‫مْوا َل ْال َي ٰت ٰمى‬
‫ࣖ َنارً ا ۗ َو َس َيصْ َل ْو َـن َس ِعيْرً ا‬

c. Definisi Khash

Definisi khâsh adalah lawan dari pengertian ‘am (umum). demikian, jika telah memahami
arti dari lafaz ‘am maka otomatis juga dapat memahami arti dari lafaz khash. lafaz khâsh itu
ditentukan untuk menunjukan satu satu- an secara perorangan seperti Ahmad atau satu satuan
kelompok seperti laki-laki, atau beberapa satuan yang jumlahnya tidak ter- batas seperti “kaum”
atau lafaz lain dalam bentuk satuan yang tidak terbatas, tetapi tidak menunjukan seluruh
satuannya (yang masuk dalam pengertian ‘am).

menurut al-Khudahari Beik: Lafaz yang obyeknya adalah dilalah yang bermakna satu dengan
cara satu per- satu

d. Bentuk lafal Khash

a. Menurut jumhur ulama telah sepakat bahwa lafazh khash ini dalam nash syara’ menunujuk
kepada dalalah qath’iyah. Artinya selama lafazh tersebut tidak ada qarinah yang menunujukan
kepada makna lain, maka hukumnya tetap qath’i seperti firman Allah QS. Al Baqarah : 196
ِۚ ‫صرْ تُ ْم فَ َما ا ْستَ ْي َس َر ِم َن ْالهَ ْد‬ ‫هّٰلِل‬
‫ي َواَل تَحْ لِقُ ْوا‬ ِ ْ‫ ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ ِ ۗ فَا ِ ْن اُح‬s‫َواَتِ ُّموا‬
‫ان ِم ْن ُك ْم َّم ِر ْيضًا اَ ْو بِ ٖ ٓه اَ ًذى ِّم ْن َّرْأ ِس ٖه‬ َ ‫ي َم ِحلَّهٗ ۗ فَ َم ْن َك‬ ُ ‫ُر ُء ْو َس ُك ْم َح ٰتّى يَ ْبلُ َغ ْالهَ ْد‬
‫ُك ۚ فَاِ َذٓا اَ ِم ْنتُ ْم ۗ فَ َم ْن تَ َمتَّ َع بِ ْال ُع ْم َر ِة اِلَى ْال َحجِّ فَ َما‬
ٍ ‫ص َدقَ ٍة اَ ْو نُس‬ َ ‫صيَ ٍام اَ ْو‬ ِ ‫فَفِ ْديَةٌ ِّم ْن‬
ۗ ‫صيَا ُم ثَ ٰلثَ ِة اَي ٍَّام فِى ْال َحجِّ َو َس ْب َع ٍة اِ َذا َر َج ْعتُ ْم‬ ِ َ‫ي فَ َم ْن لَّ ْم يَ ِج ْد ف‬ ِ ۚ ‫ا ْستَ ْي َس َر ِم َن ْالهَ ْد‬
‫هّٰللا‬ َ ِ‫ك َع َش َرةٌ َكا ِملَةٌ ٰۗذل‬
َ ‫اض ِرى ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام ۗ َواتَّقُوا‬ ِ ‫ك لِ َم ْن لَّ ْم يَ ُك ْن اَ ْهلُهٗ َح‬ َ ‫تِ ْل‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ࣖ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬
b. QS Al Baqarah : 228

َ َ‫ت يَتَ َربَّصْ َن بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُر ۤ ُْو ۗ ٍء َواَل يَ ِحلُّ لَه َُّن اَ ْن يَّ ْكتُ ْم َن َما َخل‬
‫ق‬ ُ ‫َو ْال ُمطَلَّ ٰق‬
ُّ ‫هّٰللا ُ ِف ْٓي اَرْ َحا ِم ِه َّن اِ ْن ُك َّن يُْؤ ِم َّن بِاهّٰلل ِ َو ْاليَ ْو ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر َوبُع ُْولَتُه َُّن اَ َح‬
‫ق بِ َر ِّد ِه َّن‬
‫ال‬ِ ‫ف َولِلرِّ َج‬ ِ ۖ ‫ اِصْ اَل حًا َۗولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه َّن بِ ْال َم ْعر ُْو‬s‫ك اِ ْن اَ َرا ُد ْٓوا‬ َ ِ‫فِ ْي ٰذل‬
‫ࣖ َعلَ ْي ِه َّن َد َر َجةٌ ۗ َوهّٰللا ُ َع ِز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬

B. ‘Amr dan Nahyi

a. Definisi ‘Amr

Dalam setiap kata amar mengandung tiga unsur, yaitu:Pertama, yang mengucapkan kata
amar atau yang menyuruh. Kedua, yang dikenal kata amar atau yang disusun. Ketiga, Ucapan
yang digunakan dalam suruhan itu

Supaya amar dapat berlaku sebagai “ perintah”. Para ulama memperbincangkannya.


Apakah kedudukan yang menyuruh dan yang disuruh dijadikan pertimbangan atau tidak?
Apakah sikap dan bentuk ucapan suruhan menentukan atau tidak? Kalau perintah itu adalah
untuk mengerjakan atau tidak?

