Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AL-AM, AL-KHAS, TAKHSHISHUL-AM

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Ushul Fiqih

Dosen Pembimbing
Drs. H, A, Washil, M.Pd

Disusun Oleh :
Nuril faizin
Khairunnas

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


INSTITUT ILMU KE ISLAMAN ANNUQAYAH
(INSTIKA)

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Al-Am, Al-khas, Takhshishul-Am”
dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Al-Am, Al-khas,
Takhshishul-Am. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “Al-
Am, Al-khas, Takhshishul-Am” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak DRS. H, A, WASHIL, M.Pd
segenap Dosen Mata Kuliah Ushul Fiqih Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Sumenep, 15 November 2022 M.

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN................................................................................................................5
PENGERTIAN ‘AM DAN KHAS....................................................................................5
A. Pengertian ‘am........................................................................................................5
B. lafadh-lafadh ‘am....................................................................................................5
C. Pengertian khas.......................................................................................................7
D. Pengertian takhsis...................................................................................................7
E. Macam-macam Takhsish........................................................................................7
1. Takhsis Muttashil...................................................................................................8
2. Takhsis Munfashil..................................................................................................9
3. Dalalah lafazh khas...............................................................................................11
BAB II.............................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
A. Kesimpulan...........................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tidak bisa dipungkiri oleh kita bahwa Al-qur’an bukan sekedar kitab
yang hanya untuk dibaca saja, akan tetapi al-qur’an merupakan kitab yang perlu
dikaji secaramendalam dan terperinci, karena itu ia merupakan sumber hukum
yang pertama yangmenjadi rujukan untuk kaum muslimin dalam menetapkan
hukum.
Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam
mengkajiAlqur’an adalah Ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-
kaidah yangdijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syari’at yang
bersifat amaliyahyang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci. Melalui kaidah-
kaidah Ushul Fiqh akandiketahui nash-nash syara’ dan hukum-hukum yang
ditunjukkannya.
Ada banyak qaidah-qaidah yang dipakai dalam mempelajari ataupun
mengetahuinash-nash dalam al-quran, maka tanpa qaidah-qaidah tersebut
seseorang tidak akan bisamenetapkan atau mengistinbatkan suatu hukum yang
terdapat didalamnya.
Maka dalam artikel ini penulis ingin memaparkan beberapa qaidah yang
sangatpenting untuk diketahui diantara qaidah tersebut antara lain adalah lafdz
‘amdan Khas,lafadz Hakikat dan Majaz serta lafadz Zhahir dan Khafy.

B. Rumusan Masalah
Kami merumuskan sebagai berikut:
1. Apa itu ‘am?
2. Serta lafadh lafadhnya!
3. Dan apa itu khas dan takhsis?

4
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN ‘AM DAN KHAS

A. Pengertian ‘am
‘Am di tinjau dari segi bahasa berarti umum dan merata. Dalam ushul
fiqih, ‘am adalah lafadh yang menunjukkan dua atau lebih yang tidak terbatas.
Ada pula yang mengartikan ‘am sebagai lafadh yang mencakup bawahannya.
Sederhananya ‘am adalah lafadh dalam al-Quran yang mencakup dua perkara
atau lebih. Lafadh tersebut mencakup bawahannya. Misalnya lafadh zaidani,
maka lafadh zaidani mencakup dua zaid. Contohnya lagi, semisal an-Nas yang
berarti manusia. makanya lafadh an-Nas mencakup semua manusia tanpa
terkecuali.

B. lafadh-lafadh ‘am
1. Lafaz kullun atau jamî’un, dan lafadh yang semakna. Contoh:

‫اَلَ ْم تَ ْعلَ ْم اَ َّن هّٰللا َ ع َٰلى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر‬

Artinya “Apakah engkau tidak mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas


segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah: 106)

2. Isim jama’ yang di ma’rifatkan denga ‫ ال‬. Contoh:

َ‫فَا ْقتُلُوْ ا ْال ُم ْش ِر ِك ْين‬

Artinya“Bunuhlah orang-orang musyrik”  (QS. Al-Taubah:5)

3. lafadz mufrod yang dima’rifatkan dengan  ‫ ال‬istighroqil jinsi. Seperti contoh:

ۗ ‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الر ِّٰب‬


‫وا‬

Artinya “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”


(QS. Al-Baqarah: 275)

5
Lafaz al-bai’ dan al-ribâ, keduanya adalah ism mufrad yang di
ma’rifatkan dengan al. Oleh karena itu keduanya adalah lafadh ‘am yang
mencakup seluruh satuan-satuan yang dapat dimasukkan di dalamnya.

4. Isim nakirah yang dinafikan dengan ‫ال‬.  Seperti َ‫ ال ِإ ْك َراه‬pada ayat:

‫ال ِإ ْك َراهَ فِي الدِّي ِن‬

Artinya  “Tidak ada paksaan dalam beragama” (QS. Al-Baqarah: 256)


5. Isim maushûl, contoh :

ً‫ت ثُ َّم لَ ْم يَْأتُوْ ا بِاَرْ بَ َع ِة ُشهَد َۤا َء فَاجْ لِ ُدوْ هُ ْم ثَمٰ نِ ْينَ َج ْل َدة‬ َ ْ‫َوالَّ ِذ ْينَ يَرْ ُموْ نَ ْال ُمح‬
ِ ‫ص ٰن‬

Artinya  “Orang-orang yang menuduh (berzina terhadap) perempuan


yang baik-baik dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka  delapan puluh kali “ (QS. Al-Nur: 4)

Lafadh َ‫ الَّ ِذ ْين‬adalah isim maushul, maka lafadh tersebut masuk dalam
katagori ‘am.
6. Istim syarat, seperti lafadh man pada ayat di bawah ini:

ٰ ‫ۗ َم ْن َذا الَّ ِذيْ يُ ْق ِرضُ هّٰللا َ قَرْ ضًا َح َسنًا فَي‬


ً‫ُض ِعفَهُ لَهُ اَضْ َعافًا َكثِ ْي َرة‬

Artinya “Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada


Allah? Maka Allah akan melipatgandakan (pembayaran atas pinjaman itu)
baginya berkali-kali lipat” (al-Baqarah: 245)

7. Isim istifham seperti contoh:

َ‫اَفَ ُح ْك َم ْال َجا ِهلِيَّ ِة يَ ْب ُغوْ ۗنَ َو َم ْن اَحْ َسنُ ِمنَ هّٰللا ِ ُح ْك ًما لِّقَوْ ٍم يُّوْ قِنُوْ ن‬

Artinya “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum)


siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
meyakini (agamanya)” (QS. Al-Maidah: 50)

6
8. Lafazd jamak yang dima’rifkan dengan mudhaf. Seperti contoh:

‫ص ْي ُك ُم هّٰللا ُ فِ ْٓي اَوْ اَل ِد ُك ْم‬


ِ ْ‫يُو‬

Artinya “Allah memerintah kepada kalian untuk memberi warisan 


kepada anak-anak kalian” (QS. Al-Nisa’:11)

Lafazd aulâd adalah lafaz jamak dalam posisi nakîrah. Akan tetapi


karena lafaz tersebut disandarkan dengan lafaz kum, maka ia menjadi ma’rifah.
Karena itu lafaz tersebut menunjukkan seluruh satuan-satuan yang dapat
dimasukkan ke dalamnya.

C. Pengertian khas
Khas adalah lawan dari lafadh ‘am. Khas dalam bahasa berarti tertentu,
sedangkan secara istilah khas adalah lafadh yang tidak mencakup dua atau lebih.
Dalam syarah waraqat di jelaskkan bahwa khas adalah lafadh yang mencakup
sesuatu yang cakupannya, bisa satu, dua, tiga yang masih dalam cakupannya.
Misalnya zaid dua wanita atau tiga laki-laki.