Ulama Mu’tazilah mensyaratkan kedudukan pihak yang menyuruh harus lebih tinggi dari
pihak yang disuruh. Kalau kedudukan yang menyuruh lebih rendah dari yang disuruh, maka
tidak disebut amar, tetapi disebut “doa” seperti disebutkan dalam Al-Qur’an surat Nuh (71):28:

Kata amar itu muncul dari orang yang kedudukannya sama dengan orang yang dikenal kata
amar, juga tidak disebut amar, tetapi ”iltimas”. Seperti ucapan yang muncul dari antara dua
sahabat, “ Beri saya sebatang rokok”. Atas dasar pandangan di atas mengenai persyaratan kata
amar supaya menjadi perintah, maka secara sederhana definisi ‘amr ialah “perintah mengerjakan
yang datang dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah”. Pandangan
b. Bentuk lafal ‘amr

a. Untuk hukum wajib (‫ ﺟﻮﻟا) ﺐ‬, artinya lafadz amar itu menghendakipihak yang disuruh
wajib melaksanakan apa yang tersebut dalam lafadz itu. Umpamanya firman Allah dalam

surat an-Nisa (4):77 : sَ‫اَلَ ْم تَ َر اِلَى الَّ ِذي َْن قِي َْل لَهُ ْم ُكفُّ ْٓوا اَ ْي ِديَ ُك ْم َواَقِ ْي ُموا الص َّٰلوة‬
َ َّ‫ق ِّم ْنهُ ْم يَ ْخ َش ْو َن الن‬
‫اس‬ َ ِ‫ ال َّز ٰكو ۚةَ فَلَ َّما ُكت‬s‫َو ٰاتُوا‬
ٌ ‫ فَ ِر ْي‬s‫ب َعلَ ْي ِه ُم ْالقِتَا ُل اِ َذا‬
َ ۚ َ‫ْت َعلَ ْينَا ْالقِت‬
‫ال لَ ْوٓاَل اَ َّخرْ تَنَٓا‬ َ ‫َك َخ ْشيَ ِة هّٰللا ِ اَ ْو اَ َش َّد َخ ْشيَةً ۚ َوقَالُ ْوا َربَّنَا لِ َم َكتَب‬
ْ ُ‫ع ال ُّد ْنيَا قَلِ ْي ۚ ٌل َوااْل ٰ ِخ َرةُ َخ ْي ٌر لِّ َم ِن اتَّ ٰقىۗ َواَل ت‬ ٓ
‫ظلَ ُم ْو َن‬ ُ ‫ب قُلْ َمتَا‬ ٍ ۗ ‫اِ ٰلى اَ َج ٍل قَ ِر ْي‬
‫فَتِ ْياًل‬
b. Untuk hukum nadh (‫ ﺪﻨﻟا) ب‬atau sunat, artinya hukum yang timbul dari amar itu adalah

nadh, bukan untuk wajib. Umpamanya firman Allah dalam surat an-Nur (24):33:

‫ف الَّ ِذي َْن اَل يَ ِج ُد ْو َن نِ َكاحًا َح ٰتّى يُ ْغنِيَهُ ُم هّٰللا ُ ِم ْن فَضْ لِ ٖه َۗوالَّ ِذي َْن‬ ِ ِ‫َو ْليَ ْستَ ْعف‬
‫ت اَ ْي َمانُ ُك ْم فَ َكاتِب ُْوهُ ْم اِ ْن َعلِ ْمتُ ْم فِ ْي ِه ْم َخ ْيرًا َّو ٰاتُ ْوهُ ْم‬ ْ ‫ب ِم َّما َملَ َك‬ َ ‫يَ ْبتَ ُغ ْو َن ْال ِك ٰت‬
‫ي ٰا ٰتى ُك ْم َۗواَل تُ ْك ِرهُ ْوا فَتَ ٰيتِ ُك ْم َعلَى ْالبِ َغ ۤا ِء اِ ْن اَ َر ْد َن تَ َحصُّ نًا‬ ْٓ ‫ال هّٰللا ِ الَّ ِذ‬
ِ ‫ِّم ْن َّم‬
‫ة ال ُّد ْنيَا َۗو َم ْن يُّ ْك ِر ْهه َُّّن فَا ِ َّن هّٰللا َ ِم ۢ ْن بَ ْع ِد اِ ْك َرا ِه ِه َّن‬sِ ‫ض ْال َح ٰيو‬ َ ‫لِّتَ ْبتَ ُغ ْوا َع َر‬
ِ ‫َغفُ ْو ٌر ر‬
‫َّح ْي ٌم‬
c. Definisi nahyi

Pembicaraan ulama dalam pembahasan tentang amar yang menyangkut hakikat, sikap dalam
mengucapkan, dan kedudukan yang memberikannya, berlaku pula dalam pembicaraan
tentang “nahy” (larangan). Hal ini yang berpengaruh dalam merumuskan definisi “nahy”
tersebut

a. Ulama yang mensyaratkan kedudukan yang lebih tinggi bagi yang menyuruh memberikan
definisi sebagai berikut:

“Tuntutan untuk meninggalkan dari pihak yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah.”

b. Ulama yang mempersyaratkan adanya sikap meninggi waktu menyampaikan nahy itu
memberi definisi:
“Tuntutan untuk meninggalkan secara pasti tidak menggunakan“Tinggalkanlah”, atau yang
sejenisnya. Kata tuntutan meninggalkan menunjukkan bahwa nahy itu dalam suruhan untuk
meninggalkan suatu perbuatan atau suruhan untuk tidak berbuat apa-apa.”

d. Bentuk lafal Nahyi

Nahy itu menuntut untuk meninggalkan suatu perbuatan dengan kata yang didahului oleh
kata larangan, yaitu: la tafal (‫ )ﻞﻌﻔﺗ ﻻ‬atau yang sewazan (setimbang) dengan kata itu.

Dalam al-Qur’an, nahy yang menggunakan kata larangan itumengandung beberapa


maksud:

a. Untuk hukum haram (‫)ماﺮﺣ‬Umpamanya firman Allah dalam surat al-Isra (17):33: ‫َواَل‬
ٖ‫س الَّ ِتيْ َحرَّ َم هّٰللا ُ ِااَّل ِب ْال َح ۗ ِّق َو َمنْ قُ ِت َل َم ْظلُ ْومًا َف َق ْد َج َع ْل َنا ل َِولِيِّه‬
َ ‫َت ْق ُتلُوا ال َّن ْف‬
‫ان َم ْنص ُْورً ا‬ َ ‫س ُْل ٰط ًنا َفاَل يُسْ ِرفْ ِّفى ْال َق ْت ۗ ِل ِا َّن ٗه َك‬
b. Untuk mendidik (‫)دﺎﺷرا‬. Umpamanya firman Allah dalam surat al- Maidah (5):101: ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها‬
‫الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا اَل َتسْ ـَٔلُ ْوا َعنْ اَ ْش َي ۤا َء ِانْ ُتبْدَ َل ُك ْم َتسُْؤ ُك ْم َۚو ِانْ َتسْ ـَٔلُ ْوا َع ْن َها‬
‫ِحي َْن ُي َن َّز ُل ْالقُرْ ٰانُ ُتبْدَ َل ُك ْم َۗع َفا هّٰللا ُ َع ْن َها َۗوهّٰللا ُ َغفُ ْو ٌر َحلِ ْي ٌم‬
c. Untuk do’a (‫ ﻋد) ﺎ‬Umpamanya firman Allah dalam surat Ali Imran (3): 8: ‫َر َّب َنا اَل ُت ِز ْغ‬
ُ‫ت ْال َوهَّاب‬
َ ‫ك اَ ْن‬ َ ‫قُلُ ْو َب َنا َبعْ دَ ا ِْذ َهدَ ْي َت َنا َو َهبْ َل َنا ِمنْ لَّ ُد ْن‬
َ ‫ك َرحْ َم ًة ۚ ِا َّن‬
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sumbangsih ulama dalam beberapa kaidah tentang penafsiran tidak bisa dilupakan begitu
saja,dan juga termasuk dalam hal am dan khash, amr dan nahy. Secara bahasa kita bisa
memahami bahwa am dan nahyi adalah umum dan khusus serta amr dan nahy adalah suatu
larangan dan perintah tapi kadang-kadang dia berubah maknanya sesuai dengan qarinah yang
ada, karena mereka mempunyai kaidah-kaidahnya masing- masing.

Tidak hanya itu, memahami semua kaidah-kaidah ini sangat penting karena didalamnya
akan banyak ditemukun konsekwensi hukum yang berbeda-beda dan akan dipakai dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi walau bagaimana perbedaan yang dibingkai oleh tirai ketulusan
dalam membentangkan syariat yang elastis akan menciptakan kemajuan signifikansi dalam
tatanan kejayaan Islam4

4
Siti Fahimah, “Kaidah-Kaidah Memahami Amr Dan Nahy: Urgensitasnya Dalam Memahami Alqur’an,” Al-Furqan 1,
no. 1 (2018): 1–13.
DAFTAR PUSTAKA

Al Hakim, Sofian. “Konsep Dan Implementasi Al-‘Âmm Dan Al-Khâsh Dalam Peristiwa
Hukum Kontemporer.” Asy-Syari’ah 17, no. 2 (2015).

Sahib, Muhammad Amin. “LAFAZ DITINJAU DARI SEGI CAKUPANNYA (‘ÂM - KHÂS -
MUTHLAQ - MUQAYYAD).” UIN AlauddinMakassar Dpk di Universitas Negeri
Makassar 14 (2016): 138–147.

Sarwat, Ahmad. Al- ’Am Dan Al-Khash, n.d. https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-


use-case-a7e576e1b6bf.

Siti Fahimah. “Kaidah-Kaidah Memahami Amr Dan Nahy: Urgensitasnya Dalam Memahami
Alqur’an.” Al-Furqan 1, no. 1 (2018): 1–13.

“BAB I- DIGILIB UIN SUNAN AMPEL SURABAYA” (n.d.): 1–14.

Anda mungkin juga menyukai