D. Pengertian takhsis
Takhsis ini adalah metode mentakhsish lafadh yang ‘am menjadi khas.
Takhsis berasal dari kata khos yang berarti khusus yang di ikutkan
wazan af’ala, lalu maknanya berubah menjadi menkhususkan. Dalam ushul fiqih
takhsis berarti mengkhususkan lafadh yang ‘am kepada sebagian afrad-nya
(lafadh yang masuk bawahannya). Misalnya kafir mu’ahad (kafir yang
melakukan perjanjian damai) mentakhsish ayat :

َ‫فَا ْقتُلُوْ ا ْال ُم ْش ِر ِك ْين‬

Dalam ulumul Quran, tahksish adalah mengkususkan ayat Al-Quran atau


hadis yang ‘am dengan ayat lain atau hadis yang khos. Seperti contoh di atas.

E. Macam-macam Takhsish
Takhsis terbagi menajdi dua, takhsis muttashil dan munfashil.

7
1. Takhsis Muttashil

Takhsis muttashil adalah takhsis yang berada dalam satu kalimat. Takhsis ini
terbagi menjadi empat, sebagimana penjelasan berikut ini:
a. Takhsis dengan Istisna’
Istisna’ adalah mengecualikan sesuatu dari sesuatu. Istisna’ dapat
mentakhsis kalimat yang ‘am. Seperti contoh:

‫ ِإاَّل الَّ ِذينَ آ َمنُوا‬, ‫ْر‬


ٍ ‫ِإ َّن اِإْل ْن َسانَ لَفِي ُخس‬

Artinya “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam


kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman” (QS. Al-‘Ashr: 1-2)

Kalimat ‫ْر‬ ٍ ‫ ِإ َّن اِإْل ْن َسانَ لَفِي ُخس‬ adalah ayat yang ‘am. Lalu di takhsis dengan ‫ِإاَّل‬
‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا‬. Dengan demikian maka manusia yang rugi hanyalah manusia
yang tidak beriman.
b. Takhsish dengan Syarat
Takhsis dengan syarat adalah mentakhshis lafadh dengan berikutnya
yang menajdi sifat. Misalnya:

‫هّٰللا‬ ۚ ‫هّٰللا‬
َ‫صفُوْ ن‬ ِ ْ‫لَوْ َكانَ فِ ْي ِه َمٓا ٰالِهَةٌ اِاَّل ُ لَفَ َس َدتَا فَ ُسب ْٰحنَ ِ َربِّ ْال َعر‬
ِ َ‫ش َع َّما ي‬

Artinya “Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada


tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah
yang memiliki ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan” (QS. Al-Anbiya’:
22)
c. Takhsis dengan Sifat
Takhsis dengan sifat adalah mentakhsis lafadh yang ‘am dengan sifat
yang berada setelahnya. Misalnya:

‫َو َمن قَتَ َل ُمْؤ ِمنًا خَ طًَأ فَتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ُّمْؤ ِمنَ ٍة‬

Artinya “Barangsiapa membunuh seorang mukmin yang tidak di


sengaja maka ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman ” (QS. An-
Nisa : 92)

8
Lafadh ‫ َرقَبَ ٍة‬yang merupakan lafad yang ‘am maka di takhsis dengan ‫ُّمْؤ ِمنَ ٍة‬
. maka budak yang di merdekan harus budak  yang mu’min.
d. Takhsis dengan Ghoyah
Takhsis dengan ghayah takhsis dengan lafadh yang memilki makna
ghayah. Misalnya ‫ َحتَّى‬  . seperti contoh:

ْ َ‫ۖ َواَل تَ ْق َربُوه َُّن َحتَّ ٰى ي‬


َ‫طهُرْ ن‬

Artinya “ Janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka


suci” (QS. Al-Baqarah : 222)

Ayat di atas berarti larangan mendekati istrinya yang menstruwasi. Dan


hal itu di larang sampai mereka suci. Jadi larangan tersebut hanya di
khususkan hanya pada saat sedang haid.
e. Takhsis dengan Badal
Takhsis dengan badal adalah mentakhsis lafadh yang umum dengan
badal yang berada setelahnya. Seperti contoh:

ِ ‫اس ِحجُّ ْالبَ ْي‬


‫ت َم ِن ا ْستَطَا َع ِإلَ ْي ِه َسبِياًل‬ ِ َّ‫َوهَّلِل ِ َعلَى الن‬

Artinya ” Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap


Allah, yaitu orang yang mampu melakukan perjalanan ke Baitullah,
( baik dalam finansial maupun fisik)” (QS. Ali-Imran : 97)

Kalimat ‫ت‬ ِ ‫اس ِحجُّ ْالبَ ْي‬


ِ َّ‫ َوهَّلِل ِ َعلَى الن‬ adalah lafadh yang umum. Dan lafadh
tersebut lafadh berikutnya, yaitu ‫ َم ِن ا ْستَطَا َع ِإلَ ْي ِه َسبِياًل‬.

2. Takhsis Munfashil

Takhsis munfashil adalah takhsis dengan ayat atau hadis lain yang
berikatan. Takhsis munfashil ini boleh takhsish al-Quran dengan al-Quran, al-
Quran dengan hadis, hadis dengan hadis, hadis dengan al-Quran. Berikut ini
adalah macam-macam takhsish munfashil:

9
a. Takhsis al-Quran dengan Al-Quran. Takhsis al-Quran dengan Al-Quran
mentakhsis ayat atau potongan ayat al-Quran dengan ayat lain. Seperti
contoh dalam surat al-Baqarah ayat 221:

ِ ‫ُوا ْٱل ُم ْش ِر ٰ َك‬


‫ت‬ ْ ‫َواَل تَن ِكح‬

Artinya “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik”

Ayat tersebut di takhsish denagn surat al-Maidah ayat  5 berikut ini:

َ ‫َات ِمنَ الَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِكت‬


‫َاب ِمن قَ ْبلِ ُك ْم‬ ُ ‫صن‬َ ْ‫َو ْال ُمح‬

Artinya ” wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara


orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu”

Ayat al-Baqoroh yang melarang menikahi wanita musyrik hanya di


tujukan kepada selain ahlul kitab seperti yahudi dan nasrani. Karena
sudah di takhsis dengan ayat lain al-Maidah ayat 5, yang
memperbolehkan menikahi ahlul kitab.

b. Takhsish al-Quran dengan hadis seperti contoh:

‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما‬ ُ ‫َّار‬


ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬

Artinya “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,


potonglah tangan keduanya” (QS. al-Maidah: 38)

Ayat di atas di takhsish dengan hadis Rasulullah Saw. berikut  ini:

ْ َ‫الَ ق‬
ٍ ‫ط َع فِي َأقَ َّل ِم ْن ُرب ِْع ِد ْين‬
‫ رواه الجماعة‬. ‫َار‬

Artinya “Tidak ada hukuman potong tangan di dalam pencurian


yang nilai barang yang dicurinya kurang dari seperempat dinar”. (HR.
Al-Jama’ah).

c. Takhsish hadis dengan al-Quran seperti contoh:


10
‫رواه متفق عليه‬.‫ضَأ‬
َّ ‫ى يَتَ َو‬ َ ‫صالَةَ َأ َح ِد ُك ْم ِإ َذا َأحْ د‬
َّ ‫َث خَت‬ َ ُ‫اَل يَ ْقبَ ُل هللا‬

Artinya “Allah tidak menerima shalat salah seorang dari kamu


bila ia berhadats sampai ia berwudhu”. (HR. Bukhari Muslim)

Hadis tersebut ditakhshish al-Quran surah Al-Maidah  ayat 6:

َ ‫ض ٰى َأوْ َعلَ ٰى َسفَ ٍر َأوْ َجا َء َأ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَاِئ ِط َأوْ اَل َم ْستُ ُم النِّ َسا َء فَلَ ْم تَ ِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬
َ ‫ص ِعيدًا‬
‫طيِّبًا‬ َ ْ‫َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬
ُ‫فَا ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوَأ ْي ِدي ُك ْم ِم ْنه‬

Artinya “Jika kamu sakit  atau dalam perjalanan atau kembali


dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih) sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”.

d. Takhsish hadis dengan hadis seperti contoh:

‫ متفق عليه‬. ‫ت ال َّس َما ُء ْال ُع ْش ُر‬


ْ َ‫فِ ْي َما َسق‬

Artinya “Pada tanaman yang disirami oleh air hujan, zakatnya


sepersepuluh”. (HR. Bukhari Muslim).

Hadis ini ditakhsis dengan hadis lain berikut ini:

‫ متفق عليه‬. ٌ‫ص َدقَة‬ ٍ ‫ْس فِ ْي َما ُدوْ نَ خَ ْم َس ِة َأوْ ُس‬


َ ‫ق‬ َ ‫لَي‬

Artinya “Tidak wajib zakat pada taanaman  yang kurang dari


lima watsaq (1000 kilogram)” (HR. Bukhari Muslim).

3. Dalalah lafazh khas

Menurut jumhur ulama telah sepakat bahwa dalalah khas menunjuk


kepada dalalah qath’iyyah terhadap makna khusus yang dimaksud dan hukum
yang ditunjukkannya adalah qath’iy, bukan dzanniy, selama tidak ada dalil yang
memalingkannya kepada makna

11
‫صيَا ُم ثَ ٰلثَ ِة اَي ٍَّام فِى ْال َح ِّج‬
ِ َ‫فَ َم ْن لَّ ْم يَ ِج ْد ف‬ 

“Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu),


maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila
kamu telah pulang kembali” (QS. Al Baqarah: 196)

Lafazh tsalasah dalam ayat tersebut adalah lafazh khas yang tidak mungkin
untuk diartikan dengan makna selain tiga hari. Oleh karenanya dalalah
maknanya adalah qath’iyah (pasti) dan dalalah hukumnya pun juga qath’i.
Lafazh khas yang ditemui dalam nash wajib diartikan sesuai dengan arti hakiki
selama tidak ditemukan dalil yang memalingkan dari arti hakiki ke arti lain.
Akan tetapi, apabila ada qarinah, maka lafadh khas harus ditakwilkan kepada
maksud makna yang lain.

12
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Âm ialah lafaz yang menunjukkan pada jumlah yang banyak dan satuan
yang termasuk di dalamnya, dan memiliki ciri-ciri tertentu. Sedangkan khâs
lafaz yang menunjukkan arti tunggal, baik menunjuk jenis, macam, nama, atau
isim jumlah yang pasti, dan menutup kemungkinan yang lainnya. Namun
terlepas dari ketentuan-ketentuan tersebut bisa saja ada lafas umum, tetapi yang
dimaksud adalah khusus. Demikian juga sebaliknya, bisa saja ada lafaz khusus
tetapi yang dimaksud adalah umum, tentu dengan melihat kesesuaian konteks
pembicaraannya. Pengamalan tuntutan lafaz âm wajib, kecuali ada dalil yang
menunjuk selainnya. Dan apabila ada lafaz âm karena sebab khusus, maka wajib
mengamalkan keumumannya. Apabila âm dan khâs datang bersamaan, maka
yang âm di takhshîsh oleh yang khâs. Tetapi jika âm datang kemudian, menurut
hanafiyah, khâs dinasakh oleh yang âm. Muthlaq ialah lafaz yang menunjukkan
pada hakikat lafaz itu apa adanya tanpa memandang jumlah maupun sifatnya.
Sedangkan muqayyad ialah lafaz yang menunjukkan pada hakikat lafaz tersebut
dengan dibatasi sifat, keadaan, dan syarat tertentu. Jika hukum dan obyek lafaz
muthlaq sama dengan lafaz muqayyad, maka disesuaikan dengan yang
muqayyad. tetapi jika keduanya berbeda dari segi hukum dan sebabnya, maka
pengertian lafaz yang muthlaq tidak disesuaikan dengan lafaz yang muqayyad.

13

Anda mungkin juga menyukai